Anda di halaman 1dari 35

PATOFISIOLOGI KELAINAN PADA SISTEM IMUN (AIDS)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu : Ns.Petronela Mamentu, S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9:

Fatria Y. Didipu (2001043)

Devitatoby N. Sanangka (2001055)

Astuti Tauhid (2001045)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
TAHUN AJARAN 2022 / 2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatNyalah saya boleh menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu Makalah dengan judul
”PATOFISIOLOGI KELAINAN MASALAH PADA SISTEM IMUN (AIDS)” dibuat guna
meningkatkan pengetahuan Self Care pengetahuan diri. Penulis menyadari makalah ini tidak
sempurna, olehsebab itu penulis memohon maaf dan siap menerima kritik dan saran yang membangun
untuk penyempurnaan makalah ini . Dengan adanya makalah ini dapat membantu dalam proses
pembelajaran bimbingan dan dapat menambah pengetahuan.Akhir

Manado 19 oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 5

A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 5

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 6


C. Tujuan ........................................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................ 7

A. Pengertian HIV/AIDS................................................................................................................. 7

B. Etiologi HIV/AIDS ..................................................................................................................... 7

C. Patofisiologi HIV/AIDS ............................................................................................................. 8

D. Manifestasi Klinis HIV/AIDS .................................................................................................... 9

E. Cara Penularan HIV/AIDS ....................................................................................................... 10

F. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang................................................................................... 11

G. Komplikasi HIV/AIDS ............................................................................................................. 12

H. Pathway HIV/AIDS .................................................................................................................. 12

ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................................................... 13

Pengkajian ..................................................................................................................................... 13

Diagnosa ......................................................................................................................................... 21

Intervensi ........................................................................................................................................ 22

Implementasi dan Evaluasi ............................................................................................................. 24

ANALISA JURNAL ........................................................................................................................... 26

3
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................ 27

A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 27

B. Saran ......................................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 28

JURNAL .............................................................................................................................................. 29

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyebabkan
infeksi HIV, sedangkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah tahap
infeksi HIV paling tinggi. Dengan kata lain, HIV adalah virus yang dapat menyebabkan
Acquired Immunodeficiency Virus Syndrome (AIDS) jika tidak diobati. Tidak seperti
beberapa virus lain, tubuh manusia tidak dapat menyingkirkan HIV sepenuhnya, bahkan
dengan pengobatan sekalipun. Jadi, jika seseorang sudah terinfeksi HIV, maka HIV
tersebut akan selamanya (seumur hidup) ada di dalam tubuh. (Maria Putri Sari Utami,
2019)
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan
1995 maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada
bulan Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak –
anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang,
lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS.
Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya
adalah anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta
orang terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar
ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1
juta anak – anak dibawah 15 tahun. (WHO 1999)
Diperkirakan bahwa, untuk waktu mendatang yang dapat diduga, sedikitnya
500.000 bayi akan terlahir terinfeksi HIV setiap tahun, kebanyakan dalam negara
pengahsilan rendah dengan epidemi generalized. Penularan HIV pada ibu ke bayi

5
bertanggung jawab untuk hampir semua 2,3 juta anak di bawah usia 15 tahun yang
diperkirakan hidup dengan HIV, hampir 90% di Afrika sub-sahara.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana dengan tinjauan teoritis terkait penyakit HIV/AIDS?
2. Bagaimana dengan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit HIV/AIDS?

C. Tujuan Penulisan
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul pada rumusan masalah.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN HIV/AIDS
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler
yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency virus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan
canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H. 2019)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrom) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000)

B. ETIOLOGI HIV/AIDS
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ – organ vital sistem kekebalah tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal.
a. Faktor resiko tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
1. Bayi yang lahir dengan pasangan biseksual
2. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti
3. Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahgunaan obat intravena
4. Bayi atau anak yang mendapatkan transfusi darah atau produk darah berulang
5. Anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah
seksual).
b. Cara penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui :
1. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)\
Ibu hamil yang terinefksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin), yaitu pada waktu bayi
terpapar dengan darah ibu.

7
2. Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan
lahir.
3. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir
sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara
persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan
ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada
kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar
CD4 pada ibu.
4. Bayi tertular melalui pemberian ASI
Trasmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI. ASI diketahui
banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median
sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1/10 4 sel,
partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi resiko transmisi HIV melalui ASI
antara lain mastitis atau luka diputing, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas
dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan
faktor penting penularan pasca persalinan dan meningkatkan resiko transmisi
dua kali lipat.

C. PATOFISIOLOGI HIV /AIDS

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4.

HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
8
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi
litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu
dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar
getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit,
tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan
dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi
memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular
dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah
dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering
sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun.

Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik,
disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama
individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan
peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase
akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan
terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan
pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.

D. MANIFESTASI KLINIS HIV/AIDS


Gejala mayor :
1. Demam berkepanjangan
2. Diare kronis berulang maupun terus menerus
3. Penurunan berat badan lebih dan 10%
Gejala minor :
1. Batuk kronis selama 1 bulan
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican

9
3. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap
4. Munculnya herpes zosters berulang
5. Bercak – bercak dan gatal- gatal diseluruh tubuh

E. CARA PENULARAN HIV/AIDS


Penyebaran HIV tidak melalui udara atau melalui nyamuk, kutu, atau gigitan
serangga lainnya. Seseorang tidak dapat terin feksi HIV dengan cara berjabat tangan,
memeluk orang yang ter infeksi HIV, atau dari benda-benda seperti piring, tempat duduk
di toilet, atau gagang pintu yang digunakan oleh orang yang terkena HIV. HIV menyebar
melalui kontak langsung dengan cairan tubuh tertentu dari seseorang yang mengidap
HIV. (Maria Putri Sari Utami, 2019)
Ada tiga cara seseorang bisa tertular atau menularkan HIV/ AIDS yaitu sebagai berikut.
(Maria Putri Sari Utami, 2019)
1) Hubungan Seksual
Hubungan seksual adalah cara yang paling umum terjadi, baik secara vaginal,
oral, atau anal dengan seorang pengidap. Di Amerika Serikat, HIV dapat
menyebar ketika seseorang melakukan seks anal, vaginal, atau berbagi peralatan
suntik narkoba dengan seseorang yang mengidap HIV. Untuk mengurangi risiko
infeksi HIV, sebaiknya gunakan kondom dengan benar dan konsisten saat
berhubungan seks, batasi jumlah pasangan seksual, dan jangan pernah berbagi
peralatan suntik nar koba. HIV/AIDS lebih mudah terjadi penularan bila terdapat
lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan, seperti herpes
genitalis, sifilis, gonore, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Risiko pada seks
anal lebih besar dibanding dengan seks vaginal. Risiko juga lebih besar pada yang
reseptif dari pada yang insentif.
2) Kontak Langsung dengan Darah atau Produk Darah atau Jarum Suntik
Ada enam cairan tubuh yang dapat menyebarkan virus HIV yaitu darah, air mani,
cairan pra-mani, cairan vagina, cairan rektal, dan ASI. Seseorang bisa tertular atau
menularkan HIV/ AIDS karena hal – hal berikut.
a. Transfusi darah tercemar
b. Pemakaian jarum yang tidak steril.

10
c. Pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para pencandu
narkotika suntik.
d. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3) Secara Vertikal dari Ibu Hamil Pengidap HIV kepada Bayinya, Baik Selama
Hamil, Saat Melahirkan, Maupun Setelah Melahirkan
Penularan dari ibu ke anak adalah cara paling umum anak anak untuk
terinfeksi HIV. Obat-obatan HIV diberikan kepada wanita pengidap HIV selama
kehamilan, dan persalinan. Selain itu, obat – obat HIV juga diberikan kepada bayi
setelah lahir untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak.
Infeksi HIV terkadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat
ini belum diketahui dengan pasti penyebab penularan ini hanya terjadi pada
beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi lain. ASI terdapat lebih banyak virus
HIV pada ibu – ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu – ibu yang telah
memperlihatkan tanda – tanda penyakit AIDS. Setelah 6 bulan, pada saat bayi
menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI
dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara
ini, bayi akan mendapat manfaat ASI dengan risiko lebih kecil untuk terkena HIV.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang dibagi menjadi dua yaitu untuk men diagnosis
HIV/AIDS, dan untuk mendeteksi gangguan sistem imun. (Maria Putri Sari Utami, 2019)
1. Tes untuk mendiagnosis HIV/AIDS yaitu sebagai berikut. (Maria Putri Sari
Utami, 2019)
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun yaitu sebagai berikut. (Maria Putri
Sari Utami, 2019)
a. Hematokrit
b. LED

11
c. Rasio CD4/CD Limfosit
d. Serum mikroglobulin B2
e. Hemoglobin

G. KOMPLIKASI HIV/AIDS
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2003, komplikasi yang
terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut. (Maria Putri Sari Utami, 2019)
1) Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru – paru
2) Kandidiasis esofagus
3) Kriptokokosis ekstra paru
4) Kriptosporidiosis intestinal kronis >1 bulan
5) Rinitis CMV (gangguan penglihatan)
6) Herpes simpleks, ulkus kronik >1 bulan
7) Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru
8) Ensefalitistoksoplasma

H. PATHWAY HIV/AIDS

12
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN HIV/AIDS
PENGKAJIAN

I. Biodata
A. Identitas Klien
Nama/Nama panggilan : An. G
Tempat tgl lahir/usia : Ambon, 23 April 2015/ 6 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SD
Alamat : Karang Panjang
Tgl masuk : 21/11/2021
Tgl pengkajian : 21/11/2021
Diagnosa medik : HIV/AIDS
B. Identitas Orang tua
1) Ayah
Nama : Tn. S
Usia : 30 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan/sumber penghasilan : PNS
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Karang Panjang
2) Ibu
Nama : Ny. S
Usia : 28 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan/Sumber penghasilan: PNS
Agama : Krsiten Protestan
Alamat : Karang Panjang
C. Identitas Saudara Kandung

13
No. Nama Usia Hubungan Status Kesehatan
1. - - - -

II. Riwayat Kesehatan


Keluhan Utama : Klien datang dengan keluhan nafsu makan berkurang, berat badannya
menurun. Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari
yang lalu mulai disertai sesak napas.
Riwayat keluhan utama : Nafsu makan berkurang klien, berat badan klien menurun,
badan kurus. Klien terus batuk – batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari
yang lalu mulai disertai sesak napas. Dari data pemeriksaan Rumah Sakit, klien
dikatakan terkena HIV/AIDS. Data inu di dukung dari tanda – tanda : anoreksia, Suhu
tubuh meningkat : 38 ° C
III. Riwayat Imunisasi :
No. Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Frekuensi Reaksi Setalah
Pemberian
1. BCG Sejak lahir (0-2 bulan) 1x Deman
2. DPT (I,II,III,IV) 3,5,7 bulan 3x Demam
3. Polio (I,II,III,IV) 0,2,4 dan 6 bulan 4x Demam
4. Campak 9 bulan 1x Demam
5. Hepatitis B 3 dan 5 bulan 2x Demam

IV. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 20 kg
2. Tinggi badan : 115 cm
3. Waktu tumbuh gigi : 1 Tahun
B. Perkembangan Tiap tahap Usia anak saat
1. Berguling : 4 bulan
2. Duduk : 7 bulan
3. Merangkak : 8 bulan

14
4. Berdiri : 9 bulan
5. Berjalan : 12 bulan
6. Berpakaian tanpa bantuan : 5 tahun

V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : Dari baru lahir
2. Cara pemberian : Setiap kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama pemberian : 2 tahun
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : -
2. Jumlah pemberian : -
3. Cara pemberian :-
C. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
1. 0-4 Bulan Asi Eksklusif 4 bulan
2. 4-12 Bulan Asi yang didampingi NPASI 12 bulan
3. Saat ini Makanan Padat (Nasi dan lauk) Sampai saat ini

VI. Riwayat Psikososial


a. Anak tinggal dengan : Orang tua
b. Lingkungan berada di : Perumahan
c. Apakah ada tangga yang bisa berbahaya : Tidak
d. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
e. Pengasuh anak : Orang Tua

VII. Riwayat Spiritual


a. Support sistem dalam keluarga : Orang Tua
b. Kegiatan keagamaan : Beribadah

VIII. Aktivitas sehari – hari

15
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

1. Selera makan Baik Menurun


2. Menu makan Nasi, Ikan dan sayur Nasi, ikan dan sayur
3. Frekwensi makan 3x sehari 1x sehari
4. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada

5. Pembatasan pola makan Tidak ada Tidak ada

6. Cara makan Mandiri Disuapi Orang Tua

7. Ritual saat makan Nonton Youtube Nonton Youtube

B. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Sesudah Sakit
1) Jenis minuman Air putih, susu Air putih, susu
2) Frekuensi minum 4-5x sehari (± 900-100cc) 4-5x sehari (± 900-100cc)
3) Kebutuhan cairan 1.000 cc 1.000cc
4) Cara pemenuhan Mandiri Mandiri

C. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Sesudah Sakit
BAB (Buang Air Besar)
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekuensi (waktu) 1 – 2 x sehari 1 – 2 x sehari
3. Konsistensi Padat Padat
4. Kesulitan - -
5. Obat pencahar - -
BAK (Buang Air Kecil)
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekuensi (waktu) 3-4 x sehari 3-4 x sehari
3. Warna dan bau Kuning jernih, bau khas Kuning jernih, bau khas

16
4. Volume 500 cc 500 cc
5. Kesulitan - -

D. Istirahat Tidur
Kondisi Sebelum sakit Sesudah Sakit
1. Jam tidur
a. Siang 01.00 – 15.00 Tidak menentu
b. Malam 22.00 – 06.30 Tidak menentu
2. Pola tidur Teratur Tidak teratur
3. Kebiasaan sebelum tidur Nonton Youtube Nonton Youtube
4. Kesulitan tidur - -

E. Olaragah
Kondisi Sebelum sakit Sesudah Sakit
1. Program olah raga - -
2. Jenis dan frekuensi - -
3. Kondisi setelah olahraga - -

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Sesudah Sakit
1. Mandi
a. Cara Mandiri Diseka
b. Frekuensi 2x sehari 2x sehari
c. Alat mandi Shower Waslap
2. Cuci rambut
a. Frekuensi 1x sehari Belum mencuci rambut
b. Cara Mandiri -
3. Gunting kuku
a. Frekuensi Saat kuku panjang Belum gunting kuku
b. Cara Mandiri -
4. Gosok gigi

17
a. Frekuensi 3x sehari 2x sehari
b. Cara Mandiri Dibantu

IX. Pemeriksaan Fisik


1. Kesadaran : Kompos Mentis
2. Tanda – tanda vital
a. Tekanan darah : 90/60 mmHg
b. Denyut nadi : 120x / menit
c. Suhu : 38 ̊ C
d. Pernapasan : 16x/ menit
3. Antropometri
a. Berat Badan : 20 kg
b. Tinggi Badan : 115 cm
4. Sistem pernapasan.
a. Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
b. Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar
limfe di sub mandibula
c. Dada : Masih terlihat normal.
5. Sistem cardiovaskuler
a. Conjunctiva : Tidak anemia, bibir : pucat
b. Tekanan vena jugularis : Tidak meninggi
c. Ukuran jantung : tidak membesar
d. Suara jantung : tidak ada bunyi abnormal
6. Sistem Indra.
a. Mata : Mata agak cekung
b. Hidung : Penciuman kurang baik
c. Telinga : Telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada serum, telinga
tampak bersih, tidak ada perdarahan, tidak ada nyeri pada telinga.
7. Sistem integumen
a. Rambut : Rambut hitam dan merata
b. Kulit : Teraba hangat

18
c. Kuku : Pendek dan bersih
8. Sistem Endokrin
a. Kelenjar thyroid : Tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
b. Suhu tubuh : Penurunan suhu tubuh : 35 ̊ C
c. Tidak ada riwayat diabetes
9. Sistem Imun
a. Klien tidak ada riwayat alergi
b. Imunisasi lengkap
c. Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada

19
Nama Pasien : An. G

No. Rekam medik : 1212123

Ruang rawat : Mawar

DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif


• Ibu klien mengatakan Klien terus • Pasien tampak sesak
batuk – batuk sejak satu minggu yang • RR : 16 x/menit
lalu, kemudian dua hari yang lalu • Terdapat penumpakan secret
mulai disertai sesak napas. • Klien tampak Kurus
• Ibu klien mengatakan berat badan • Anoreksia
anaknya menurun • S : 38°C
• Nafsu makannya berkurang • Klien tampak berkeringat
• Klien mengatkan badannya terasah • Klien kelihatan gelisah
panas. • N : 120 x/menit
• Klien menangis

ANALISIS DATA

NO DATA ETILOGI MASALAH


1. DS : Akumulasi secret Bersihan jalan nafas
• Ibu klien mengatakan Klien tidak efektif
terus batuk – batuk sejak satu
minggu yang lalu, kemudian
dua hari yang lalu mulai
disertai sesak napas.
DO :
• Pasien tampak sesak
• RR : 16 x/menit

20
• Terdapat penumpakan secret
2. DS : Terjadi gangguan Ketidakseimbangan
• Ibu klien mengatakan berat pada gastrointestinal nutrisi kurang dari
badan anaknya menurun dan kesulitan menelan kebutuhan tubuh
• Nafsu makannya berkurang sehingga nafsu makan
DO : berkurang serta mual,
• Klien tampak Kurus muntah.
• Anoreksia
3. DS : Pelepasan pyrogen Hipertemia
• Klien mengatkan badannya dari hipotalamus
terasah panas sekunder terhadap
DO : reaksi antigen dan
• S : 38°C antibody
• Klien tampak berkeringat
• Klien kelihatan gelisah
• N : 120 x/menit
• Klien menangis

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret


2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3) Hipertimia berhubungan dengan Pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody.

21
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam 1. Auskultasi area paru,catat area
tidak efektif anak menunjukan yang efektif dengan criteria penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi
berhubungan dengan hasil : napas adventisius
akumulasi secret a. Mempertahankan kepatenan jalan napas 2. Kaji ulang tanda-tanda vital (irama dan
dengan bunyi napas bersih/jelas. frekuensi, serta gerakan dinding dada)
b. Klien merasa nyaman ketika bernapas 3. Bantu pasien latihan napas sering.
c. Tidak ada sekret 4. Penghisapan sesuai indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
(kecuali kontraindikasi)
6. Berikan obat yang dapat meningkatkan
efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
2 Ketidakseimbangan Tujuan : kebutuhan nutrisi pada anak terpenuhi. 1. Kaji BB dasar
nutrisi kurang dari Setalah dilakukan tindakan selama 1x24 jam 2. Observasi koordinasi menghisap dan refleks
kebutuhan tubuh anak menunjukan kebutuhan nutrisi yang menelan.
berhubungan dengan terpenuhi dengan Kriteria hasil : 3. Anjurkan pemberian makan alternatif.
anoreksia a. Terlihat adanya pertumbuhan BB anak 4. Berikan makanan enteral atau parenteral
b. Bebas dari tanda malnutrisi atau gagal dengan tepat.
dalam bertumbuh (GUT)
c. Untuk mengtahui cara pemberian

22
makan dan kebutuhan khusus untuk
anak
3 Hipertimia Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam 1. Pertahankan lingkungan sejuk, dengan
berhubungan dengan suhu tubuh menurun dengan criteria : menggunakan piyama dan selimut yang tidak
Pelepasan pyrogen a. Anak akan mempertahankan suhu tubuh tebal.
dari hipotalamus yang normal 2. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila
sekunder terhadap b. Klien mampu menunjukkan TTV yang terjadi peningkatan secara tiba-tiba.
reaksi antigen dan normal : 3. Beri antimikroba/antibiotik jika disaranka.
antibody. - Suhu 36’50C, 4. Berikan kompres dengan suhu 37°C pada
- Nadi : 80x/m, anak
- RR : 20x / m dn 5. Kolaboratif : Beri antipiretik sesuai petunjuk
- TD : 110/80 mmHg

23
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tgl DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


21/11/2021 Bersihan jalan 1. Auskultasi area paru,catat area 22/11/2021, 10:00 WIT
nafas tidak efektif penurunan/tidak ada aliran udara dan S : Ibu klien mengatakan klien sudah
berhubungan bunyi napas adventisius tidak batuk, dan sudah bisa bernafas
dengan akumulasi 2. Mengkaji ulang tanda-tanda vital dengan baik.
secret (irama dan frekuensi, serta gerakan O : Suara nafas sudah lebih jelas, RR
dinding dada) 20 x/mnt, sudah tidak sesak, N 90
3. Membantu pasien latihan napas x/menit
sering. A : Masalah teratasi
4. Penghisapan sesuai indikasi P : Hentikan intervensi
5. Memberikan cairan sedikitnya 2500
ml/hari (kecuali kontraindikasi)
6. Memberikan obat yang dapat
meningkatkan efektifnya jalan nafas
(seperti bronchodilator)
21/11/2021 Ketidakseimbangan 1. Mengkaji BB dasar 22/11/2021, 10:00 WIT
nutrisi kurang dari 2. Mengobservasi koordinasi S : klien sudah mau makan
kebutuhan tubuh menghisap dan refleks menelan. O : klien tampak lebih tenang, dan
berhubungan 3. Menganjurkan pemberian makan sudah mau memakan makanannya,
dengan anoreksia alternatif. sudah tidak merasakan mual dan

24
4. Memberikan makanan enteral atau muntah
parenteral dengan tepat. A : masalah teratasi
P : hentika intervensi
21/11/2021 Hipertimia 1. Mempertahankan lingkungan sejuk, 22/11/2021, 10:00 WIT
berhubungan dengan menggunakan piyama dan S : Klien mengatakan badannya sudah
dengan Pelepasan selimut yang tidak tebal. tidak panas
pyrogen dari 2. Memantau suhu tubuh anak setiap 1- O : S : 36,5oC, klien tampak tenang dan
hipotalamus 2 jam, bila terjadi peningkatan secara nyaman, N : 90x/menit
sekunder terhadap tiba-tiba. A : Masalah teratasi
reaksi antigen dan 3. Memberi antimikroba/antibiotik jika P : Hentikan intervensi
antibody. disaranka.
4. Memberikan kompres dengan suhu
37°C pada anak
5. Kolaboratif : Beri antipiretik sesuai
petunjuk

25
ANALISA JURNAL
Diare merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan terbanyak pada
AIDS/HIV anak yang terinfeksi. Penekanan kekebalan yang parah meningkatkan diare yang
berkepanjangan dan persisten. korelasinyaantara diare dan tingkat penekanan kekebalan
belum diketahui, khususnya di Saiful RSUD Anwar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara tingkat penekanan kekebalan dan diare berkepanjangan atau
persisten pada anak yang terinfeksi AIDS/HIV. Metode: Penelitian cross-sectional
retrospektif dilakukan pada 68 rekam medis yang diambil dari pasien yang dirawat antara
Februari 2008 sampai Agustus 2011. Karakteristik data yang diambil adalah: umur, jenis
kelamin, gizi status, jumlah CD4+, lama diare, penyakit penyerta lain selain diare
(pneumonia, tuberkulosis, moniliasis) dan hasil pasien. Pedoman Nasional Manajemen Klinis
HIV/AIDS pada Anak digunakan untuk mendiagnosis HIV/AIDS. Tingkat penekanan
kekebalan ditentukan menggunakan pedoman CDC. Tingkat penekanan kekebalan
digolongkan ke dalam empat kategori: tidak ada defisiensi imun, supresi ringan, supresi
sedang, dan imunodefisiensi berat. Hasil: Tiga puluh enam (53%) pasien adalah laki-laki;
diare ditemukan pada 32 (47%) pasien, diare akut pada 12 pasien, berkepanjangan diare pada
1 pasien, diare persisten pada 19 pasien. Empat puluh (40%) adalah defisiensi imun yang
parah, 6% ringan, 28% sedang dan 40% tanpa defisiensi imun. Diskusi: Analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat supresi imun dengan jenis diare.
(95% CI, p = 0,17)

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan materi di atas dapat disimpulkan bahwa AIDS adalah penyakit
berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retovirus
(HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan
perawatanmedis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ – organ vital sistem kekebalan tubuh
manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogem
di dalam darah dan penularan perinatal.

B. Saran
1) Memberikan support kepada penderita HIV agar tidak putus asa dalam
menjalanihidup.
2) Mencegah penyebaran HIV dengan pemeriksaan kesehatan anda dan anak
secararutin.
3) Dan kita sebagai perawat harus terus memberikan asuhan keperawatan
kepadapenderita agar cepat sembuh dalam pengobatan.

27
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/457648653/Makalah-Dan-Askep-Hiv-Pada-Anak Diakses
tanggal 18 oktober 2022 pukul 16.03
https://www.scribd.com/document/543174589/Askep-Hiv-Aids-Pada-Anak Di akses tanggal
19 oktober 2022 pukul 14.04
https://www.academia.edu/33998087/HUBUNGAN_ANTARA_KATEGORI_IMUNODEFI
SIENSI_DENGAN_DIARE_PADA_ANAK_DENGAN_HIV_AIDS_The_Relation_betwee
n_Pediatric_Immunodefi_ciency_Category_and_Diarrhea_in_AIDS_HIV_Infected_Child
Diakses tanggal, 18 oktober 2022 pukul 15.47

28
HUBUNGAN ANTARA KATEGORI IMUNODEFISIENSI DENGAN DIAREPADA ANAK
DENGAN HIV/AIDS
(The Relation between Pediatric Immunodeficiency Category and Diarrheain AIDS/HIV Infected
Child)

Satrio Wibowo
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
RS. Dr. Saiful Anwar Malang, Jl. Jaksa Agung Suprapto No. 2, Malang, Jawa Timur, 62144,E-mail:
satrio_wibowo@rocketmail.com

ABSTRACT
Introduction: Diarrhea is one of the most prevalent cause of mortality and morbidity in AIDS/HIV
infected child. Severe immune suppression increase prolong and persistent diarrhea. The correlation
between diarrhea and immune suppression level has not well known yet, particularly in Saiful
Anwar Hospital. The aim of this study is to determine relation between immune suppression level
and prolonged or persistent diarrhea in AIDS/HIV infected child. Method: Retrospective cross-
sectional research were conducted on 68 medical records taken from patients who were admitted
between February 2008 and August 2011. The characteristic of data taken were: age, sex, nutritional
status, CD4+ counts, duration of diarrhea, other comorbid diseases beside diarrhea (pneumonia,
tuberculosis, moniliasis) and the patient outcome. National Guidelines Clinical Management of
HIV/AIDS in Children were used to diagnose HIV/AIDS. Immune supression level was determined
using CDC guidelines. Immune supression level was ranked in to four categories: no immune deficient,
mild suppression, moderate suppression, and severe immunodeficient. Result: Thirty six (53%)
patients were male; diarrhea was found in 32 (47%) patients, acute diarhhea in 12 patients, prolonged
diarrhea in 1 patient, persistent diarrhea in 19 patients. Forty (40%) were severe immunodeficient,
6% mild, 28% moderate and 40% without immunodeficiency. Discussion: Statistical analysis showed
that there was no correlation between immune supression level and types of diarrhea. (95% CI, p
= 0.17).

Keywords: immune supression, diarrhea, HIV/AIDS

PENDAHULUAN Beberapa laporan di negara berkembang


seperti di India dan beberapa negara di
Data UNAIDS 33 juta orang di seluruh dunia
diperkirakan menderita HIV/AIDS dan sekitar
12% terjadi pada anak berusia kurang dari 15
tahun (UNAIDS, 2008). Di Indonesia,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan
bahwa secara kumulatif diperkirakan 76.000
orang terjangkit infeksi HIV/AIDS dan 2,9%
berusia kurang dari 15 tahun.
Disfungsi sistem imun dan akibat klinis yang
ditimbulkan oleh infeksi HIV pada anak
berkembang lebih cepat dibandingkan pada
dewasa (Yogev, 2004; Agrawal, 2008).

29
Afrika, 50–80% anak dengan HIV/AIDS tidak
melewati usia 5 tahun (Asnake, 2005; Chintu,
2008; Thea, 1993; UNAIDS, 2008). Diare
merupakan salah satu penyebab tingginya
angka morbiditas dan mortalitas pada penderita
infeksi HIV/AIDS. Insiden diare pada anak
dengan infeksi HIV sekitar 50% di negara
maju dan mencapai 80% di negara berkembang
(Chintu, 2008; Thea, 1993; UNAIDS, 2008).
Supresi imun diduga akan meningkatkan
resiko terjadinya diare berkepanjangan atau
persisten, namun demikian hingga saat ini
mekanismenya belum jelas. Masih sedikit
penelitian mengenai hubungan antara supresi
imun karena penyakit HIV/AIDS dengan
diare di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara derajat

27
Hubungan antara Kategori Imunodefisensi dengan Diare (Satrio Wibowo)

supresi imun dengan terjadinya diare padaanak Penyakit penyerta adalah penyakit lain yang
dengan infeksi HIV/AIDS. menyertai pasien dengan infeksi HIV/AIDS,
yang dialami oleh pasien saat masuk
perawatan di rumah sakit, antara lain:
BAHAN DAN METODE
tuberkulosis, pneumonia dan moniliasis.
Penelitian dilakukan dengan metode cross Seluruh data (usia, jenis kelamin, status
sectional retrospektif. Subjek penelitian adalah gizi, stadium HIV, jenis diare, derajat
68 rekam medis pasien anak yang dirawat di imunodefisiensi, penyakit penyerta serta
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas keadaan pasien keluar) akan dikategorikan
Kedokteran Universitas Brawijaya- Rumah dan ditampilkan sebagai data dasar.
Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang Selanjutnya akan dilakukan crosstab antara
dengan diagnosis HIV/AIDS sejak Februari derajat imunodefisiensi dan jenis diare. Uji
2008 sampai dengan Agustus 2011. Diagnosis Chi-square dan uji korelasi Rank Spearman
HIV/AIDS pada pasien-pasien tersebut digunakan untuk menguji adanya hubungan
ditetapkan berdasarkan Pedoman Tatalaksana antara derajat imunodefisiensi dengan jenis
Infeksi HIV Pada Anak dan Terapi diare. Hasil pengujian yang menunjukkan nilai
Antiretroviral di Indonesia Departemen signifikansi (p) kurang dari alpha 0,05
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian dianggap bermakna atau menunjukkan adanya
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. hubungan (Dahlan, 2008).
Umur, jenis kelamin, status gizi, stadium HIV,
jenis diare, derajat imunodefisiensi, penyakit
HASIL
penyerta, serta keadaan pasien keluar dicatat.
Stadium HIV ditentukan berdasarkan stadium Selama periode Februari 2008 sampai
klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi Agustus 2011 telah dirawat sebanyak 68
HIV. Dengan cara klasifikasi klinis ini subjek pasien HIV/AIDS di ruang rawat inap Bangsal
diklasifikasikan menjadi stadium 1 Anak (IRNA IV)/Lab. Ilmu Kesehatan Anak
(asimptomatik), stadium 2 (ringan), stadium 3 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya-
(sedang) dan stadium 4 (berat). Sedangkan Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar
derajat supresi imun ditentukan berdasarkan Malang. Perbandingan antara jenis kelamin
klasifikasi WHO tentang imunodefisiensi HIV laki-laki dan perempuan hampir sama yaitu
menggunakan penghitungan CD4+, yang 53% dan 47%. Sebanyak 42 pasien berusia
selanjutnya diklasifikasikan menjadi tidak ada kurang dari 18 bulan (61%) dan 26 pasien
imunodefisiensi, imunodefisiensi ringan, berusia lebih dari 18 bulan (39%). Secara
sedang dan berat. kumulatif, gizi kurang dan gizi buruk lebih
Status gizi ditentukan dengan banyak dibandingkan dengan kelompok status
menghitung berat badan pasien saat sakit gizi baik dan gizi lebih yaitu 72% dan 28%.
dibandingkan berat badan ideal menurut umur. Sebanyak 39 (57%) penderita HIV/AIDS yang
Berdasarkan berat badan, status gizi dirawat pada stadium 4 dan 50% penderita
digolongkan menjadi gizi baik, gizi kurang secara imunologis mengalami supresi imun
dan gizi buruk. berat. Di antara berbagai penyakit penyerta,
Diare didefinisikan sebagai suatu kondisi di diare masih merupakan penyakit penyerta
mana seseorang buang air besar dengan yang paling sering (32 atau 47%), diikuti
konsistensi lembek atau cair dengan frekuensi dengan moniliasis (29%), pneumonia (27%)
dan volume yang lebih sering (biasanya tiga dan tuberkulosis (19%). Pada satu penderita
kali atau lebih) dalam satu hari. Jenis diare dapat mengalami beberapa penyakit penyerta
ditentukan berdasarkan lamanya diare,yaitu secara bersamaan. Diare persisten merupakan
diare akut bila diare dialami kurang dari 7 bentuk diare yang paling banyak (19/32 atau
hari, diare berkepanjangan bila berlangsung 59%) dibandingkan diare berkepanjangan atau
antara 7–14 hari, dan diare persisten lebih dari diare akut. Sebanyak 38% pasien mengalami
14 hari (Juffrie, 2009). supresi imun berat, 6% supresi imun sedang,

26
Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 142–147

28% supresi imun ringan dan 38% sisanya penderita (80%) pulang dalam keadaan hidup
tidak mengalami imun supresi. Sebagian besar dan kontrol/rawat jalan.

Tabel 1. Kategori imun berdasar pada jumlah dan persentase sel T + CD4
Derajat Jumlah sel T + CD4 spesifik terkait umur dan persentase
imunodefisiensi < 11 bulan (%) 12–35 bulan (%) 36–59 bulan (%) > 5 tahun (abs. count)
Tanpa supresi > 35 > 30 > 25 > 500
Ringan 30–35 25–30 20–25 350–499
Sedang 25–30 20–25 15–20 200–349
Berat < 25 < 20 < 15 < 200 atau < 15%

Tabel 2. Karakteristik dasar subjek penelitian (n = 68)


Karakteristik Subjek Penelitian Jumlah (persentase) n = 68
Jenis kelamin (n,%)
Laki-laki 36 (53%)
Perempuan 32 (47%)
Kategori Umur
1–1 bulan 13 (19%)
1–6 bulan 9 (13%)
7–18 bulan 20 (29%)
18–60 bulan 18 (27%)
> 5 tahun 8 (12%)
Status Gizi
Gizi lebih 4 (6%)
Gizi Baik 24 (35%)
Gizi kurang 13 (19%)
Gizi buruk 27 (40%)
Stadium HIV
Stadium 1 9 (13%)
Stadium 2 10 (15%)
Stadium 3 10 (15%)
Stadium 4 39 (57%)
Penyakit Penyerta*
diare 32 (47%)
pneumonia 27 (38%)
moniliasis 29 (43%)
tuberculosis 19 (28%)
Jenis Diare
diare akut 12 (18%)
diare berkepanjangan 1 (1%)
diare persisten 19 (28%)
tidak diare 36 (53%)
Terapi Anti Retroviral
mendapat terapi ARV 28 (41%)
tidak mendapat terapi 40 (59%)
Keadaan saat pulang
hidup (rawat jalan) 54 (80%)
meninggal 14 (20%)
* satu penderita dapat mengalami beberapa penyakit penyerta

27
Hubungan antara Kategori Imunodefisensi dengan Diare (Satrio Wibowo)

Tabel 3. Korelasi derajat imundefisiensi dengan jenis diare pada anak dengan infeksi HIV/AIDS
Derajat Imunodefisiensi
Koefisien korelasi (r) Signifikasi (p)
Kasus diare anak terkait infeksi HIV/AIDS -0,324 0,099
Keterangan: Spearman test

Analisis data dengan uji korelasi Spearman pasien atau 47%). Temuan ini sesuai dengan
menunjukkan tidak ada hubungan bermakna berbagai literatur yang menyebutkan bahwa
antara derajat imunodefisiensi dengan jenis manifestasi klinis tersering pada anak
diare. adalah diare (Yogev, 2004; Agrawal, 2008;
Asnake,2005; Chintu, 2008; Miller, 2008).
Nilai yang beragam ditemukan dalam berbagai
PEMBAHASAN
penelitian, berkisar antar 50–80% (Yogev,
Limfosit T CD4+ merupakan sel sistem imun 2004; Asnake,2005; Chintu, 2008; UNAIDS,
yang diserang dan dirusak oleh virus HIV 2008; Miller, 2011). Kedua, bahwa diare
(Yogev, 2004; Akib, 2004; Miller, 2011) persisten merupakan bentuk diare tersering (19
sehingga hitung jumlah CD4+ dianggap dari 32 pasien atau 59%) di antaranya adalah
menggambarkan status imunologisnya dan diare persisten.
derajat supresi imun. Konsep bahwa status Hasil ketiga dari penelitian ini adalah jenis
imunologis sangat berperan dalam menentukan diare tidak ada hubungan dengan derajat
kemampuan pertahanan individu untuk supresi imun. Hal ini tidak sesuai dengan
melawan berbagai agen penyakit telah diterima berbagai literatur terdahulu yang mendukung
secara luas. Artinya, telah dipahami bahwa teori bahwa semakin tinggi derajat supresi
semakin rendah status imunologis atau semakin imun, maka resiko terjadinya diare kronis atau
tinggi derajat supresi imun maka akan semakin persisten semakin tinggi. Penelitian Thea MD,
tinggi resiko seorang individu mengalami dkk menyebutkan bahwa bayi dengan infeksi
sakit dan sebaliknya. Terdapat hubungan HIV memiliki resiko 11 kali lipat mengalami
yang kuat antara gambaran klinis infeksi HIV diare dibanding bayi yang tanpa infeksi, di
dengan derajat imunosupresi (Agrawal, 2008). mana sebagian merupakan diare persisten
Berbagai literatur menyebutkan bahwa diare, (Thea, 1993). Demikian pula penelitian dari
pneumonia, tuberkulosis, monilisasis dan Chintu yang menyatakan bahwa terdapat
malnutrisi adalah beberapa manifestasi klinis hubungan yang kuat antara individu dengan
supresi imun yang paling sering (Yogev, 2004; HIV positif dengan diare khronis dibandingkan
Agrawal, 2008; Asnake, 2005; Chintu, 2008; dengan individu dengan HIV negatif (68% vs
UNAIDS, 2008; Akib, 2004; Olga, 2005). 22%, p < 0,05) (Chintu, 2008). Pernyataan
Diare pada HIV dapat terjadi pada semua tersebut didukung dengan teori bahwa semakin
stadium klinis, baik stadium dini maupun rendah jumlah sel CD4+, maka akan semakin
lanjut. Pada tahap awal HIV biasanya diare lemah sistem kekebalan tubuh individu
ringan, intermiten dan dapat sembuh sendiri sehingga infeksi oportunistik, termasuk diare,
tanpa pengobatan. Pada tahap lanjut, lebih sering terjadi terjadi (Asnake, 2005;
bersamaan dengan fungsi imun tubuh yang Chintu, 2008; Miller, 2008). Di samping itu,
semakin menurun, diare menjadi kronik, terjadi saluran cerna merupakan target utama infeksi
penurunan berat badan serta malnutrisi. Derajat oportunistik pada anak dengan HIV/AIDS serta
supresi imun pada HIV selama ini merupakan salah satu titik masuknya virus (site
dikaitkan dengan peningkatan resiko of infection) (Miller, 2008). Disebutkan bahwa
terjadinya manifestasi diare yang kronis atau penurunan jumlah CD4+ di saluran cerna lebih
persisten (Yogev, 2004; Miller, 2011). rendah dibandingkan dengan jumlah CD4+ di
Penelitian ini menghasilkan beberapa hal. dalam darah, yang mengindikasikan supresi
Pertama adalah diare menjadi penyakit imun yang lebih berat terjadi di saluran cerna
penyerta terbanyak dalam penelitian ini (32 (Miller, 2008).

26
Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Oktober 2012: 142–147

Terdapat beberapa kemungkinan mengapa hal tersebut dapat mempengaruhi hasil analisa
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan statistik penelitian.
penelitian-penelitian sebelumnya. Pertama
adalah belum diperhitungkannya faktor-faktor
SIMPULAN DAN SARAN
perancu, antara lain terapi yang sudah
diberikan kepada pasien atau kepada orang tua Simpulan
pasien dari pasien yang masih mendapatkan Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
ASI, penyakit penyerta dan status gizi. diare masih merupakan penyakit penyerta
Pemberian terapi Anti Retroviral (ARV) terbanyak pada anak dengan infeksi
terbukti mampu mencegah depresi CD4+ HIV/AIDS. Diare persisten merupakan bentuk
bahkan mampu meningkatkan persentase dan tersering dari diare. Derajat supresi imun
jumlah absolut sel T limfosit CD4+, sekalipun pada penderita HIV/AIDS anak tidak selalu
peningkatannya tidak bisa setara dengan berhubungan dengan jenis diare yang dialami.
kelompok kontrol (Resino, 2004). Pada
penelitian ini sebanyak 40 penderita (59%) Saran
telah mendapatkan terapi antiretroviral.
Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain
Faktor perancu lainnya adalah penyakit
penelitian yang lebih baik untuk
penyerta lain dan status gizi. Seperti telah
meminimalkan pengaruh variabel-variabel
diketahui bahwa penyebab diare sangat luas,
perancu. Perlu jumlah subjek penelitian yang
meliputi faktor-faktor infeksi maupun non
lebih banyak untuk memperkuat validitas
infeksi. Penyebab infeksi bermacam-macam,
penelitian.
terbagi menjadi penyebab infeksi di dalam
saluran cerna, maupun infeksi di luar saluran
cerna. Sehingga adanya faktor penyakit KEPUSTAKAAN
penyerta lain sangat mempengaruhi jenis atau Agrawal, D., Chakravarty, J., Sundar, S.,
durasi diare. Demikian pula halnya dengan Gupta, V., 2008. Correlation Between
status gizi, malnutrisi akan menyebabkan atrofi Clinical Features and Degree of
villi, enteropati, dan disregulasi sistem enteral Immunosupression in HIV Infected Children.
karena fungsi enzimatis yang menurun (Brian, Indian Pediatrics, 45: 140–3.
2012). Akib, A.A.P., 2004. Infeksi HIV pada Bayi
Kemungkinan kedua, beberapa literatur dan Anak. Sari Pediatri, 2: 1–14.
menyebutkan bahwa kadar CD4+ dalam serum Asnake, S., Amsalu, S., 2005. Clinical
tidak selalu menggambarkan kadar CD4+ pada Manifestasions of HIV/AIDS in Children in
mukosa saluran cerna, sekalipun pada beberapa Northwest Ethiopia. Ethiopia Journal
penelitian dikatakan bahwa penurunan Health and Development, 19(1): 24–28.
kadarnya memang lebih progresif (Brenchley, Assefa, S., Erko, B., Medhin, G., Assefa, Z.,
2004; Mehandru, 2004). Ketiga, sistem imun Shimelis, T., 2009. Intestinal Parasitic
Infections In Relation To HIV/AIDS Status,
saluran cerna memiliki karakteristik dan
Diarrhea and CD4-T Cell Count. BMC
otonomi tersendiri yaitu Ig A sekretorik
Infectious Disease, 9: 155.
(secretory IgA/sIgA) memegang peran yang
Brenchley, J.M., Schacker, T.W., Ruff, L.E.,
dominan dalam fungsi pertahanan saluran et al., 2004. CD4+ T cell Depletion During All
cerna (Kaiserlian, 2005; Forchielli, 2005). Stages of HIV Disease Occu r s
Keempat adalah belum diperhitungkannya Predominantly in the Gastrointestinal
jenis kuman atau patogen penyebab diare, Tract. Journal Expert of Medicine, 200: 749–
derajat virulensi dan jumlahnya. Manifestasi 759.
klinis diare pada penderita HIV/AIDS sangat Brian, C.Z., Thuli, P., Holly, M.Z., Holly,
ditentukan oleh jumlah dan jenis patogennya F., Francis, C., Margaret, E.F., 2012.
(Assefa, 2009; Brink, 2002). Kelima, sebaran Predictors of Poor CD4 and Weight Recovery
data pada cross tabulasi dari derajat supresi in HIV Infected Children
imun dengan jenis diare tidak normal, di mana

26
Hubungan antara Kategori Imunodefisensi dengan Diare (Satrio Wibowo) in the gastrointestinal tract.
Journal Expert of Medicine, 200: 761–770.
Miller, T.L., Cushman, L.L., 2011. Gastrointestinal Complications of Secondary
Immunodefiency Syndromes. Dalam: Willie, R., Hyams, J.S., Kay, M., (Eds)., Pediatric Gastrointestinal
and Liver Disease 4th Ed. Philadelphia:Elsevier Saunders; hlm. 447–461.
Olga, K., 2011. Growth and Development of Children With HIV/AIDS. MHSJ, 8: 16–20.
Resino, S., Galán, I., Pérez, A., León, J.A., Seoane, E., Gurbindo, D., et al., 2004. HIV Infected
Children with Moderate/ Severe Immune-Suppression: Changes In The Immune System After Highly
Active Antiretroviral Therapy. ClinicalExpert of Immunologi, 137: 570–7.
Thea, D.M., St. Louis, M.E., Atido, U., Kanjinga, K., Kembo, B., Matondo M, et al., 1993. A
Prospective Study of Diarrhea and HIV-1 Infection Among
429 Zairian Infants. New England Journal of Medicine, 329 (23): 1696– 1702.
UNAIDS, 2008. AIDS epidemic update 2008.
Geneva.
Yogev, R., Chadwick, E.G., 2004. Acquired Immunodeficiency Syndrome (Human Immunodeficiency
Virus). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (Ed). Nelson Textbook of Pediatrics 17th Ed.
New York: Elsevier; hlm. 1109–1121.

Anda mungkin juga menyukai