IBU HAMIL
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan atas Rahmat dan
KaruniaNya, penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan buku
dengan Judul “Malaria Pada Ibu Hamil”.
Malaria adalah salah satu penyakit yang banyak menjangkiti masyarakat di seluruh
dunia. Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
khususnya di beberapa wilayah di Indonesia, utamanya adalah kawasan wilayah
Indonesia bagian Timur.
Jumlah kasus malaria di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 304.607 kasus. Jumlah
menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2009, yaitu sebesar 418.439.
Data dari P2PM Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2022 kasus malaria ibu hamil
di Indonesia mencapai 235,7 ribu dari perseribu penduduk menurun jika dibandingkan
pada bulan Januari-Mei tahun 2021 sebanyak 387,933 ribu.
Walupun angka kasus malaria mulai menurun, namun kita tetap waspada dan
mengupayakan program-program bebas malaria agar kita senantiasa terlindungi dari
penyakit malaria ini. Dimana menurut Kemenkes RI, akan menargetkan Indonesia
bebas Malaria pada tahun 2030.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan buku ini. Penulis
berharap buku ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pikiran baik bagi
penulis sendiri maupun pembaca. Dalam penulisan buku ini masih jauh dari kata
sempurna, maka itu diperlukan saran dan kritik untuk membangun dan
menyempurnakan buku ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................i
BAB VIII ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN MALARIA .......................74
A. PENGERTIAN MALARIA
Malaria termasuk Salah satu penyakit pembunuh terbesar sepanjang sejarah
umat manusia.Setiap tahun ada satu juta manusia mati di seluruh dunia, 8096 adalah
anak-anak.Angka ini jauh lebih besar dari korban perang manapun yang pernah
terjadi sepanjang sejarah perjalanan manusia. Potensi penyakit malaria sangat luar
biasa, lebih dari 2,2 milyar manusia tinggal di wilayah yang berisiko timbulnya
penyakit malaria yaitu Asia Pasifik tersebar di 10 negara diantaranya India, Cina,
Indonesia, Banglades, Vietnam dan Filipina. Wilayah ini sama dengan 67X negara
dunia yang berisiko terkena penyakit malaria. (The World Malaria Report dalam
Depkes RI, ,2008).
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.Separuh penduduk dunia
berisiko tetular malaria karena hidup di lebih dari 100 negara yang masih endemis
dengan penyakit malaria.Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi,
balita dan ibu hamil.Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi
malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia.Kasus terbanyak terdapat di
Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian
negara Eropa, Sagung Sento.
Malaria adalah penyakit yang telah diketahui sejak jaman Yunani. Penyakit
tersebut khas, mudah dikenal, dengan demam yang naik turun dan teratur disertai
menggigil: Febris tersiana dan febris kuartana telah dikenal pada masa itu. Selain
menyebabkan limpa membesar dan mengeras atau splenomegali, penyakit malaria
dahulu disebut “demam kura”.(Yohana Sorontou, hal :1)
Malaria awalnya dikenal sebagai penyakit akibat udara buruk (mala: buruk:
aria: udara), sehingga penyakt mu sering terjadi di daerah rawa, karena banyaknya
penduduk .daerah pantai yang menderita gejala-gejala malana yartu demam
tinggi,menggigil dan berkeringat.
Malaria dikenal sebagai ancient disease yaitu penyakit kuno yang masih
bertahan sampai abad modern dan mungkin akan tetap bertahan terus dan tidak
tahu kapan berakhirnya. Pertanyaannya adalah apakah penyakit yang setua malaria
sudah punah atau juga tetap bertahan. Jika beberapa penyakit lainnya sudah punah
seiring dengan perubahan peradapan manusia, kenapa penyakit malaria justru tetap
bertahan... jawabnya adalah kemampuan parasitnya yang sangat mudah beradaptasi
dan bersinergi dengan hostnya, tetapi juga kemampuan vektor bertahan dari
berbagai perubahan lingkungan dan stressor yang diberikan kepadanya, karena
sampai sekarang penularan plasmodium dari satu orang ke orang lainnya masih
melalui vektor nyamuk.(Arias Santjaka, hal : 1-4)
B. ANATOMI FISIOLOGI
4. Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian darah
yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak,
glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1%.
Protein Plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya unsur
pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai
sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi
ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan
bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta
globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul
pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting
lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan
sebagai antibodi.Berfungsi mengangkut sari makanan ke sel-sel serta
membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu
plasma darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit
atau zat antibodi.
C. ETIOLOGI MALARIA
Sporozoit masuk ke dalam peredaran darah penderita saat nyamuk
Anopheles betina menghisap darah. Sebagian sporozoit tersebut akan ditagositosis
dan yang tidak difagositosis akan mencapai sel hati dalam waktu setengah jam. Di
dalam sel hati, sperozoit tumbuh dan berkembang baik dengan cara skizogoni. Pada
akhir fase skizogoni akan terbentuk ribuan merozoit. Proses skizogoni yang terjadi di
hati ini disebut skizogoni prseritrositer atau fase eksoeritrositer primer. Setiap
spesies Plasmodium akan membentuk merozoit dalam jumlah berbedabeda. Sel hati
yang penuh dengan merozoit kemudian akan pecah, sehingga merozoit masuk ke
dalam peredaran darah dan menyerang eritrosit.
Sporozoit dalam sel hati tidak semuanya langsung tumbuh dan berkembang
biak, pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovaie sebagian sporozoit ini tidak
berkembang biak dalam kurun waktu tertentu, sporozoit yang tidak berkembang ini
disebut hipnozoit. Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian
mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eksoeritrositer sekunder. Proses
ini dianggap sebagai penvebab timbulnya rekurensi atau relaps jangka panjang,
sedangkan relans yang disebabkan oleh bertambah banyaknya parasit stadium
eritrositer disebut rektudesensi. Rekrudesensi ini dapat terjadi pada semua spesies
Plasmodium.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah, menyerang eritrosit dan
mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eritrositer. Stadium awal skizogoni
eritrositer adalah bentuk ring vang mempunyai 1 inti dengan sitoplasma tipis seperti
cincin ("ix muda), kemudian sitoplasma tumbuh menebal dan masih dalam bentuk
ring (ring tua).Selanjutnva sitoplasma bertambah kompak atau amuboid dan
terdapat pigmen, ukuran sitoplasma masih kurang dari setengah eritrosit.Stadium ini
disebut trofozoit muda dan apabila sitoplasmanya melebihi 15 eritrosit disebut
trofozoit tua.Apabila inti sudah membelah disebut stadium skizon. Dari stadium
skizon muda, kemudian tumbuh menjadi skizon tua dan akhirnya terbentuk skizon
matang di mana masing: masing inti sudah dikelilingi sitoplasma dan terbentuk
merozoit.
Masa tunasekstrinsik (daur dalam tubuh nyamuk) yaitu terhisapnya makrogametosit
dan mikrogametosit sampai terbentuknya sprozoit:
Daur pre-eritrositer yaitu waktu masuknya sporozoit sampai pecahnya skizon hati
dan merozoit masuk ke dalam sirkulasi darah:
Daur eritrositer yaitu waktu masuknya merozoit kz dalam eritrosit sampai pecah
skizon matang (eritrosit).
Infeksi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu secara alami inelalui vektor dan
induksi melalui transfusi, jarum suntik, atau transplasental. Vektor malaria adalah
Anopheles betina.Spesies Anopheles di seluruh dunia ada 2000 dan diperkirakan 60
di antaranya dapat menularkan parasit malaria.Di Indonesia ada 80 spesies
Anopheles, tetapi hanva 16 spesics yang merupakan vektor malaria. (Purnomo dan
Ayda Rahmat, hal : 1-5)
Plasmodium falciparum
Plasmodium vivax
Plasmodium ovale
Morfologi trofozoit P, ovale mirip trofozoit P. vivax, terdapat bintik Schuffner
dan pigmen.Eritrosit yang terinfeksi agak membesar ukurannya, dengan bentuk tidak
teratur serta bergerigi, yang merupakan ciri khas spesies tersebut.Bentuk skizon
berukuran 6 mikron, skizon mengisi tiga perempat bagian eritrosit yang agak
membesar.Merozoit berjumlah delapan, dengan susunan tidak teratur.Bintik
Schuffner terdapat pada eritrosit yang terinfeksi gametosit yang berbentuk lonjong.
Eritrosit berukuran normal, agak membesar, atau sama besar dengan ukuran
gametosit. (Yohana Sorontou, hal : 8)
Plasmodium malariae
D. PATOFISIOLOGI MALARIA
Patofisiologi munculnya gejala pada malaria berkaitan dengan siklus eritrositik parasit.
Parasitemia meningkat setiap kali terjadi lisis eritrosit dan ruptur skizon eritrosit yang
melepaskan ribuan parasit dalam bentuk merozoit dan zat sisa metabolik ke sirkulasi darah.
Tubuh yang mengenali antigen tersebut kemudian melepaskan makrofag, monosit, limfosit,
dan berbagai sitokin, seperti tumor necrosis factor alpha (TNF- α).[2,3,11]
Sitokin TNF-α dalam sirkulasi darah yang sampai ke hipotalamus akan menstimulasi
demam. Demam bertahan selama 6–10 jam, lalu suhu tubuh kembali normal, dan meningkat
kembali setiap 48–72 jam saat siklus eritrositik lengkap. Selain TNF-α, ditemukan juga sitokin
proinflamasi lainnya, seperti interleukin 10 (IL-10) dan interferon γ (IFN- γ). Pada fase infeksi
lanjutan, tubuh memproduksi antibodi yang membantu proses pembersihan parasit melalui
jalur makrofag-sel T-sel B.[2,3,12-15].
Parasitemia pada malaria falciparum lebih hebat dibandingkan parasitemia spesies lain.
Hal ini disebabkan karena Plasmodium falciparum dapat menginvasi semua fase eritrosit,
sedangkan Plasmodium vivax lebih dominan menginfeksi retikulosit dan Plasmodium
malariae menginvasi eritrosit matur. Tingkat parasitemia biasanya sebanding dengan
respons tubuh manusia dan keparahan gejala klinis.[9,16,17]
Anemia pada malaria terjadi akibat proses hemolisis dan fagositosis eritrosit, baik yang
terinfeksi maupun normal oleh sistem retikuloendotelial pada limpa. Peningkatan aktivitas
limpa menyebabkan splenomegali. Anemia berat juga dipengaruhi oleh gangguan respons
imun monosit dan limfosit akibat hemozoin (pigmen toksik hasil metabolisme Plasmodium),
sehingga terjadi gangguan eritropoiesis dan destruksi eritrosit normal.[15,18]
Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primaquine pada orang dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) herediter. Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi saat
hemolisis dapat terakumulasi di sel retikuloendotelial limpa, sehingga folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik. Pigmen juga dapat mengendap dalam sel Kupffer
hati, sumsum tulang, otak, dan berbagai organ lain.[15]
Hemolisis dapat meningkatkan serum bilirubin sehingga menimbulkan jaundice. Malaria
falciparum dapat disertai hemolisis berat yang menyebabkan hemoglobinuria (blackwater
fever).[15]
BAB II
DIAGNOSIS PENYAKIT MALARIA
A. SEJARAH EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi sebagai suatu ilmu berkembang dari waktu ke waktu.
Perkembangan itu di latarbelakangi oleh beberapa hal:
1. Tantangan zaman di mana terjadi perubahan masalah dan perubahan pola
penyakit. Sewaktu zaman John Snow, epidemiologi mengarahkan dirinya untuk
masalah penyakit tidak infeksi dan wabah. Dewasa ini telah terjadi perubahan
pola penyakit ke arah penyakit tidak menular, dan epidemiologi tidak hanya
dihadapkan dengan masalah penyakit semata tetapi hal-hal lain baik yang
berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan penyakit, serta masalah
kesehatan secara umum.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Pengetahuan klinik kedokteran
berkembang begitu pesat di samping perkembangan ilmu-ilmu lainnya seperti
biostatistik, administrasi dan ilmu perilaku (behaviour science). Perkembangan
ilmu-ilmu ini juga meniupkan angin kesegaran untuk perkembangan
epidemiologi.
3. sesuai dengan kondisi zaman di mana mereka berada. Khusus mengenai
pandangan terhadap proses terjadinya atau penyakit telah dikemukakan
beberapa konsep/teori.
2. Hippocratic Theory
Menyusul contagious theory, para pemikir Kesmas, dipelopori oleh
Hippocrates mulai lebih mengarahkan kausa pada suatu faktor tertentu.
Hippocrates mengatakan bahwa kausa penyakit berasal dari alam: cuaca dan
lingkungan. Perubahan cuaca dan lingkungan yang ditunjuk sebagai biang
keladi terjadinya penyakit.Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang
ada pada waktu itu dan dipakai hingga tahun 1800-an. Kemudian ternyata
teori ini tidak mampu menjawab tantangan pelbagai penyakit infeksi lainnya
yang mempunyai rantai penularan yang lebih berbelit-belit.
3. Miasmatic Theory
Hampir sama dengan hippocratic theory, miasmatic theory menunjukkan gas-
gas busuk dari perut bumi yang menjadi kausa penyakit. Teori ini punya arah
cukup spesifik, namun kurang mampu menjawab pertanyaan tentang
penyebab berbagai penyakit.
4. Epidemic Theory
Teori ini mencoba menghubungkan terjadinya penyakit Engan cuaca dan
faktor geografis (tempat).Suatu zat organik dariDengan demikian terjadilah
perubahan dan perkembangan dasar berpikir para ahli kesehatan masyarakat
dari masa ke masalingkungan dianggap sebagul pembawn penyakit.Misalnya
air tercemar menyebabkan gastroenteritis Teori ang diterapkan oleh John
Snow dalam menganalisis terjadinya diare di London.
TOKO-TOKO EPIDEMIOLOGI
1. Antonio van Leeuwenhoek (1632-1723)
Leeuwenhoek adalah seorang warga negara Belanda, dilahirkan di Delft, 24
Oktober 1632 dan meninggal pada tanggal 24Agustus 1723. Dia seorang ilmuwan
amatir yang menemukan mikroskop, penemu bakteri dan parasit (1674) penemu
spermatozoa (1677). Penemu bakteri telah membuka tabir suatu penyakit yang
akan sangat berguna untuk analisis epidemiologi selanjutnya.
2. Robert Koch
Robert Koch tidak asing jika dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis pada
tahun 1882. Selain itu Koch berperan memperkenalkan tuberkulin pada tahun
1890, yang dianggapnya sebagai suatu cara pengobatan TBC. Konsep tes
tuberkulin selanjutnya dikembangkan oleh Von Pirguet di tahun 1906 dan PPD
diperkenalkan oleh Siebart di tahun 1931.Dewasa ini tes tuberkulin dipakai untuk
mendeteksi adanya riwayat infeksi tuberkulosis sebagai perangkat diagnosis TBC
pada anak-anak. Selain itu Koch juga terkenal dengan Postulat Koch, yang
mengemukakan konsep tentang cara menentukan kapan mikro organisme dapat
dianggap sebagai penyebab suatu penyakit.
5. Percival Port
Dia adalah seorang ahli bedah yang melakukan pendekatan epidemiologis dalam
menganalisis meningginya kejadian kanker skrotum di kalangan pekerja
pembersih cerobong asap. Dia memikirkan bahwa tentu ada suatu faktor
tertentu yang berkaitan dengan kejadian kanker skrotum di kalangan pembersih
cerobong asap. Dengan analisis epidemiologinya, dia berhasil menemukan
bahwa tar yang terdapat pada cerobong asap itulah yang menjadi biang
keladinya. Dia dianggap sebagai Bapak Epidemiologi Modern.
6. James Lind,1747
Dia berhubungan dengan sejarah hubungan kekurangan vitamin C dengan scurvy
(kekurangan vitamin C).Cerita penemuannya sederhana, di mana dia mengamati
bahwa ada kelompok tertentu dari mereka yang dalam pelayanan dengan kapal
yang mereka tumpangi dalam suatu pelayaran panjang yang mengalami
scurvy.Mereka menderita kekurangan vitamin C karena mereka semuanya
memakan makanan kaleng.Dia dikenal sebagai bapak Trial Klinik.
B. EPIDEMIOLOGI MALARIA
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Pengetahuan Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Public Healih) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan
penyakit dan masalah kesehatan lainnya, dalam masyarakat. Keberadaan penyakit
masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitauf, Karena itu epidemiologi
akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang banyak
memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah keschatan.
Menurut asal katanya.secara etimologis, epidemiologi berarti Ilmu mengenai
kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari perkataan Yunani, di
mana epi - upon, pada atau tentang.demos - people. penduduk. logia - Knowledge,
ilmu. Namun epidemiologi ini tentu sesuai dengan sejarah kelahirannya di mana
epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang mengenai
penduduk.Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada dewasa itu hingga akhir
abad 19 adalah penyakit wabah atuu epidemi (penyakit yang mengenai penduduk
secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian tentang epidemi yang banyak
menelan korban kematian, dan begitulah nama epidemiologi tidak bisa dilepaskan
dengan epidemiologi itu sendiri.
Begitulah, pada awal perkembangannya epidemiologi mempunyai pengertian
sempit.Epidemiologi dianggap sebagai ilmu tentang epidemi.Pada perkembangan
selanjutnya hingga dewasa ini Epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang
Distribusi (penyebaran) dan Determinan (faktor-faktor penentu) masalah kesehatan
masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan dan pengambilan
keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan.Dengan demikian di sini
tampak bahwa epidemiologi dimaksudkan tidak hanya mempelajari penyakit
epideminya saja tetapi menyangkut masalah kesehatan secara kesehatan.
Sebagai ilmu yang berkembang, epidemiologi mengalami perkembangan
pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan atau
definisi.Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para penulis dan mereka para
pakar yang mencurahkan waktunya dalam epidemiologi. Beberapa di antara mereka
dapat disebut di sini :
Wade Hampton Frost (1972), Guru Besar Epidemiologi di School of Hygiene,
Universitas Johns Hopkins mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu
pengetahuan tentang penomena massal (mass phenomen) penyakit infeksi
atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Di sini
tampak bahwa pada waktu itu penekanan perhatian epidemiologi hanya
ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang mengenai massa
(masyarakat)
Greenwood (1934), Profesor di Shcool of Hygiene and Tropical Medicine,
London, mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas di mana
dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala
macam kejadian yang mengenai kelompok (herd) penduduk. Kelebihan
pengertian ini adalah dengan adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang memberikan arahan distribusi dan metodologi terkait.
Brian Mac Mahon (1970), pakar epidemiologi di Amerika Serikat yang
bersama dengan Thomas F. Pugh menulis buku 'Epidemiologi: Principles and
Methods' menyatakan bahwa epi demiology is the study of the distribution
and determinants ofdisease freguencv in man'. Epidemiologi adalah studi
tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan
mengapa terjadi distribusi semacam itu. Walaupun definisinya cukup
sederhana, di sini tampak bahwa MacMahon menekankan epidemiologi
sebagai suatu pendekatan metodologi dalam menentukan distribusi penyakit
dan mencari penyebab mengapa terjadi distribusi sedemikian dari suatu
penyakit.
Gary D. Friedman (1974) selanjutnya dalam bukunya 'Primer of Epidemiolgy'
menuliskan bahwa, epidemiology is the study of disease occurance in human
populations. Batasan ini lebih sederhana dan tampak sepadan dengan apa
yang dikemukakan oleh MacMahon. Dan ini pula yang kurang-lebih
dikemukakan oleh Anders Ahlbom dan Staffan Norel (1989) dalam bukunya
Inrroduesion of Modern Epidemiology. Dikatakan bahwa epidemiologi adalah
ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.
Hanya saja perlu ditambahkan bahwa dalam kata pengantarnya dia
mengatakan antara lain: 'Suatu lelucon lama mengatakan bahwa seorang ahli
epidemiologi telah berubah: tidak lagi sebagai wilayah dari sejumlah kecil
dokter yang berdedikasi, tapi telah berkembang menjadi suatu disiplin riset
yang nyata'. Ungkapan ini mengingatkan akan latar belakang sejarah
Epidemiologi yang semula mendapat perhatian dan dikembangkan oleh para
dokter dalam menggeluti masalah penyakit: yang kemudian berkembang
sebagai satu pengetahuan metodologi. (Bustan dan Arsunan, hal 1-2)
Aspek Akademik
Secara akademik, epidemiologi berarti analisis data kesehatan, sosial
ekonomi, dan kecenderungan yang terjadi untuk mengadakan identifikasi dan
interpretasi perubahan-perubahan keadaan kesehatan yang terjadi atau akan
terjadi di masyarakat umum atau kelompok penduduk tertentu.
Aspek Praktis
Ditinjau dari segi praktis, epidemiologi merupakan ilmu yang ditujukan
pada upaya pencegahan penyebaran penyakit yang menimpa individu,
kelompok, atau masyarakat umum.
Dalam hal ini, penyebab penyakit tidak harus diketahui secara pasti, tetapi
diutamakan pada cara penularan, infektivitas, menghindarkan agen yang diduga
sebagai penyebab, toksin atau lingkungan, dan membentuk kekebalan untuk
menjamin kesehatan masyarakat. Misalnya:
1. Ditemukannya efek samping obat iodokloroguinolin yang serius di Jepang,
walaupun saat itu mekanismenya belum diketahui dengan jelas dan di
Indonesia belum ditemukan adanya efek samping tersebut, tetapi
pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan telah melarang
beredarnya obat tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
efek samping obat tersebut masuk ke Indonesia.
2. Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), walaupun cara perlindungan
dan pengobatan belum diketahui, tetapi telah dilakukan berbagai upaya
untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut, misalnya harus ada
keterangan bebas AIDS untuk dapat masuk suatu negara, screening pada
donor darah, pengawasan terhadap homoseks, dan lain-lain.
Aspek Klinis
Ditinjau dari aspek klinis, epidemiologi berarti suatu usaha untuk
mendeteksi secara dini perubahan insidensi atau prevalensi melalui penemuan
klinis atau laboratoris pada awal kejadian luar biasa atau timbulnya penyakit baru
seperti, karsinoma vagina pada gadis remaja atau AIDS yang awalnya ditemukan
secara klinis. (eko budiarto dan dewi anggreaeni).
Aspek Administratif
Epidemiologi secara administratif berarti suatu usaha untuk mengetahui
status kesehatan masyarakat disuatu wilayah atau negara agar dapat di berikan
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyar F.
usaha ini membutuhkan data tentang pengalaman petugas kesehatan setempat,
data populasi, dan data tentang pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh
masyarakat.(Eko Budiarto dan Dewi Anggraeni, Hal, 7-8).
C. PEMBAGIAN EPIDEMIOLOGI
Umumnya epidemiologi dapat dibagi atas tiga jenis utama yakni Epidemiologi
Deskriptif, Epidemiologi Analitis dan Epidemiologi Eksperimental. Apa yang dimaksud
dengan masing-masing jenis epidemiologi itu dapat dituliskan sebagai berikut :
1. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi Deskriptif berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan masyarakat.Di sini
dipelajari tentang frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan dalam
masyarakat.Keterangan tentang frekuensi dan distribusi suatu penyakit atau masalah
kesehatan menunjukkan tentang besarnya masalah itu dalam masyarakat.Hasil
pekerja Epidemiologi Deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai
faktor who (siapa), where (di mana) dan kapan (When).
Epidemiologi Deskriptif merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya
masalah kesehatan dari segi epidemiologi dengan menjelaskan siapa yang terkena
dan di mana serta kapan terjadinya masalah itu.
a. Siapa : Faktor orang dalam menjawab siapa yang terkena masalah bisa berupa
variabel umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan. Faktor-faktor ini bisa disebut sebagai variabel epidemiologi atau
demografi. Kelompok orang yang potensial atau punya peluang untuk menderita
sakit atau mendapatkan risiko biasanya disebut population at risk (penduduk
punya peluang).
b. Di mana : Pertanyaan ini mengenai faktor tempat di mana masyarakat tinggal
atau bekerja, atau di mana saja ada kemungkinan mereka menghadapi masalah
kesehatan. Faktor tempat ini dapat berupa : kota (urban) dan desa (rural), pantai
dan pegunungan: daerah pertanian industri dan tempat kerja lainnya.
c. Kapan : Kejadian penyakit berhubungan juga dengan waktu. Faktor waktu ini
dapat berupa jam, hari, minggu, bulan dan tahun : musim hujan dan musim
kering. Contoh sederhana epidemiologi deskriptif adalah bila disebutkan bahwa
banyak penderita TBC di daerah Sulawesi Selatan adalah 25.000 lelaki pada tahun
1992.
Walaupun suatu deskripsi epidemiologi itu sederhana tidaklah berarti tidak
memberi arti yang penting.Deskripsi yang tepat hanya dapat berguna untuk
menggambarkan besarnya masalah tetapi juga memberi gambaran tentang aspek-
aspek yang berkaitan dengan deskripsi itu.
Contohnya adalah mengenai vibrio papahaemolyticus, bakteri yang dapat
diisolasi dari air laut yang merupakan salah satu penyebab utama keracunan
makanan (food poisining). Distribusi vibrio ini ternyata banyak ditemukan di daerah
pesisir pantai khususnya di daerah-daerah terbuka dekat pelabuhan besar. Distribusi
mereka
3. Epidemiologi Eksperimental
Salah satu hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor
sebagai penyebab terjadinya faktor luaran (penyakit), maka perlu diuji faktor
kebenarannya dengan percobaan atau eksperimen. Misalnya kalau rokok dianggap
sebagai penyebab kanker paru maka perlu dilakukan eksperimen bahwa jika rokok
dikurangi, maka kank4er paru akan menurun. Epidemiologi dapat juga dilakukan di
laboratorium, tetapi sesuai dengan masalah komuniti untuk dihadapinya, maka
eksperimen epidemiologi sewajarnya dilakukan di komuniti.Untuk itu, misalnya,
pembuktian peranan rokok terhadap kanker paru dilakukan dengan melakukan
intervensi pengurangan rokok dan melihat apakah memang terjadi penurunan
kanker paru.
Ketiga jenis ini tidak bisa dibedakan satu sama lainnya saling berkaitan dan
mempunyai peranan masing-masing sesuai masalahyang dihadapi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pengungkapan dan pemecahan masalah epidemiologi
dimulai dengan epidemiologi deskriptif, selalu diperdalam dengan Epidemiologi
Analisis dan disusul dengan melakukan Epidemiologi Eksperimental. Jenis-jenis
epidemiologi ini dapat juga dilihat dari aspek lain sehingga ditemukan berbagai jenis
epidemiologi lainnya. Misalnya ada Epidemiologi Penyakit Menular, Epidemiologi
Kependudukan, Statistik Epidemiologi, Epidemiologi Farmasi, dan lain-lain.(bustan
dan arsunan, hal 1-2)
D. PERAN EPIDEMIOLOGI
Dari kemampuan Epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor
penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka
Epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat
berupa:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperanan dalam terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan dalam masyarakat.
2. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan
pengambilan keputusan.
3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau
telah dilakukan.
4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit
dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang
perlu dipecahkan.
E. PENULARAN MALARIA
Penularan Secara Alamiah
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.Jumlah nyamuk
Anopheles sebanyak 80 spesies, dan kurang lebih 16 spesies menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Bila nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi
malaria yang mengandung sporozoid menggigit manusia sehat, orang
tersebut akan menderita malaria. (yohanna Sorontou, hal : 65)
Splenomegali
Salah satu gejala penting malaria adalah splenomegali yang terjadi
setelah penderita mengalami beberapa kali serangan demam.Limpa
umumnya mulai teraba pada minggu kedua sejak terjadi demam
pertama.Pada malaria primer, pembesaran limpa tidak jelas dan sukar
ditentukan pembesarannya.Ukuran pembesaran limpa penting pada
penentuan derajat endemisitas malaria pada suatu daerah.(yohanna
Sorontou, hal : 65)
F. PENYEBAB PENYAKIT
Plasmodium Pp. menginfeksi sel darah merah, yang pada metabolismenya
selama siklus skizogoni meninggalkan granul pigmen.Sel sel retikulum dan endotel
memfagosit fragmen fragmen scl darah merah dan menimbun pigmen
malaria.Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale terutama menginfeksi eritrosit
muda, schingga membatasi derajat parasitemia, Plasmodium faliparum dan
Plasmodium malariae menginfeksi sel-sel dewasa sehingga sering menimbulkan
anemia.Sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium falciparum melekat di dalam
kapiler-kapiler organ internal oleh knob.» (tonjolan) yang terdapat pada permukaan
sel yang bereaksi dengan reseptor yahg terdapat pada endotelium vaskuler, sehingga
menyebabkan | terjadinya" anoksia jaringan. Keadaan ini dapat menimbulkan
gangguan berat pada otak, karena sel-sel endotel akan mati, sehingga menyebabkan
pecahnya kapiler-kapiler dan menimbulkan perdarahan multipel. Anoksia otak
menyebabkan terjadinya edema dan koma yang dalam waktu beberapa jam dapat
menyebabkan kematian penderita. Kerusakan pada hati menyebabkan terjadinya
jaundis yang berat. Fagositosis terhadap sel darah merah menyebabkan hati dan
limpa yang membesar berwarna kecoklatan , dan sesudah difiksasi menjadi
berwarna kelabu.
Pada ginjal, terjadi nekrosis yang jelas pada renal tubuli disertai dengan nefrosis
hemoglobinuria akibat terjadinya anoksia dan asidosis yang dikenal sebagai black
water fever.
Gejala klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung pasien tinggal di daerah
dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus menerus) atau penularan stabil (kadang-
kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan penularan stabil, dapat mempengaruhi anak dan
orang dewasa dengan cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia
berulang yang mengakibatkan anemia berat dan kematian. Orang dewasa terjadi infeksi tanpa
gejala. Gejala malaria akan mengalami demam dengan interval tertentu (peroksisme), diselingi
periode bebas dari demam (periode laten) yang biasanya ditemukan pada penderita non imun.
Sebelum muncul demam, penderita merasa lemah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, mual
di ulu hati, atau muntah (gejala awal disebut gejala prodolmal). Beberapa pasien juga mengeluh
nyeri dada, batuk, nyeri perut, nyeri sendi dan diare. Paroksisme demam ditentukan oleh waktu
yang dibutuhkan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan sizon yang matang,
yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang menginfeksi, peroksisme demam
mempunyai 3 stadium yang urut, yaitu stadium frigoris (mengigil), stadium akme (puncak
demam) ,stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun) (Putra, 2011).
H. Diagnosis Malaria
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan
jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam
typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan
dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO.
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah endemis
rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi
sebelumnya.
Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan
pemeriksaan sediaan darah.
Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT).
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
2. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)
I. Pemeriksaan laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosi malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat
sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis dirumah sakit/ Puskesmas/
lapangan untuk menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b. Spesies dan stadium Plasmodium;
c. Kepadatan parasit:
1. Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/ lapangan pandang
besar)
Contoh :
- Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/ uL maka hitung parasit = 8.000/ 200 X 1500 parasit = 60.000
parasit/ uL.
- Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit
4.500.000/ uL maka hitung parasit = 4.500.000/ 1000 X 50 = 225.000
parasit/ uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/ RDT) Mekanisme kerja tes
ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan
di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang
penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu
membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT
untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.
Falcifarum .
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.
falcifarum . Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang
jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan
dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat
membedakan antara parasit impor atau indigenous.
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/ globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah);
dan
d. urinalisis.
BAB III
GEJALA PENYAKIT MALARIA
Biasanya sebelum timbul demam, penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak pada
perut, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Umumnya
keluhan seperti ini timbul pada malaria yang disebabkan oleh P. Vivax dan P.
ovale, sedangkan pada malaria yang disebabkan oleh P.Falciparum dan P.malriae,
keluhan-keluhan tersebut tidak jelas. Serangan demam yang khas pada malaria
terdiri dari tiga stadium. Berikut dipaparkan stadium demam yang khas pada
malaria :
1) Stadium Menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering
membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil,
seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadinya cepat tetapi lemah, bibir dan jari-
jari tangannya biru serta kulitnya pucat. Pada anak-anak sering disertai dengan
kejang - kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai satu jam yang diikuti
dengan meningkatnya suhu badan.
2) Stadium Puncak Demam
Siklus hidup dari penyakit malaria ini tidak terlepas dari proses transmisi parasit Plasmodium
spp. dari tubuh nyamuk ke tubuh manusia atau sebaliknya. Siklus hidup dari penyakit ini
adalah sebagai berikut :
Pada saat nyamuk infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang terdapat di bagian
kelenjar liur nyamuk akan masuk melalui peredaran darah manusia menuju sel hati.
Sporozoit kemudian berkembang menjadi tropozoit hati. Tropozoit hati berkembang
menjadi skizon hati. Skizon hati kemudian pecah mengeluarkan merozoit dengan jumlah
mencapai 10.000-30.000 merozoit. Siklus ini disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang
berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Merozoit yang berasal dari skizon hati kemudian masuk ke peredaran darah dan
menginfeksi sel darah merah (eritrosit). Di dalam eritrosit, parasit tersebut mengalami
perkembangan lagi dari stadium sporozoit hingga skizon. Skizon yang telah menginfeksi
eritrosit tersebut kemudian pecah dan merozoit dari skizon yang pecah tersebut akan keluar
(jumlah 8-30 merozoit) sehingga menginfeksi sel darah merah (eritrosit) lainnya. Siklus ini
disebut sebagai siklus eritroser. Secara keseluruhan, proses perkembagan secara aseksual
ini disebut sebagai skizogoni. Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina) (Putra, 2011).
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah manusia yang mengandung gametosit
Plasmodium spp., nyamuk akan terinfeksi oleh gametosit tersebut. Di dalam tubuh nyamuk,
gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Ketika ookinet sudah berada di luar
dinding lambung nyamuk, ookinet berkembang menjadi ookista. Ookista selanjutnya
menjadi bentuk sporozoit yang bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia (Putra, 2011).
Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium spp. penyebab penyakit malaria (Putra, 2011).
Lamanya waktu yang diperlukan sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya
gejala klinis (demam), merupakan masa inkubasi dari Plasmodium spp. Masa inkubasi ini
berbeda-beda tergantung dari spesiesnya misalnya pada P. falciparum memiliki masa
inkubasi sekitar 9-14 hari, P. vivax 12-17 hari, P. ovale 16-18 hari, dan P. malariae 18-40 hari
(Putra,2011).
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria ovale
atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.(19)
d. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel darah
merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.(1)
e. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia Tenggara,
penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil) dan babi yang
terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan dapat menjadi
sangat parah. P. knowlesi dapat menyerupai baik Plasmodium falciparum
atau Plasmodium malariae. Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis
plasmodium, infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi
campuran Plasmodium falciparum dengan vivax atau malariae merupakan infeksi
yang paling sering terjadi.
1) suhu udara, pada suhu yang lebih hangat nyamuk berkembangbiak lebih cepat dan
pada suhu tinggi akan memperpendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni), suhu
optimun berkisar antara 20-30 ºC.
2) kelembaban udara akan mempengaruhi aktifitas dan tingkat survival dari nyamuk
Anopheles pada kelembaban di bawah 60% hidup nyamuk akan diperpendek
dengan masa inkubasi eksternal sekitar 2 minggu sehingga tidak akan terjadi
transmisi Malaria, curah hujan akan mempermudah perkembangbiakan nyamuk
dan terjadinya epidemi Malaria.
PENGOBATAN MALARIA
B. KOMPLIKASI MALARIA
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita malaria, antara lain:
1. Anemia parah
Anemia terjadi karena banyaknya sel darah merah yang hancur atau rusak
(hemolisis) akibat parasit malaria.
2. Malaria otak
Komplikasi ini terjadi saat sel darah dipenuhi parasit sehingga menghambat
pembuluh darah kecil pada otak. Akibatnya, otak menjadi bengkak atau rusak.
Gejala malaria otak berupa kejang dan koma.
3. Gagal fungsi organ tubuh
Beberapa organ yang dapat terganggu karena parasit malaria antara lain ginjal,
hati, atau limpa. Kondisi tersebut dapat membahayakan nyawa penderita. Pada
beberapa kasus, limpa bahkan dapat membesar (splenomegali) hingga lebih dari
10 cm.
4. Gangguan pernapasan
Komplikasi ini terjadi saat cairan menumpuk di paru-paru (edema paru) sehingga
membuat penderita sulit bernapas
5. Hipoglikemia
Malaria yang parah bisa menyebabkan hipoglikemia atau kadar gula darah rendah.
Gula darah yang sangat rendah bisa berakibat koma atau bahkan kematian.
D. PENGOBATAN MALARIA
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang
dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti
malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya
resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah
terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria. Pengobatan kombinasi malaria
harus:
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:
a. Lini Pertama
ACT + Primakuin
Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut
berat badan dengan DHP dan Primakuin
¼ ½ ¾
1-14 Primakuin - - 1 1
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan.
Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
c. Apabila pasien P. f a lciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam
waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah
masih positif P. falciparum , maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan
menjadi 5 tablet/ hari selama 3 hari.
ATAU
Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakui ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
n
1- Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1
14
Dosis obat : Amodiakuin basa = 10mg/ kgBB dan Artesunat = 4mg/ kgBB
Primakuin = 0,75mg/ kgBB (P. falciparum untuk hari I)
Hari ¾ 1½
Primakuin - - 2 2 2 3 3
1
Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil maka sebaga
Kina + Primakuin
Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat keh
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/ kgBB/ hari selama 14 hari.
ATAU
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1
Artesunat = 4 mg/ kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/ kgBB
Mikroskop/
Dosis
Lini II : Kina + Doxyciclin / Tetracyclin selama 7 hari + Primakuin hari I Kina : 10 mg / kgbb
Dosis Doksisiklin :
Dosis Dewasa : 3,5 mg/kgbb/hari (2x1)
Dosis 8 – 14 th : 2,2 mg/kgbb/hari (2x1)
Keterangan :
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin, tetrasiklin ataupun
doksisiklin.
Tabel 1. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks pada ibu hamil
UMUR PENGOBATAN
KEHAMILAN
Trimester I-III (0-9 DHP tablet selama
bulan) 3 hari
Jika dengan pengobatan lini pertama di atas pada pemantauan penderita ditemukan
gejala klinis menetap atau memburuk atau timbul kembali yang disertai parasit
aseksual tidak berkurang maka diberikan pengobatan lini ke-dua. Pegobatan lini kedua
untuk malaria adalah dengan menggunakan kina dan primakuin. Pada malaria
falciparum ditambah doksisiklin atau tetrasiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil
kontraindikasi sehingga diberi klindamisin).
Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau puskesmas
perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan
fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan.
Dosis dan cara pemberian Kina pada orang dewasa termasuk ibu hamil :
Loading dose, Kina Hidrochloride 20 mg/kg BB diberikan per infus selama 4 jam,
diikuti selanjutnya dengan dosis 10 mg/kg BB dengan interval 8 jam, dihitung mulai
dari pemberian pertama. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam.
Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan sepertiganya, misalnya
pemberiannya menjadi 10 mg/kg BB dengan interval tiap 12 jam. Pemberian infus
kina dengan tetesan lebih cepat berbahaya. Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5%
dekstrose untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Karena pada malaria berat ada
kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang menyebabkan terjadinya edema paru,
maka pemberian infus kina sebaiknya menggunakan pompa infus atau cairan kemasan
kecil (50 ml) sehingga total cairan per hari berkisar 1500-2000 ml.
Kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria
tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu Stable
transmission / transmisi stabil, atau endemik dan Unstable transmission / transmisi tidak
stabil, epidemik atau non-endemik . Orang-orang yang berada di daerah transmisi stabil
akan terus- menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif
setiap bulannya sehingga imunitas yang terbentuk cukup signifikan untuk bertahan dari
serangan parasit malaria. Orang yang berada di daerah Unstable transmission, epidemik
atau non- endemik jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata kurang dari 1
gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil yang berada di daerah tersebut akan
mengalami peningkatan resiko penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran
prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di daerah ini
memiliki risiko kemungkinan fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamil yang
menderita malaria berat di daerah yang sama.
Wanita hamil lebih rentan ter- kena malaria dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Kerentanan ini semakin tinggi pada kehamilan pertama dan kedua. Kerentanan
terhadap malaria ini berhubungan erat dengan proses imunologi dan perubahan hormonal
di masa kehamilan. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di daerah
intervillus plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral
maupun seluler selama keha- milan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai “benda
asing” di dalam tubuh ibu. Supresi sistim imun selama kehamilan terjadi karena perubahan
hormonal terutama hormon progesteron dan kortisol. Konsentrasi hormon progesteron
yang meningkat selama ke- hamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap
stimulasi antigen. Dari penelitian epidemiologi diketahui bahwa Infeksi malaria kronik
berhubungan erat dengan gangguan pertumbuhan janin dan anemia pada ibu hamil
sedangkan infeksi akut (dengan derajat parasitemia yang tinggi)
berhubungan dengan kelahiran premature.
b. Anemia
Berdasarkan defenisi WHO, seorang wanita hamil dikatakan anemia apabila kadar hemo- globin
(Hb) kurang dari 11 gram/dl. Anemia yang terjadi pada trimester pertama keha- milan sangat
berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan karena
Pertumbuhan janin terjadi sangat pesat terjadi pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
Anemia akibat malaria terjadi karena pecahnya eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak
terinfeksi. Pecahnya eritrosit yang tidak terinfeksi terjadi akibat meningkatnya fragilitas osmotik
sehingga mengakibat- kan autohemolisis. Pada malaria falciparum dapat terjadi anemia yang
berat karena semua umur eritrosit dapat diserang.
c. Hipoglikemia
Komplikasi malaria berupa hipoglikemia lebih sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan
dengan individu yang tidak hamil. Keadaan hipoglikemia ini sering tidak terdeteksi karena gejala
hipoglikemia itu sendiri mirip dengan gejala malaria. Gangguan susunan saraf pusat akibat
hipoglikemi sering dira- gukan dengan malaria serebral. Hipoglikemia yang tidak diatasi segera
dapat jatuh ke keadaan asidosis laktat yang dapat mengakibatkan fetal distress. Hipoglikemia
akibat malaria pada wanita hamil terjadi karena beberapa hal antara lain; adanya perubahan
metabolisme karbohidrat teru- tama pada trimester akhir kehamilan, kebutuhan glukosa dari
eritrosit yang terinfeksi lebih tinggi dibandingkan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi,
peningkatan fungsi sel beta pankreas, peningkatan sekresi adrenalin dan disfunsi susunan saraf
pusat.
Di daerah malaria dengan tingkat penularan yang rendah (wnstable atav low
transmission malaria), perempuan umumnya tidak memperoleh kekebalan terhadap
malaria. Infeksi parasit malaria terutama akan menimbulkan anemia pada ibu,
kelahiran prematur atau kematian janin. Di dalam plasenta, parasit malaria akan
mengalami perkembang: biakan. Pemeriksaan mikroskopis pada plasenta ibu hamil
penderita tmalaria menunjukkan gambaran rongga intervili yang terisi sel darah
merah, sebagian besar sel eritrositnya terinfeksi oleh parasit malaria,terutama yang
disebabkan oleh Plasmodium faliparum.Fungsi utama plasenta penderita malaria
untuk menyalurkan nutrien dari ibu ke janinnya mengalami gangnguan.(Sagung Seto,
hal : 42-43).
Penyakit Malaria yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang
ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.Malaria disebabkan oleh parasit
Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang
merupakan vektor malaria, yang terutama menggigit manusia malam hari mulai
magrib (dusk) sampai fajar (dawn). Terdapat empat parasit penyebab malaria pada
manusia yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovak.
Pada tahun 2008, 247 juta kasus malaria dilaporkan dari seluruh dunia dan
hampir satu juta diantaranya meninggal, terutama anak-anak yang hidup di Afrika. Di
Afrika dalam setiap 45 detik seorang anak meninggal dunia akibat malaria, sehingga
merupakan 20% dari seluruh angka kematian pada anak Afrika. (sangung seto, hal :
2)
Gejala klinis penderita malaria antara lain sakit kepala, menggigil antara 15 menit
sampai satu jam, demam tinggi kadang sampai mencapai 40”C terjadi secara
periodik, masa demam berlangsung beberapa jam, berkeringat sehingga suhu badan
turun. Dampak lainnya berupa anemia, pembesaran limpa dan penyakit ini juga
menyerang organ penting lainnya seperti otak, hati dan ginjal.(Sudarto,
2008).Beberapa gejala klinis dominan ada tiga yaitu stadium dingin (cold stage),
stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage) (Rampengan
TH, 2010).Plasmodium yang dapat menimbulkan penyakit ini ada empat yaitu
Plasmodium falciparum yang menyebabkan Malaria tropika, Plasmodium vivax
yangmenyebabkan .Malaria tertiana, Plasmodium malarie yang menyebabkan
Malaria @uartana dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. (Aris Sanjaka,
hal 12)
Gejala umum malaria adalah pada tahap awal, gejala malaria kadang serupa
dengan gejala indeksi lain yang disebabkan olen bakteri, virus, atau parasit (WebMD,
2010). Penyakit malaria bersifat khas karena diawali dengan gejala demam yang
timbul secara berkala yaitu setiap dua atau tiga hari, dan di antara demam diselingi
dengan masa tidak sakit.Sebelum demam timbul umumnya diawali dengan gejala
pendahuluan, seperti mual, muntah, lesu, nyeri kepala, selera makan menurun, dan
lain-lain.
Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada penderita, karena tergantung
pada spesies parasit, status imunitas, derajat parasetemia dan usia dari
penderita. Lebih dari seratus spesies Plasmodium ditemukan pada vertebrata.
Empat spesies ditemukan pada manusia, 20 spesies ditemukan di primata,
jumlah yang sama ditemukan pada mamalia Jain, dan kira-kira 40 spesies
ditemukan pada burung dan reptil (Kettle, 1994).
Jenis malaria ini terkadang tidak menunjukkan gejala, dan ditemukan secara
tidak sengaja ketika ada pemeriksaan darah. Penyakit malaria akibat Plasmodium
malariae ini akan berlangsung lama dan penyakit dapat kambuh setelah
beberapa tahun kemudian. Dibandingkan dengan malaria tersiana, malaria
kuartana jarang ditemukan di Indonesia (Nadesul, 1998).
Malaria jarang bisa menyebar dengan inokulasi darah dari orang yang
terinfeksi ke orang sehat.Pada jenis ini, bentuk aseksual secara langsung
diinokulasikan ke dalam darah dan pengembangan praeritrosit parasit dalam hati
tidak terjadi. Oleh karena itu, pada jenis ini malaria memiliki periode inkubasi
yang lebih pendek dan tidak terjadi relaps (Kakkilaya, 2006).
3. Jarum Suntik
Terkadang penularan dapat terjadi di antara pecandu narkoba dengan
melalui jarum suntik yang bergantian.(Terapi inokulasi parasit malaria,
sehingga menyebabkan demam, adalah cara pengobatan untuk
neurosifilis!) (Dewi Susana, Hal : 26-30).
Malaria jarang bisa menyebar dengan inokulasi darah dari orang yang terinfeksi
ke orang sehat.Pada jenis ini, bentuk aseksual secara langsung diinokulasikan ke
dalam darah dan pengembangan praeritrosit parasit dalam hati tidak terjadi.
Oleh karena itu, pada jenis ini malaria memiliki periode inkubasi yang lebih
pendek dan tidak terjadi relaps (Kakkilaya, 2006).
C. TRANSMISI PENYAKIT
Reaksi dari inang terhadap infeksi adalah merupakan variabel yang
dinamis,yang dapat ditentukan oleh interaksi antara inang, agen, dan faktor
penularan dan lingkungan sebagai tempat dimana interaksi terjadi (Beaglehole, et
al., 1993: Zucker, 1996, Chin, 2000). Sebagai contoh, kondisi rumah yang kotor dan
tidak higienis adalah tempat yang cocok untuk nyamuk beristirahat dan berkembang
biak, masyarakat yang imunitasnya rendah lebih rentan terhadap serangan parasit
malaria. (dewi Susana, hal : 11)
Demam
Hipoglikemia
Malaria serebral
Edema paru
Sepsis
Malaria bawaan
Sasaran lokasi:
1. penyemprotan dilakukan pada: daerah atau desa dengan endemisitas
tinggi yaitu nilasi API-5/1000 penduduk artinya setiap 1000 penduduk ada
lima penderita setiap tahunnya dan adanya bayi positif falciparum setelah
diperiksa secara mikroskopis sediaan darahnya.
2. daerah potensial KLB yaitu pernah terjadi KLB selama dua tahun terakhir,
daerah bencana, pemukiman baru misal daerah transmigrasi baru.
3. Daerah dinyatakan KLB, adanya kematian karena malaria.
Sasaran bangunan: semua bangunan yang digunakan aktifitas malam hari
harus disemprot, termasuk kandang ternak di sekitar rumah.
Waktu penyemprotan: waktu yang baik dilakukan penyemprotan untuk
program rutin yaitu dua bulan sebelumpuncak kasus (data kasus malaria tiga
tahun terakhir minimal) dan data pengamatan vektor yaitu satu bulan
sebelum puncak kepadatan vektor.
Kualitas penyemprotan: tujuan kegiatan ini menempelkan racun serangga
pada dinding permukaan bangunan ruang dari atau sama 3 meter secara
merata dengan dosis tertentu.(Aris Sanjaka, hal : 44-46).
3. Kemoprofilaksis
Obat-obat anti malaria juga dapat digunakan untuk mencegah malaria, Untuk
pelancong dan turis yang bepergian ke daerah malaria, pemberian obat
pencegahan malaria berfungsi memberantas stadium parasit malaria yang ada di
dalam darah.(sagung seto, hal : 7-8)
BAB VIII
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN MALARIA
A. PENGAJIAN DATA
1. DATA SUBYEKTIF
NO.REGISTER : PENGKAJIAN OLEH:
MRS TANGGAL: JAM :
2. Umur
Malaria pada ibu hamil tidak memandang umur. Semua umur ibu hamil dapat
terjadi malaria
3. Alamat
Malaria lebih sering terjadi pada daerah endemic misalnya daerah Indonesia
sebelah timur (NTT,papua,dll)
4. Keluhan Utama
Ibu mengeluh demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, sakit kepala,mual
muntah dan nyeri pada tulang. Namun terkadang pada ibu multigravida tanpa ada
gejala demam
5. Riwayat Daerah Tempat Tinggal
Ibu mengatakan di daerah tempat tinggalnya sering terjadi wabah penyakit malaria
(daerah endemic) atau telah melakukan perjalanan ke daerah endemis 2 minggu
terakhir
6. Riwayat Kesehatan dan Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit malaria: malaria dapat terjadi pada ibu yang sudah pernah atau
belum terkena malaria. Ibu pernah minum obat anti malaria. Di dalam kelurga ada
yang pernah mengalami malaria ± 1 tahun.
7. Riwayat Obstetri Yang Lalu
Malaria dapat terjadi pada primigravida maupun multigravida. Namun pada
primigravida malaria dapat terjadi lebih berat daripada multigravida
8. Pola Aktivitas
a. Malaria meneyebabkan ibu lebih lemah dan merasa letih (malaise) sehingga
aktivitas ibu dalam melakukan tugas sehari-hari berkurang. Ibu lebih cenderung
berbaring/istirahat
b. Ibu pernah melakukan perjalanan ke daerah endemid selama 2 minggu terakhir
9. Pola Nutrisi
Malaria menyebabkan kondisi ibu mual dan muntah sehingga nafsu makan
ibu menurun. Status gizi ibu hamil mempengaruhi ringan beratnya malaria
10. Pola Eliminasi
a. Pada malaria, Ibu terkadang susah BAB sehingga perutnya kembung namun
terkadang malah terjadi diare.
b. Untuk BAK, pada malaria ibu lebih jarang BAK
B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum
Tanda vital
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher
Edema wajah : tidak ada, tampak pucat
Mata : konjuctiva pucat
Mulut : Bibir kering dan pucat
b. Tonus Otot : Lemah
c. Abdomen
Adanya distensi Abdomen
Adanya pembesaran limpa (splenomegali)
Pada malaria yang berat/dengan komplikasi Adanya pembesaran
Hepar (hepatomegali)
Pemeriksaan Penunjang
a. Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan bila kadar haemoglobin (Hb)
< 11 g/ dl
dapat diketahui.
f. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan nilai
g. Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit
dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji
Diagnosa: G … P …. A….,
Kebutuhan:
Bidan perlu melakukan kolaborasi dan rujukan pada ibu hamil dengan malaria
D. Perencanaan
Lakukan diskusi dengan ibu dan keluarga mengenai malaria, pengaruh malaria terhadap
anti piretik
Beri Suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic
Beritahu ibu cara minum, efek samping obat/terapi anti malaria(kemoprofilaksis) dan
anti piretik
Anjurkan ibu untuk melakukan perilaku hidup sehat dan makan makanan bernutrisi, dan
khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria, Pemakaian celana
Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik), Pemakaian
Kontrol ulang keesokan hari untuk melakukan pemeriksaan HB dan lab ulang
Jika hasil lab parasitemia>5% dan termasuk malaria berat maka perlu dilakukan rujukan
efisien menyingkat waktu dan biaya serta menghasilkan mutu asuhan yang terjamin.
F. EVALUASI
Merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses asuhan kebidanan. Evaluasi menilai apakah
Ayi, I., Nonaka, D., Adjovu, J., Hanafusa, S., Jimba, M., Bosompem, K., … Kobayashi, J.
2010. Research school-based participatory health education for malaria control in Ghana:
engaging children as health messengers. Malaria Journal.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur, & Badan Pusat Statistik.
2009. Kaltim Dalam Angka. Samarinda.
Bayoh, M., & Linsay, S. 2003. Effect of water temperature on the development of the aquatic
stages of Anopheles gambiae ss. Bulletin of Entomological Research, 93, 375–381.
Bishry, R. M. 2011. Akunting Sumberdaya Alam Lahan dan Lingkungan: Kabupaten Kutai
Timur. J.Tek.Ling, 12(2), 217–223. Brabin, B. (2007). Congenital Malaria Recurrent
Problem. Ann Trop Paediatr, 27, 95–1088.
Castro, M. C., Tsuruta, A., Kanamori, S., Kannadya, K., & Mkude, S. 2009. Community
based environmental management from a small scale intervention in Dar es Salaam
Tanzania. Malaria Journal, 8(57).
Center of Health Promotion. 2012. Buku Saku Posyandu. Jakarta: Ministry of Health
Republic of Indonesia.
Centers for Disease Control and Prevention Center for Global Health Division of Parasitic
Diseases and Malaria. 2010. CDC’s Malaria program. Georgia.
Gasri, T., Irawati, N. & Sulastri, D. 2014. Gambaran Penyakit Malaria di Puskesmas
Tarusan dan Puskesmas Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan periode Januari – Maret
2013. Jurnal Kesehatan Andalas.
Nugroho A, Harijanto PN, Datau EA. 2000. Imunologi Pada Malaria. Dalam: Harijanto PN,
eds. Malaria: Epidemiologi, Patoge-nesis, Manifestasi Klinis & Penanganan Edisi I.
Jakarta : EGC, 129-47.
Nugroho A, Tumewu MG. 2000. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam: Harijanto PN,
eds. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan. Edisi I. Jakarta:
EGC, 38-52.
Quinn TC. 1992. Parasitic Disease During Pregnancy. Sciarra JJ, Eschenbach DA, Depp R,
eds. In: Gynecology and Obstetrics. Volume 3. Philadephia : JB Lippincott Company,1-6.
Rumopa DM. Manfaat klorokuin sebagai kemoprofilaksis terha-dap malaria pada ibu-ibu
hamil dan pengaruh malaria terhadap hasil kehamilan di daerah endemis malaria di
Kabupaten Minahasa. Bag/ SMF Obsgyn FK Unsrat/RSUP Manado.
Saifuddin AB dkk. 2002. Demam dalam Kehamilan Dan Dalam Persalinan. Dalam Buku
Pan-duan Praktis Pelayanan Kese-hatan Maternal dan Neonatal.
Sciarra JJ. Watkins TJ. 1997. Parasitic Diseases During Pregnancy in Maternal Fetal
Medicine. Vol 3.
Tambajong EH. Patobiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN, eds. Ma-laria: Epidemiologi,
Patoge-nesis, Manifestasi Klinis.
Dra. Mei Yati Simatupang, S.ST., M.Kes lahir di Sibolga, pada tanggal
05 Mei 1965. Anak ke sebelas dari dua belas bersaudara dari pasangan
(+) Arsenius Togatorop dan (+) Emba Hutagalung. Menyelesaikan
Pendidikan D3 Keperawatan di Departermen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta pada tahun 1987. Melanjutkan Pendidikan D4 Ahli
Keperawatan (Pendidik) di Universitas Sumatera Utara pada thaun
1999. Pada tahun 2002 hingga 2004 menyelesaikan Pendidikan S2
Magister Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Pada
saat ini, penulis sedang melanjutkan Pendidikan S3 Pascasarjana Manajemen Pendidikan di
Universitas Negeri Medan.
Pada tahun 1989 hingga 1995 penulis bekerja sebagai Guru SPK di Departermen
Kesehatan Republik Indonesia Medan. Pada tahun 2001 hingga 2004, penulis sebagai Dosen
Asisten Ahli Pembina di Poltekes Depkes RI Medan. Tahun 2009 hingga 2012, sebagai
Dosen Lektor Poltekes Depkes RI Medan. Tahun 2012 hingga 2015, sebagai Dosen Lektor
Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. Pada tahun 2015, penulis memutuskan untuk pensiun
dini dan fokus untuk mengembangkan Kampus yang didirikan Penulis yaitu Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Nauli Husada Sibolga.
Penulis telah beberapa kali mendapatkan penghargaan dari kerja kerasnya selama ini,
yaitu Penerimaan Anugerah Citra Tokoh Kartini Indonesia pada tahun 2013 di Jakarta,
Penghargaam Indonesia Leader Achievement Awards “ILLA AWARDS 2013” pada tahun
2013 di Jakarta, Penghargaan Indonesia Best 50 Trusted School pada tahun 2014 di Jakarta,
Penghargaan dari ABPPTSI Awards 2022 sebagai Tokoh Pendidikan Sumatera Utara pada
tahun 2022 di Medan.