Anda di halaman 1dari 86

MALARIA PADA

IBU HAMIL

FRISKA APRIANI SIHOMBING, S.TR.KEB. M.K.M

DRA. MEI YATI SIMATUPANG, S.ST., M.KES

dr. SEMPAKATA KABAN M.KES

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan atas Rahmat dan
KaruniaNya, penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan buku
dengan Judul “Malaria Pada Ibu Hamil”.

Malaria adalah salah satu penyakit yang banyak menjangkiti masyarakat di seluruh
dunia. Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
khususnya di beberapa wilayah di Indonesia, utamanya adalah kawasan wilayah
Indonesia bagian Timur.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penularan penyakit malaria, seperti


peningkatan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk serta kecenderungan
migrasi penduduk dari daerah non endemis ke daerah endemis malaria untuk mencari
pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak, yang mengakibatkan rusaknya wilayah
ekologi dan lingkungan sehingga menyebabkan timbulnya tempat perkembangbiakan
nyamuk malaria.

Pembukaan lahan hutan, eksploitasi lingkungan yang tidak terkontrol, kurangnya


sarana air bersih sehingga masyarakat pergi jauh ke hutan atau pinggir sungai untuk
mendapatkan air, perubahan iklim global, perubahan musim, adanya peningkatan
resistensi parasit malaria terhadap obat-obat anti malaria yang ada , adanya resistensi
nyamuk anopheles terhadap inteksida, mutasi spesies nyamuk penular yang semua itu
merupakan faktor kompleks dalam siklus penularan malaria serta upaya
pengendalianya.

Jumlah kasus malaria di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 304.607 kasus. Jumlah
menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada tahun 2009, yaitu sebesar 418.439.
Data dari P2PM Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2022 kasus malaria ibu hamil
di Indonesia mencapai 235,7 ribu dari perseribu penduduk menurun jika dibandingkan
pada bulan Januari-Mei tahun 2021 sebanyak 387,933 ribu.

Walupun angka kasus malaria mulai menurun, namun kita tetap waspada dan
mengupayakan program-program bebas malaria agar kita senantiasa terlindungi dari
penyakit malaria ini. Dimana menurut Kemenkes RI, akan menargetkan Indonesia
bebas Malaria pada tahun 2030.

Keberhasilan Indonesia bebas malaria tahun 2030 ditentukan oleh keberhasilan


deteksi dini kasus malaria terutama pada ibu hamil. Keberhasilan juga dengan
pengendalian faktor lingkungan adanya tempat perkembangbiakan nyamuk seperti
tambak terbengkalai, persawahan, perkebunan dengan genangan air, rawa, dengan
lingkungan genangan air lainnya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan buku ini. Penulis
berharap buku ini bermanfaat sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pikiran baik bagi
penulis sendiri maupun pembaca. Dalam penulisan buku ini masih jauh dari kata
sempurna, maka itu diperlukan saran dan kritik untuk membangun dan
menyempurnakan buku ini.

Sibolga, Februari 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I KONSEP PENYAKIT MALARIA ............................................................................1

A. PENGERTIAN MALARIA ...................................................................................1


B. ANATOMI FISIOLOGI ......................................................................................3
C. ETIOLOGI MALARIA ........................................................................................7
D. PATOFISIOLOGI MALARIA .............................................................................11

BAB II DIAGNOSIS PENYAKIT MALARIA ....................................................................13

A. SEJARAH EPIDEMIOLOGI ..............................................................................13


B. EPIDEMIOLOGI MALARIA ..............................................................................16
C. PEMBAGIAN EPIDEMIOLOGI .........................................................................19
D. PERAN EPIDEMIOLOGI ..................................................................................21
E. PENULARAN MALARIA .................................................................................22
F. PENYEBAB PENYAKIT ....................................................................................28
G. PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS .....................................................................28
H. DIAGNOSIS MALARIA ...................................................................................29

BAB III GEJALA PENYAKIT MALARIA .........................................................................33

A. GEJALA PENYAKIT MALARIA .........................................................................33


B. SIKLUS HIDUP MALARIA ...............................................................................34
C. KLASIFIKASI PENYAKIT MALARIA ..................................................................35
D. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM DALAM TUBUH ...............................................36
E. DETERMINAN PENYAKIT MALARIA ...............................................................38

BAB IV PENGOBATAN MALARIA ...............................................................................44

A. MANIFESTASI KLINIS MALARIA .....................................................................44


B. KOMPLIKASI MALARIA .................................................................................46
C. TATALAKSANA PENYAKIT MALARIA ..............................................................46
D. PENGOBATAN MALARIA ...............................................................................46

BAB V PENGOBATAN MALARIA PADA IBU HAMIL ....................................................57

BAB VI PENGOBATAN MALARIA BERAT....................................................................58

BAB VII MALARIA PADA KEHAMILAN .......................................................................60

A. GAMBARAN UMUM MALARIA PADA KEHAMILAN ........................................60


B. PENYEBAB MALARIA PADA IBU HAMIL .........................................................63
C. TRANSMISI PENYAKIT ...................................................................................67
D. DAMPAK DAN KOMPLIKASI MALARIA ..........................................................67
E. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ......................................................68

BAB VIII ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN MALARIA .......................74

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................79


BAB I

KONSEP PENYAKIT MALARIA

A. PENGERTIAN MALARIA
Malaria termasuk Salah satu penyakit pembunuh terbesar sepanjang sejarah
umat manusia.Setiap tahun ada satu juta manusia mati di seluruh dunia, 8096 adalah
anak-anak.Angka ini jauh lebih besar dari korban perang manapun yang pernah
terjadi sepanjang sejarah perjalanan manusia. Potensi penyakit malaria sangat luar
biasa, lebih dari 2,2 milyar manusia tinggal di wilayah yang berisiko timbulnya
penyakit malaria yaitu Asia Pasifik tersebar di 10 negara diantaranya India, Cina,
Indonesia, Banglades, Vietnam dan Filipina. Wilayah ini sama dengan 67X negara
dunia yang berisiko terkena penyakit malaria. (The World Malaria Report dalam
Depkes RI, ,2008).

Penyebaran tersebut jika diklasifikasikan 7796 berada di daerah penularan


rendah, 2346 berada di daerah moderat atau tinggirisiko penularannya.Kasus
malaria ini berdasarkan laporan WHO sudah tersebar di 107 negara. Di Asia Pasifik
diperkirakan 134 juta kasus atau 2696 dari kasus yang ada di dunia, 105.000 di
antaranya meninggal atau 9,446 dari kasus meninggal di seluruh dunia. Kasus
terbesar berada di India dan lima negara lainnya, Indonesia salah satu di antaranya.
(Aris Sanjaka, hal 4).

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.Separuh penduduk dunia
berisiko tetular malaria karena hidup di lebih dari 100 negara yang masih endemis
dengan penyakit malaria.Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi,
balita dan ibu hamil.Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi
malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia.Kasus terbanyak terdapat di
Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian
negara Eropa, Sagung Sento.

Malaria adalah penyakit yang telah diketahui sejak jaman Yunani. Penyakit
tersebut khas, mudah dikenal, dengan demam yang naik turun dan teratur disertai
menggigil: Febris tersiana dan febris kuartana telah dikenal pada masa itu. Selain
menyebabkan limpa membesar dan mengeras atau splenomegali, penyakit malaria
dahulu disebut “demam kura”.(Yohana Sorontou, hal :1)

Malaria adalah penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan utama


di berbagai negara tropis, termasuk di Indonesia.Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan sekitar 300-500 juta orang setiap tahun menderita infeksi
malaria.Oleh karena itu, deteksi dini terhadap adanya infeksi tersebut sangat
diperlukan.(Purnomo, dan Ayda Rahmad, hal :1)

Malaria awalnya dikenal sebagai penyakit akibat udara buruk (mala: buruk:
aria: udara), sehingga penyakt mu sering terjadi di daerah rawa, karena banyaknya
penduduk .daerah pantai yang menderita gejala-gejala malana yartu demam
tinggi,menggigil dan berkeringat.

Penyakit ini merupakan salah penyakit menular yang ditularkan oleh


Plasmodium, meskipun asal usulnya tidak diketahui, namun para ilmuwan menduga
keberadaan Plasmodium ini diduga sudah ada sejak 30 juta tahun yang lalu.Asal-usul
penyakit ini secara dokumentatif belum teridentifikasi secara jelas, namun beberapa
ilmuwan menduga bahwa plasmodium berasal dari Afrika sebagian lagi dari Asia
sebelum manusia ada dimuka bumi ini. Awalnya diduga siklus plasmodium di
perantarai oleh burung-burung yaitu ketika manusia sudah berusaha dan mampu
menjinakkan burung, dimulailah proses transmisi, yaitu perpindahan inang
perantaranya, tidak lagi burung tapi manusia, demikian juga dugaan lain yang
mengatakan inang perantaranya makaka atau si amang sejenis monyet ekor panjang,
karena di jaman purba manusia hidup berdampingan dengan binatang tersebut.

Evolusi plasmodium juga diduga dari simpanse dimana jenis Plasmodium


reichenowi adalah genetik yang sekerabat dengan P falciparum tetapi dia tidak
menginfeksi manusia. Apakah hal ini bisa diartikan sebenarnya nenek moyang
Plasmodium ini dulunya juga menggunakan manusia dan simpanse secara
bersamaan, tapi tidak menimbulkan penyakit, hal ini terjadi sekitar 6 juta tahun yang
lalu. Penelitian genetik diduga Plasmodium modern yang infektif manusia terjadi
sejak 7000 tahun yang lalu, yaitu ketika manusia mulai mengembangkan pertanian di
Afrika, yang kemudian terjadi perubahan ekologi hutan menjadi lahan pertanian,
sehingga manusia bergaul dengan nyamuk yang habitatnya sudah berubah, darisini
mulailah terjadi mutasi genetik kemampuan infektifnya. (Marcus B, 2008)

Sejarah menunjukkan meskipun “hanya seekor nyamuk" ternyata nyamuk


turut memberikan kontribusi bagi perubahan peradapan dunia, yang pertama
nyamuk berhasil membunuh raja Namruz yang terkenal dengan syndroma menara
Babel. Raja ini sejaman dengan Nabi Ibrahim AS, dimana saat itu terjadi dialog antara
Namruz dengan Nabi Ibrahim AS tentang ketuhanan, kemudian Namruz
memerintahkan para teknokratnya untuk membuat menara yang tinggi untuk
melihat Tuhannya Nabi Ibrahim AS, tapi ternyata "ejekan" tersebut berujung maut,
ketika dia berada pada puncak kesombongan karena mengaku sebagai tuhan, maka
Allah mengirimkan nyamuk. Nyamuk masuk melalui lubang telinga dan hidung
Namruz dan akhirnya dia mati karena diserang “nyamuk”.Selanjutnya berubahiah
peradapan paganisme yang menyembah mahkluk menjadi peradapan tauhid
(monotheisme).

Perubahan sejarah kedua adalah tewasnya Alexander de Great oleh malaria,


ketika raja tersebut meneruskan penaklukannya sampai ke India kemudian kembali
ke Persia, ketika sedang mempersiapkan serangan berikutnya, tiba-tiba terjadi
demam dan akhirnya meninggal terkena malaria tahun 323 SM, sungguh ironis
seorang penakluk tiga benua Eropah, Afrika dan Asia, ternyata kematiannya bukan
karena perang tetapi karena penyakit yang diperantarai oleh nyamuk. (Hart M, 1984)

Malaria dikenal sebagai ancient disease yaitu penyakit kuno yang masih
bertahan sampai abad modern dan mungkin akan tetap bertahan terus dan tidak
tahu kapan berakhirnya. Pertanyaannya adalah apakah penyakit yang setua malaria
sudah punah atau juga tetap bertahan. Jika beberapa penyakit lainnya sudah punah
seiring dengan perubahan peradapan manusia, kenapa penyakit malaria justru tetap
bertahan... jawabnya adalah kemampuan parasitnya yang sangat mudah beradaptasi
dan bersinergi dengan hostnya, tetapi juga kemampuan vektor bertahan dari
berbagai perubahan lingkungan dan stressor yang diberikan kepadanya, karena
sampai sekarang penularan plasmodium dari satu orang ke orang lainnya masih
melalui vektor nyamuk.(Arias Santjaka, hal : 1-4)

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar. 1 Sel darah merah

Menurut Tarwoto (2009) anatomi darah manusia adalah sebagai berikut


1. Darah
Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup yang berada dalam ruang
vaskuler, karena peranannya sebagai media komunikasi antar sel ke berbagai
bagian tubuh dengan dunia luar karena fungsinya membawa oksigen dari paru-paru
ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan,
membawa zat nutrein dari saluran cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa
metabolisme melalui organ sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormon dan
materi-materi pembekuan darah (Tarwoto, 2009).
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah terdiri dari dua
komponen,yaitu plasma darah dan sel-sel darah. Banyaknya volume darah yang beredar di
dalam tubuh manusia 8% dari berat badan atau sekitar 5600 cc pada orang yang bobot
tubuhnya 70kg. Dari 5600 cc darah tersebut sekitar 55% adalah plasma darah dan sekitar
45% adalah sel-sel darah. Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam
pembuluh darah yang warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap
tergantung pada banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida di dalamnya. Darah yang
banyak mengandung karbondioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di
ambil dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa pembakaran/
metabolisme di dalam tubuh (Muttaqin, 2009).
a. Karakteristik darah
Karakteristik umum darah meliputi warna, viskositas, pH, Volume dan komposisinya
warna, darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigenyang berkaitan
dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Viskositas, viskositas darah 3/4 lebih
tinggi dari pada viskositas air yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066. pH, pH darah
bersifat alkaline dengan pH 7.35 sampai dengan 7.45 (netral 7.00). Volume, pada
orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kgBB, atau sekitar 4 sampai 5
liter darah. Komposisi, darah tersusun atas dua komponen utama yaitu plasma
darah dan sel-sel darah (Wiwik & Andi, 2009).
b. Bagian-bagian darah
1. Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007 mm, tidak
bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya kuning kemerah-
merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah
protein pigmen yang meberi warnamerah pada darah. Hemoglobin terdiri atas
protein yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme, setiap
eritrosi mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal
sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui.Sel
darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam
amino.
Wanita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya
dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hsmil diperlukan zat besi dalam jumlah
yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu.Sel darah
merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih,
dan tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung tulang pipa dan dari
sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum.Perkembangan sel darah dalam
sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus
tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya
kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi
usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo- endotelial, terutama dalam limpa
dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa
hem dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin
yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna
hemoglobin yang rusak pada luka memar. Bila terjadi perdarahan maka sel
merah dengan hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada
perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya.
Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka
diperlukan tranfusi darah. Berfungsi mengikat oksigen dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan.Produksi
eritrosit (eritropoesis) terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12,
asam folat, piridoksin (vit B6), di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan, masa hidup
120 hari, eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan limpa),
pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan dengan protein
(transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru.

2. Leukosit (Sel darah putih)


Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari sel drah
merah (eritrosit), dapat berubah dan bergerak dengan perantaraan kaki palsu
(psedoupodia),dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel
darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-
25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai
10000 (rata-rata 8000) sel darah putih. Leukosit selain berada di dalam
pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada
kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah
leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini
disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang
beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit
tersebut. Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum tulang,
leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi sebelum masuk ke
jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu,
atau beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya. Berfungsi sebagai pertahan
tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk
kedalam jaringan RES (retikuloendotel system), tempat pembikannya di dalam
limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
3. Trombosit (Sel pembeku darah)
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan
ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih,
normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan
fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit
mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu
membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan
dengan proses koagulasi darah.Trombosit lebih dari 300.000 disebut
trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.
Trombosit memiliki masa hidup dalam darah antara 5-9 hari. Trombosit yang
tua atau mati di ambil dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag
jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada
waktu darah melewati organ tersebut.
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya
peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai
bekerja apabila tubuh mendapat luka. Ketika kita luka maka darah akan keluar,
trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase.
Trombokinase ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+
akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan
benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan
menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini
dibuat di dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan
demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah.Berfungsi memegang
peranan penting dalam pembekuan darah (hemostatis). Jika banyaknya kurang
dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul
perdarahan yang terus-menerus.

4. Plasma Darah
Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian darah
yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak,
glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1%.
Protein Plasma mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya unsur
pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai
sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi
ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan
bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah.
Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta
globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul
pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting
lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan
sebagai antibodi.Berfungsi mengangkut sari makanan ke sel-sel serta
membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu
plasma darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit
atau zat antibodi.

C. ETIOLOGI MALARIA
Sporozoit masuk ke dalam peredaran darah penderita saat nyamuk
Anopheles betina menghisap darah. Sebagian sporozoit tersebut akan ditagositosis
dan yang tidak difagositosis akan mencapai sel hati dalam waktu setengah jam. Di
dalam sel hati, sperozoit tumbuh dan berkembang baik dengan cara skizogoni. Pada
akhir fase skizogoni akan terbentuk ribuan merozoit. Proses skizogoni yang terjadi di
hati ini disebut skizogoni prseritrositer atau fase eksoeritrositer primer. Setiap
spesies Plasmodium akan membentuk merozoit dalam jumlah berbedabeda. Sel hati
yang penuh dengan merozoit kemudian akan pecah, sehingga merozoit masuk ke
dalam peredaran darah dan menyerang eritrosit.

Sporozoit dalam sel hati tidak semuanya langsung tumbuh dan berkembang
biak, pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovaie sebagian sporozoit ini tidak
berkembang biak dalam kurun waktu tertentu, sporozoit yang tidak berkembang ini
disebut hipnozoit. Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian
mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eksoeritrositer sekunder. Proses
ini dianggap sebagai penvebab timbulnya rekurensi atau relaps jangka panjang,
sedangkan relans yang disebabkan oleh bertambah banyaknya parasit stadium
eritrositer disebut rektudesensi. Rekrudesensi ini dapat terjadi pada semua spesies
Plasmodium.

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah, menyerang eritrosit dan
mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eritrositer. Stadium awal skizogoni
eritrositer adalah bentuk ring vang mempunyai 1 inti dengan sitoplasma tipis seperti
cincin ("ix muda), kemudian sitoplasma tumbuh menebal dan masih dalam bentuk
ring (ring tua).Selanjutnva sitoplasma bertambah kompak atau amuboid dan
terdapat pigmen, ukuran sitoplasma masih kurang dari setengah eritrosit.Stadium ini
disebut trofozoit muda dan apabila sitoplasmanya melebihi 15 eritrosit disebut
trofozoit tua.Apabila inti sudah membelah disebut stadium skizon. Dari stadium
skizon muda, kemudian tumbuh menjadi skizon tua dan akhirnya terbentuk skizon
matang di mana masing: masing inti sudah dikelilingi sitoplasma dan terbentuk
merozoit.
Masa tunasekstrinsik (daur dalam tubuh nyamuk) yaitu terhisapnya makrogametosit
dan mikrogametosit sampai terbentuknya sprozoit:

1. Plasmodium vivax 8-9 hari


2. Plasmodium falciparum 10 hari
3. Plasmodium ovale 12-14 hari
4. Plasmodium malariae 26-28 hari.

Daur pre-eritrositer yaitu waktu masuknya sporozoit sampai pecahnya skizon hati
dan merozoit masuk ke dalam sirkulasi darah:

1. Plasmodium vivax 8 hari


2. Plasmodium falciparum 5,5 hari
3. Plasmodium ovale 9 hari
4. Plasmodium malariae 10-15 hari.

Jumlah merozoit dalam skizon hati:

1. Plasmodium vivax 10.000


2. Plasniodium falciparum 40.000
3. Plasmodium ovale 15.000
4. Plasriodium malariae 15.009

Daur eritrositer yaitu waktu masuknya merozoit kz dalam eritrosit sampai pecah
skizon matang (eritrosit).

1. Plasmodium vivax 48 jam


2. Plasmodium falciparum 48 jam
3. Plasmodium ovale 50 jam
4. Plasmodium malariae 72 jam

Infeksi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu secara alami inelalui vektor dan
induksi melalui transfusi, jarum suntik, atau transplasental. Vektor malaria adalah
Anopheles betina.Spesies Anopheles di seluruh dunia ada 2000 dan diperkirakan 60
di antaranya dapat menularkan parasit malaria.Di Indonesia ada 80 spesies
Anopheles, tetapi hanva 16 spesics yang merupakan vektor malaria. (Purnomo dan
Ayda Rahmat, hal : 1-5)

 Plasmodium falciparum

Bentuk trofozoit Plasmodium dibedakan atas trofozoit muda dan trofozoit


lanjut.Trofozoit muda yang berbentuk cincin tampak berinti dan sebagian sitoplasma
berada di bagian tepi dari satu eritrosit (accole atau from appligue) pada P.
falciparum.Sering dijumpai infeksi lebih dari satu parasit dengan bintik kromatin
ganda.Trofozoit lanjut pada spesies tersebut mengandung bintik-bintik Maurer
(Maurer dots).Susunan merozoit tampak tidak teratur pada PB fualciparum, dengan
skizon berukuran sekitar 5 mikron dan mengandung merozoit yang susunannya tidak
teratur.Ukuran eritrosit vang terinfeksi Plasmodium tersebut tidak membesar.Bentuk
gametosit khas seperti pisang dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dari
ukuran diameter eritrosit. (Yohana Sorontou, hal : 7)

 Plasmodium vivax

Trofozoit P. civax berbentuk cincin dan mengandung bintik-bintik basofil, lalu


trofozoit berbentuk amuboid yang mengandung bintik-bintik Schuffner (Schuffner
dots).Eritrosit yang terinfeksi tampak membesar.Tampak pigmen parasit dan sering
ditemukan lebih dari satu parasit di dalam satu sel eritrosit (double infection) pada
trofozoit lanjut.Selain itu, bentuk skizon teratur, berukuran antara 9-10 mikron dan
mengisi penuh eritrosit yang tampak membesar. Sementara itu, bentuk
gametositnya lonjong atau bulat, dengan eritrosit yang membesar ukurannya, dan
mengandung bintik-bintik Schuffner. (Yohana Sorontou, hal : 8)

 Plasmodium ovale
Morfologi trofozoit P, ovale mirip trofozoit P. vivax, terdapat bintik Schuffner
dan pigmen.Eritrosit yang terinfeksi agak membesar ukurannya, dengan bentuk tidak
teratur serta bergerigi, yang merupakan ciri khas spesies tersebut.Bentuk skizon
berukuran 6 mikron, skizon mengisi tiga perempat bagian eritrosit yang agak
membesar.Merozoit berjumlah delapan, dengan susunan tidak teratur.Bintik
Schuffner terdapat pada eritrosit yang terinfeksi gametosit yang berbentuk lonjong.
Eritrosit berukuran normal, agak membesar, atau sama besar dengan ukuran
gametosit. (Yohana Sorontou, hal : 8)
 Plasmodium malariae

Malariae mempunyai trofozoit muda berbentuk cincin, dengan


eritrosit yang terinfeksi tidak membesar.Trofozoit lanjut berbentuk pita
(bandform) dan tidak dijumpai bintik Schuffner.Skizonnya berukuran sekitar 7
mikron, bentuknya teratur, dan mengisi penuh eritrosit yang
terinfeksi.Merozoit berjumlah 8 buah, tersusun seperti bunga (bentuk
roset).Bentuk gametosit bulat atau lonjong dengan eritrosit yang tidak
membesar.(Yohana Sorontou, hal : 8)

D. PATOFISIOLOGI MALARIA
Patofisiologi munculnya gejala pada malaria berkaitan dengan siklus eritrositik parasit.
Parasitemia meningkat setiap kali terjadi lisis eritrosit dan ruptur skizon eritrosit yang
melepaskan ribuan parasit dalam bentuk merozoit dan zat sisa metabolik ke sirkulasi darah.
Tubuh yang mengenali antigen tersebut kemudian melepaskan makrofag, monosit, limfosit,
dan berbagai sitokin, seperti tumor necrosis factor alpha (TNF- α).[2,3,11]
Sitokin TNF-α dalam sirkulasi darah yang sampai ke hipotalamus akan menstimulasi
demam. Demam bertahan selama 6–10 jam, lalu suhu tubuh kembali normal, dan meningkat
kembali setiap 48–72 jam saat siklus eritrositik lengkap. Selain TNF-α, ditemukan juga sitokin
proinflamasi lainnya, seperti interleukin 10 (IL-10) dan interferon γ (IFN- γ). Pada fase infeksi
lanjutan, tubuh memproduksi antibodi yang membantu proses pembersihan parasit melalui
jalur makrofag-sel T-sel B.[2,3,12-15].
Parasitemia pada malaria falciparum lebih hebat dibandingkan parasitemia spesies lain.
Hal ini disebabkan karena Plasmodium falciparum dapat menginvasi semua fase eritrosit,
sedangkan Plasmodium vivax lebih dominan menginfeksi retikulosit dan Plasmodium
malariae menginvasi eritrosit matur. Tingkat parasitemia biasanya sebanding dengan
respons tubuh manusia dan keparahan gejala klinis.[9,16,17]
Anemia pada malaria terjadi akibat proses hemolisis dan fagositosis eritrosit, baik yang
terinfeksi maupun normal oleh sistem retikuloendotelial pada limpa. Peningkatan aktivitas
limpa menyebabkan splenomegali. Anemia berat juga dipengaruhi oleh gangguan respons
imun monosit dan limfosit akibat hemozoin (pigmen toksik hasil metabolisme Plasmodium),
sehingga terjadi gangguan eritropoiesis dan destruksi eritrosit normal.[15,18]
Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primaquine pada orang dengan defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) herediter. Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi saat
hemolisis dapat terakumulasi di sel retikuloendotelial limpa, sehingga folikelnya menjadi
hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik. Pigmen juga dapat mengendap dalam sel Kupffer
hati, sumsum tulang, otak, dan berbagai organ lain.[15]
Hemolisis dapat meningkatkan serum bilirubin sehingga menimbulkan jaundice. Malaria
falciparum dapat disertai hemolisis berat yang menyebabkan hemoglobinuria (blackwater
fever).[15]

BAB II
DIAGNOSIS PENYAKIT MALARIA

A. SEJARAH EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi sebagai suatu ilmu berkembang dari waktu ke waktu.
Perkembangan itu di latarbelakangi oleh beberapa hal:
1. Tantangan zaman di mana terjadi perubahan masalah dan perubahan pola
penyakit. Sewaktu zaman John Snow, epidemiologi mengarahkan dirinya untuk
masalah penyakit tidak infeksi dan wabah. Dewasa ini telah terjadi perubahan
pola penyakit ke arah penyakit tidak menular, dan epidemiologi tidak hanya
dihadapkan dengan masalah penyakit semata tetapi hal-hal lain baik yang
berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan penyakit, serta masalah
kesehatan secara umum.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Pengetahuan klinik kedokteran
berkembang begitu pesat di samping perkembangan ilmu-ilmu lainnya seperti
biostatistik, administrasi dan ilmu perilaku (behaviour science). Perkembangan
ilmu-ilmu ini juga meniupkan angin kesegaran untuk perkembangan
epidemiologi.
3. sesuai dengan kondisi zaman di mana mereka berada. Khusus mengenai
pandangan terhadap proses terjadinya atau penyakit telah dikemukakan
beberapa konsep/teori.

Beberapa teori tentang terjadinya penyakit yang pernah dikemukakan adalah:


1. Contagion Theory
Teori mengemukakan bahwa untuk terjadinya penyakit diperlukan adanya
kontak antara satu person dengan person lainnya.Teori ini tentu
dikembangkan berdasarkan situasi penyakit pada masa itu di mana penyakit
yang melanda kebanyakan adalah penyakit yang menular yang terjadi karena
adanya kontak langsung.Teori ini bermula dikembangkan berdasarkan
pengamatan terhadap epidemi dan penyakit lepra di Mesir.

2. Hippocratic Theory
Menyusul contagious theory, para pemikir Kesmas, dipelopori oleh
Hippocrates mulai lebih mengarahkan kausa pada suatu faktor tertentu.
Hippocrates mengatakan bahwa kausa penyakit berasal dari alam: cuaca dan
lingkungan. Perubahan cuaca dan lingkungan yang ditunjuk sebagai biang
keladi terjadinya penyakit.Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang
ada pada waktu itu dan dipakai hingga tahun 1800-an. Kemudian ternyata
teori ini tidak mampu menjawab tantangan pelbagai penyakit infeksi lainnya
yang mempunyai rantai penularan yang lebih berbelit-belit.
3. Miasmatic Theory
Hampir sama dengan hippocratic theory, miasmatic theory menunjukkan gas-
gas busuk dari perut bumi yang menjadi kausa penyakit. Teori ini punya arah
cukup spesifik, namun kurang mampu menjawab pertanyaan tentang
penyebab berbagai penyakit.

4. Epidemic Theory
Teori ini mencoba menghubungkan terjadinya penyakit Engan cuaca dan
faktor geografis (tempat).Suatu zat organik dariDengan demikian terjadilah
perubahan dan perkembangan dasar berpikir para ahli kesehatan masyarakat
dari masa ke masalingkungan dianggap sebagul pembawn penyakit.Misalnya
air tercemar menyebabkan gastroenteritis Teori ang diterapkan oleh John
Snow dalam menganalisis terjadinya diare di London.

5. Teori Kuman (Germ Theory)


Suatu kuman (mikro organisme) ditunjuk sebagai kausa penyakit.Teori ini
sejalan dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran, ditemukannya
mikro organisme.Kuman diangap sebagai penyebab tunggal penyakit.Namun
selanjutnya ternyata bahwa teori ini mendapat tantangan dari berbagai
penyakit kornis, misalnya penyakit jantung dan kanker, yang penyebabnya
bukan kuman.

6. Teori Multi Kausa


Disebut juga sebagai konsep multifaktorial di mana teori ini menekankan
bahwa suatu penyakit terjadi sebagai hasil dari interaksi berbagai
faktor.Misalnya, faktor interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis,
kimiawi dan sosial memegang peranan dalam terjadinya penyakit.

Sebagai contoh, infeksi tuberkulosis paru yang disebabkan oleh invasi


mycobacterium tuberculosis pada jaringan paru, tidak dianggap sebagai
penyebab tunggal terjadinya TBC.TBC tidak hanya terjadi sebagai akibat
keterpaparan dengan kumanTBC semata, tetapi secara multifaktorial
berkaitan dengan faktor genetik, malnutrisi, kepadatan penduduk dan derajat
kemiskinan.Demikian pula halnya dengan kolera yang disebabkan oleh
tertelannya vibrio cholera ditambah dengan beberapa (multi) faktor-faktor
risiko lainnya.(Bustan dan Arsunan, hal 8-10).

TOKO-TOKO EPIDEMIOLOGI
1. Antonio van Leeuwenhoek (1632-1723)
Leeuwenhoek adalah seorang warga negara Belanda, dilahirkan di Delft, 24
Oktober 1632 dan meninggal pada tanggal 24Agustus 1723. Dia seorang ilmuwan
amatir yang menemukan mikroskop, penemu bakteri dan parasit (1674) penemu
spermatozoa (1677). Penemu bakteri telah membuka tabir suatu penyakit yang
akan sangat berguna untuk analisis epidemiologi selanjutnya.

2. Robert Koch
Robert Koch tidak asing jika dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis pada
tahun 1882. Selain itu Koch berperan memperkenalkan tuberkulin pada tahun
1890, yang dianggapnya sebagai suatu cara pengobatan TBC. Konsep tes
tuberkulin selanjutnya dikembangkan oleh Von Pirguet di tahun 1906 dan PPD
diperkenalkan oleh Siebart di tahun 1931.Dewasa ini tes tuberkulin dipakai untuk
mendeteksi adanya riwayat infeksi tuberkulosis sebagai perangkat diagnosis TBC
pada anak-anak. Selain itu Koch juga terkenal dengan Postulat Koch, yang
mengemukakan konsep tentang cara menentukan kapan mikro organisme dapat
dianggap sebagai penyebab suatu penyakit.

3. Max van Patternkofer


Orang Jerman ini memberikan kesan tersendiri dalam sejarah epidemiologi
khususnya berkaitan dengan upaya mengidentifikasikan penyebab suatu
penyakit.Untuk membuktikan jalan pikirannya dia tidak segan-segan memakai
dirinya sebagai kelinci percobaan.Dan konon beberapa muridnya bersedia juga
menuruti caranya. Dia menelan 1,00 cm' kultur vibrio untuk menantang teori
yang sedang berkembang waktu itu yang menyatakan vibrio adalah penyebab
kolera. Dia ingin membuktikan bahwa vibrio bukanlah penyebab kolera. Dia
minum segelas air berisi baksil kolera, dan ternyata memang (kebetulan) dia
tidak jatuh sakit. Salah satu kemungkinannya karena dosis yang diminumnya
terlalu kecil mengingat dibutuhkan jumlah vibrio yang banyak untuk selamat dari
keasaman lambung.

4. John Snow, 1854


Namanya sudah tidak asing dalam dunia Kesmas dalam upaya yang sukses
mengatasi kolera yang melanda London. Yang perluDicatat di sini bahwa John
Snow, dulam analisis masalah penyakit kolera, mempergunakan pendekatan
epidemiologi dengan menganalisis faktor tempat, orang dan waktu. Dia dianggap
The Father of Epidemilogy.

5. Percival Port
Dia adalah seorang ahli bedah yang melakukan pendekatan epidemiologis dalam
menganalisis meningginya kejadian kanker skrotum di kalangan pekerja
pembersih cerobong asap. Dia memikirkan bahwa tentu ada suatu faktor
tertentu yang berkaitan dengan kejadian kanker skrotum di kalangan pembersih
cerobong asap. Dengan analisis epidemiologinya, dia berhasil menemukan
bahwa tar yang terdapat pada cerobong asap itulah yang menjadi biang
keladinya. Dia dianggap sebagai Bapak Epidemiologi Modern.

6. James Lind,1747
Dia berhubungan dengan sejarah hubungan kekurangan vitamin C dengan scurvy
(kekurangan vitamin C).Cerita penemuannya sederhana, di mana dia mengamati
bahwa ada kelompok tertentu dari mereka yang dalam pelayanan dengan kapal
yang mereka tumpangi dalam suatu pelayaran panjang yang mengalami
scurvy.Mereka menderita kekurangan vitamin C karena mereka semuanya
memakan makanan kaleng.Dia dikenal sebagai bapak Trial Klinik.

7. Dool dan Hill, 1950


R. Dool dan A.B. Hill adalah dua nama yang berkaitan dengan cerita hubungan
merokok dan kanker paru. Keduanya adalah peneliti pertama yang mendesain
penelitian yang melahirkan bukti adanya hubungan antara rokok dan kanker
paru.Keduanya adalah pelopor penelitian di bidang Epidemiologi Klinik. (Bustan,
hal: 10-12)

B. EPIDEMIOLOGI MALARIA
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari Pengetahuan Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Public Healih) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan
penyakit dan masalah kesehatan lainnya, dalam masyarakat. Keberadaan penyakit
masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitauf, Karena itu epidemiologi
akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang banyak
memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah keschatan.
Menurut asal katanya.secara etimologis, epidemiologi berarti Ilmu mengenai
kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari perkataan Yunani, di
mana epi - upon, pada atau tentang.demos - people. penduduk. logia - Knowledge,
ilmu. Namun epidemiologi ini tentu sesuai dengan sejarah kelahirannya di mana
epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang mengenai
penduduk.Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada dewasa itu hingga akhir
abad 19 adalah penyakit wabah atuu epidemi (penyakit yang mengenai penduduk
secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian tentang epidemi yang banyak
menelan korban kematian, dan begitulah nama epidemiologi tidak bisa dilepaskan
dengan epidemiologi itu sendiri.
Begitulah, pada awal perkembangannya epidemiologi mempunyai pengertian
sempit.Epidemiologi dianggap sebagai ilmu tentang epidemi.Pada perkembangan
selanjutnya hingga dewasa ini Epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang
Distribusi (penyebaran) dan Determinan (faktor-faktor penentu) masalah kesehatan
masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan dan pengambilan
keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan.Dengan demikian di sini
tampak bahwa epidemiologi dimaksudkan tidak hanya mempelajari penyakit
epideminya saja tetapi menyangkut masalah kesehatan secara kesehatan.
Sebagai ilmu yang berkembang, epidemiologi mengalami perkembangan
pengertian dan karena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan atau
definisi.Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para penulis dan mereka para
pakar yang mencurahkan waktunya dalam epidemiologi. Beberapa di antara mereka
dapat disebut di sini :
 Wade Hampton Frost (1972), Guru Besar Epidemiologi di School of Hygiene,
Universitas Johns Hopkins mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu
pengetahuan tentang penomena massal (mass phenomen) penyakit infeksi
atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Di sini
tampak bahwa pada waktu itu penekanan perhatian epidemiologi hanya
ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang mengenai massa
(masyarakat)
 Greenwood (1934), Profesor di Shcool of Hygiene and Tropical Medicine,
London, mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas di mana
dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala
macam kejadian yang mengenai kelompok (herd) penduduk. Kelebihan
pengertian ini adalah dengan adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang memberikan arahan distribusi dan metodologi terkait.
 Brian Mac Mahon (1970), pakar epidemiologi di Amerika Serikat yang
bersama dengan Thomas F. Pugh menulis buku 'Epidemiologi: Principles and
Methods' menyatakan bahwa epi demiology is the study of the distribution
and determinants ofdisease freguencv in man'. Epidemiologi adalah studi
tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan
mengapa terjadi distribusi semacam itu. Walaupun definisinya cukup
sederhana, di sini tampak bahwa MacMahon menekankan epidemiologi
sebagai suatu pendekatan metodologi dalam menentukan distribusi penyakit
dan mencari penyebab mengapa terjadi distribusi sedemikian dari suatu
penyakit.
 Gary D. Friedman (1974) selanjutnya dalam bukunya 'Primer of Epidemiolgy'
menuliskan bahwa, epidemiology is the study of disease occurance in human
populations. Batasan ini lebih sederhana dan tampak sepadan dengan apa
yang dikemukakan oleh MacMahon. Dan ini pula yang kurang-lebih
dikemukakan oleh Anders Ahlbom dan Staffan Norel (1989) dalam bukunya
Inrroduesion of Modern Epidemiology. Dikatakan bahwa epidemiologi adalah
ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia.
Hanya saja perlu ditambahkan bahwa dalam kata pengantarnya dia
mengatakan antara lain: 'Suatu lelucon lama mengatakan bahwa seorang ahli
epidemiologi telah berubah: tidak lagi sebagai wilayah dari sejumlah kecil
dokter yang berdedikasi, tapi telah berkembang menjadi suatu disiplin riset
yang nyata'. Ungkapan ini mengingatkan akan latar belakang sejarah
Epidemiologi yang semula mendapat perhatian dan dikembangkan oleh para
dokter dalam menggeluti masalah penyakit: yang kemudian berkembang
sebagai satu pengetahuan metodologi. (Bustan dan Arsunan, hal 1-2)

 Aspek Akademik
Secara akademik, epidemiologi berarti analisis data kesehatan, sosial
ekonomi, dan kecenderungan yang terjadi untuk mengadakan identifikasi dan
interpretasi perubahan-perubahan keadaan kesehatan yang terjadi atau akan
terjadi di masyarakat umum atau kelompok penduduk tertentu.

 Aspek Praktis
Ditinjau dari segi praktis, epidemiologi merupakan ilmu yang ditujukan
pada upaya pencegahan penyebaran penyakit yang menimpa individu,
kelompok, atau masyarakat umum.

Dalam hal ini, penyebab penyakit tidak harus diketahui secara pasti, tetapi
diutamakan pada cara penularan, infektivitas, menghindarkan agen yang diduga
sebagai penyebab, toksin atau lingkungan, dan membentuk kekebalan untuk
menjamin kesehatan masyarakat. Misalnya:
1. Ditemukannya efek samping obat iodokloroguinolin yang serius di Jepang,
walaupun saat itu mekanismenya belum diketahui dengan jelas dan di
Indonesia belum ditemukan adanya efek samping tersebut, tetapi
pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan telah melarang
beredarnya obat tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
efek samping obat tersebut masuk ke Indonesia.
2. Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), walaupun cara perlindungan
dan pengobatan belum diketahui, tetapi telah dilakukan berbagai upaya
untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut, misalnya harus ada
keterangan bebas AIDS untuk dapat masuk suatu negara, screening pada
donor darah, pengawasan terhadap homoseks, dan lain-lain.

 Aspek Klinis
Ditinjau dari aspek klinis, epidemiologi berarti suatu usaha untuk
mendeteksi secara dini perubahan insidensi atau prevalensi melalui penemuan
klinis atau laboratoris pada awal kejadian luar biasa atau timbulnya penyakit baru
seperti, karsinoma vagina pada gadis remaja atau AIDS yang awalnya ditemukan
secara klinis. (eko budiarto dan dewi anggreaeni).
 Aspek Administratif
Epidemiologi secara administratif berarti suatu usaha untuk mengetahui
status kesehatan masyarakat disuatu wilayah atau negara agar dapat di berikan
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyar F.
usaha ini membutuhkan data tentang pengalaman petugas kesehatan setempat,
data populasi, dan data tentang pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh
masyarakat.(Eko Budiarto dan Dewi Anggraeni, Hal, 7-8).

C. PEMBAGIAN EPIDEMIOLOGI
Umumnya epidemiologi dapat dibagi atas tiga jenis utama yakni Epidemiologi
Deskriptif, Epidemiologi Analitis dan Epidemiologi Eksperimental. Apa yang dimaksud
dengan masing-masing jenis epidemiologi itu dapat dituliskan sebagai berikut :

1. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi Deskriptif berkaitan dengan definisi epidemiologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan masyarakat.Di sini
dipelajari tentang frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan dalam
masyarakat.Keterangan tentang frekuensi dan distribusi suatu penyakit atau masalah
kesehatan menunjukkan tentang besarnya masalah itu dalam masyarakat.Hasil
pekerja Epidemiologi Deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai
faktor who (siapa), where (di mana) dan kapan (When).
Epidemiologi Deskriptif merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya
masalah kesehatan dari segi epidemiologi dengan menjelaskan siapa yang terkena
dan di mana serta kapan terjadinya masalah itu.
a. Siapa : Faktor orang dalam menjawab siapa yang terkena masalah bisa berupa
variabel umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan. Faktor-faktor ini bisa disebut sebagai variabel epidemiologi atau
demografi. Kelompok orang yang potensial atau punya peluang untuk menderita
sakit atau mendapatkan risiko biasanya disebut population at risk (penduduk
punya peluang).
b. Di mana : Pertanyaan ini mengenai faktor tempat di mana masyarakat tinggal
atau bekerja, atau di mana saja ada kemungkinan mereka menghadapi masalah
kesehatan. Faktor tempat ini dapat berupa : kota (urban) dan desa (rural), pantai
dan pegunungan: daerah pertanian industri dan tempat kerja lainnya.
c. Kapan : Kejadian penyakit berhubungan juga dengan waktu. Faktor waktu ini
dapat berupa jam, hari, minggu, bulan dan tahun : musim hujan dan musim
kering. Contoh sederhana epidemiologi deskriptif adalah bila disebutkan bahwa
banyak penderita TBC di daerah Sulawesi Selatan adalah 25.000 lelaki pada tahun
1992.
Walaupun suatu deskripsi epidemiologi itu sederhana tidaklah berarti tidak
memberi arti yang penting.Deskripsi yang tepat hanya dapat berguna untuk
menggambarkan besarnya masalah tetapi juga memberi gambaran tentang aspek-
aspek yang berkaitan dengan deskripsi itu.
Contohnya adalah mengenai vibrio papahaemolyticus, bakteri yang dapat
diisolasi dari air laut yang merupakan salah satu penyebab utama keracunan
makanan (food poisining). Distribusi vibrio ini ternyata banyak ditemukan di daerah
pesisir pantai khususnya di daerah-daerah terbuka dekat pelabuhan besar. Distribusi
mereka

tergantung kepada temperatur air sehingga mereka banyak ditemukanpada


musim panas (Juni sampai September), dan lebih kurang ditemukan pada musim
dingin. Karena itu kejadian keracunan makanan lebih sering terjadi pada musim
panas daripada musim lainnya.
2. Epidemiologi Analitis
Epidemiologi Analitis berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk
menganalisis faktor-faktor (determinan) masalah kesehatan. Di sini diharapkan
epidemiologi mampu menjawab pertanyaan kenapa (why) atau apa penyebab
terjadinya masalah itu. Misalnya setelah ditemukan secara deskriptif bahwa perokok
yang menderita kanker paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang
rokok itu merupakan faktor determinan/penyebab terjadinya kanker paru.

3. Epidemiologi Eksperimental
Salah satu hal yang perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa suatu faktor
sebagai penyebab terjadinya faktor luaran (penyakit), maka perlu diuji faktor
kebenarannya dengan percobaan atau eksperimen. Misalnya kalau rokok dianggap
sebagai penyebab kanker paru maka perlu dilakukan eksperimen bahwa jika rokok
dikurangi, maka kank4er paru akan menurun. Epidemiologi dapat juga dilakukan di
laboratorium, tetapi sesuai dengan masalah komuniti untuk dihadapinya, maka
eksperimen epidemiologi sewajarnya dilakukan di komuniti.Untuk itu, misalnya,
pembuktian peranan rokok terhadap kanker paru dilakukan dengan melakukan
intervensi pengurangan rokok dan melihat apakah memang terjadi penurunan
kanker paru.

Bentuk eksperimental lain yang sering dilakukan adalah berkaitan dengan


pengaruh intervensi penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan tentang Aids dan
dilihat apakah intervensi ini sebagai komponen eksperimen menyebabkan
meningkatnya pengetahuan subjek penelitian.

Ketiga jenis ini tidak bisa dibedakan satu sama lainnya saling berkaitan dan
mempunyai peranan masing-masing sesuai masalahyang dihadapi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa pengungkapan dan pemecahan masalah epidemiologi
dimulai dengan epidemiologi deskriptif, selalu diperdalam dengan Epidemiologi
Analisis dan disusul dengan melakukan Epidemiologi Eksperimental. Jenis-jenis
epidemiologi ini dapat juga dilihat dari aspek lain sehingga ditemukan berbagai jenis
epidemiologi lainnya. Misalnya ada Epidemiologi Penyakit Menular, Epidemiologi
Kependudukan, Statistik Epidemiologi, Epidemiologi Farmasi, dan lain-lain.(bustan
dan arsunan, hal 1-2)

D. PERAN EPIDEMIOLOGI
Dari kemampuan Epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor
penyebab masalah kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan maka
Epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat
berupa:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperanan dalam terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan dalam masyarakat.
2. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan
pengambilan keputusan.
3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau
telah dilakukan.
4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit
dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya.
5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang
perlu dipecahkan.

Dalam melakukan peranannya, epidemiologi tidak dapat melepaskan diri


dalam keterkaitannya dengan bidang-bidang disiplinKesmas lainnya seperti
Adiministrasi Kesehatan Masyarakat, Biostatistik, Kesehatan Lingkungan dan
Pendidikan Kesehatan/ilmu Perilaku. Misalnya, peranan epidemiologi dalam proses
perencanaan kesehatan. Tampak bahwa epidemiologi dapat dipergunakan dalam
proses perencanaan yang meliputi identifikasi masalah memilih perioritas, menyusun
objektif, menerangkan kegiatan, koordinasi dan evaluasi.

Selain itu, dalam mempersiapkan suatu intervensi pendidikan kesehatan,


epidemiologi dapat dipergunakan dalam membuat suatu "Diagnosis Epidemiologi"
dari masalah yang memerlukan intervensi itu (Green,15). Di sini epidemiologi
berperan dalam menentukan masalah kesehatan (health problem) berdasarkan
indikator vital seperti mortalitas, morbiditas, fertilitas dan disabilitas.Juga dapat
dipakai dalam menghitung frekuensi penyakit dalam bentuk insiden, prevalensi,
distribusi, intensitas dan perlangsungan (duration) suatu penyakit.
Sebagai contoh peranannya sebagai alat diagnosis keadaan kesehatan
masyarakat (Green: 37), epidemiologi dapat memberikan gambaran/diagnosis
tentang masalah yang berkaitan dengan kemiskinan (poverry) berupa malnutrisi,
overpopulasi, kesakitan ibu, rendahnya kesehatan infant, alcoholism, anemia,
penyakit-penyakit parasit dan kesehatan mental.(bustan dan arsunan, hal 4-7).

E. PENULARAN MALARIA
 Penularan Secara Alamiah
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina.Jumlah nyamuk
Anopheles sebanyak 80 spesies, dan kurang lebih 16 spesies menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Bila nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi
malaria yang mengandung sporozoid menggigit manusia sehat, orang
tersebut akan menderita malaria. (yohanna Sorontou, hal : 65)

 Penularan yang Tidak Alamiah


Malaria bawaan (kongenital) terjadi pada bayi yang baru dilahirkan
karena ibunya menderita malaria dan penularannya melalui plasenta atau tali
pusat.Secara mekanik, penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum
suntik dan hal ini banyak terjadi pada para morfinis. Penularan peroral atau
melalui mulut merupakan cara penularan yang pernah dibuktikan pada
burung dan ayam. Pada umumnya, penularan pada manusia juga berasal dari
manusia lain yang sakit malaria, baik asimtomatik maupun simtomatik.
(yohanna Sorontou, hal : 65)

 Splenomegali
Salah satu gejala penting malaria adalah splenomegali yang terjadi
setelah penderita mengalami beberapa kali serangan demam.Limpa
umumnya mulai teraba pada minggu kedua sejak terjadi demam
pertama.Pada malaria primer, pembesaran limpa tidak jelas dan sukar
ditentukan pembesarannya.Ukuran pembesaran limpa penting pada
penentuan derajat endemisitas malaria pada suatu daerah.(yohanna
Sorontou, hal : 65)

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria


yaitu Plasmodium sp. yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Klasifikasi
Anopheles dalam dunia hewan adalah sebagai berikut: Dalam susunan
taksornomi, nyamuk Anopheles diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Kelas : Isekta
Ordo : Deptera
Famili : cuiicidae
Sub Famili : Culicinae
Tribus : Anopheline
Genus : Anopheles
Spesies : An. Aconikus
An. Sundaikus
An. Balabacensis
An. Barbirostris dll.

Cara penularan diawali dari adanya nyamuk Anopheles yang


menggigit penderita malaria, menyebabkan parasit malaria (gametosit) yang
ada dalam tubuh penderita akan terbawa olch nyamuk sewaktu nyamuk
tersebut mengisap darah penderita. Nvamuk Anonhe!es yang mengisap
darah (menggigit) adalah nyamuk Anopheles betina yang memerlukan darah
untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk yang telah mengisap darah penderita
akan terinfeksi oleh parasit malaria. Selanjutnya, nyamuk yang sudah
mengandung parasit malaria tersebut kemudian menggigit orang sehat.
Akibatnya, orang sehat yang digigit oleh nyamuk yang sudah terinfeksi parasit
akan sakit malaria karena pada saat ia digigit, parasit malaria (sporuzoit) yang
ada dalam tubuh nyamuk akan masuk ke dalam darah manusia yang digigit.
Siklus hidup parasit malaria dapat digambarkan pada bagan berikut
(Direktorat PPBB, 1999) :

Parasit plasmodium adalah penyebab malaria. Diperkirakan ada


sekitar 170 spesies plasmodium, tetapi hanya empat yang menyebabkan
malaria dalam tubuh manusia, yaitu Plasmodium Jalciparum, P. vivax, P
malariae, dan P. ovale. (Dewi Susana, hal : 24-26).

Walaupun dalam percobaan di laboratorium dapat dibuktikan lebih


banyak nyamuk bisa menjadi vektor berbagai macam parasit, tetap jumlah
spesies yang bisa menjadi vektor secara alamiah terbatas sekali, hal ini
dikarenakan berbagai faktor yang membatasinya. Nyamuk dapat diduga
sebagai vektor apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Nyamuk vektor mempunyas kontak terhadap manusia cukup tinggi, dalam


hal ini dinyatakan dalam kepadatan menggigit orang (MBR).
2. Nyamuk vektor merupakan spesies yang jumlahnya selalu dominan bila
dibandingkan dengan spesies lainnya.
3. Populasi spesies yang bersangkuran umumnya mempunyai umur cukup
panjang, yang dalam persen nyamuk.
4. Di tempat lain ternyata spesies tersebut telah dikonfirmasi sebagai vektor.

Dalam mengukur potensi spesies nyamuk berperan sebagai vektor


malaria, maka dilakukan perhitungan yang berdasarkan pada kapasitas
vektorial. Kapasitas vektorial menunjukkan tingkat reseptivitas atau
kerawanan suatu wilayah dari aspek nyamuk vekror dalam memelihara
transmisi. Untuk menjadi vektor malaria nyamuk Anopheles berina harus
dapat hidup sekurang-kurangnya 9 sampai 16 hari untuk mendukung
perkembangan sporozoit.Hal ini terkait dengan siklus sporozoit dalam tubuh
nyamuk berlangsung 8 sampai 16 hari.Sporozoit yang infektif ini masuk ke
dalam kelenjar ludah nyamuk untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia.
Perhitungan secara kuantitatif yang menyangkut kemampuan suatu
spesies nyamuk sebagai vektor merupakan cara yang lebih mudah untuk
menyatakan risiko penularan malaria.

Penentuan kapan terjadinya penularan malaria, dihitung sebagai nilai


dari kapasitas vekrorial (Vectorial Capacity). Secara umum dengan nilai
kapasitas vektorial diatas 0,03 merupakan peluang untuk bertahannya
penularan di suatu wilayah. Dalam mengukur potensi dan memonitor
penularan maka digunakan model kapasitas vektorial berdasarkan reproduksi
agen secara kuantitatif. Kapasitas vektorial ini ditentukan oleh empat faktor
antara lain indek antropofilik berbanding selang mengisap darah inang dalam
hari, jumlah kontak per orang per malam, rata rata kemungkinan
kelangsungan hidup harian vektor dan jumlah hari lamanya siklus sporogoni.
Nilai cransinisi untuk An, aconitus diperoleh nilai kapasitas vektorial =
0,21134 Berdasarkan analisis tersebut di atas sehingga An.aconitus tersebut
sangat potensial sebagai penular malaria dari P. vivax.

Penelitian di Gujarat, India meperlihatkan pada nilai kapasitas


vektorial di antara 0,0005 sampai 0,5649 ternyata An.culicifacies dapat
berperan sebagai penular Plasmodium . Nampaknya An. culicifacies lebih
sensitif dibandingkan dengan Am. aconitus harus mampu mempertahankan
penularan malaria pada nilai kapasitas vektorial cukup tinggi artinya dengan
kepadatan An. culicifacies yang rendah maka transmisi dapat berlangsung.
Malineaux et al, (1979) menyatakan bahwa keadaan nilai kapasitas vektorial
di atas 0,03 merupakan peluang untuk dapat mempertahankan transmisi
malaria di suatu wilayah. Menurut teori 0,01 merupakan nilai kapasitas
vektor yang kritis untuk situasi malaria.Pengalaman menunjukkanbahwa nilai
kapasitas vektor sckurangkurangnnya 0,03 dibutuhkan untuk menjamin
berlangsungnya penularan.

Kemampuan vektor dalam menularkan agen dipengaruhi oleh beberapa


faktor diantaranya adalah:
1. kekhususan inang
2. rentang hidup vector
3. frekuensi makan
4. mobilitas vector
5. tingkat populasi vektor dan (
6. aktifitas penyesuaian diri.

Tubuh vektor harus dapar mengakomodasi keberadaan patogen tanpa


mencederai patogen, sebaliknya ia juga tidak mengalami cedera apapun.
Kemampuan suatu mahluk bertindak sebagai vektor penyakit ditentukan juga
oleh kondisi fisik dan faali tubuh serta perilaku kehidupan makhluk tersebut.
(amurul Munif, hal : 12-13)

Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.Intensitas


penularan malaria dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan parasit
Plasmodium, nyamuk Anopheles yang menjadi vektor penularnya, manusia
yang menjadi induk semang atau hospesnya, dan lingkungan hidup yang
mempengaruhi faktor-faktor tersebut.Terdapat sekitar 20 spesies Anopheks
yang penting pada penularan malaria di dunia, 17 spesies diantaranya
terdapat di Indonesia.Vektor- vektor penting tersebut seluruhnya menggigit
manusia pada malam hari. Mereka berkembang biak digenangan air tawar
yang dangkal misalnya di daerah persawahan, kubangan hewan, atau bahkan
di kubangan air bekas tapak kaki hewan. Penularan akan lebih intensif terjadi
di dacrah dimana nyamuk dapat hidup dalam waktu lama (yang
memungkinkan plasmodium dapat berkembang menjadi infektif di dalam
tubuh nyamuk) dan nyamuk lebih menyukai darah manusia dibanding darah
hewan. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa lebih dari 859 0 kematian
akibat malaria terjadi di Afrika. Kekebalan tubuh manusia merupakan faktor
penting juga pada kejadian malaria, terutama di daerah malaria dengan
penyebaran yang luas dan sedang. Karena imunitas terhadap malaria
terbentuk dalam waktu yang panjang, maka anak-anak kecil yang belum
mendapatkan kekebalan sempurna jika terinfeksi malaria akan mengalami
infeksi berat dan banyak yang meninggal dunia. Suatu kejadian tragis yang
terjadi di Afrika.Iklim berperan penting dalam penularan malaria karena
mempengaruhi kepadatan dan lama hidup dari nyamuk Anopheles yang
menjadi vektor malaria, misalnya pola hujan, suhu udara dan
kelembaban.Karena itu kejadian penularan malaria dipengaruhi oleh iklim,
dengan puncak jumlah penderita terjadi selama musim hujan berlangsung
dan pada masa sesudah musim hujan baru berakhir.Epidemi atau kejadian
luar biasa malaria umumnya terjadi pada saat iklim mendadak berubah
menjadi sangat sesuai untuk penyebaran malaria dan berlangsung di daerah
dimana penduduknya tidak memiliki atau hanya sedikit memiliki kekebalan
terhadap malaria. Epidemi juga terjadi jika sekelompok penduduk dengan
kekebalan yang rendah terhadap malaria pindah ke daerah yang intensitas
malarianya tinggi, misalnya yang terjadi pada kaum transmigran, pencari
kerja atau kaum pengungsi. (sangung seto, hal : 2-3)

Sporozoit masuk ke dalam peredaran darah penderita saat nyamuk


Anopheles betina menghisap darah. Sebagian sporozoit tersebut akan
difagositosis dan yang tidak difagositosis akan mencapai sel hati dalam waktu
setengah jam. Di dalam sel hati, sporozoit tumbuh dan berkembang biak
dengan cara skizogoni. Pada akhir fase skizogoni akan terbentuk ribuan
merozoit. Proses skizogoni yang terjadi di hati ini disebut skizogoni
preeritrositer atau fase eksoeritrositer primer. Setiap spesies Plasmodium
akan membentuk merozoit dalam jumlah berbedabeda. Sel hati yang penuh
dengan merozoit kemudian akan pecah, sehingga merozoit masuk ke dalam
peredaran darah dan menyerang eritrosit. Sporozoit dalam sel hati tidak
semuanya langsung tumbuh dan berkembang biak, pada Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale sebagian sporozoit ini tidak berkembang biak dalam
kurun waktu tertentu, sporozoit yang tidak berkembang ini disebut hipnozoit.
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian mengalami
skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eksoeritrositer sekunder. Proses ini
dianggap sebagai penyebab timbulnya rekurensi atau relaps jangka panjang,
sedangkan relaps yang disebabkan oleh bertambah banyaknya parasit
stadium eritrositer disebut rekrudesensi. Rekrudesensi ini dapat terjadi pada
semua spesies Plasmodium.

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah, menyerang


eritrosit dan mengalami skizogoni. Proses ini disebut skizogoni eritrositer.
Stadium awal skizogoni eritrositer adalah bentuk ring yang mempunyai 1 inti
dengan sitoplasma tipis seperti cincin (ring muda), kemudian sitoplasma
tumbuh menebal dan masih dalam bentuk ring (ring tua).Selanjutnya
sitoplasma bertambah kompak atau amuboid dan terdapat pigmen, ukuran
sitoplasma masih kurang dari setengah eritrosit.Stadium ini disebut trofozoit
muda dan apabila sitoplasmanya melebihi 1h eritrosit disebut trofozoit
tua.Apabila inti sudah membelah disebut stadium skizon. Dari stadium skizon
muda, kemudian tumbuh menjadi skizon tua dan akhirnya terbentuk skizon
matang di mana masing: masing inti sudah dikelilingi sitoplasma dan
terbentuk merozoit.

Eritrosit yang mengandung skizon matang ini kemudian pecah dan


merozoit keluar bersama toksin serta sisa-sisa metabolisme parasit.Merozoit
yang keluar kemudian menyerang eritrosit yang ada disekitarnya.Setelah
melewati beberapa siklus eritrositer, sebagian dari merozoit membentuk
makrogametosit (gametosit betina) dan mikrogametosit (gametosit jantan).
Proses ini disebut gametogoni. Makrogametosit dan mikrogametosit dalam
tubuh manusia tidak berkembang tetapi apabila dihisap oleh nyamuk maka
akan berkembang biak secara seksual dan terbentuk sporozoit. Di dalam
lambung nyamuk, 1 makrogametosit tumbuh menjadi 1 makrogamet yang
kemudian membentuk tonjolan kecil tempat masuk
mikrogametosit.Mikrogametosit tumbuh dan berkembang menjadi 4-8
mikrogamet yang bentuknya seperti benang yang menonjol dan bergerak-
gerak dari sel induk.Mikrogamet melepaskan diri dari sel induk (eksflagelasi)
dan masuk melalui tonjolan kecil membuahi makrogamet lalu terbentuk zigot
yang berbentuk bulat, kemudian berubah menjadi bentuk panjang yang
disebut ookinet.Ookinet ini menembus dinding lambung nyamuk dan pada
dinding lambung bagian luar membentuk ookista yang bentuknya bulat.Inti
ookista membelah terus kemudian diikuti sitoplasma dan terbetuk sporozoit,
ookista bertambah besar bisa mencapai 500 j1. Sporozoit tersebut bentuknya
memanjang, dengan panjang 10-15 jp dan kedua ujungnya runcing. Jumlah
sporozoit dapat mencapai ribuan. Ookista matang akan pecah dan sporozoit
keluar bergerak ke cairan rongga badan nyamuk lalu mencapai kelenjar liur
nyamuk dan siap ditularkan. Proses dalam tubuh nyamuk disebut sporogoni.
Sporogoni berlangsung 8-35 hari, tergantung pada spesies parasit malaria
dan suhu lingkungan.Apabila nyamuk menghisap darah manusia sporozoit
dimasukkan ke dalam aliran darah.(Purnomo dan Ayda Rahmad, hal : 2-3)

F. PENYEBAB PENYAKIT
Plasmodium Pp. menginfeksi sel darah merah, yang pada metabolismenya
selama siklus skizogoni meninggalkan granul pigmen.Sel sel retikulum dan endotel
memfagosit fragmen fragmen scl darah merah dan menimbun pigmen
malaria.Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale terutama menginfeksi eritrosit
muda, schingga membatasi derajat parasitemia, Plasmodium faliparum dan
Plasmodium malariae menginfeksi sel-sel dewasa sehingga sering menimbulkan
anemia.Sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium falciparum melekat di dalam
kapiler-kapiler organ internal oleh knob.» (tonjolan) yang terdapat pada permukaan
sel yang bereaksi dengan reseptor yahg terdapat pada endotelium vaskuler, sehingga
menyebabkan | terjadinya" anoksia jaringan. Keadaan ini dapat menimbulkan
gangguan berat pada otak, karena sel-sel endotel akan mati, sehingga menyebabkan
pecahnya kapiler-kapiler dan menimbulkan perdarahan multipel. Anoksia otak
menyebabkan terjadinya edema dan koma yang dalam waktu beberapa jam dapat
menyebabkan kematian penderita. Kerusakan pada hati menyebabkan terjadinya
jaundis yang berat. Fagositosis terhadap sel darah merah menyebabkan hati dan
limpa yang membesar berwarna kecoklatan , dan sesudah difiksasi menjadi
berwarna kelabu.
Pada ginjal, terjadi nekrosis yang jelas pada renal tubuli disertai dengan nefrosis
hemoglobinuria akibat terjadinya anoksia dan asidosis yang dikenal sebagai black
water fever.

Siklus preeritrositik Plasmodrum falaparum terjadi di hati dan pada sel-sel


parenkim hati kadang-kadang tampak skizon besar.Skizogoni Plasmodium Jalaparum
yang terjadi pada sinus plasenta ibu menyebabkan terjadinya anoksia pada janin,
edema pada plasenta dan janin dan abortus sesudah bulan ke-3 kehamilan.Sebagian
besar kejadian kesakitan dan kematian malaria disebabkan oleh pecahnya sel darah
merah yang terinfeksi parasit pada masareproduksi aseksual parasit.Demam intensif
yang berulang setiap 24-72 jam, mempunyai hubungan dengan gejala dan keluhan
mual, sakit kepala, nyeri otot dan simtom lainnya.Gejala berat malaria termasuk
gagal hati, gagal ginjal, dan kelainan otak terutama terjadi pada infeksi dengan
Plasmodium faliparum yang tidak diobati.Hal ini disebabkan oleh kemampuan
parasit ini untuk melekatkan diri pada permukaan endotel, sehingga menimbulkan
gumpalan yang menghambat sirkulasi darah yang menimbulkan terhentinya pasokan
oksigen pada daerah tertentu Otak dan organ-organ lainnya.(Sagung Seto, hal : 42-
43).

G. PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Kelainan patologik akibat malaria  terjadi saat eritrosit yang mengandung parasit pecah,
diikuti dengan demam yang juga bersamaan dengan pecahnya skizon darah, skizon akan
mengeluarkan berbagai macam sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF melalui aliran
darah dibawa ke hipothalamus. Akibat dari demam juga akan mengakibatkan terjadinya
vasodilasi perifer yang disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi parasit. Kemudian   akan
timbul pembesaran limfa sebagai akibat dari peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi dan
sisa dari eritrosit yang mengalami hemolisis. Dan penderita akan mengalami anemia yang
disebabkan karena pecahnya eritrosit ,  fagositosis oleh sistem retikuloendotetial, hemolisis
autoimun, sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit terinfeksi dan normal dan gangguan eritropoisis.
Kelainan juga terjadi pada pembuluh darah kapiler untuk kasus malaria tropika akibat dari sel
darah menjadi kaku dan lengket saat erjadi infeksi.

Gejala klinis yang disebabkan oleh malaria berbeda tergantung pasien tinggal di daerah
dengan penularan malaria endemis yang stabil (terus menerus) atau penularan stabil (kadang-
kadang dan/atau jarang). Di daerah dengan penularan stabil, dapat mempengaruhi anak dan
orang dewasa dengan cara yang berbeda. Anak mengalami infeksi kronis dengan parasitemia
berulang yang mengakibatkan anemia berat dan  kematian. Orang dewasa terjadi infeksi tanpa
gejala. Gejala malaria akan  mengalami  demam dengan interval tertentu (peroksisme), diselingi
periode bebas  dari demam (periode laten) yang biasanya ditemukan pada penderita non imun.
Sebelum muncul demam,  penderita merasa lemah,  sakit kepala, kehilangan nafsu makan,  mual
di ulu hati, atau muntah (gejala awal disebut gejala prodolmal). Beberapa pasien juga mengeluh
nyeri dada, batuk, nyeri perut, nyeri sendi dan diare. Paroksisme demam ditentukan oleh waktu
yang dibutuhkan oleh siklus aseksual/sizogoni darah untuk menghasilkan sizon yang matang,
yang sangat dipengaruhi oleh spesiec plasmodium yang menginfeksi, peroksisme demam
mempunyai 3 stadium yang urut, yaitu stadium frigoris (mengigil), stadium akme (puncak
demam) ,stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun) (Putra, 2011).

H. Diagnosis Malaria
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan
jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam
typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan
dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO.
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah endemis
rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi
sebelumnya.
Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan
pemeriksaan sediaan darah.
Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT).
1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal- pegal.


b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.

c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.

d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

Setiap penderita dengan keluhan demam atau


riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat
kunjungan ke daerah endemis malaria.

2. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)

I. Pemeriksaan laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosi malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk
diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat
sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis dirumah sakit/ Puskesmas/
lapangan untuk menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b. Spesies dan stadium Plasmodium;
c. Kepadatan parasit:
1. Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/ lapangan pandang
besar)

(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB) (++)


= positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB) (+++)
= positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB) (++++)
= positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:


a. Kepadatan parasit < 100.000 / ul, maka mortalitas < 1 %
b. Kepadatan parasit > 100.000/ ul, maka mortalitas > 1 %
c. Kepadatan parasit > 500.000/ ul, maka mortalitas > 50 %
2. Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

Contoh :
- Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/ uL maka hitung parasit = 8.000/ 200 X 1500 parasit = 60.000
parasit/ uL.
- Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit
4.500.000/ uL maka hitung parasit = 4.500.000/ 1000 X 50 = 225.000
parasit/ uL.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/ RDT) Mekanisme kerja tes
ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan
di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang
penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu
membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT
untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program
Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.
Falcifarum .
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.
falcifarum . Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang
jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan
dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat
membedakan antara parasit impor atau indigenous.
4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/ globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah);
dan
d. urinalisis.

BAB III
GEJALA PENYAKIT MALARIA

A. Gejala Penyakit Malaria

Orang yang terinfeksi malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai


penyakit influenza, bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada
kematian (Centers for Disease Control and Prevention Center for Global Health Division
of Parasitic Diseases and Malaria, 2010).
Gambaran khas dari penyakit malaria adalah adanya demam yang periodik,
pembesaran limpa dan anemia (turunnya kadar haemoglobin dalam darah), seperti
yang telah dijelaskan pada berikut ini:
1. Demam

Biasanya sebelum timbul demam, penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak pada
perut, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Umumnya
keluhan seperti ini timbul pada malaria yang disebabkan oleh P. Vivax dan P.
ovale, sedangkan pada malaria yang disebabkan oleh P.Falciparum dan P.malriae,
keluhan-keluhan tersebut tidak jelas. Serangan demam yang khas pada malaria
terdiri dari tiga stadium. Berikut dipaparkan stadium demam yang khas pada
malaria :
1) Stadium Menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering
membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil,
seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadinya cepat tetapi lemah, bibir dan jari-
jari tangannya biru serta kulitnya pucat. Pada anak-anak sering disertai dengan
kejang - kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai satu jam yang diikuti
dengan meningkatnya suhu badan.
2) Stadium Puncak Demam

Penderita yang sebelumnya merasa kedinginan berubah menjadi panas sekali.


Wajah penderita merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar,
frekuensi pernapasan meningkat, nasdi penuh dan berdenyut keras, sakit
kepala semakin hebat, muntah- muntah, kesadaran menurun sampai timbul
kejang ( pada anak-anak ). Suhu badan bisa mencapai 410C. Stadium ini
berlangsung selama 2 jam atau lebih yang diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Stadium Berkeringat

Penderita berkeringat banyak diseluruh tubuhnya hingga tempat tidurnya


basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah dan
sering tertidur. Setelah bangun dari tidurnya, penderita akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan seperti biasa padahal sebenarnya penyakit ini
masih bersarang dalam tubuh penderita. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4
jam.
2. Pembesaran Limpa
Pembesaran organ limpa merupakan gejala yang khas pada penyakit malaria
kronis atau menahun. Organ Limpa mengalami pembengkakan dan terasa nyeri.
Pembengkakan pada organ Limpa diakibatkan karena adanya penyumbatan oleh
sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama-lama, konsistensi
limpa menjadi keras karena jaringan ikat pada limpa semakin bertambah.
Dengan pengobatan yang baik, limpa berangsur normal kembali.
3. Anemia

Pada penyakit malaria, anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah


terkadang sampai dibawah nilai normal. Hal ini karena disebabkan penghancuran
sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Selain itu, anemia timbul
akibat gangguan pembentukan sel darah merah disum - sum tulang. Gejala
anemia berupa badan yang terasa lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur,
jantung berdebar-debar dan kurang nafsu makan. Diagnosis anemia ditentukan
dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah. Anemia yang paling berat
adalah anemia yang disebabkan oleh P.falciparum.

B. SIKLUS HIDUP MALARIA

Siklus hidup dari penyakit malaria ini tidak terlepas dari proses transmisi parasit Plasmodium
spp. dari tubuh nyamuk ke tubuh manusia atau sebaliknya. Siklus hidup dari penyakit ini
adalah sebagai berikut :

 Siklus pada manusia

Pada saat nyamuk infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang terdapat di bagian
kelenjar liur nyamuk akan masuk melalui peredaran darah manusia menuju sel hati.
Sporozoit kemudian berkembang menjadi tropozoit hati. Tropozoit hati berkembang
menjadi skizon hati. Skizon hati kemudian pecah mengeluarkan merozoit dengan jumlah
mencapai 10.000-30.000 merozoit. Siklus ini disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang
berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.

Merozoit yang berasal dari skizon hati kemudian masuk ke peredaran darah dan
menginfeksi sel darah merah (eritrosit). Di dalam eritrosit, parasit tersebut mengalami
perkembangan lagi dari stadium sporozoit hingga skizon. Skizon yang telah menginfeksi
eritrosit tersebut kemudian pecah dan merozoit dari skizon yang pecah tersebut akan keluar
(jumlah 8-30 merozoit) sehingga menginfeksi sel darah merah (eritrosit) lainnya. Siklus ini
disebut sebagai siklus eritroser. Secara keseluruhan, proses perkembagan secara aseksual
ini disebut sebagai skizogoni. Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina) (Putra, 2011).

 Siklus pada nyamuk Anopheles

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah manusia yang mengandung gametosit
Plasmodium spp., nyamuk akan terinfeksi oleh gametosit tersebut. Di dalam tubuh nyamuk,
gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Ketika ookinet sudah berada di luar
dinding lambung nyamuk, ookinet berkembang menjadi ookista. Ookista selanjutnya
menjadi bentuk sporozoit yang bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia (Putra, 2011).

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium spp. penyebab penyakit malaria (Putra, 2011).

Lamanya waktu yang diperlukan sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya
gejala klinis (demam), merupakan masa inkubasi dari Plasmodium spp. Masa inkubasi ini
berbeda-beda tergantung dari spesiesnya misalnya pada P. falciparum memiliki masa
inkubasi sekitar 9-14 hari, P. vivax 12-17 hari, P. ovale 16-18 hari, dan P. malariae 18-40 hari
(Putra,2011).

C. KLASIFIKASI PENYAKIT MALARIA


Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat diklasifikasikan menjadi 5
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae
dan Plasmodium knowlesi.(17)
a. Plasmodium falciparum
Plasmodium falsiparum merupakan jenis yang paling berbahaya karena siklus
perkembangan yang cepat merusak sel darah merah dan dapat menyumbat aliran
darah sehingga dapat mengakibatkan anemia dan cerebral. Malaria ini dapat
berkembang dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan mendominasi di
beberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.(1)
b. Plasmodium vivax
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh dunia. Hidup
pada sel darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan penyakit
tertian yang ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman di
hati manusia “hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan tahun.
(20)

c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria ovale
atau malaria tertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.(19)
d. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel darah
merah terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.(1)
e. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia Tenggara,
penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil) dan babi yang
terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam dan dapat menjadi
sangat parah. P. knowlesi dapat menyerupai baik Plasmodium falciparum
atau Plasmodium malariae. Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis
plasmodium, infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi
campuran Plasmodium falciparum dengan vivax atau malariae merupakan infeksi
yang paling sering terjadi.

D. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM DALAM TUBUH


Plasmodium malaria dalam perkembangbiakannya memerlukan dua
hospes selama siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.
Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus
seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni.
Gambar 2. 2. Siklus Hidup Plasmodium pada Nyamuk Anopheles Betina dan pada
Manusia

Siklus pada manusia saat nyamuk Anopheles menginfektif dengan


menghisap darah manusia, dimana sporozoit yang berada di kelenjar liur
nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah
jam. Kemudian sporozoit akan masuk ke dalam sel hati manusia dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Dimana Siklus ini sering disebut dengan siklus ekso- eritrositer yang
berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale,
sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada
yang menjadi bentuk dormant (hipnozoit). Hipnozoit dapat tinggal di dalam sel
hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Dimana saat imunitas
tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps
(kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit plasmodium berkembang dari stadium tropozoit hingga menjadi skizon
(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini
disebut skizogoni. Kemudian pada stadium skizon, eritrosit yang telah terinfeksi
pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Pada P. Falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit
yang menginfeksi sel darah merah membentuk stadium seksual (gametosit
jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan.
Siklus P. Knowlesi pada manusia masih dalam proses penelitian. Reservoir
utama Plasmodium adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini
banyak ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan
mengenai siklus parasit ini lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia.
Pada siklus nyamuk Anopheles betina, apabila nyamuk tersebut Apabila
nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit,
didalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan dan
menjadi zigot. Zigot akan berkembang menjadi ookinet yang kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk
ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa
inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prepaten adalah
rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat
dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik.

E. DETERMINAN PENYAKIT MALARIA

Anopheles (nyamuk malaria) merupakan salah satu genus nyamuk. Ada


terdapat 400 spesies nyamuk Anopheles di dunia, dan hanya 30 - 40 spesies yang
menyebarkan malaria secara alami. Nyamuk Anopheles gambiae paling terkenal karena
peranannya sebagai penyebar parasit malaria yaitu membawa parasit Plasmodium
falciparum, di kawasan endemik di daerah Afrika. Sedangkan Anopheles Sundaicus
adalah penyebar malaria di wilayah Asia. Nyamuk Anopheles juga, merupakan vektor
bagi cacing jantung anjing Dirofilaria immitis.
Nyamuk Anopheles sebagian besar hidup di daerah tropis dan subtropis.
Anopheles jarang ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles
ditemukan di dataran rendah. Namun saat ini nyamuk Anopheles bisa juga hidup di
daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Hal ini terjadi karena adanya
Global Warming sehingga beberapa wilayah sub tropis hingga antartika mulai
menghangat dan memungkinkan Nyamuk Anopheles hidup dan berkembang biak.
Orang sering mengenal Anopheles sebagai salah satu jenis nyamuk yang
menyebabkan Penyakit Malaria. "Nyamuk penyebar malaria banyak terdapat di daerah
rawa-rawa, saluran-saluran air, dan permukaan air yang terekspos sinar matahari. Ia
bertelur di permukaan air yang menggenang." nyamuk ini hinggap dengan posisi
menukik atau membentuk sudut. Sering hinggap di dinding rumah atau kandang.
Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam, ada pula yang kakinya berbercak-bercak
putih. Waktu menggigit biasanya dilakukan malam hari.
Banyak jenis nyamuk Anopheles yang bisa menularkan penyakit malaria. Ada
nyamuk Anopheles Sundaicus yang banyak terdapat di daerah air payau, seperti di
Kepulauan Seribu. Nyamuk ini berkembang biak di lingkungan yang banyak ditumbuhi
ganggang. Biasanya nyamuk ini bertelur di mata air, di air rembesan, atau di sungai
yang tak deras airnya, seperti di antara bebatuan sungai. Ada lagi Anopheles aconitus
yang banyak hidup di daerah pesawahan atau saluran-saluran air yang ada rumputnya.

Tempat perkembangbiakan vektor Malaria dibagi menjadi dua tipe yaitu :


1. Tipe Permanen, yang terdiri dari:
1) Rawa-rawa
2) Sawah non teknis dengan aliran air gunung
3) Mata air
4) Kolam

5) Muara sungai tertutup pasir di pantai


6) Genangan air payau di pantai
7) Kobakan air di dasar sungai waktu musim kemarau
8) Genangan air hujan
9) Sawah tadah hujan
2. Tipe Temporer, yang terdiri dari:

1) suhu udara, pada suhu yang lebih hangat nyamuk berkembangbiak lebih cepat dan
pada suhu tinggi akan memperpendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni), suhu
optimun berkisar antara 20-30 ºC.
2) kelembaban udara akan mempengaruhi aktifitas dan tingkat survival dari nyamuk
Anopheles pada kelembaban di bawah 60% hidup nyamuk akan diperpendek
dengan masa inkubasi eksternal sekitar 2 minggu sehingga tidak akan terjadi
transmisi Malaria, curah hujan akan mempermudah perkembangbiakan nyamuk
dan terjadinya epidemi Malaria.

A. Mengenal Environment Nyamuk Anopheles


Dalam kehidupannya nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu:
1. Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Tempat perindukan nyamuk biasa disebut dengan “Breeding place” atau
“breeding site”. Dalam hidup siklus nyamuk mempunyai empat stadia yaitu nyamuk
dewasa, telur, larva, kepompong. Stadia telur, larva, dan kepompong berada di dalam
air dan tempat yang mengandung air tersebut dinamakan breeding places. Untuk tiap
jenis nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan. Nyamuk Culex dapat
berkembang di sembarang tempat air. Aedes hanya mau di tempat yang airnya cukup
bersih dan tidak beralas tanah. Mansonia senang di kolam, rawa-rawa danau yang
airnya banyak tanaman air. Sedangkan Anopheles memilih breeding places sangat
bervariasi.
Pada prinsipnya Nyamuk Anopheles akan meletakkan telur- telurnya di
genangan air yang tidak kena polusi, hanya selera lokasi berkembang-biak masing-
masing spesies tidak sama. Misalnya larva Anopheles dapat kita temukan di air tawar
maupun rawa-rawa berair payau, rawa mangrove (bakau), sawah, selokan yang
tertutup rumput, di tepian sungai dan genangan air (sementara) akibat
hujan. Kebanyakan spesies Anopheles lebih menyukai habitat yang ada tumbuh-
tumbuhannya, walau ada juga yang tidak. Ada yang memilih genangan air terbuka
dengan sinar matahari penuh, sementara yang lain memilih tempat-tempat terlindung
di hutan- hutan. Ada juga beberapa spesies yang larvanya kita dapatkan di lubang-
lubang pohon dan ketiak daun (CDC Atlanta).
Tipe-tipe breeding places yang disenangi Anopheles untuk berkembang biak
bermacam-macam tergantung spesies Anopheles yang bersangkutan. macam breeding
places Anopheles antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kadar garam dari air dibedakan atas :
1) Breeding place Air payau yaitu campuran air tawar dengan air laut. Breeding places
air payau berupa tambak- tambak ikan pantai, muara sungai yang sedang
menutup, dan lain-lain. Anopheles yang sedang berkembang biak di air payau
seperti An. Sundaicus, An. Subpictus-subpictus, An. Vagus.
2) Breeding place air tawar masih dibedakan lagi atas macam-macam tipe.
Kebanyakan nyamuk Anopheles senang berkembang biak di air tawar.
2. Berdasarkan keadaan sinar matahari breeding places dibedakan atas :
1) Breeding places yang langsung mendapat sinar matahari
2) Anopheles yang senang berkembang biak di tempat yang langsung mendapat sinar
matahari adalah antaranya An.sundaicus, An.maculatus.
3) Breeding places yang terlindung dari sinar matahari Nyamuk Anopheles yang
menyenangi tempat yang terlindung, misalnya : An.vagus, An.umbrocus,
An.burbumbrosus.
3. Berdasarkan aliran air dibedakan :
1) Air tidak mengalir seperti kobokan, bekas-bekas tapak kaki yang kemasukan air,
bekas-bekas roda yang kemasukan air dan lain sejenisnya. Tempat-tempat macam
ini dapat digunakan berkembang biak oleh An.vagus, An.indefinitus,
An.leucosphirus.
2) Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah disenangi banyak jenis
Anopheles, misalnya: An.acunitus, An.vagus, An.barbirostris, An.indefinitus,
An.anularis, dll. Stadium dalam air bagi nyamuk, sejak dari telur hingga nyamuk
keluar dari kepompong memerlukan waktu 8-12 hari. Panjang pendeknya waktu
yang diperlukan dipengaruhi oleh temperatur air.
Gambar 3. Breeding Place Nyamuk Anopheles

Secara umum tempat perkembangbiakan Anopheles sp dapat dibagi menjadi


tiga tempat yaitu :
1) Daerah Persawahan yaitu Anopheles aconitus, Anopheles annullaris, Anopheles
barbirostris, Anopheles kochi, Anopheles karwari, Anopheles nigerrimus, Anopheles
sinensis, Anopheles tesellatus, Anopheles Vagus, dan Anopheles letifer.
2) Daerah Perbukitan / hutan yaitu Anopheles balabacensis, Anopheles bancrofti,
Anopheles punculatus,dan Anopheles umbrosus.
3) Daerah Pantai / aliran Sungai yaitu Anopheles flavirostris, Anopheles koliensis,
Anopheles ludlowi, Anopheles minimus, Anopheles punctulatus, Anopheles
parangensis, Anopheles Sundaicus dan Anopheles subpictus.

B. Tempat Untuk Mendapatkan Umpan/Darah (Fedding Places)


Berdasarkan kesenangan mencari darah, dikenal dua golongan nyamuk yaitu
nyamuk yang senang mencari darah binatang dan nyamuk yang senang mencari darah
manusia. Kebanyakan nyamuk di Indonesia kesenangan ini tidak bersifat mutlak, artinya
meskipun nyamuk tersebut bersifat senang menggigit binatang tetapi bila tidak ada
binatang nyamuk tersebut akan menggigit orang juga, misalnya An. aconitus. Waktu
keaktifan mencari darah bagi nyamuk berbeda-beda. berdasarkan waktu keaktifan
mencari darah dibedakan atas nyamuk yang aktif pada waktu malam, misalnya
Anopheles dan Culex serta nyamuk yang aktif pada waktu siang, misalnya Aedes.
Baik nyamuk yang aktif waktu malam maupun siang, bila diteliti lebih lanjut
tiap jenis mempunyai kebiasaan yang berbeda- beda pula. Ada golongan nyamuk yang
banyak mulai menggigit pada siang hari yang makin malam makin berkurang
(Anaconitus). Ada yang mulai menggigit setelah tengah malam hingga pagi (An.
icucosphyrus). Ada juga yang sepanjang malam terus menerus ditemukan banyak
menggigit orang / binatang (Anopheles Sundaicus-subpictus).
Dalam usahanya mendapatkan umpan perlu diperhatikan jarak terbangnya
sangat jauh, misalnya Anopheles Sundaicus jarak terbangnya bisa mencapai 5 km.
Berdasarkan sasaran dari hospes, nyamuk Anopheles sp termasuk dalam kategori
antrofilik yaitu nyamuk yang lebih suka menghisap darah manusia, dan juga zoofilik
yaitu nyamuk lebih suka menghisap darah hewan.
Nyamuk Anopheles sp biasanya masuk kedalam rumah mulai pukul 17:00
sampai dengan pukul 22:00 dan kemudian akan aktif lagi sampai menjelang pagi.
Feeding time dari Anopheles sp yaitu mulai aktif menggigit saat mulai larut malam dan
puncak dari aktivitas
menggigitnya adalah di tengah malam dan menjelang pagi.
Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang telah diketahui yaitu antara jam
17.00 - 18.00, sebelum jam 24 (antara 20.00
-23.00), setelah jam 24 (antara 00.00 - 04.00). Vektor malaria yang aktivitas
menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah An.tesselatus, sebelum jam 24 adalah
An.Aconitus, An.annullaris, An.barbirostris, setelah jam 24 adalah An.farauti,
An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus.
Nyamuk betina Anopheles sp merupakan nyamuk yang aktif menggigit hal ini
karena hanya nyamuk betina yang memerlukan darah untuk perkembangan telurnya.
Pada saat nyamuk betina aktif mencari darah maka nyamuk tersebut akan
terbang berkeliling mencari rangsangan dari hospes (obyek yang digigit) yang
dianggap cocok.
Berdasarkan feeding places atau lokasi tempat menggigitnya nyamuk
Anopheles sp termasuk dalam kategori eksofagik dan endofagik. Nyamuk ini termasuk
kategori eksofagik dikarenakan lebih suka menggigit di luar rumah dan juga
termasuk endofagik karena nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah. Nyamuk
Anopheles betina menggigit diantara waktu senja dan waktu subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk
Anopheles dapat dikelompokkan menjadi:
1. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.
2. Eksofilik : suka tinggal diluar rumah
3. Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan.
4. Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan.
5. Antroprofili : suka menggigit manusia.
6. Zoofili : suka menggigit binatang.

C. Tempat Untuk Beristirahat (Resting Places)


Setelah nyamuk betina menggigit orang/binatang hingga perutnya penuh
darah, nyamuk tersebut akan pergi ke resting places. Nyamuk di daerah tropis
beristirahat di resting places selama 2 - 3 hari. Kemudian setelah telur masak nyamuk
pergi ke breeding places untuk bertelur. Tempat beristirahat nyamuk dapat bersifat di
dalam rumah/bangunan lain dan di luar rumah/bangunan lain atau di alam luar.
Resting places di alam luar dapat bersifat alamiah seperti gua-gua, tebing-
tebing, sungai/parit, semak-semak, dan lain-lain. Resting places di alam luar dapat juga
bersifat buatan seperti pit traps yaitu lubang-lubang dalam tanah yang sengaja dibuat
atau kotak-kotak yang diwarnai gelap sebagai resting place buatan yang ditempatkan di
tempat-tempat yang bisa didatangi nyamuk. Resting places buatan biasanya aman dari
musuh, lembab, dan terlindung dari sinar matahari. Penyakit malaria merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium (kelas Sporozoa) yang menyerang
sel darah merah. Sering hinggap di dinding rumah atau kandang.
BAB IV

PENGOBATAN MALARIA

A. MANIFESTASI KLINIS MALARIA


Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis :
Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) Meskipun disebut malaria ringan,
sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala
malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala gejala yang timbul dapat bervariasi
tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai
gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol)
atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak
terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa
gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan
splenomegali.

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:


1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga
cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.
falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
Berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan
menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah,
bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai
muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah,
kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali,
merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih.
Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.

3. Stadium berkeringat (sweating stage)


Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu
Tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu
biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita
merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan
kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru
pertama kali menderita malaria. Di daerah endemik malaria dimana penderita
telah mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak
berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies
parasit dan imunitas penderita.
Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik)
seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain,
misalnya: diare dan pegal pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat
lokal spesifik. Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria
vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung
berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak
demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada
malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malaria.

Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan
parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi
berikut ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau,
bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah)
2. Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
7. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8. Nafas cepat atau sesak nafas
9. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11. Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12. Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan
untuk mendapatkan penanganan semestinya.

B. KOMPLIKASI MALARIA
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita malaria, antara lain:
1. Anemia parah
Anemia terjadi karena banyaknya sel darah merah yang hancur atau rusak
(hemolisis) akibat parasit malaria.
2. Malaria otak
Komplikasi ini terjadi saat sel darah dipenuhi parasit sehingga menghambat
pembuluh darah kecil pada otak. Akibatnya, otak menjadi bengkak atau rusak.
Gejala malaria otak berupa kejang dan koma.
3. Gagal fungsi organ tubuh
Beberapa organ yang dapat terganggu karena parasit malaria antara lain ginjal,
hati, atau limpa. Kondisi tersebut dapat membahayakan nyawa penderita. Pada
beberapa kasus, limpa bahkan dapat membesar (splenomegali) hingga lebih dari
10 cm.
4. Gangguan pernapasan
Komplikasi ini terjadi saat cairan menumpuk di paru-paru (edema paru) sehingga
membuat penderita sulit bernapas
5. Hipoglikemia
Malaria yang parah bisa menyebabkan hipoglikemia atau kadar gula darah rendah.
Gula darah yang sangat rendah bisa berakibat koma atau bahkan kematian.

C. TATALAKSANA PENYAKIT MALARIA


Penatalaksanaan malaria di Indonesia meliputi pengobatan yang radikal mengikuti
kebijakan nasional pengendalian malaria di Indonesia. Pengobatan dengan artemisinin-
based combination therapy (ACT) hanya boleh diberikan pada pasien dengan hasil
pemeriksaan darah malaria positif. Pada kasus malaria berat, penatalaksanaan tidak
boleh ditunda.

D. PENGOBATAN MALARIA

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh


semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit.
Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat
sebaiknya berdasarkan berat badan.

Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang
dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti
malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya
resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah
terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria. Pengobatan kombinasi malaria
harus:

a. aman dan toleran untuk semua umur;


b. efektif dan cepat kerjanya;
c. resisten dan/ atau resistensi silang belum terjadi; dan
d. harga murah dan terjangkau.

Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu:

1. Kombinasi tetap ( Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas


Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP).
1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg
piperakuin. Obat ini diberikan per – oral selama tiga hari dengan range dosis
tunggal harian sebagai berikut:
Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/ kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/ kgBB
2. Artesunat - Amodiakuin
Kemasan artesunat – amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria
dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet
amodiakuin 50 mg.

A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.


1. Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan
malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum
hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/ kgBB
dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/ kgBB.
ini pertama pengobatan alaria falsiparum dan malaria vivaks adalah
seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini Pertama

ACT + Primakuin
Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut
berat badan dengan DHP dan Primakuin

J umlah tablet per hari menurut berat badan


<5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41- >60 kg
Hari Jenis Kg kg Kg kg 59
obat kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bulan Bula tahun tahun tahun tahun Tahun
n
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 3

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat


badan dengan DHP dan Primakuin

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


<5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41- >60 kg
Kg kg kg kg 59
Hari Jenis kg
obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 > 15 >15
bulan Bulan tahun tahun tahun tahun Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4

¼ ½ ¾
1-14 Primakuin - - 1 1

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/ kgBB


Piperakuin = 16 – 32 mg/ kgBB
Primakuin = 0,75mg/ kgBB
(P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/ kgBB
(P. vivax selama 14 hari)

Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan.
Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka
pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
c. Apabila pasien P. f a lciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam
waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah
masih positif P. falciparum , maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan
menjadi 5 tablet/ hari selama 3 hari.

ATAU

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan


dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


Hari Jenis obat <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 >60
kg kg kg kg kg kg kg

0 -1 2 -11 1-4 5-9 10 -14 > 15 > 15 > 15


bulan bulan tahun tahun Tahun tahun tahun tahu
n
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 2 3

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan
Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Jumlah tablet menurut berat badan


Hari Jenis obat perhari
<5kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41- 50- ≥60
kg kg kg kg 49 59 kg
kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15
bulan bulan tahun tahun Tahun tahun tahun tahun

Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakui ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
n
1- Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1
14

Dosis obat : Amodiakuin basa = 10mg/ kgBB dan Artesunat = 4mg/ kgBB
Primakuin = 0,75mg/ kgBB (P. falciparum untuk hari I)

Primakuin = 0,25 mg/ kgBB (P. vivax selama 14 hari)

b. Lini Kedua untuk Malaria falsiparum


Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan


lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis
tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi).

Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (dengan obat


kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Hari J enis J umlah tablet perhari menurut kelompok berat badan


obat <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-33 34- 40 41- 45 46-60 >60kg
kg kg kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 10-14 >15 > 15 >15


bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Hari Kina sesuai 3x½ 3x1 3x 3x 3x2 3x 3x 3x3
1-7 BB 1½ 1½ 2½ 2½

Hari ¾ 1½
Primakuin - - 2 2 2 3 3
1

Tabel dosis Doksisiklin

Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat


obat badan
<5 kg 6-19 kg 20-29 kg 30-44 45-59 >60 kg
kg kg
0-1 2 bulan- >8 tahun 10-14 >15 >15
bulan 8 tahun tahun tahun tahun
Hari Doksisiklin - - 2 x 25 2 x 50 2 x 75 2 x 100
1-7 mg mg mg mg
Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/ kgBB/ hari)
Dosis Doksisiklin 3.5 mg/ kgBB/ hari diberikan 2 x sehari (>
15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/ kgBB/ hari diberikan 2 x sehari (8-14
tahun)

Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (dengan obat


kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Hari Jenis Juml tablet perhari menurut kelompok berat


obat ah badan
<5 kg 6-10 11-17 18-30 31-33 34-40 41-45 46-60 >60 kg
kg kg kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1 – 4 5-9 10- 10- > 15 > 15 > 15


Bulan bula tahu tahun 14 14 tahu tahu Tahu
n n tahu tahu n n n
n n
Hari Kina sesua 3x½ 3x1 3x 3x 3x2 3x 3x 3x3
1-7 i 1½ 1½ 2½ 2½
BB
Hari ¾
Prima - - 1½ 2 2 2 3 3
1
kuin

Tabel dosis Tetrasiklin

Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut berat badan


obat <5kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 ≥
kg kg kg kg kg kg 60
kg

0-1 2 – 1 - 4 5-8 >8 -14 > 15 > 15 > 15


bulan 11 tahu tahun tahun tahun tahun tahun
bula n
n
Hari Tetrasiklin - - - - 4 x 4 x 125 4 x 250 4x
1-7 125 mg mg 250
mg mg

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/ kgBB/ kali diberikan 4 x sehari


Tidak diberikan pada anak umur<8 tahun

Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil maka sebaga

Tabel 7. Dosis Klindamisin pada anak

Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut berat badan


obat < 5kg 6 - 11 -17 18 -30 31 -33 34 -40 41 -45 46 –
10 kg kg kg kg kg 60
kg kg
umur 0 -1 2 -11 1 –4
5 -9 10 -14 10 -14 > 15 > 15
bulan bulan tahun
tahun tahun tahun tahun tahun
Hari Klindamisin 2 x * 2x* 2x*
2x* 2x* 2x* 2x* 2x*
1-7
* Dosis anak-anak 10 mg/ kg bb/ kali diberikan 2 x sehari
Perkapsul Klindamisin basa ~150 mg dan 300 mg

c. Lini Kedua untuk Malaria Vivaks

Kina + Primakuin

Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan maalria vivaks yang


tidak respon terhadap pengobatan ACT.

Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan


6-10 11- 18- 31- 34- 41- 46-
<5 >60
Har Jenis 17 30 33 40 45 60
i obat kg kg kg kg kg kg kg
kg kg
0-1 2-11 1 - 4 5-9 10- 10- >15 >15 >15
bulan bulan tahun tahun 14 14 tahun tahun tahun
tahun tahun
Hari Kina Sesu 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x 1½ 3 x 2 3 x 2½ 3 x 2½ 3 x 3
1-7 ai BB
Hari
¼ ½ ¾ ¾
1-14 Primakuin - - 1 1 1

d. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian


primakuin dosis 0,25 mg/ kgBB/ hari sudah diminum selama 14
hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam
kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi


regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan
menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat keh

2. Pengobatan Malaria ovale


1. Lini Pertama untuk Malaria ovale
Pengobatan Malaria ovale saat inI menggunakan Artemisinin
Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin
(DHP) atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama
dengan untuk malaria vivaks.

2. Lini Kedua untuk Malaria ovale


Pengobatan ini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk
malaria vivaks.
3. Pengobatan Malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin

4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/ P. ovale


dengan ACT.

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0,25 mg/ kgBB/ hari selama 14 hari.

Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale


dengan DHP

J umlah tablet perhari menurut berat badan


<5 kg 6-10 11- 17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
kg kg kg Kg Kg
Har Jenis obat
i 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 > 15 >15
bulan bulan tahun tahun tahun Tahun Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1- 14
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

ATAU

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale

dengan Artesunat + Amodiakuin

J umlah tablet perhari menurut berat badan


Hari Jenis obat
<5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
Kg kg kg Kg Kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bulan Bulan tahun tahun tahun tahun tahun

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1
Artesunat = 4 mg/ kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/ kgBB

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P.


malariae
Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan
regimen ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I.
PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA TANPA KOMPLIKASI

Pasien datang dengan gejala malaria :


- Demam
- Menggigil
- Berkeringat
- Gejala lainnya seperti : Diare, batuk, pilek, mialgia, sakit

PERIKSA SEDIAAN DARAH

Mikroskop/

Plasmodium falciparum (+) Plasmodium vivax (+)


Lini I : Dihydroartemisinin-Piperakuin ATAU Artesunat – Amodiakuin
Lini I : Dihydroartemisinin-Piperakuin
selama 3 hari + Primakuin hari
ATAUI Artesunat – Amodiakuinselama 3 hari + P
Dosis Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB, Dosis Piperakuin : 16-32
Dosis Dihydroartemisinin
mg/kgBB dalam 1: dosis
2-4 mg/kgBB, Dosis Piperakuin : 16-32 mg/kgBB dalam 1
Dosis Artesunae : 4 mg/ kgbb, Dosis Amodiakuin : 10 mg/ kgbb
Dosis Artesunat : 4 mg/ kgbb, Dosis Amodiakuin : 10 mg/ kgbb
Primakuin 0,75 mg/kgbb diberikan pada hari I Primakuin 0,25 mg/kgbb diberikan pada hari 1-14

Lini II : Kina selama 7 hari + Primakuin selama 14 hari

Dosis
Lini II : Kina + Doxyciclin / Tetracyclin selama 7 hari + Primakuin hari I Kina : 10 mg / kgbb

Dosis Doksisiklin :
Dosis Dewasa : 3,5 mg/kgbb/hari (2x1)
Dosis 8 – 14 th : 2,2 mg/kgbb/hari (2x1)

Malaria mix ( P. falciparum + P. vivax)


Dihydroartemisinin-Piperakuin ATAU Artesunate – Amodiakuin ( selama 3
hari) + Primakuin ( selama 14 hari)

Dosis Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB, Dosis Piperakuin : 16-32 mg/kgBB


dalam 1 dosis

Dosis Artesunat : 4 mg/ kgbb , Dosis Amodiakuin : 10 mg/kgBB Primakuin


hari 1-14 : 0,25 mg/kgBB

Keterangan :

Untuk prophylaksis gunakan Doxycyclin 1 kapsul/ hari, diminum 2 hari


sebelum sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis.
BAB V

PENGOBATAN MALARIA PADA IBU HAMIL

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin, tetrasiklin ataupun
doksisiklin.

Tabel 1. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks pada ibu hamil

UMUR PENGOBATAN
KEHAMILAN
Trimester I-III (0-9 DHP tablet selama
bulan) 3 hari

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan


dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi
lambung. Oleh se bab itu penderita harus makan
terlebih dahulu setiap akan minum obat anti
malaria.

Jika dengan pengobatan lini pertama di atas pada pemantauan penderita ditemukan
gejala klinis menetap atau memburuk atau timbul kembali yang disertai parasit
aseksual tidak berkurang maka diberikan pengobatan lini ke-dua. Pegobatan lini kedua
untuk malaria adalah dengan menggunakan kina dan primakuin. Pada malaria
falciparum ditambah doksisiklin atau tetrasiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil
kontraindikasi sehingga diberi klindamisin).

LINI 2 Pengobatan Malaria falciparum :


Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin
LINI 2 Pengobatan Malaria vivax : Kina + Primakuin Dosis Kina : 3 x 10
mg/kgBB/hari selama 7 hari
Dosis Tetrasiklin : 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7hari
Dosis Doksisiklin (diberikan selama 7 hari) :
- Usia > 15 tahun : 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari

- Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari

Dosis Klindamisin : 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.


Pemberian primakuin sesuai dengan jenis infeksi malarianya.
BAB VI
PENGOBATAN MALARIA BERAT

Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau puskesmas
perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan
fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan.

A. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan


Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus
langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artesunat
intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb)

B. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah Sakit


Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan
kina drip.

Kemasan dan cara pemberian artesunat


Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunat dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya
dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan
dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60
mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan- lahan.
Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0,
12, 24 di hari pertama. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam
sehari sampai penderita mampu minum obat oral.

Contoh perhitungan dosis :


Penderita dengan BB = 50 kg.
Dosis yang diperlukan : 2,4 mg x 50 = 120 mg
Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali pemberian.
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan jenis
plasmodiumnya).

Kemasan dan cara pemberian kina drip


Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini
diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/ intramuskular.
Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi
500 mg / 2 ml.

Dosis dan cara pemberian Kina pada orang dewasa termasuk ibu hamil :
Loading dose, Kina Hidrochloride 20 mg/kg BB diberikan per infus selama 4 jam,
diikuti selanjutnya dengan dosis 10 mg/kg BB dengan interval 8 jam, dihitung mulai
dari pemberian pertama. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam.
Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan sepertiganya, misalnya
pemberiannya menjadi 10 mg/kg BB dengan interval tiap 12 jam. Pemberian infus
kina dengan tetesan lebih cepat berbahaya. Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5%
dekstrose untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Karena pada malaria berat ada
kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang menyebabkan terjadinya edema paru,
maka pemberian infus kina sebaiknya menggunakan pompa infus atau cairan kemasan
kecil (50 ml) sehingga total cairan per hari berkisar 1500-2000 ml.

Pemberian kina pada anak :


Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb)
diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9
% sebanyak 5 - 10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai
penderita dapat minum obat.
Catatan
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan
kematian.
2) Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

C. Pengobatan malaria berat pada ibu hamil


Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan artesunat
injeksi atau kina HCl drip intravena.
BAB VII

MALARIA PADA KEHAMILAN

A. Gambaran Umum malaria pada kehamilan


Malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan
disebarkan melalui gigitan nyamuk. Diperkirakan 219 juta penduduk dunia terinfeksi
malaria dan sebanyak 661.000 diantaranya meninggal setiap tahun. Penyakit ini dapat
menyerang semua individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin dan tidak
terkecuali wanita hamil. Wanita hamil termasuk golongan yang rentan untui terkena
malaria. Malaria dapat disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale.
Plasmodium falciparum merupakan plasmodium yang terpenting karena
penyebarannya luas, dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dan
mortalitas ibu dan janinnya. Malaria pada kehamilan dapat menimbulkan berbagai
keadaan patologi pada ibu hamil seperti demam, anemia, hipoglikemia, udema paru
akut, gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan
abortus, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Kelainan
yang ditimbulkan ini sangat tergantung pada status imunitas, jumlah paritas dan umur
ibu hamil. Di daerah endemisitas tinggi, dimana penduduknya sudah mempunyai
imunitas terhadap malaria, jarang terjadi malaria berat dan kematian. Klinis yang
ditimbulkan dan derajat parasitemia juga akan lebih berat pada ibu hamil primigravida
dan berumur muda.

Keadaan yang mempengaruhi kejadian malaria pada ibu hamil

Kekebalan terhadap malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria
tempat wanita hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu Stable
transmission / transmisi stabil, atau endemik dan Unstable transmission / transmisi tidak
stabil, epidemik atau non-endemik . Orang-orang yang berada di daerah transmisi stabil
akan terus- menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif
setiap bulannya sehingga imunitas yang terbentuk cukup signifikan untuk bertahan dari
serangan parasit malaria. Orang yang berada di daerah Unstable transmission, epidemik
atau non- endemik jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata kurang dari 1
gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil yang berada di daerah tersebut akan
mengalami peningkatan resiko penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran
prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di daerah ini
memiliki risiko kemungkinan fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamil yang
menderita malaria berat di daerah yang sama.
Wanita hamil lebih rentan ter- kena malaria dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Kerentanan ini semakin tinggi pada kehamilan pertama dan kedua. Kerentanan
terhadap malaria ini berhubungan erat dengan proses imunologi dan perubahan hormonal
di masa kehamilan. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di daerah
intervillus plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral
maupun seluler selama keha- milan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai “benda
asing” di dalam tubuh ibu. Supresi sistim imun selama kehamilan terjadi karena perubahan
hormonal terutama hormon progesteron dan kortisol. Konsentrasi hormon progesteron
yang meningkat selama ke- hamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap
stimulasi antigen. Dari penelitian epidemiologi diketahui bahwa Infeksi malaria kronik
berhubungan erat dengan gangguan pertumbuhan janin dan anemia pada ibu hamil
sedangkan infeksi akut (dengan derajat parasitemia yang tinggi)
berhubungan dengan kelahiran premature.

Keadaan patologi pada ibu hamil


a. Demam
Demam akibat malaria pada ibu hamil biasanya terjadi pada primigravida yang belum
mem- punyai kekebalan terhadap malaria. Pada ibu hamil multi- gravida dan berasal dari
daerah endemisitas tinggi jarang terjadi gejala demam walaupun mem- punyai derajat
parasitemia yang tinggi. Klinis demam ini sangat berhubungan dengan proses ski- zogoni
(pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya.

b. Anemia
Berdasarkan defenisi WHO, seorang wanita hamil dikatakan anemia apabila kadar hemo- globin
(Hb) kurang dari 11 gram/dl. Anemia yang terjadi pada trimester pertama keha- milan sangat
berhubungan dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan karena
Pertumbuhan janin terjadi sangat pesat terjadi pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
Anemia akibat malaria terjadi karena pecahnya eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak
terinfeksi. Pecahnya eritrosit yang tidak terinfeksi terjadi akibat meningkatnya fragilitas osmotik
sehingga mengakibat- kan autohemolisis. Pada malaria falciparum dapat terjadi anemia yang
berat karena semua umur eritrosit dapat diserang.

c. Hipoglikemia
Komplikasi malaria berupa hipoglikemia lebih sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan
dengan individu yang tidak hamil. Keadaan hipoglikemia ini sering tidak terdeteksi karena gejala
hipoglikemia itu sendiri mirip dengan gejala malaria. Gangguan susunan saraf pusat akibat
hipoglikemi sering dira- gukan dengan malaria serebral. Hipoglikemia yang tidak diatasi segera
dapat jatuh ke keadaan asidosis laktat yang dapat mengakibatkan fetal distress. Hipoglikemia
akibat malaria pada wanita hamil terjadi karena beberapa hal antara lain; adanya perubahan
metabolisme karbohidrat teru- tama pada trimester akhir kehamilan, kebutuhan glukosa dari
eritrosit yang terinfeksi lebih tinggi dibandingkan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi,
peningkatan fungsi sel beta pankreas, peningkatan sekresi adrenalin dan disfunsi susunan saraf
pusat.

d. Edema paru akut


Edema paru akut sering terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Kondisi ini terjadi karena bebe-
rapa sebab yaitu peningkatan permeabilitasvaskuler sekunder terhadap emboli dan Dis-
seminated Intravascular Coagu- lation (DIC), disfungsi berat mikrosirkulasi, proses alergi, terapi
cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, malaria serebral,
tingkat parasitemi yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.
e. Malaria serebral
Keadaan malaria serebral antara lain disebabkan oleh obstruksi mekanis pembuluh darah otak
akibat berkurangnya defor- mabilitas eritrosit yang terin- feksi parasit dan terjadinya adhesi
eritroit yang mengandung parasit di endotel vaskuler yang menimbulkan peningkatan per-
meabilitas sehingga menimbul- kan perubahan sawar darah otak dan udem.

Keadaan patologi pada janin


Ibu hamil yang menderita malaria dapat berakibat buruk pada janin yang
dikandungnya. Pengaruh pada janin yang paling sering terjadi adalah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Bayi yang lahir dengan berat badan rendah dapat disebabkan oleh kelahiran
prematur dan gangguan pertumbuhan janin. Kondisi ini dapat terjadi akibat malaria di masa
keha- milan karena adanya gangguan suplai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin yang
dikandungnya. Gangguan sirkulasi uteroplasenta terjadi akibat adanya sekuestrasi eritrosit
terinfeksi yang terus mengkonsumsi glukosa dan oksigen eritrosit, terjadinya penebalan
membran sitotropoblas dan kondisi anemia pada ibu. Selain itu, proses inflamasi yang
diperantarai oleh sitokin Th1 akibat infeksi parasit malaria ini juga mempengaruhi secara
langsung proses tumbuh kembang janin. Apabila infeksi yang terjadi cukup berat, malaria di
masa kehamilan dapat mengakibat- kan abortus atau stillbirth.

Mekanisme terjadinya kelahiran prematur dan gangguan pertumbuhan janin akibat


malaria pada kehamilan.(Rogerson, 2007)
B. PENYEBAB MALARIA PADA IBU HAMIL
Akibat inteksi parasit malaria, ibu hamil akan mengalami anemia. Perempuan
hamil yang menderita malaria, akan mengalami gejala malaria tiga kali lebih berat
dibandingkan perempuan yang tidak hamil. Janin yang dikandungnya juga akan
mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur,
kematian janin di dalam kandungan, dan gangguan pertumbuhan intrauterin. Selain
itu bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita malaria falciparum maupun malaria vivax
dapat lahir dengan bobot lahir rendah (kurang dari 2500 gram), yang merupakan
risiko terjadinya kemayan.Masalah-masalah kesehatan ibu hamil dan janin yang
dikandungnya ini terutama dialami oleh ibu yang hamil untuk pertama kalinya atau
pada kehamilan yang kedua. Selain itu hamil yang berusia muda mempunyai risiko
tinggi mengalami gangguan pada proses kehamilannya jika menderita infeksi
malaria. Menurut prakiraan, 5-12Y0 dari semua kelahiran bari dengan berat badan
rendah disebabkan oleh karena ibu hamil mendenta malaria. Sebanyak 75.000-
200.000 kematian bayi setiap tahunnya dialami oleh ibu hamil yang menderita
malaria.

Di daerah malaria dengan tingkat penularan yang rendah (wnstable atav low
transmission malaria), perempuan umumnya tidak memperoleh kekebalan terhadap
malaria. Infeksi parasit malaria terutama akan menimbulkan anemia pada ibu,
kelahiran prematur atau kematian janin. Di dalam plasenta, parasit malaria akan
mengalami perkembang: biakan. Pemeriksaan mikroskopis pada plasenta ibu hamil
penderita tmalaria menunjukkan gambaran rongga intervili yang terisi sel darah
merah, sebagian besar sel eritrositnya terinfeksi oleh parasit malaria,terutama yang
disebabkan oleh Plasmodium faliparum.Fungsi utama plasenta penderita malaria
untuk menyalurkan nutrien dari ibu ke janinnya mengalami gangnguan.(Sagung Seto,
hal : 42-43).

Penyakit Malaria yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang
ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.Malaria disebabkan oleh parasit
Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang
merupakan vektor malaria, yang terutama menggigit manusia malam hari mulai
magrib (dusk) sampai fajar (dawn). Terdapat empat parasit penyebab malaria pada
manusia yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovak.

Plasmodium falciparum dan plasmodium merupakan penyebab malaria


terbanyak, Plasmodium falciparum adalah penyebab kematian paling utama. Akhir-
akhir ini dilaporkan terjadinya penularan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
knowlesi yang merupakan penyebab malaria pada kera, yang terjadi di kawasan
hutan di Asia Tenggara.

Pada tahun 2008, 247 juta kasus malaria dilaporkan dari seluruh dunia dan
hampir satu juta diantaranya meninggal, terutama anak-anak yang hidup di Afrika. Di
Afrika dalam setiap 45 detik seorang anak meninggal dunia akibat malaria, sehingga
merupakan 20% dari seluruh angka kematian pada anak Afrika. (sangung seto, hal :
2)

Gejala klinis penderita malaria antara lain sakit kepala, menggigil antara 15 menit
sampai satu jam, demam tinggi kadang sampai mencapai 40”C terjadi secara
periodik, masa demam berlangsung beberapa jam, berkeringat sehingga suhu badan
turun. Dampak lainnya berupa anemia, pembesaran limpa dan penyakit ini juga
menyerang organ penting lainnya seperti otak, hati dan ginjal.(Sudarto,
2008).Beberapa gejala klinis dominan ada tiga yaitu stadium dingin (cold stage),
stadium demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage) (Rampengan
TH, 2010).Plasmodium yang dapat menimbulkan penyakit ini ada empat yaitu
Plasmodium falciparum yang menyebabkan Malaria tropika, Plasmodium vivax
yangmenyebabkan .Malaria tertiana, Plasmodium malarie yang menyebabkan
Malaria @uartana dan Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. (Aris Sanjaka,
hal 12)

Gejala umum malaria adalah pada tahap awal, gejala malaria kadang serupa
dengan gejala indeksi lain yang disebabkan olen bakteri, virus, atau parasit (WebMD,
2010). Penyakit malaria bersifat khas karena diawali dengan gejala demam yang
timbul secara berkala yaitu setiap dua atau tiga hari, dan di antara demam diselingi
dengan masa tidak sakit.Sebelum demam timbul umumnya diawali dengan gejala
pendahuluan, seperti mual, muntah, lesu, nyeri kepala, selera makan menurun, dan
lain-lain.

Demam pada malaria akan berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:


1. Tahap demam menggigil, atau stadium dingin (Cold Stage) dimana penderita
merasa badannya dingin, nadi berdenyut cepat namun lemah, bibir dan
jemari tangan kebiru-biruan (Ssianotik), kulit kering, pucat dan kemungkinan
terjadi muntah. Jika penderita adalah anak-anak, mungkin disertai dengan
kejang. Demam ini berlangsung sekitar 15 menit hingga 1 jam (Departemen
Kesehatan, 1993: Nadesul, 1598).
2. Tahap puncak demam, atau stadium demam (Hoi stage) yang berlangsung
sekitar 2-5 jam. Wajah menjadi merah, kulit kering, kepala menjadi sangat
nyeri, denyui nadi keras, haus terus-menerus disertai dengan mual dan
muntah. Pada stadium ini suhu badan penderita dapat meningkat hingga 41”
atau lebih. Demam ini disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah
matang dan masuknya merezoit darah ke dalam aliran darah (Departemen
Kesehatan, 1993).
3. Tahap demam berkenngat. Tahap ini disebut juga stadium berkeringat
(Sweating Sage) berlangsung selama 2 sampai 4 jam. Penderita akan
berkeringat banyak sekali, kemudian diikuti dengau suhu badan yang
menurun dengan cepat, sampai terkadang di bawah suhu normal. Setelah itu
penderita akan dapat tidur dengan nyenyak (Departemen Kesehatan, 1993:
Nadesul, 1998).

Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada penderita, karena tergantung
pada spesies parasit, status imunitas, derajat parasetemia dan usia dari
penderita. Lebih dari seratus spesies Plasmodium ditemukan pada vertebrata.
Empat spesies ditemukan pada manusia, 20 spesies ditemukan di primata,
jumlah yang sama ditemukan pada mamalia Jain, dan kira-kira 40 spesies
ditemukan pada burung dan reptil (Kettle, 1994).

Di Indonesia dikenal 4 spesies parasit malaria yaitu:

1. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tersiana. Memihki distribusi


goografis yang terluas, mulai daerah beriklim dingin, sSubtropik hingga ke
daerah tropik. Demam setiap 48 jam sekali (malaria tersiana) atau setiap hari
ketiga. Demam akan timbul pada waktu siang atau sore hari. Masa inkubasi
tersiana umumnya sekitar 12 hingga 17 hari, namun ada pula yang sampai 9
bulan tenitama dijumpai di Eropa Utara dan Rusia. Jika penularan
berlangsung secara tidak alamiah (melalui tansfusi darah) masa inkubasi
setelah 16 hari (Nadesul, 1998). | Gejala yang mungkin tinibul adalali
pembengkakan limpa. Limpa penderita akan teraba lembek pada minggu
kedua masa sakit, selain itu ada kemungkinan timbulnya cacar herpes pada
bibir, pusing dan rasa mengantuk akibat terjadinya gangguan di otak
(Nadesul, 1998).
2. Plasmodium falciparum, penyebab penyakit malaria tropika, yang sering
menyebabkan malaria berat'fmalaria otak yang fatal. Jarang sekali
terdistribusi di daerah dingin. Masa inkubasi dari parasit ini sekitar 12 hari
jika penularan berlangsung secara alamiah dan 100 hari jika melalui transfusi.
Demam akan terjadi setiap 48 jam sekali. Jenis ini memiliki masa hidup (ife
span) terpendek (Nadesul, 1998). Gejala diawali dengan nyeri kepala, pegal
linu, serta rasa nyeri pada pinggang. Gejala lain yang timbul seperti muaji dan
muntah, kemungkinan disertai dengan mencret. Dernam tidak begitu nyata
atau ringan, namur jika tidak diobati, penyakit ini berlangsung terus diikuti
dengan limpa yang membengkak dan lembek serta hati juga akan
membengkak. Penyakit ini akan bertambah parah jika sudah menyerang otak
mengakibatkan darah menggumpal dan menyumbat pembuluh darah otak.
Selain itu, ginjal juga dapat mengalami gangguan yang pada akhirnya
menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi kembali secara normal (Nadesul,
1998).
3. Plasmodium ovale. Seperti halnya Plasmodium vivax, masa inkubasi
berlangsung antara 12-17 hari dan demam terjadi setiap 48 jam sekali.
Malaria jenis ini tergolong ringan karena tanpa diobati akan sembuh sendiri.
Secara umum di Indonesia tingkat keterjangkitannya tidak tinggi, namun di:
Irian Jaya cukup banyak ditemui kasus malaria ini (Nadesul, 1998).
4. Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana yang memiliki masa hidup
terpanjang. Demam berlangsung setiap 72 jam atau setiap hari keempat.
Penyebaran umumnya di daerah beriklim panas, namun juga terdapat di
daerah pegunungan atau dataran rendah. Masa inkubasi dari parasit ini
sekitar 28—30 hari, dan akan memiakan waktu 40 hari atau lebih jika
penularan bukan alamiah (Nadesul, 1998, Pribadi, 1994).

Jenis malaria ini terkadang tidak menunjukkan gejala, dan ditemukan secara
tidak sengaja ketika ada pemeriksaan darah. Penyakit malaria akibat Plasmodium
malariae ini akan berlangsung lama dan penyakit dapat kambuh setelah
beberapa tahun kemudian. Dibandingkan dengan malaria tersiana, malaria
kuartana jarang ditemukan di Indonesia (Nadesul, 1998).

Seorang penderita malaria dapat dianggap lebih dari satu jenis


Plasmodium.Infcksi semacam ini dinamakan infeksi campuran (mixed infection),
umumnya terdiri dari dua campuran, yaitu P. falciparum dan P, vivax atau P.
falciparum dan P. malariae.Infeksi campuran umumnya terjadi pada daerah yang
angka penularannya tinggi (Nadesul, 1998).

Malaria jarang bisa menyebar dengan inokulasi darah dari orang yang
terinfeksi ke orang sehat.Pada jenis ini, bentuk aseksual secara langsung
diinokulasikan ke dalam darah dan pengembangan praeritrosit parasit dalam hati
tidak terjadi. Oleh karena itu, pada jenis ini malaria memiliki periode inkubasi
yang lebih pendek dan tidak terjadi relaps (Kakkilaya, 2006).

1. Transfusi Darah (Transfusi Malaria)


Cara ini sering terjadi di daerah-daerah endemik. Setelah serangan
malaria, donor mungkin tetap infektif selama bertahuntahun (1-3 tahun
di P falciparum, 3-4 tahun di P. vivax, dan 15-50 tahun di 8 malariae.)

Sebagian besar infeksi terjadi pada kasus transfusi darah yang


disimpan selama kurang dari 5 hari dan ini jarang terjadi di transfusi
darah yang disimpan selama lebih dari 2 minggu.Plasma yang beku tidak
diketahui apakah dapat menularkan malaria.Pasien yang menerima
transfusi dan mengalami gejala demam setelah tiga bulan, harus dicurigai
tertular malaria.Darah yang didonorkan dapat diuji secara tidak langsung
dengan tes antibodi fluorescent atau ELISA, dan pemeriksaan langsung
dari darah untuk parasit mungkin tidak membantu.

Untuk daerah endemik, program pemberian klorokuin adalah cara


yang aman untuk semua penerima transfusi darah. Pada transfusi darah,
schizogoni praeritrosit tidak terjadi, oleh karena itu tidak akan terjadi
relaps (kambuh).

2. Ibu ke Janin (Malaria Kongenital)


Transmnisi intrauterin dari ibu ke anak telah didokumentasikan dengan
baik.Plasenta menjadi sangat penuh dengan parasit.Malaria kongenital
lebih sering terjadi pada keharnilan pertama pada kelompok masyarakat
yang imunitasnya kurang.

3. Jarum Suntik
Terkadang penularan dapat terjadi di antara pecandu narkoba dengan
melalui jarum suntik yang bergantian.(Terapi inokulasi parasit malaria,
sehingga menyebabkan demam, adalah cara pengobatan untuk
neurosifilis!) (Dewi Susana, Hal : 26-30).

Malaria jarang bisa menyebar dengan inokulasi darah dari orang yang terinfeksi
ke orang sehat.Pada jenis ini, bentuk aseksual secara langsung diinokulasikan ke
dalam darah dan pengembangan praeritrosit parasit dalam hati tidak terjadi.
Oleh karena itu, pada jenis ini malaria memiliki periode inkubasi yang lebih
pendek dan tidak terjadi relaps (Kakkilaya, 2006).

C. TRANSMISI PENYAKIT
Reaksi dari inang terhadap infeksi adalah merupakan variabel yang
dinamis,yang dapat ditentukan oleh interaksi antara inang, agen, dan faktor
penularan dan lingkungan sebagai tempat dimana interaksi terjadi (Beaglehole, et
al., 1993: Zucker, 1996, Chin, 2000). Sebagai contoh, kondisi rumah yang kotor dan
tidak higienis adalah tempat yang cocok untuk nyamuk beristirahat dan berkembang
biak, masyarakat yang imunitasnya rendah lebih rentan terhadap serangan parasit
malaria. (dewi Susana, hal : 11)

D. DAMPAK DAN KOMPLIKASI MALARIA


Dampak malaria pada ibu hamil adalah:

 Mengganggu fungsi plasenta


 Komplikasi pada janin
 Pertumbuhan janin terhambat
 Berat lahir bayi rendah
 Persalinan prematur
 Anemia janin
 Kematian calon bayi dalam kandungan
 Kematian ibu

komplikasi dampak malaria pada ibu hamil:

 Demam
 Hipoglikemia
 Malaria serebral
 Edema paru
 Sepsis
 Malaria bawaan

E. PENCEGAHAN DAN PENANGULANGAN


Pengendalian vektor merupakan upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit malaria yang bertujuan memutus mata rantai penularan.Upaya ini
merupakan kata kunci supaya malaria tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat,
dimulai dari upaya pengenalan wilayah sampai penetapan metode intervensi yang
diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal dalam menjaga, menekan
prevalensi malaria sekecil mungkin.

Upaya pengendalian didasarkan pada singkatan RESAA, singkatan ini


dimaksudkan memudahkan para pihak untuk menjadikan idiom ini sebagai
pertimbangan sebelum tindakan dilakukan, adapun kepanjangannya sebaga berikut:
Rational yaitu intervensi pada daerah kasus malaria tinggi, potensi Kejadian Luar
Biasa (KLB): Efisien yaitu tujuan pemberantasan tercapai yaitu dalam waktu cepal
dapat menurunkan prevalensi malaria, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat
ditekan serendah mungkin, Sustainableyaitu upaya pemberantasan diupayakan
berkesinambungan untuk menjaga tidak adanya ledakan kasus berlebihan:
Acceptable yaitu penerimaan masyarakat terhadap jenis pemberantasan malaria
yang ditawarkan, dengan demikian masyarakat berhak mendapatkan informasi yang
cukup terhadap pemberantasan malaria yang dilakukan oleh petugas: A'ffordable
yaitu pelaksanaan pemberantasan berada pada lokasi yang dapat terjangkau,
sehingga logistik pemberantasan dapat dilakukan, sayangnya prinsip dasar ini
seringkali sulit dilakukan, karena daerah malaria berada di daerah remote area yaitu
are yang sulit secara geografis, angka mobilitas penduduk yang hampir minimal
sekali, sehingga interaksi hanya diantara warga setempat. Dengan demikian prinsip
Afordable tidak selalu harus dipakai, karena menyangkut nyawa manusia. Beberapa
upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pengenalan wilayah (geographical recognaissance) ini dimaksudkan agar ketika
Pengenalan wilayah dengan tepat. pemberantasan, dapat dilakukan Ketepatan
ini bisa diartikan sebagai ketepatan sasaran yaitu berapa jumlah, luas dan bahan
baku yang dipakai rumah , ketepatan akses jalan yang harus ditempuh, potensi
sumber penularan yang lainnya.

2. Penyemprotan dalam rumah (Undoor residual spraying) Pemberantasan cara


kimiawi apakah berupapenyemprotan, penggunaan kelambu berinsektisida
sebenarnya karena dampak harus dilakukan secara hati-hati, penggunaannya
dapat menimbulkan resistensi vektor, yang pada akhirnya vektor akan
mengalami mutasi genetik menjadi lebih tahan terhadap dosis insektisida yang
sama dan kemampuan infektif dan sifat infektif yang lebih besar lagi. Dengan
demikian perlu ditentukan beberapa kriteria dalam melakukan penyemprotan
antara lain:

 Sasaran lokasi:
1. penyemprotan dilakukan pada: daerah atau desa dengan endemisitas
tinggi yaitu nilasi API-5/1000 penduduk artinya setiap 1000 penduduk ada
lima penderita setiap tahunnya dan adanya bayi positif falciparum setelah
diperiksa secara mikroskopis sediaan darahnya.
2. daerah potensial KLB yaitu pernah terjadi KLB selama dua tahun terakhir,
daerah bencana, pemukiman baru misal daerah transmigrasi baru.
3. Daerah dinyatakan KLB, adanya kematian karena malaria.
 Sasaran bangunan: semua bangunan yang digunakan aktifitas malam hari
harus disemprot, termasuk kandang ternak di sekitar rumah.
 Waktu penyemprotan: waktu yang baik dilakukan penyemprotan untuk
program rutin yaitu dua bulan sebelumpuncak kasus (data kasus malaria tiga
tahun terakhir minimal) dan data pengamatan vektor yaitu satu bulan
sebelum puncak kepadatan vektor.
 Kualitas penyemprotan: tujuan kegiatan ini menempelkan racun serangga
pada dinding permukaan bangunan ruang dari atau sama 3 meter secara
merata dengan dosis tertentu.(Aris Sanjaka, hal : 44-46).

Pencegahan malaria secara umum meliputi 3 hal yaitu:


1. Edukasi

faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap


pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena
malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria,
pengobatan malaria terutama SBET, dan pencegahan malaria dengan
kemoprofilakasis serta pencegahan gigitan nyamuk, dan pengetahuan tentang
upaya untuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk seperti membuat
drainase yang efektif, dan singkirkan tempat pembiakan nyamuk terutama rawa
atau tempat air tergenang. Sebagian besar kasus malaria impor terjadi karena
pasien tidak mendapat informasi yang akurat dan lengkap tentang malaria
sehingga tidak tahu atau tidak menyadari akan risiko terkena malaria di daerah
yang dikunjunginya, atau karena pasien tidak menaati upaya pencegahan yang
telah diajarkannya tersebut.

2. Menghindari gigitan nyamuk anopheles.

Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku dan modifikasi


lingkungan.Proteksi pribadi dengan menggunakan insektisida dan repellent,
gunakan gaun lengan panjang dan celana panjang.Modifikasi perilaku berupa
mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh disaat nyamuk
anopheles umumnya menggigit atau usahakan tinggal di dalam rumah
mulaisore.Sebaiknyaruangan memakai air conditioning (AC), seandainya tidak
tersedia AC dapat menggunakan kipas angin untuk mengusir nyamuk yang
beterbangan.Jendela dan pintu rumah ditutup mulai sore hari dan sebaiknya
diberi kassa nyamuk termasuk di kisi-kisi udara, dan tidur dalam kelambu.
Modifikasi lingkungan ditujukan mengurangi habitat pembiakan nyamuk, berupa
perbaikan sistem drainase sehingga mengurangi genangan air, menghilangkan
tempat pembiakan nyamuk seperti kaleng, bak mandi, ban bekas, menghilangkan
alang-alang atau semak belukar dan mangrove di pantai, perbaikan tepian sungai
untuk memperlancar aliran air, menutup atap dan genting yang bocor, dan lain-
lain. Studi literatur dari Keiser, dkk.menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan
tersebut disertaj modifikasi perilaku manusia efektif mengurangi risiko terkena
malaria sampaj 80-884. Penggunaan insektisida sangat penting untuk
pencegahan malaria, Insektisida dapat digunakan dengan disemprotkan dalam
ruang keluarga atau tempat tidur, atau dilapiskan pada kelambu (permethin
impregnated bed nets), atau pakaian yang dilapisi insektisida permethin.

3. Kemoprofilaksis

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk diatas cukup efektif


mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan
sepenuhnya risiko terkena infeksi, karena itu perlu upaya tambahan, yaitu
dikombinasikan dengan kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika
telah tergigit nyamuk infeksius.Beberapa obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia
di Indonesia), kombinasi atovaguone-proguanil (belum tersedia di Indonesia),
doksisiklin, dan primakuin.Sebagian besar regimen kemoprofilaksis dapat
memberi perlindungan sebesar 75-9596 jika digunakan dengan benar, namun
perlu ditekankan bahwa tidak ada regimen kemoprofilaksis yang 1009
efektif.Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat ditentukan oleh tingkat
resistensi plasmodium setempat terhadap obat antimalaria, dan tingkat
kepatuhan pengunaannya. Masalah penting lain menyangkut kemoprofilaksis
adalah tingkat keamanan dan efek sampingnya, terutama pada penggunaan
jangka panjang.(paul N. harijanto, agung nugroho, dan carta A. gunawan, hal
325-327).

Pengendalian vector merupakan upaya kesehatan masyarakat yang utama


untuk menurunkan penularan malaria di masyarakat. Tindakan ini satu-satunya
jalan yang dapat menurunkan angka penularan Malaria sampa ke titik yang
terendah bahkan sampai ke titik nol. Di daerah dengan penularan malaria yang
tinggi, pengendalian vektor dapat menurunkan angka kematian anak dan
mencegah prevalensi anemia berat.

Pada pencegahan perorangan, penggunaan repelen untuk mencegah gigitan


nyamuk merupakan garis depan dari pertahanan untuk mencegah penyebaran
malaria. Dua behtuk pengendalian vektor yang efektif jika digunakan secara luas
adalah :
 Kelambu yang diberi insektisida ( insecticide-treated mosguito nets : ITNS).
Kelambu yang diberi insektisida berefek lama (Long lasting insecticide
Impregnated nets : LLINS) sesuai dengan anjuran WHO paling sering
digunakan secara luas di masyarakat terutama di daerah dengan penyebaran
yang tinggi penyakit malaria.

 Semproran insektisida residual di dalam rumah (indoor residual spraying: IRS)


menggunakan insektisida merupakan upaya yang sangat bermanfaat untuk
secara cepat mengurangi penyebaran malaria. Tindakan ini akan efekuf jika
sedikitnya 80% dari rumah yang dijadikan sasaran berhasil disemprot. IRS
biasanya efekuf kerjanya antara 3-6 bulan, tergantung insektisida yang
digunakan dan jenis permukaan yang disemprot. DDT yang digunakan di
dalam rumah (indoor) masih efektif dalam waktu 9-12 bulan. IRS yang
bekerja lama (Jong lasting IRS) pada waktu ini sedang dikembangkan
pembuatannya.

Obat-obat anti malaria juga dapat digunakan untuk mencegah malaria, Untuk
pelancong dan turis yang bepergian ke daerah malaria, pemberian obat
pencegahan malaria berfungsi memberantas stadium parasit malaria yang ada di
dalam darah.(sagung seto, hal : 7-8)

Informasi yang ingin diketahui adalah pengetahuan dari responden tentang


cara pencegahan penularan malaria mulai dari proteksi diri sampai dengan
tindakan pencegahan secara bersama.

Informasi vektor potensial dan observasi perilaku masyarakat.


1. Penyelidikan epidemiologi lingkungan sekitar kasus dilaksanakan untuk
mengetahui lokasi potensial tempat perindukan nyamuk.
2. Dibuat spot map (peta lokasi) wilayah survei SDP yang memuat.
3. Lokasi kasus dan sebarannya selama 1 tahun terakhir.
4. Tempat perindukan nyamuk potensial.
5. Tempat penting: jalan, terapat umum, dsb.
6. Pengumpulan dan perhitungan nyamuk dewasa dilaksanakan di lokasi
potensial transmisi malaria, hasil analisis PE kasus.
7. Pengumpulan dan perhitungan nyamuk dewasa dilaksanakan pada jam
penularannya, antara jam 6 sore sampai dengan jam 6 pagi. Hasil tangkapan
nyamuk dewasa dikumpulkan untuk konfirmasi vektor dengan metode ELISA.
8. Pengumpul nyamuk terdii dari 1 orang asisten entomolog, 1 orang ko-asisten
entomolog. 6 orang pengumpul nyamuk, dan dipandu oleh 2 orang
supervisor pengumpul.
9. Pengumpul nyamuk menyebar di lokasi potensi transmisi, baik rumah tinggal
atau tempat umum yang diperkirakan tempat terjadinya transmisi penularan
malaria, hasil dari PE kasus.
10. Setiap lokasi potensial ditinggali oleh pengumpul, i orang di dalam ruangan
dan 1 orang di luar ruangan, kecuali tempat umum yang terbuka hanya oleh 1
orang pengumpul.
11. Lokasi sebaran pengumpul ditentukan di lapangan, tergantung hasil analisis
lokasi, dan diperkirakan paling banyak di 5 lokasi
12. Pengumpulan, identifikasi, dan perhitungan larva dilaksanakan oleh asisten
entomolog dan ko-asisten entomolog di lokasi tempat perindukan nyamuk
potensial hasil analisis PE lingkungan sekitar kasus.
13. Pengumpulan larva dilaksanakan pada siang hari, menggunakan ciduk (dip)
yang distandardisasi di lapangan.
14. Sesuai informasi dari PE kasus dilakukan observasi perilaku masyarakat yang
berisiko pada malam hari (waktu penularan). (dewi susan, hal 96-97)

a. Pengobatan Malaria pada Ibu Hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan


pengobatan pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pada
pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil
tidak diberikan Primakuin.

Tabel 11. Pengobatan Malaria falcifarum pada Ibu Hamil

Umur Kehamilan Pengobatan


Trimester I (0 -3 bulan) Kina tablet + Klindamisin selama 7
Hari
Trimester II (4 -6 bulan) ACT tablet selama 3
hari
Trimester III (7 -9 bulan) ACT tablet selama 3
hari

Tabel 12. Pengobatan Malaria vivaks pada Ibu Hamil

Umur Kehamilan Pengobatan


Trimester I (0 -3 bulan) Kina tablet selama 7
hari
Trimester II (4 -6 bulan) ACT tablet selama 3
hari
Trimester III (7 -9 bulan) ACT tablet selama 3
hari

Dosis klindamisin 10 mg/ kgBB diberikan 2 x sehari

Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan


penapisan/ skrining terhadap malaria yang dilakukan sebaiknya
sedini mungkin atau begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil. Pada fasilitas
kesehatan, skrining ibu hamil dilakukan pada kunjungannya pertama
sekali ke tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan. Selanjutnya pada ibu hamil
juga dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida setiap tidur.

BAB VIII
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN MALARIA

A. PENGAJIAN DATA
1. DATA SUBYEKTIF
NO.REGISTER : PENGKAJIAN OLEH:
MRS TANGGAL: JAM :

2. Umur
Malaria pada ibu hamil tidak memandang umur. Semua umur ibu hamil dapat
terjadi malaria
3. Alamat
Malaria lebih sering terjadi pada daerah endemic misalnya daerah Indonesia
sebelah timur (NTT,papua,dll)
4. Keluhan Utama
Ibu mengeluh demam menggigil, berkeringat, sakit kepala, sakit kepala,mual
muntah dan nyeri pada tulang. Namun terkadang pada ibu multigravida tanpa ada
gejala demam
5. Riwayat Daerah Tempat Tinggal
Ibu mengatakan di daerah tempat tinggalnya sering terjadi wabah penyakit malaria
(daerah endemic) atau telah melakukan perjalanan ke daerah endemis 2 minggu
terakhir
6. Riwayat Kesehatan dan Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit malaria: malaria dapat terjadi pada ibu yang sudah pernah atau
belum terkena malaria. Ibu pernah minum obat anti malaria. Di dalam kelurga ada
yang pernah mengalami malaria ± 1 tahun.
7. Riwayat Obstetri Yang Lalu
Malaria dapat terjadi pada primigravida maupun multigravida. Namun pada
primigravida malaria dapat terjadi lebih berat daripada multigravida
8. Pola Aktivitas
a. Malaria meneyebabkan ibu lebih lemah dan merasa letih (malaise) sehingga
aktivitas ibu dalam melakukan tugas sehari-hari berkurang. Ibu lebih cenderung
berbaring/istirahat
b. Ibu pernah melakukan perjalanan ke daerah endemid selama 2 minggu terakhir
9. Pola Nutrisi
Malaria menyebabkan kondisi ibu mual dan muntah sehingga nafsu makan
ibu menurun. Status gizi ibu hamil mempengaruhi ringan beratnya malaria
10. Pola Eliminasi
a. Pada malaria, Ibu terkadang susah BAB sehingga perutnya kembung namun
terkadang malah terjadi diare.
b. Untuk BAK, pada malaria ibu lebih jarang BAK
B. DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : ibu tampak Pucat                       

 Kesadaran : pada malaria ringan kesadaran: compos mentis namun


pada malaria berat/dengan komplikasi kesadaran: koma

 Tanda vital

a. Tekanan darah : Normal/sedikit turun (N:120/80 mmHg)


b. Nadi : Cepat dan kuat (>100x/menit): takikardi
c. Pernafasan : Pendek (< 20x/menit)       
d. Suhu : >38°C
e. BB : Mengalami penurunan dari BB semula ibu hamil

 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher
 Edema wajah         : tidak ada, tampak pucat
 Mata                      : konjuctiva pucat
 Mulut                      : Bibir kering dan pucat

b. Tonus Otot : Lemah
c. Abdomen
 Adanya distensi Abdomen
 Adanya pembesaran limpa (splenomegali)
 Pada malaria yang berat/dengan komplikasi Adanya pembesaran
Hepar (hepatomegali)

 Pemeriksaan Penunjang

a. Menurut defenisi WHO, anemia pada kehamilan bila kadar haemoglobin (Hb)

< 11 g/ dl

b. Adanya peningkatan Natrium dan penurunan kalium

c. Adanya peningkatan bilirubin serum (SGOT/SGPT)

d. Adanya penurunan trombosit

e. Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang terpenting pada penyakit

malaria karena selain dapat mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat


sekaligus juga dapat menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemi

dapat diketahui.

f. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan nilai

ambang parasit dan mengetahui kepadatan parasit pada sediaan darah.

g. Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit

dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji

immunoserologis yang lain, seperti:

 Tera radio immunologik (RIA)

 Tera immuno enzimatik (ELISA)

 Adapun pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat

dilakukan adalah dengan mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini

urutan nukleotida parasit yang spesifik, melalui pemeriksaan Reaksi

Rantai Polimerase (PCR)

C. IDENTIFIKASI DIAGNOSA,MASALAH DAN KEBUTUHAN

 Diagnosa: G … P …. A….,

UK (Umur Kehamilan), Tunggal/gemelli, janin hidup/mati, Letak janin, keadaan ibu

lemah dengan Malaria Ringan

 Masalah: Ibu khawatir dengan kondisinya dan janin

 Kebutuhan:

a. Memberi penjelasan tentang malaria dan pengaruh terhadap kehamilan serta

penanganannya sehingga ibu tidak khawatir

b. Melakukan kolaborasi dan Rujuk

 Janin : abortus, lahir mati, lahir premature, BBLR

 Ibu : anemia Berat, edema paru, malaria serebral, hipoglikemia, kematian


 KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA

Bidan perlu melakukan kolaborasi dan rujukan pada ibu hamil dengan malaria

D. Perencanaan

 Beri penjelasan mengenai hasil pemeriksaan dan kondisi kehamilan ibu

 Lakukan diskusi dengan ibu dan keluarga mengenai malaria, pengaruh malaria terhadap

kehamilan, serta pencegahan dan penanganan malaria

 Kolaborasi dengan dr.SpOG dalam pemberian terapi anti malaria(kemopropilaksis) dan

anti piretik

 Beri Suplemen besi : 300 mg sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic

acid / hari untuk mencegah anemia berat

 Beritahu ibu cara minum, efek samping obat/terapi anti malaria(kemoprofilaksis) dan

anti piretik

 Anjurkan ibu untuk melakukan perilaku hidup sehat dan makan makanan bernutrisi, dan

mengurangi kontak dengan vector,misalnya Memakai kelambu yang telah dicelup

insektisida (misal : permethrin) insektisida mengurangi prevalensi parasitemia,

khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria, Pemakaian celana

panjang dan kemeja lengan panjang, Pemakaian penolak nyamuk (repellent),

Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik), Pemakaian

kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela

 Kontrol ulang keesokan hari untuk melakukan pemeriksaan HB dan lab ulang

 Jika hasil lab parasitemia>5% dan termasuk malaria berat maka perlu dilakukan rujukan

ke RS dengan menggunakan BAKSOKU


E. PELAKSANAAN

Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Pelaksanaan yang

efisien menyingkat waktu dan biaya serta menghasilkan mutu asuhan yang terjamin.

F. EVALUASI

Merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses asuhan kebidanan. Evaluasi menilai apakah

asuhan yang telah diberikan sudak efektif atau tidak.


DAFTAR PUSTAKA
Arifah, N., & Wardani, D. W. S. R. 2016. Hubungan Antara Faktor Individu dan Faktor
Lingkungan dengan Kejadian Malaria. Majority, 1, 86–91.

Ayi, I., Nonaka, D., Adjovu, J., Hanafusa, S., Jimba, M., Bosompem, K., … Kobayashi, J.
2010. Research school-based participatory health education for malaria control in Ghana:
engaging children as health messengers. Malaria Journal.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur, & Badan Pusat Statistik.
2009. Kaltim Dalam Angka. Samarinda.

Bayoh, M., & Linsay, S. 2003. Effect of water temperature on the development of the aquatic
stages of Anopheles gambiae ss. Bulletin of Entomological Research, 93, 375–381.

Bishry, R. M. 2011. Akunting Sumberdaya Alam Lahan dan Lingkungan: Kabupaten Kutai
Timur. J.Tek.Ling, 12(2), 217–223. Brabin, B. (2007). Congenital Malaria Recurrent
Problem. Ann Trop Paediatr, 27, 95–1088.

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi E/2. Jakarta : EGC.

Burrows, J. N. , van Huijsduijnen, R.  H., Möhrle, J. J. ,Oeuvray, C.  &  Wells, T. N. C. 2013.


Designing the next generation of medicines for malaria control and eradication. MALARIA
JURNAL. BIOMED CENTRAL. 12:187. Pp 1-38.

Bustan. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Castro, M. C., Tsuruta, A., Kanamori, S., Kannadya, K., & Mkude, S. 2009. Community
based environmental management from a small scale intervention in Dar es Salaam
Tanzania. Malaria Journal, 8(57).

Center of Health Promotion. 2012. Buku Saku Posyandu. Jakarta: Ministry of Health
Republic of Indonesia.

Centers for Disease Control and Prevention Center for Global Health Division of Parasitic
Diseases and Malaria. 2010. CDC’s Malaria program. Georgia.

Gasri, T., Irawati, N. & Sulastri, D. 2014. Gambaran Penyakit Malaria di Puskesmas
Tarusan dan Puskesmas Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan periode Januari – Maret
2013. Jurnal Kesehatan Andalas.

Hasyimi, Muhammad. 2012. Epidemiologi Kebidanan Untuk Mahasiswa Kebidanan.


Jakarta : Trans Info Media.
Kanwil DepKes Propinsi Kal-Sel Diklat P2M. 1999. Penatalak-sanaan Malaria berat di
Rumah Sakit dan Puskesmas.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho A, Harijanto PN, Datau EA. 2000. Imunologi Pada Malaria. Dalam: Harijanto PN,
eds. Malaria: Epidemiologi, Patoge-nesis, Manifestasi Klinis & Penanganan Edisi I.
Jakarta : EGC, 129-47.

Nugroho A, Tumewu MG. 2000. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam: Harijanto PN,
eds. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan. Edisi I. Jakarta:
EGC, 38-52.

Quinn TC. 1992. Parasitic Disease During Pregnancy. Sciarra JJ, Eschenbach DA, Depp R,
eds. In: Gynecology and Obstetrics. Volume 3. Philadephia : JB Lippincott Company,1-6.

Riyadi, Slamet. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.

Rumopa DM. Manfaat klorokuin sebagai kemoprofilaksis terha-dap malaria pada ibu-ibu
hamil dan pengaruh malaria terhadap hasil kehamilan di daerah endemis malaria di
Kabupaten Minahasa. Bag/ SMF Obsgyn FK Unsrat/RSUP Manado.

Saifuddin AB dkk. 2002. Demam dalam Kehamilan Dan Dalam Persalinan. Dalam Buku
Pan-duan Praktis Pelayanan Kese-hatan Maternal dan Neonatal.

Sciarra JJ. Watkins TJ. 1997. Parasitic Diseases During Pregnancy in Maternal Fetal
Medicine. Vol 3.

Tambajong EH. Patobiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN, eds. Ma-laria: Epidemiologi,
Patoge-nesis, Manifestasi Klinis.

Timmreck, Thomas. 2014. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta : EGC.


PROFIL PENULIS

Friska Apriani Sihombing S.Tr.Keb. M.K.M lahir di Kota Sibolga


Kecamatan Sibolga Selatan Kelurahan Aek Muara Pinang Kota
Sibolga pada tanggal 25 April 1992. Anak ke tiga dari tiga bersaudara.
Anak dari Bapak H. Sihombing dan Ibu. Em. Simanjuntak. Lulusan
dari Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua. Pada Bulan April tahun
2021 memulai karir sebagai dosen di STIKes Nauli Husada di Kota
Sibolga.

Dra. Mei Yati Simatupang, S.ST., M.Kes lahir di Sibolga, pada tanggal
05 Mei 1965. Anak ke sebelas dari dua belas bersaudara dari pasangan
(+) Arsenius Togatorop dan (+) Emba Hutagalung. Menyelesaikan
Pendidikan D3 Keperawatan di Departermen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta pada tahun 1987. Melanjutkan Pendidikan D4 Ahli
Keperawatan (Pendidik) di Universitas Sumatera Utara pada thaun
1999. Pada tahun 2002 hingga 2004 menyelesaikan Pendidikan S2
Magister Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara. Pada
saat ini, penulis sedang melanjutkan Pendidikan S3 Pascasarjana Manajemen Pendidikan di
Universitas Negeri Medan.

Pada tahun 1989 hingga 1995 penulis bekerja sebagai Guru SPK di Departermen
Kesehatan Republik Indonesia Medan. Pada tahun 2001 hingga 2004, penulis sebagai Dosen
Asisten Ahli Pembina di Poltekes Depkes RI Medan. Tahun 2009 hingga 2012, sebagai
Dosen Lektor Poltekes Depkes RI Medan. Tahun 2012 hingga 2015, sebagai Dosen Lektor
Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. Pada tahun 2015, penulis memutuskan untuk pensiun
dini dan fokus untuk mengembangkan Kampus yang didirikan Penulis yaitu Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Nauli Husada Sibolga.

Penulis telah beberapa kali mendapatkan penghargaan dari kerja kerasnya selama ini,
yaitu Penerimaan Anugerah Citra Tokoh Kartini Indonesia pada tahun 2013 di Jakarta,
Penghargaam Indonesia Leader Achievement Awards “ILLA AWARDS 2013” pada tahun
2013 di Jakarta, Penghargaan Indonesia Best 50 Trusted School pada tahun 2014 di Jakarta,
Penghargaan dari ABPPTSI Awards 2022 sebagai Tokoh Pendidikan Sumatera Utara pada
tahun 2022 di Medan.

Anda mungkin juga menyukai