MAKALAH
PENYAKIT MENULAR
i
KATA PENGANTAR
Makassar, ………………….
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
KESIMPULAN..............................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada akhir abad kedua puluh, pengendalian penyakit menular masih
menjadi tugas utama kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit menular
memerlukan pendekatan sistem dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
secara efektif, memobilisasi intervensi lingkungan, imunisasi, serta sistem klinis
dan kesehatan. Transportasi dan komunikasi yang cepat membuat penyebaran
virus di bagian mana pun di dunia menjadi perhatian internasional. Wabah
penyakit akan sering diliput oleh media internasional dalam hitungan jam atau
hari. Oleh karena itu, pemahaman dasar tentang penyakit menular merupakan hal
yang harus dipahami sebagaimana pengetahuan umum tentang kesehatan
keluarga, penyakit kronis, gizi, dan ekonomi merupakan bagian dari budaya
kesehatan masyarakat modern.1
Materi yang disajikan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
bagi mahasiswa atau review bagi praktisi kesehatan masyarakat, dengan
penekanan pada aspek-aspek yang diterapkan dalam pengendalian penyakit
menular.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Penyakit Menular
2. Karakteristik Penyakit Menular
3. Host-Agent-Environment Triad
4. Klasifikasi Penyakit Menular
5. Mode Penularan Penyakit
6. Kekebalan Penyakit
7. Pengawasan
8. Penyakit Endemik dan Epidemi
9. Kontrol Penyakit Menular
10. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Vaksin
11. Hal-Hal Penting dari Program Imunisasi
12. Kontrol / Pemberantasan Penyakit Menular
13. Pengendalian Penyakit Menular dalam Kesehatan Masyarakat Baru.1
iv
C. Tujuan
1. Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Penyakit Menular
2. Karakteristik Penyakit Menular
3. Host-Agent-Environment Triad
4. Klasifikasi Penyakit Menular
5. Mode Penularan Penyakit
6. Kekebalan
7. Pengawasan
8. Penyakit Endemik dan Epidemi
9. Kontrol Penyakit Menular
10. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Vaksin
11. Hal-Hal Penting dari Program Imunisasi
12. Kontrol / Pemberantasan Penyakit Menular
13. Pengendalian Penyakit Menular dalam Kesehatan Masyarakat Baru
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
lainnya dalam populasi, seperti orang tua dan orang sakit kronis, sehingga
memainkan peran utama dalam ekonomi perawatan kesehatan. 1
Langkah besar telah dibuat dalam pengendalian penyakit menular
melalui vaksinasi dan sanitasi lingkungan, tetapi bidang penyakit menular terus
menjadi dinamis. Ancaman penyakit menular baru memberikan tantangan besar
bagi kesehatan masyarakat. Peningkatan resistensi terhadap agen terapeutik
menambah kebutuhan akan strategi dan koordinasi baru antara kesehatan
masyarakat dan layanan klinis. Bersama-sama, ini membentuk apa yang disebut
penyakit menular yang muncul. Pemahaman tentang prinsip dan metodologi
pengendalian dan pemberantasan penyakit menular penting bagi semua penyedia
layanan kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat agar mampu mengatasi
skala permasalahan tersebut dan menyerap teknologi baru yang muncul dari
kemajuan dan pengalaman ilmiah, dan penerapannya yang berhasil.1
vii
tertentu seperti tes tuberkolin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibody dalam
tubuh dan lain-lain.
3) Sumber Penularan
Media yang menjadikan suatu penyakit tersebut bisa menyebar kepada
seseorang. Sumber ini meliputi ; Penderita, Pembawa kuman, Binatang sakit,
tumbuhan / benda, Cara Penularan. Penyakit dapat menyerang seseorang dengan
bebarapa cara diantaranya, Kontak langsung, Melalui udara, Melalui makanan /
minuman, Melalui vector, Keadaan Penderita.
Suatu penyebab terjadinya penyakit sangat tergantug pada kondisi tubuh /
imunitas seseorang. Makin lemahnya seseorang maka sangat mudah menderita
penyakit.2
Adapun tahapan penyakit infeksi meliputi :
1. Pajanan dan infeksi;
2. Tahap presimptomatik;
3. Tahap non manifest atau subklinis;
4. Tahap manifestasi klinis dan perkembangannya;
5. Resolusi, pemulihan, remisi, kambuh, suprainfeksi, atau kematian; dan
6. gejala sisa jangka panjang.1
C. Triad Agen-Host-Enviroinment
Triad agen-host-lingkungan, sangat penting untuk dapat memahami
penularan penyakit menular dan pengendaliannya, termasuk yang sudah dikenal,
yang mengalami perubahan pola, dan yang baru muncul dari metode kontrol saat
ini. Infeksi terjadi ketika organisme berhasil menyerang tubuh inangnya, di mana
ia berkembang biak dan menghasilkan penyakit.4
Model tradisional epidemiologi atau segitiga epidemiologi yang
dikemukana oleh John Gordon dan La Richt (1950) yang menyebutkan bahwa
timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama
host (pejamu), agent (agen), dan environment (lingkungan). Gordon berpendapat
bahwa :
a) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan
manusia (host)
b) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent
dan host (baik individu/kelompok)
viii
c) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi
tersebut akan berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan
(lingkungan sosial, fisik, ekonomi, dan biologis).4
Host adalah semua faktor yang terdapat pada manusia yang dapat
memengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit.
Adapun faktor intrinsik pada host, yaitu :
- Genetik, misalnya penyakit herediter seperti hemophilia
- Umur, misalnya pada usia lanjut beresiko terkena penyakit
- Jenis kelamin, misalnya penyakit hipertensi cenderung menyerang pria dan
penyakit
- Keadaan fisiologi, misalnya kehamilan dan persalinan memiliki resiko
penyakit anemia
- Kekebalan, misalnya manusia yang tidak mempunyai kekebalan tubuh yang
baik akan mudah terserang penyakit
- Penyakit yang diderita sebelumnya, misalnya reumatoid artritis yang mudah
kambuh
- Sifat-sifat manusia, misalnya higiene perorangan yang buruk akan
menyebabkan mudah terserang penyakit.
Adapun faktor ekstrinsik pada host, yaitu :
- Kebiasaan buruk yang tidak sesuai dengan prinsip Kesehatan
- Pekerjaan, keadaan atau situasi dalam pekerjaan yang dapat menimbulkan
penyakit tertentu.4
Agent penyakit adalah makhluk hidup atau mati yang memegang
peranan penting di dalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit
dapat dikelompokkan menjadi :
- Golongan virus, misalnya influenza dan cacar
- Golongan riketsia, misalnya tifus
- Golongan bakteri, misalnya disentri
- Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, dan sebagainya
- Golongan jamur, misalnya panu
- Golongan cacing, misalnya cacing perut seperti ascaris, cacing kremi, cacing
pita, cacing tambang dan sebagainya.4
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia yang
memengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.
Lingkungan diklasifikasikan dalam tiga macam yaitu :
ix
- Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berada disekitar manusia yang
meliputi kondisi udara, musim, cuaca, kondisi geografi, dan geologinya yang
dapat mempengaruhi host.
- Lingkungan biologi, yaitu lingkungan yang berada disekitar manusia namun
yang memiliki jenis dari golongan biotis (hewan,tumbuhan dan
mikroorganisme)
- Lingkungan non-fisik, yaitu lingkungan sebagai akibat dari interaksi manusia
yang meliputi sosial-budaya, norma dan adat-istiadat.4
x
Bakteri adalah organisme uniseluler yang berkembang biak secara
seksual atau aseksual, tumbuh di media bebas sel, dan dapat hidup di lingkungan
dengan oksigen (aerobik) atau di lingkungan yang kekurangan oksigen
(anaerobik). Beberapa mungkin memasuki keadaan tidak aktif dan membentuk
spora di mana mereka dilindungi dari lingkungan dan dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Bakteri termasuk inti bahan DNA kromosom di dalam membran
yang dikelilingi oleh sitoplasma, yang dibungkus oleh membran seluler.
Bakteri sering ditandai dengan pewarnaannya di bawah pewarnaan Gram,
sebagai gram negatif atau gram positif, serta oleh morfologi mikroskopisnya,
pola koloni pada media pertumbuhan, oleh penyakit yang mungkin
ditimbulkannya, serta oleh antibodi dan molekular ( Teknik penandaan DNA).
1) Salmonellosis, disebabkan oleh bakteri Salmonella yang masuk ke tubuh
penderita melalui makanan yang tercemar bakteri ini yang kemudian akan
menyebabkan peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding
usus. Akibatnya pendrita akan mengalami diare karena tidak dapat terserap
dengan baik hingga penderita akan tampak lemah dan kurus.
2) Vibrio cholerae, merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit kolera
asiatica. Gejalanya dapat berupa nausea, muntah, diare, dan kejang perut.
Cara penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
ini.2
Parasitologi mempelajari protozoa, cacing, dan artropoda yang mana
hidup di permukaan, di dalam, atau sebagai parasit bagi inang. Beberapa parasit
ada dalam feses (kotoran) hewan dan dapat menyebabkan infeksi jika makanan
yang tercemar oleh kotoran yang mengandung parasit termakan, dicerna dan
diserap oleh tubuh. contoh penyakit yang disebabkan parasit dan cacing :2
1) Ascarislumbricroisdes menyebabkan penyakit askarisis, yaitu penyakit yang
dapat menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang
masuk diserap oleh Ascarislumbricroises.
2) Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa
parasit yang merupakan golongan plasmodium, dimana proses penularannya
melalui gigitan nyamuk Anopheles.
3) Protozoa yang hidup dalam darah dan jaringan manusia mencakup berbagai
jenis yaitu Trypanosoma sp., Leishmania sp., Plassmodium sp., dan
Toksoplasma gondii. Patologinya menyebabkan pecahnya eritrosit, reaksi
xi
humoral kelemahan limfa, hati, ginjal, dan gangguan peredaran darah. Gejala
klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limfa.2
Jamur dapat menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia.
Penyakit tersebut antara lain mikosis yang langsung menyerang kulit,
mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur yang ada dalam produk
makanan, jamur itu kemudian melepaskan toksin yang dapat menimbulkan
peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa bercak
– bercak putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk asimetris. 2
TABEL 4.1 Klasifikasi Penyakit Menular menurut Cara Utama Cara Penularan
xii
Tidak Darah dan HIV, hepatitis B,hepatitis C
Langsung Produk Darah
F. Imunitas
Imunitas adalah suatu respon tubuh terhadap infeksi dengan
menghasilkan antibodi atau sel yang secara spesifik bekerja pada
mikroorganisme yang terkait dengan penyakit atau toksin tertentu. Imunitas
terhadap organisme tertentu dapat diperoleh dengan terkena penyakit, yaitu
kekebalan alami, atau melalui imunisasi, aktif atau pasif, atau melalui eliminasi
sirkulasi organisme di masyarakat.3
Kekebalan dapat berasal dari antibodi yang diproduksi oleh tubuh
inang atau ditransfer dari antibodi yang diproduksi secara eksternal. Tubuh juga
bereaksi terhadap antigen infektif dengan respons seluler, termasuk yang secara
langsung bertahan melawan organisme yang menyerang dan sel lain yang
menghasilkan antibodi.
Sistem Imun Bawaan
Sel utama yang berperan dalam sistem imun bawaan (non-adaptif)
adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta polimorfonuklear atau
granulosit (neutrofil). Sel-sel ini berfungsi untuk menangkap, mengenali, serta
mempresentasikan antigen tersebut pada sel T pada sistem imun adaptif.
Selanjutnya, sel-sel ini disebut sebagai antigen presenting cell (APC). Contoh
APC yang lain adalah sel dendritik yang berasal dari sel punca hematopoietik
jalur mielositik yang dapat dijumpai pada banyak jaringan. Sel dendritik ini
adalah APC yang paling efektif dalam mengaktifkan dan mengawali respon
imun seluler.3
Respon imun spesifik/adaptif
Karakteristik dari respon imun spesifik adalah baru terbentuk jika
terjadi infeksi dari patogen, sifat responnya spesifik untuk setiap infeksi (mis.
Infeksi polio akan menghasilkan respon imun spesifik terhadap virus polio saja,
tidak terhadap patogen lain), jangka waktu responnya juga lama bahkan ada
yang bertahan seumur hidup, terdapat mekanisme memori sehingga apabila
terjadi infeksi dari patogen yang sama respon imun yang dihasilkan lebih cepat
dan adekuat. Meskipun demikian, respon imun spesifik dan non spesifik akan
bekerja sama dalam mengeliminasi patogen di dalam tubuh. Komponen respon
xiv
imun spesifik ada 2, yaitu respon seluler (terdiri dari sel-sel limfosit T) dan
respon humoral (antibodi).3
Respon imun adalah resistensi tubuh terhadap organisme infeksius
atau terhadap toksinnya melalui interaksi antibodi dan sel yang kompleks,
contohnya:
a. Sel B (sumsum tulang dan limpa) menghasilkan antibodi yang beredar di
dalam darah, yaitu imunitas humoral
b. Imunitas yang diperantarai sel T yang terbentuk akibat sensitisasi limfosit
yang berasal dari timus untuk menjadi sel sitotoksik yang mampu
menghancurkan sel yang terinfeksi virus atau sel asing;
c. Komplemen, respons humoral yang menyebabkan lisis sel asing;
d. Fagositosis, mekanisme seluler yang mencerna mikroorganisme asing
(makrofag dan leukosit).1
G. Surveilan
Surveilans penyakit adalah pengawasan secara terus menerus terhadap
seluruh aspek terkait pola kejadian dan penyebaran penyakit dalam rangka
pengendalian penyakit itu secara efektif. Mempertahankan proses surveilans
yang berjalan secara berkelanjutan adalah salah satu tugas dasar sistem
kesehatan masyarakat, hal ini penting untuk pengendalian penyakit menular,
menyediakan data-data penting untuk melacak suatu penyakit, merencanakan
intervensi, dan menanggapi tantangan penyakit di masaakan datang.
Surveilans insiden kejadian penyakit menular bergantung pada
laporan penyakit yang dilaporkan oleh dokter, dilengkapi dengan laporan
individu dan ringkasan hasil laboratorium kesehatan masyarakat. Sistem seperti
itu harus memperhatikan kelengkapan dan kualitas pelaporan serta potensi-
potensi kesalahan. Kualitas dipertahankan dengan senantiasa mencari dukungan
dari aspek klinis dan laboratorium untuk mengkonfirmasi laporan pertama.
Aspek Kelengkapan, kecepatan, dan kualitas pelaporan oleh dokter dan
laboratorium harus ditekankan dalam Sistem Pendidikan Kedokteran tingkat
sarjana dan pascasarjana. Penegakan sanksi hukum mungkin diperlukan jika
standar tidak dipenuhi. Surveilans penyakit menular meliputi:
1. Laporan kesakitan dari puskesmas ke dinas kesehatan;
2. Laporan kematian dari dokter di dalam Rekam Medis;
3. Laporan dari Pusat sentinel terpilih;
xv
4. Investigasi lapangan khusus terhadap epidemi atau kasus individu;
5. Pemantauan laboratorium terhadap agen infeksius dalam sampel populasi
tertentu
6. Data tentang suplai, penggunaan, dan efek samping vaksin, toksoid, imun
globulin;
7. Data kegiatan pengendalian vektor seperti penggunaan insektisida;
8. Tingkat kekebalan tubuh yang berasal dari sampel populasi berisiko;
9. Review literatur terkini tentang penyakit;
10. Laporan epidemiologi dan klinis dari yurisdiksi lain.1
xvi
dan cakupan epidemi membutuhkan adanya penegakan diagnose dan konfirmasi
laboratorium. Tabulasi temuan kasus menurut waktu, tempat, dan orang penting
untuk tindakan pengendalian langsung dan perumusan hipotesis mengenai sifat
epidemi. Kurva epidemik adalah grafik yang menggambarkan distribusi kasus
pada saat onset atau pelaporan awal, yang memberikan gambaran tentang waktu,
penyebaran, dan luasnya penyakit dari waktu kasus indeks awal dan penyebaran
sekunder.
Investigasi epidemi membutuhkan serangkaian langkah. Ini dimulai dengan
konfirmasi laporan awal dan investigasi awal, menentukan siapa yang terkena,
menentukan sifat penyakit dan memastikan diagnosis klinis, mencatat kapan dan
di mana kasus pertama (indeks) dan kasus ikutan (sekunder) terjadi. , dan
bagaimana penyakit itu ditularkan. Sampel diambil dari pasien kasus indeks
(misalnya, darah, feses, usap tenggorokan) serta dari kemungkinan vektor
(misalnya, makanan, air, limbah, lingkungan). Hipotesis kerja dibuat
berdasarkan temuan pertama, dengan mempertimbangkan semua penjelasan
yang masuk akal. Pola epidemi dipelajari, menetapkan sumber umum atau faktor
risiko, seperti makanan, air, kontak, lingkungan, dan menggambar time line
kasus untuk menentukan kurva epidemi.
Berapa banyak yang sakit (pembilang) dan berapa populasi berisiko (de
nominator) menetapkan tingkat serangan, yaitu, persentase kasus sakit di antara
mereka yang terpapar faktor umum penyebab epidemi. Apa penjelasan yang
masuk akal tentang kejadian tersebut; apakah ada pola sebelumnya,
dibandingkan dengan episode saat ini apakah merupakan kasus pengulangan
atau kasus baru? Konsultasi dengan kolega dan penelitian lewat literatur
membantu menetapkan apa kemungkinan hubungan yang masuk akal antara
biologis dan epidemiologis. Langkah-langkah apa yang diperlukan untuk
mencegah penyebaran dan kambuhnya penyakit? Koordinasi dengan petugas dan
penyedia kesehatan terkait lainnya diperlukan untuk menetapkan sistem
pengawasan dan pengendalian, mendokumentasikan dan mendistribusikan
laporan, dan menanggapi atas hak publik untuk mengetahui kasus ini.
Laporan pertama tentang adanya peningkatan kasus berlebih mungkin datang
dari klinik medis atau rumah sakit. Kasus awal (sentinel atau indeks)
memberikan petunjuk pertama yang mungkin mengarah ke sumber umum.
Investigasi epidemi dirancang untuk dengan cepat menjelaskan penyebab dan
titik intervensi potensial untuk menghentikan kelanjutannya. Ini membutuhkan
xvii
investigasi dan interpretasi yang terampil. Investigasi epidemiologi telah berhasil
mendefinisikan banyak masalah kesehatan masyarakat. Sindrom Rubella,
penyakit Legionnaire, AIDS, dan penyakit Lyme dan hanta virus pertama kali
diidentifikasi secara klinis ketika terjadi peningkatan sejumlah besar kasus yang
muncul dengan gambaran umum yang sama. Kecurigaan yang muncul mengarah
pada pencarian penyebab dan identifikasi metode pengendalian.
Hipotesis kerja tentang sifat alami epidemi dikembangkan berdasarkan
penilaian awal, jenis presentasi, kondisi yang terlibat, dan pengalaman lokal,
regional, nasional, dan internasional sebelumnya. Hipotesis memberikan dasar
untuk penyelidikan lebih lanjut, tindakan pengendalian, dan perencanaan studi
klinis dan laboratorium tambahan. Surveilans kemudian akan memantau
keefektifan tindakan pengendalian. Komunikasi temuan ke sistem pelaporan
kesehatan lokal, regional, nasional, dan internasional penting untuk berbagi
pengetahuan dengan kelompok pendukung potensial lainnya atau daerah lain di
mana epidemi serupa mungkin terjadi. 1
I. Pengendalian Penyakit Menular
Meskipun penyakit Infeksi adalah kasus yang mempengaruhi individu, tapi
penyakit ini dapat menular ke orang lain, oleh karena itu pengendaliannya
membutuhkan tindakan perlindungan individu dan komunitas. Pengendalian
penyakit berarti penurunan kejadian, prevalensi, morbiditas, dan mortalitas.
Eliminasi penyakit di wilayah geografis tertentu dapat dicapai sebagaimana hasil
dari program intervensi seperti perlindungan terhadap tetanus; Eliminasi infeksi
pada campak yang memerlukan penghentian sirkulasi organisme. Eradikasi
berarti berhasil mengurangi hingga nol insiden kasus suatu penyakit beserta
keberadaan organism penyebab penyakit tersebut, seperti cacar. Kepunahan
berarti bahwa organisme tertentu tidak ada lagi di alam atau di laboratorium.
1) Pengobatan
Mengobati infeksi setelah terjadi sangat penting untuk mengendalikan penyakit
menular. Setiap orang yang terinfeksi dapat menjadi vektor dan melanjutkan
rantai penularan. Pengobatan yang berhasil dari orang yang terinfeksi akan
mengurangi potensi kontak orang yang tidak terinfeksi untuk tertular infeksi.
2) Metode Pencegahan
Pelayanan kesehatan masyarakat yang terorganisir bertanggung jawab untuk
mengadvokasi undang-undang dan untuk mengatur dan memantau program
xviii
untuk mencegah terjadinya dan / atau penyebaran penyakit menular. Mereka
berfungsi untuk mendidik masyarakat mengenai langkah-langkah untuk
mengurangi atau mencegah penyebaran penyakit.
Promosi kesehatan adalah salah satu instrumen terpenting dalam
pengendalian penyakit menular. Mendorong kepatuhan serta dukungan
masyarakat dalam hal tindakan pencegahan. Antara lain masalah kebersihan
pribadi dan kepastian ketersediaan air, susu, dan persediaan makanan yang
aman. Pada kasus penyakit menular seksual, pendidikan kesehatan merupakan
metode pencegahan yang utama.
Setiap penyakit menular atau kelompok penyakit menular memiliki satu atau
lebih pendekatan pencegahan atau pengendalian (Tabel 4.3). Ini melibatkan
intervensi terkoordinasi dari berbagai disiplin ilmu dan modalitas, termasuk
pemantauan epidemiologi, konfirmasi laboratorium, keamanan lingkungan,
imunisasi, dan pendidikan kesehatan. Ini membutuhkan kerja tim dan kolaborasi
terorganisir.1
Kemajuan yang sangat besar telah dibuat dalam hal pengendalian penyakit
menular baik secara secara klinis, kesehatan masyarakat, dan sarana sosial sejak
tahun 1900 di negara-negara industri dan sejak tahun 1970-an di negara
berkembang. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk layanan
kesehatan masyarakat yang terorganisir; perkembangan pesat dan penggunaan
yang luas dari vaksin dan antibiotik yang terbaru dengan mtu lebih baik; akses
yang lebih baik ke sarana perawatan kesehatan; dan perbaikan sanitasi, kondisi
kehidupan, dan gizi. Keberhasilan telah dicapai dalam pemberantasan cacar dan
dalam peningkatan pengendalian penyakit lain yang dapat dicegah dengan
vaksin. Namun, masih ada masalah serius dengan TB, PMS, malaria, dan infeksi
baru seperti HIV, dan peningkatan kasus organisme yang resistan terhadapobat. 1
xix
TABEL 4.3 Metode Pencegahan atau Pengendalian Penyakit Menular Menurut Jenis Organisme Pengendalian Infeksius
Utama
20
mengurangi risiko penularan melalui salmonellosis, shigellosis
pasteurisasi susu dan radiasi makanan
Penemuan kasus dan pengobatan: Rabies, herpes, Tuberkulosis, IMS, demam rematik Malaria, cacing,
menyembuhkan atau mencegah penularan dan cytomegalovirus (CMV), dracunculiasis, lepra,
mengurangi populasi pembawa HIV, hepatitis C. onchocerciasis,
schistosomiasis
Tindakan kerja: melindungi orang yang HIV, hepatitis A dan B, Brucellosis, tuberkulosis, antraks Kista hidatidosa, trichinosis
terpapar di tempat kerja campak, rubella, arbovirus
21
J. Pencegahan Penyakit dengan Vaksin
Vaksin merupakan salah satu alat kesehatan masyarakat yang paling
penting dalam pengendalian penyakit menular, khususnya bagi kesehatan anak.
Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (PD3I) adalah penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan vaksin yang tersedia saat ini.
Tubuh merespon invasi organisme penyebab penyakit dengan reaksi
antigen-antibodi dan respon seluler. Bersama-sama, bertindak untuk menahan
atau menghancurkan potensi penyebab penyakit.
a. Pengertian Imunisasi Agen dan Proses
Vaksin: Suspensi yang terdiri dari mikroorganisme hidup atau mati atau
bagian antigenik dari agen-agen yang disajikan ke inang potensial untuk
menginduksi imunitas guna mencegah penyakit spesifik yang disebabkan
oleh organisme tersebut. Pembuatan vaksin dapat berasal dari:
1) Organisme hidup yang dilemahkan melalui proses berulang kali dalam
media kultur jaringan atau embrio ayam sehingga telah kehilangan
kemampuan untuk menyebabkan penyakit tetapi tetap memiliki
kemampuan untuk menginduksi respon antibodi, seperti polio Sabin,
campak, rubella, gondongan, demam kuning, BCG, tifus, dan wabah.
2) Organisme yang tidak aktif atau mati yang telah dimatikan melalui
proses pemanasan atau bahan kimia tetapi tetap memiliki kemampuan
untuk menginduksi respon antibodi; pada umumnya aman tetapi kurang
berkhasiat dibandingkan vaksin hidup dan memerlukan banyak dosis,
seperti polio-Salk, influenza, rabies, dan Japanese ensefalitis.
3) Fraksi seluler biasanya merupakan fraksi polisakarida dari dinding sel
organisme penyebab penyakit, seperti pneumonia pneumokokus atau
meningitis meningokokus.
4) Vaksin rekombinan yang diproduksi dengan metode DNA rekombinan
yang mana sekuens DNA spesifik disisipkan dengan teknik rekayasa
molekuler, seperti sekuens DNA yang disambung ke virus vaksinia yang
22
ditumbuhkan dalam kultur sel untuk menghasilkan vaksin influenza dan
hepatitis B.
Toksoid atau antisera: racun yang dimodifikasi hingga tidak beracun
untuk merangsang pembentukan antitoksin, seperti tetanus, difteri,
botulisme, gangren gas, dan bisa ular dan kalajengking.
Immunoglobulin: larutan yang mengandung antibodi yang berasal dari
hewan yang diimunisasi atau plasma darah manusia, digunakan terutama
untuk imunisasi pasif jangka pendek, misalnya rabies, untuk orang yang
mengalami gangguan sistemimun.
Antitoksin: antibodi yang berasal dari serum hewan setelah distimulasi
dengan antigen spesifik dan digunakan untuk memberikan imunitas
pasif, misalnya tetanus.
Imunisasi (vaksinasi) adalah proses yang digunakan untuk
meningkatkan resistensi inang terhadap mikroorganisme tertentu untuk
mencegahnya menyebabkan penyakit. Ini menginduksi respon primer
dan sekunder dalam tubuh manusia atau hewan:
a. Respon primer terjadi pada paparan pertama antigen. Setelah jeda atau
periode laten selama 3-14 hari (tergantung pada antigen) antibodi
spesifik muncul dalam darah. Produksi antibodi berhenti setelah
beberapa minggu tetapi sel memori yang dapat mengenali antigen dan
meresponsnya tetap siap untuk merespons tantangan lebih lanjut dengan
antigen yang sama.
b. Respons sekunder (Booster) adalah respons terhadap paparan antigen
kedua dan selanjutnya. Periode pembentukan lebih pendek dari respon
primer, puncaknya lebih tinggi dan berlangsung lebih lama. Antibodi
yang dihasilkan memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap antigen,
dan dosis antigen yang jauh lebih kecil diperlukan untuk memulai
respons.
23
c. Memori imunologis ada bahkan ketika antibodi yang bersirkulasi tidak
cukup untuk melindungi antigen. Ketika tubuh terkena antigen yang
sama lagi, ia merespons dengan cepat memproduksi antibodi tingkat
tinggi untuk menghancurkan antigen sebelum dapat bereplikasi dan
menyebabkan penyakit.
b. Cakupan Imunisasi
24
c. Penyakit di cegah Oleh Vaksin
29
Vaksinasi adalah salah satu modalitas utama pencegahan primer. Imunisasi
mampu menghemat biaya dan mencegah penyakit serta kematian berskala luas,
dengan tingkat keamanan yang tinggi.
Program vaksinasi menargetkan 95% cakupan pada waktu yang tepat,
termasuk bayi, anak sekolah, dan orang dewasa. Kebijakan imunisasi harus
disesuaikan dengan standar internasional saat ini yang menerapkan program
terbaik yang tersedia sesuai dengan keadaan nasionalkemampuan keuangan.
Pasokan vaksin harus memadai dan berkelanjutan. Persediaan harus dipesan dari
produsen terkenal yang memenuhi standar internasional. Semua batch harus diuji
keamanan dan kemanjurannya sebelum dirilis untuk digunakan. Harus ada rantai
dingin yang memadai dan terus dipantau untuk melindungi dari suhu tinggi untuk
vaksin labil panas, serum, dan sediaan biologis aktif lainnya. Rantai dingin harus
mencakup semua tahap penyimpanan, pengangkutan, dan pemeliharaan di lokasi
penggunaan. Hanya jarum suntik sekali pakai yang harus digunakan dalam
program vaksinasi untuk mencegah kemungkinan penularan infeksi melalui
darah.
Kontraindikasi terhadap vaksinasi sangat sedikit; vaksin dapat diberikan bahkan
selama penyakit ringan dengan atau tanpa demam, selama terapi antibiotik,
30
selama pemulihan dari penyakit, setelah terpapar penyakit menular baru-baru ini,
dan kepada orang yang memiliki riwayat reaksi lokal ringan / sedang, kejang,
atau keluarga. riwayat sindrom kematian bayi mendadak (SIDS). Pemberian
vaksin dan "koktail" vaksin secara simultan mengurangi jumlah kunjungan dan
dengan demikian meningkatkan cakupan; tidak ada gangguan yang diketahui
antara antigen vaksin.
32
melalui pengendalian dan eradikasi di wilayah tertentu atau kelompok sasaran,
dalam hal tertentu dapat mencapai eradikasi penyakit tertentu.
Eradikasi lokal dapat dicapai jika peredaran organisme lokal yang terjadi hanya
oleh kasus-kasus impor. Hal ini membutuhkan program imunisasi yang kuat dan
berkelanjutan dengan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan carrier dan perubahan
pola epidemiologi.
a. Kandidat Lain Pemberantasan
Sejak pemberantasan cacar, diskusi difokuskan pada kemungkinan
pemberantasan penyakit lain yang serupa, dan daftar calon potensial telah
muncul. Beberapa di antaranya telah ditinggalkan karena kesulitan praktis
dengan teknologi saat ini. Penyakit yang sedang dibahas untuk
pemberantasan antara lain campak, TBC, dan penyakit tropis seperti malaria
dan drakunculiasis.
b. Kreiteria Penilaian Eradikasi Penyakit, Satuan Tugas Internasional Untuk
Pemberantasan Penyakit (ITFDE)
1. Kelayakan Ilmiah
a) Kerentanan epidemiologis; kurangnya reservoir bukan manusia,
kemudahan penyebaran, tidak ada kekebalan alami, potensi
kambuh;
b) Intervensi praktis yang efektif tersedia; vaksin atau pengobatan
preventif atau kuratif utama lainnya, atau vektorisida yang aman,
murah, tahan lama, dan mudah digunakan di lapangan;
c) Kelayakan eliminasi yang ditunjukkan di lokasi tertentu, seperti
pulau atau unit geografis lainnya.
2. Kemauan politik / dukungan rakyat
a) Beban penyakit yang dirasakan; morbiditas, mortalitas, kecacatan,
dan biaya perawatan di negara maju dan berkembang;
b) Perkiraan biaya pemberantasan;
c) Sinergi implementasi dengan program lain;
33
d) Alasan pemberantasan versus kontrol.
c. Kandidat Eradikasi di Masa Depan
Satu dekade setelah pemberantasan cacar tercapai, Satuan Tugas
Internasional untuk Pemberantasan Penyakit (ITFDE) dibentuk untuk
mengevaluasi secara sistematis potensi pemberantasan global calon
penyakit. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi hambatan khusus untuk
pemberantasan penyakit ini yang mungkin dapat diatasi dan untuk
mempromosikan upaya pemberantasan.
34
Leichmaniasis Taeniasis
Penyakit Non Infeksi Keracunan timbal
Silikosis
Kekurangan gizi Energy
Protein
Malnutrisi gizi Mikronutrien
Kekurangan yodium
Kekurangan vitamin A
Kekurangan Besi
36
KESIMPULAN
37
terutama pasien dengan penyakit kronis, immunocompromised, dan lanjut usia.
Kombinasi kesehatan masyarakat tradisional dengan perawatan medis langsung yang
diperlukan untuk pengendalian yang efektif dan pemberantasan penyakit menular
merupakan elemen penting dari Kesehatan Masyarakat Baru. Tantangannya adalah
menerapkan pendekatan dan pengelolaan sumber daya yang komprehensif untuk
menentukan dan mencapai target yang dapat dicapai dalam pengendalian penyakit
menular.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Tulchinsky TH, Varavikova EA. The New Public Health’ an Introduction for
the 21sst t Century. Vol 316. Academic Press; 2004.
2. Dr. Irwan SKM,M.Kes. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta : CV.
Absolute Media. 2017.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 40 (3).
2020. Pp 183-5
4. Sumampouw, Oksfriani Jufri. Program Pemberantasan Penyakit Menular.
Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitas Sam Ratulangi Manado. 2017
40