Disusun Oleh :
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Sistem Imunologi dan Hematologi. Kami berterima kasih kepada Ibu
Windasari Aliarosa S.Kep.,Ners.,MAN selaku koordinator mata kuliah Sistem
Imunologi dan Hematologi, juga kepada Ibu Sadaukur Barus, S. Kep,. Ners,.
M.Kep selaku dosen pembimbing tutor kelompok kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
ii
B. Saran ....................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 58
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
penyakit HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik. Infeksi
oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada
kondisi kondisi tertentu yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh
organisme non patogen. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis,
Cryptococcal), paru paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberculosis), mata
(Cytomegalovirus), mulut dan saluran napas (Candidiasis), usus
(Cytomegalovirus, Mycobacterium avium complex), alat kelamin (Herpes
genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes simplex). Kondisi
Indonesia yang beriklim tropis dengan tingkat kelembaban udara relatif
tinggi membuat berbagai jenis kuman mudah berkembang biak dan dapat
berpengaruh pada jumlah infeksi tersebut (Febriani, 2010).
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada Tn. X dengan gangguan sistem
imunologi dan hematologi pada penyakit HIV/AIDS.
2. Tujuan Khusus
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai
kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,
sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam
sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Zein, 2006).
4
Jadi dapat disimpulkan bahwa AIDS adalah penyaki dimana terjadi segala
jenis gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang akibat
adanya virus HIV.
B. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui
dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar
disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat.
Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1
jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai
timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan
untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen
tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit.
Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional
dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Revmembantu keluarnya transkrip virus yang terlepas
dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag,
yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
5
Gambar 2.1. Struktur anatomi HIV (TeenAIDS, 2008)
6
tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat.
Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap
harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit TCD4 yang terinfeksi memiliki waktu
paruh 1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan
reverse transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap
nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks,
2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang
lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih
lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang
lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi
(Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh
tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas
dan menimbulkan penyakit (Zein, 2006).
C. Manifestasi Klinis
7
4. Mencret dan kurang nafsu makan
7. Radang paru-paru
8. Kanker kulit
Stadium HIV/AIDS:
1. Stadium I
2. Stadium II
Kehilangan berat badan kurang dari 10% Gejala pada mukosa dan kulit
(dermatitis, seboroik, infeksi jiamur pada kuku, perlukaan terjadi dalam 5
tahun terakhir demam radang pada sudut bibir); Herpes zooster
ditemukan 5tahun terakhir berulang misalnya Sinus. Ir, ISPA (infeksi
saluran nafas bagian atas) yang berulang misalnya sinusitis karena
infeksi bakteri. tingkat aktivitas yang 2: dengan yang gejala, aktivitas
normal.
3. Stadium III
Penurunan berat badan Iebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yangtidak
diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut;
Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir;
lnfeksi bakteri yang berat, misalnya: pneumonia, bisul pada otot. Tingkat
8
aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu
bulan terakhir.
4. Stadium IV
a. Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari :
diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.
Kelemahan kronik dan demam berkepanjangan yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan. Pneumocystis carinii pneumonia
(PCP). Toksoplasmosis pada otak.
e. lnfeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1
bulan atau dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.
j. TB diluar paru.
k. Limfoma.
l. Kaposis sarkoma.
9
m. Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC Tingkat aktivitas 4; terbaring
di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan terakhir ( WHO,
2006).
D. Patofisiologi
Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang bertanggung
jawab untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus yang
lain, bakteri, jamur, dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan
HIV untuk tetap bersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup
lama, tetap ada seumur hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan
sel-sel CD4 dan dalam waktu panjang jumlah sel-sel CD4 menurun menjadi
masalah yang sulit untuk ditangani bahkan dengan pengobatan efektif
(Gallant, 2010).
Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4 , jumlah virus dan gejala
klinis melalui 3 fase.
10
1. Fase infeksi akut (Acute Retroviral Syndrom)
Setelah HIV menginfeksi, terjadi proses replika yang menghasilkan virus
virus yang baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu banyaknya
virion tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala
yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai
70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut (ARS)
selama 3 8 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu
demam, faringitis, limfadenofati, mialgia, malaise, nyeri kepala diare
dengan penurunan berat badan. HIV juga sering menumbulkan kelainan
pada sistem syaraf. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T (CD4)
yang dramatis yang kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai
terjadi respon imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini diatas 500
sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 8 minggu
terakhir HIV.
2. Fase infeksi laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus
dalam sel dendritik folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe
menyebabkan viron dapat dikendalikan, gejala yang hilang dan mulai
memasuki fase laten (tersembunyi). Pada fase ini jarang ditemukan di
plasma sehingga jumlah viron di plasma menurun karena sebagian basar
virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjai replika di kelenjar limfe,
sehingga terjadi penurunan limfosit T terus terjadi walaupun viron di
plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun
hingga sekitan 500 sampai 200 sel/mm3 . meskipun telah terjadi sero
positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asintomatis)
fase ini berlangsung sekitar rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun)
3. Fase infeksi kronis
Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus menjadi
replika virus yang di ikuti dengan kematian dan kerusakan SDF karena
banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus
menurunkan atau bahkan hilang dan virus dicurahkan kedalam darah.
11
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan didalam
serkulasi sistemik respon imun tidak mampu meredam jumlah virion
yang berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi
HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit T ini
mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan
terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit
semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS , infeksi sekunder yang
sering menyertai adalah pnemonia, TBC, sepsi, diare , infeksi virus
herves, infeksi jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis
kanker yaitu kanker kelenjar getah bening . (Nasrudin, 20017)
E. Pathway
Kontak seks ( cairan : darah dan sperma)
Keletihan
Intoleransi aktivitas
F. Cara Penularan
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu (KPA, 2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan
dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat
terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan
laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal
(anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi
vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan
virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau
tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti
jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa
13
juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi
sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda
tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas
laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif,
yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja
dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda
tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja
pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas
HIV(Fauci,2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS,
bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu
ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan
maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan
menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun
peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
14
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
G. Pemeriksaan Penunjang
Ada dua pemeriksaan yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap HIV. Pertama adalah ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay), bereaksi terhadap antibodi yang ada adalam serum
dengan memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus
dalam jumlah besar. Pemeriksaan ELISA mempunyai mempunyai sensitifitas
93% sampai 98% dan spesifitasnya 98% sampai 99%. Tetapi hasil positif
palsu (negatif palsu) dapat berakibat luar biasa, karena akibatnya sangat
serius. Oleh sebab itu, pemeriksaan ELISA diulang dua kali, dan jika
keduanya menunjukkan hasil positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan yang
lebih spesifik, yaitu Western blot. Pemeriksaan Western blot juga dilakukan
dua kali. Pemeriksaan ini lebih sedikit memberikan hasil positif palsu atau
negatif palsu. Jika seseorang telah dipastikan mempunyai sero positif
terhadap HIV, maka dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik untuk
menilai keadaan penyakit, dan mulai dilakukan usaha untuk
mengendalikan infeksi. (Djoerban, dkk. 2006).
Menurut NANDA NIC NOC 2015 :
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)
2. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi
3. Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot
4. Serologis : skrining HIV dengan ELISA, Tes western blot, limfosit T
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Pemeriksaan neurologist
7. Tes fungsi paru, broskoscopi
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif : pemberian nutrisi yang baik dan pemberian
multivitamin.
2. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
15
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan
kritis. Dapat digunakan antibiotik kotrimoksazol.
3. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AID yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan
sel T4 > 500 mm
4. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
6. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang,
makan-makanan sehat, hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun
7. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
16
I. Pencegahan
1. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum ada
obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah
melakukan pencegahannya dengan prinsip ABCDE yaitu :
A = Abstinence
B = Be faithful
C = use Condom
D = Drugs No
E = a sterilization of Equipment
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung
tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah
penularan HIV,memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan
lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya VTC mempunyai
tujuan sebagai :
17
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi
pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang
terinfeksi HIV.
a. Cuci tangan
b. Alat pelindung
c. Pemakaian antiseptik
18
J. Komplikasi
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAD, 2003)
komplikasi yang terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
1. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru
2. Kandidiasis esophagus
3. Kriptokokosis ekstra paru
4. Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5. Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)
7. Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru
8. Ensefalitis toxoplasma.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena
sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga
mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar
timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya
fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah
beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti
ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji
status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan
penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
1) Kerusakan Respon Imun Seluler (Limfosit T )
19
Terapi Radiasi, Defisiensi Nutrisi, Penuaan, Aplasia Timik,
Limpoma, Kortikosteroid, Globulin Anti Limfosit, Disfungsi
Timik Congenital.
2) Kerusakan Imunitas Humoral (Antibodi)
Limfositik Leukemia Kronis, Mieloma, Hipogamaglobulemia
Congenital, ProteinLiosing Enteropati (Peradangan Usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif ) dan Keluhan (Sujektif )
1) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Mudah Lelah, Intoleran Activity, Progresi Malaise,
Perubahan Pola Tidur.
Tanda : Kelemahan Otot, Menurunnya Massa Otot, Respon
Fisiologi Aktifitas (Perubahan TD, Frekuensi
Jantung dan Pernafasan ).
2) Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang Lambat (Anemia), Perdarahan Lama
pada Cedera.
Tanda : Perubahan TD Postural, Menurunnya Volume
Nadi Perifer, Pucat/Sianosis, Perpanjangan
Pengisian Kapiler.
3) Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan K ehilangan,
Mengkuatirkan Penampilan, Mengingkari Diagnosa,
Putus Asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, Cemas, Depresi, T akut, Menarik Diri,
Marah.
4) Eliminasi
Gejala : Diare Intermitten, TerusMenerus, Sering
Dengan atau Tanpa Kram Abdominal, Nyeri
Panggul, Rasa Terbakar Saat Miksi
Tanda : Feces Encer Dengan atau Tanpa Mucus
20
atau Darah, Diare Pekat dan Sering, Nyeri
Tekan Abdominal, Lesi atau Abses Rectal, Perianal,
Perubahan Jumlah, warna,dan Karakteristik Urine.
5) Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual Muntah, Disfagia
Tanda : Turgor Kulit Buruk, Lesi Rongga Mulut, Kesehatan Gigi
dan Gusi yang Buruk, Edema
6) Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, Kurang Perawatan Diri.
7) Neurosensoro
Gejala : Pusing, Sakit Kepala, Perubahan Status
Mental, Kerusakan Status Indera,Kelemahan
Otot, Tremor, Perubahan Penglihatan.
Tanda : Perubahan Status Mental, Ide Paranoid,
Ansietas, Refleks Tidak Normal, Tremor, Kejang,
Hemiparesis, Kejang.
8) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri Umum / Local, Rasa Terbakar, Sakit Kepala,
Nyeri Dada Pleuritis.
Tanda : Bengkak Sendi, Nyeri Kelenjar, Nyeri T ekan,
Penurunan Rentan Gerak,Pincang.
9) Pernafasan
Gejala : ISK Sering atau Menetap, Napas Pendek Progresif,
Batuk, Sesak pada Dada.
Tanda : Takipnea, Distress Pernapasan, Perubahan Bunyi Napas,
adanya Sputum.
10) Keamanan
Gejala : Riwayat Jatuh, T erbakar, Pingsan, Luka,
Transfuse Darah, Penyakit Defisiensi Imun, Demam
Berulang, Berkeringat Malam.
21
Tanda : Perubahan Integritas Kulit, Luka Perianal/Abses,
Timbulnya Nodul, Pelebaran Kelenjar Limfe, Menurunya
Kekuatan Umum, Tekanan Umum.
11) Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku Seks Beresiko Tinggi, Menurunnya
Libido, Penggunaan Pil Pencegah Kehamilan.
Tanda : Kehamilan, Herpes Genetalia
12) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh Diagnosis, Isolasi,
Kesepian, adanya Trauma AIDS.
Tanda : Perubahan Interaksi
13) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam Perawatan, Prilaku Seks
Beresiko Tinggi, Penyalahgunaan Obat-obatan IV,
Merokok, Alkoholik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.
22
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.
4. Kumpulkan
spesimen untuk
23
tes lab sesuai 4. Meyakinkan
order. diagnosis akurat
dan pengobatan
5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai
order.
5. Mempertahankan
kadar darah yang
terapeutik.
24
malnutrisi, aktivitas. tidak mampu
kelelahan.
3. Jadwalkan
perawatan pasien
3. Ekstra istirahat
sehingga tidak
perlu jika karena
mengganggu
meningkatkan
isitirahat.
kebutuhan
metabolik
25
kriteria perut lunak, usus. mumnya dengan
tidak tegang, feses diare.
lunak dan warna
3. Mengurangi
normal, kram perut 3. Atur agen
motilitas usus,
hilang, antimotilitas dan
yang pelan,
psilium
emperburuk
(Metamucil)
perforasi pada
sesuai order.
intestinal.
4. Berikan ointment
4. Untuk
A dan D, vaselin
menghilangkan
atau zinc oside.
distensi.
26
BAB III
A. Kasus
27
5. Sering mengalami kelelahan, demam intermitten, menggigil, dan
berkeringat pada malam hari selama 6 bulan belakangan ini.
6. Pada usia 19 tahun menderita herpes genital kambuh berulang, dan
timbul 1 tahun yang lalu.
7. Pernah menjalani apendiktomi
Riwayat social :
Studi kasus :
28
5. Leher : nodus limpe servikal membesar bilateral, pada sisi kanan lbih
besar daripada kiri, terasa keras ketika dipalpasi, rentang gerak leher
normal.
6. Respirasi : klien menyangkal adanya kesulitan bernapas, ekspansi
dinding dada simetris, tidak ada deformitas pada dada, bunyi paru bersih
7. Kardiovaskuler : takikardia, S1 dan S2 bprmal, tidak ada murmur, nadi
dapat dipalpasi disemua ekstremitas, CRT normal.
8. GI : abdomen distensi tapi lembut, teraba massa dikuadran bawah, bising
usus terdengar di semua kuadran, area yang terasa paling nyeri ada pada
kuadran bawah. Tidak ada nyeri saat BAK, ukuran genital normal, belum
di sunat, tidak ada keluaran cairan dari penis, tidak ada lesi
9. Kulit : intak, kering turgor kulit kurang tidak ada perubahan warna kulit,
tidak ada rash, tidak ada brushing
10. EKG 12 lead : sinus takikardia
11. CT-abdomen : adanya massa pelvis di ruang retroperitoneal di atas
bladder, ukuran 20 cm x 15 cm
Pengobatan :
1. Observasi ketat IO
2. VS dan O2 saturasi q4h
3. BB harian
4. Diet : cairan jernih
5. Ambulasi ad lib
6. Incentive spirometer 1 -2h
7. Hubungi dokter bila : BP <90 atau <90 diastolik; HR >120 dan
<60,RR >30; T >380C; saturasi oksigen <92%
8. IV : 0,9 % normal saline ditambah 20 mEq KCl via infuse pump, 500
mL/jam x 1 liter, kemudian diturunkan menjadi 125 mL/jam
29
9. Pengobatan : diflucan 200 mg po; protonix 40 mg po; nystatin 5 mL q6h
po; Morphin sulfate 2-4 mg IV q2h, Vicodin 1-2 tabs po; Ativan 0,5 mg
po q4h, Zofran 4 mg IV q4h
B. Kata Kunci
30
19. CT- abdomen : Pemeriksaan di daerah perut
20. Retroperitoneal : Area dibelakang peritoneum atau area bagian
perut
21. Bladder : Kandung Kemih
22. IO : Intake Output
23. VS dan O2 q4h : pemeriksaan Vital Sign (tanda-tanda vital)
dan Oksigen setiap 4 jam sekali
24. Ambulasi ad lib : Gerak tidak dibatasi
25. Incentive spirometer q 1-2h : pemeriksaan paru setiap 1-2 jam sekali
26. Diflucan : Obat yang digunakan untuk mengatasi
berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh
jamur candida (penyebab infeksi
oportunistik yang disebut kandidiasis pada
kulit, mukosa dan organ dalam manusia)
27. Protonix : Obat yang digunakan untuk mengatasi
berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh
jamur
28. Nystatin : Obat yang digunakan untuk mengatasi
berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh
jamur
29. Morphin Sulfate : Obat yang digunakan untuk nyeri sedang
sampai berat, nyeri kanker, infark miokard,
operasi, analgesik, obat preanaesthetic
30. Vicodin : Obat untuk menghilangkan nyeri sedang
sampai cukup parah
31. Ativan : Obat yang digunakan untuk mengatasi
gejala-gejala gangguan kecemasan yang
parah
32. Zofran : Obat yang digunakan untuk mencegah serta
31
Mengobati mual dan kemotherapy,
radiotherapy atau operasi salah satu contoh
obatnya adalah Ondansetron.
32
ada patogen masuk pertama kali bisa melalui oral karena mulut adalah
sistem pertahanan tubuh yang pertama sehingga dapat menyebabkan
sariawan.
7. Apa yang menyebabkan nodus limfe servikal pada bilateral
membesar ?
Jawaban : untuk menyerang antigen yang masuk sehingga nodus limfe
klien membesar akibat sistem imun berkurang karena limfe yang
mempunyai fungsi yang sama seperti sistem imun.
8. Apa yang menyebabkan tonsil klien membesar ?
Jawaban : untuk menyerang antigen yang masuk sehingga tonsil klien
membesar akibat sistem imun berkurang karena tonsil yang
mempunyai fungsi yang sama seperti sistem imun.
9. Mengapa pada hasil CT-abdomen terdapat massa pelvis di ruang
retroperitoneal di atas bladder?
Jawaban : karena terjadi pertumbuhan dan pembelahan sel yang
abnormal secara berlebihan akibat sistem imun yang menurun.
33
BAB IV
TINJAUAN KASUS
I. BIODATA
1. Nama pasien : Tn. X
Umur/tgl lahir : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan : Di ladang
Suku/bangsa :-
Diagnosa medis : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS)
Alamat :-
34
Klien mengeluh mengalami penurunan berat badan sebanyak 9 kg
dalam waktu 3 bulan, anoreksia dan mengalami kesulitan menelan
karena sariawan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sering mengalami kelelahan, demam intermitten, menggigil dan
berkeringat pada malam hari selama 6 bulan belakangan ini. Pada usia
19 tahun klien menderita herpes genital kambuh berulang, dan timbul
kembali 1 tahun yang lalu. Klien pernah menjalani apendiktomi. Klien
tidak memiliki riwawat alergi, trauma abdomen, penyakit refluks
lambung, hernia ataupun kolitis. Klien juga tidak sedang dalam
pengobatan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit kanker dalam keluarga.
V. PEMERIKSAAN FISIK
35
1. Keadaan Umum dan Kesadaran
Berorientasi, tampak kegelisahan di wajahnya dan alert.
2. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah : 101/45 mmHg
b. Nadi : 108 x/ mnt
c. Respirasi : 22 x/mnt
d. Suhu : 36,8 0C
e. Saturasi O2 : 95%
3. Sistem Persepsi Sensori
Telinga dan mata normal.
4. Sistem Pencernaan
Membran mukosa oral berwarna merah dan terdapat inflamasi. Juga
terdapat lesi berwarna putih pada mukosa oral dan memanjang ke daerah
faring posterior. Perawatan gigi kurang, terdapat empat gigi yang tanggal
pada rahang atas. Abdomen distensi tetapi lembut, teraba massa di
kuadran bawah, bising usus terdengar di semua kuadran, area yang terasa
paling nyeri ada pada kuadran bawah.
5. Sistem Integumen
Intak, kering, turgor kulit kurang, tidak ada perubahan warna kulit, tidak
ada rush ataupun bruising.
6. Sistem Kardiovaskular
Takikardia, S1 dan S2 normal, tidak ada murmur, nadi dapat dipalpasi di
semua ektresmitas, CRT normal.
7. Sistem Respirasi
Klien menyangkal adanya kesulitan bernafas, ekspansi dinding dada
simetris, tidak ada deformitas pada dada, bunyi paru bersih. Rentang
gerak leher normal.
8. Sistem Lymfatik
Tonsil membesar. Nodus limfe submandibular membesar bilateral dan
mengeras ketika dipalpasi. Nodus limfe servikal membesar bilateral,
pada sisi kanan lebih besar daripada kiri, terasa keras ketika di palpasi.
36
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM
1. EKG 12 Lead
Sinus takikardi
2. CT-Abdomen
Adanya massa pelvis di ruang retroperitoneal di atas bladder, ukuran
20 cm x 15cm.
3. Laboratorium
Tes Hari 1 Hari 2 Hari Nolai Normal
Sodium 148 mEq/L 142 mEq/L 138 135-145 mEq/L N
mEq/L
Pottasium 2.9 mEq/L 3.9 mEq/L 4.2 mEq/L 3.5-5.0 mEq/L N
Chloride 113 mEq/L 99 mEq/L 99 mEq/L 97-106 mEq/L N
Venous 22 mEq/L 25 mEq/L 25 mEq/L 23-29 mEq/L N
carbondioxide
Blood Urea 42 mg/dL 22 mg/dL 19 mg/dL 5-25 mg/dL N
Nitrogen (BUN)
Creatinin 1.1 mg/dL 0.9 mg/dL 0.7 mg/dL 0.6-1.3 mg/dL N
Blood Glucose 143 mg/dL 124 mg/dL 133 mg/dL mg/dL
Calcium 7.9 mg/dL 7.8 mg/dL 7.9 mg/dL 8.8-10.4 mg/dL N
Total Protein 5.2 g/dL 6-8 g/dL
Amylase 72 unit/L 20-123 unit/L N
Lipase 27 unit/L 10-140 unit/L N
Magnesium 1.9 mEq/L 2.0 mEq/L 2.1 mEq/L 1.7-2.3 mEq/L N
Phosporus 3.1 mg/dL 2,5-5 mg/dL N
Albumin 2.9 g/dL 2.9 g/dL 2.9 g/dL 3.5-5.0 g/dL
Alkaline 225 unit/L 197 unit/L 192 unit/L 30-130 unit/L
Phospatase
Total Bilirubin 1.2 mg/dL 1.4 mg/dL N
AST (SGOT) 64 unit/L 99 unit/L 104 unit/L 5-35 unit/L
37
ALT (SGPT) 52 unit/L 80 unit/L 92 unit/L 5-35 unit/L
WBC 1700/mm3 1600/mm3 1600/mm3 4,000-9,,000/mm3
Hemoglobin 10.1 g/dL 9.8 g/dL 9.8 g/dL 13-18 g/dL
Hematocrit 30.2 % 29.8 % 29.8 % 40-50 %
RBC 4.0 /mm3 3.9/ mm3 3.9 /mm3 4.4-5.6 /mm3
Neutrophil 88 % 36-73 %
Lymphocytes 2% 15-45 %
Monocytes 3% 0-11 % N
Platelets 22,.000 208,000 87,000 150,000-450,000
/mm3 /mm3 /mm3 /mm3
PTT 34 seconds 21-45 seconds N
PT 13.1 10-15 seconds N
seconds
INR 1.22 0.8-1.2 seconds
seconds
CEA > 11 ng/dL 0-5 ng/dL
CD4 count 170 500-1500 cells/uL
cells/uL
HIV antibody Positive
Analisis Gas Darah
PO2 92 mmHg 75-100 mmHg
N
Saturasi O2 95 % 94% 95-99 %
pH 7.34 7,35-7,45
PCO2 39 mmHg 35-45 mmHg N
VII.THERAPI MEDIS
1. Terapi Medis
a. Diflucan 200 mg po
38
b. Protonix 40 mg po
c. Nystatin 5 mL q6h po
d. Morphin sulfate 2-4 mg IV q2h
e. Vidocin 1-2 tabs po q6h
f. Ativan 0,5 mg po q4h
g. Zofran 4 mg IV q4h
h. IV 0,9 % normal saline ditambah 20 mEq KCl via infuse pump, 500
mL/jam x 1 liter, kemudian diturunkan menjadi 125 mL/jam.
2. Terapi Keperawatan
a. Observasi ketat IO
b. Vs dan O2 saturasi 4qh
c. BB harian
d. Diet : cairan jernih
e. Ambulasi ad lib
f. Incentive spirometer q 1-2h
g. Hubungi dokter bila BP <90 sistolik atau > 90 diastolik; HR >120
dan <60; RR >30; T >38 0C; saturasi oksigen < 92%
39
servikal membesar
bilateral, pada sisi Melepaskan materi genetik virus
kanan lebih besar ke dalam sel T
daripada kiri,
terasa keras ketika RNA virus diubah ke DNA
di palpasi. (reserve transcriptase)
4. WBC 1600/mm3
5. CD4 count 170 Menyisipkan DNA virus ke dalam
cells/uL DNA T sel
6. HIV antibody (+)
Proses replikasi untuk membuat
virus baru (virion)
Infeksi
40
2. Ds : Kontak seks ( cairan : darah dan Nyeri
Klien mengeluh nyeri sperma)
abdomen. Nyeri nya
terasa tumpul yang Virus HIV masuk ke dalam
mulai dirasakan klien tubuh
sejak 2 minggu yang
lalu. Menyerang CD4+ (sel T helper)
41
ruang retroperitoneal (kanker)
Nyeri abdomen
Nyeri
42
meminum jus atau Jumlah sel CD4+ menurun
air dengan jumlah
sedikit dalam Sistem imun menurun
waktu 24 jam
terakhir. Tidak mampu melawan antigen
5. WBC 1600/mm3 (virus, jamur, bakteri)
6. CD4 count 170
cells/uL Inflamasi pada mukosa oral
7. HIV antibody (+)
Disfagia
Anoreksia
BB menurun
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
43
ke dalam sel T
Disfagia
Hb menurun
Keletihan
44
Intoleransi aktivitas
45
Sel-sel menjadi rentan
Nyeri abdomen
Ansietas
46
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d adanya
inflamasi dan lesi pada mukosa oral ditandai dengan klien tampak kurus,
BB menurun, anoreksia dan kesulitan menelan (disfagia).
4. Intoleransi aktivitas b.d penurunan transport O2 dalam tubuh ditandai
dengan kelelahan, Hb menurun.
5. Ansietas b.d proses penyakit ditandai dengan klien mengalami
kecemasan karena nyeri abdomen, tampak kegelisahan di wajahnya.
47
Tupan : bahwa tubuh
Setelah dilakukan
bereaksi terhadap
asuhan keperawatan
proses infeksi.
selama 2x24 jam
tidak ada infeksi. 3. Periksa dan catat 3. Identifikasi/perawat
perhatikan mencegah
lokal.
perawatan.
7. Kolaborasi dengan
7. Untuk mengatasi
dokter dalam
48
pemberian obat anti infeksi oportunistik.
infesksi diflucan
protonix, dan
nystatin.
2 Tupen : 1. Kaji tingkat nyeri 1. Informasi
Setelah dilakukan dengan skala 0-10. memberikan data
asuhan keperawatan dasar untuk
selama 1x24 jam mengevaluasi
tidak ada kebutuhan atau
pertumbuhan dan keefektifan.
pembelahan sel 2. Kaji keluhan nyeri, 2. Mengindikasikan
abnormal yang perhatikan lokasi, kebutuhan untuk
berlebih . intensitas, frekuensi intervensi dan juga
Dengan KH : dan waktu. Tandai tanda-tanda
1. Skala nyeri gejala nonverbal perkembangan
0(0-10) misalnya gelisah, komplikasi.
2. Tidak ada takikardia, meringis.
distensi 3. Ajarkan pasien teknik 3. Membantu
abdomen. distraksi dan relaksasi menyesuaikan nyeri
3. Tidak ada untuk meredakan dan peredaan nyeri.
pembesaran nyeri.
massa pada 4. Berikan analgesik 4. Strategi ini sejalan
pelvis. sesuai yang telah dengan analgesik
diresepkan untuk yang dapat
Tupan : meningkatkan menghasilkan
Setelah dilakukan peredaan nyeri yang peredaan yang lebih
asuhan keperawatan optimal (Morphin efekif.
selama 2x24 jam sulfate dan Vicodin).
nyeri teratasi.
3 Tupen : 1. Kaji kemampuan 1. Lesi mulut,
49
Setelah melakukan untuk mengunyah, tenggorok dan
asuhan keperawatan perasakan dan esophagus dapat
selama 1x24 jam menelan. menyebabkan
tidak ada inflamasi disfagia, penurunan
dan lesi pada mukosa kemampuan pasien
oral dengan KH: untuk mengolah
1. Ada makanan dan
peningkatan BB mengurangi
2. Nafsu makan keinginan untuk
klien bertambah makan.
3. Tidak ada 2. Auskultasi bising 2. Hopermotilitas
disfagia usus. saluran intestinal
umum terjadi dan
Tupan: dihubungkan
Setelah melakukan dengan muntah dan
asuhan keperawatan diare, yang dapat
selama 2x24 jam mempengaruhi
ketidakseimbangan pilihan diet atau
nutrisi kurang dari cara makan.
kebutuhan tubuh 3. Obeservasi intake 3. Mengetahui julah
teratasi. output. output dapat
merencanakan
junlah makanan.
4. Timbang BB setiap 4. Mengidentifikasi
hari. seberapa besar
penurinan berat
badan pasien.
5. Tinjau ulang 5. Mengindikasikan
pemerikasaan status nutrisi dan
laboratorium, misal fungsi organ, dan
50
BUN, Glukosa, fungsi mengidentifikasi
hepar, elektrolit, kebutuhan
protein, dan albumin. pengganti.
6. Kolaborasi dengan 6. Berguna dalam
ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi
pemberian diet yang pasien.
sesuai dengan pasien.
4 Tupen : 1. Kaji pola tidur dan 1. Berbagai factor
setelah dilakukan catat perunahan dalam dapat meningkatkan
asuhan keperawatan proses berpikir atau kelelahan, termasuk
selama 1x24 jam berperilaku. kurang tidur,
tidak terjadi tekanan emosi, dan
penurunan transport efeksamping
O2 dalam tubuh obat-obatan.
dengan kriteria 2. Rencanakan 2. Periode istirahat
hasil : perawatan untuk yang sering sangat
1. Klien tidak lagi menyediakan fase yang dibutuhkan
mengalami istirahat. Atur dalam memperbaiki
kelelahan aktifitas pada waktu atau menghemat
2. Hb normal pasien sangat energi. Perencanaan
(13-18 g/dL) berenergi. akan membuat
pasien menjadi aktif
Tupan : saat energy lebih
Setelah melakukan tinggi, sehingga
asuhan keperawatan dapat memperbaiki
selama 2x24 jam perasaan sehat dan
intoleransi aktifitas control diri.
teratasi. 3. Dorong pasien untuk 3. Memungkinkan
melakukan apapun penghematan
yang mungkin energy, peningkatan
51
(ambulasi ad lib), stamina, dan
misalnya perawatan mengijinkan pasien
diri, duduk dikursi, untuk lebih aktif
berjalan, pergi makan. tanpa menyebabkan
kepenatan dan rasa
frustasi.
4. Pantau respon 4. Toleransi bervariasi
psikologis terhadap tergantung pada
aktifitas, misal status proses
perubahan TD, penyakit, status
frekuensi pernafasan nutrisi,
atau jantung. keseimbangan
cairan, dan tipe
penyakit.
5 Tupen : 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengetahui
Setelah dilakukan kecemasan pasien sejauh mana tingkat
asuhan keperaatan baik ringan sampai kecemasan klien
selama 1x24 jam berat. sehingga
klien tidak lagi memudahkan
cemas dengan penanganan asuhan
kriteria hasil : keperawatan
1. Tidak terjadi selanjutnya.
kecemasan pada 2. Kaji intervensi yang 2. Untuk mengetahui
klien. dapat menurunkan cara mana yang
2. Klien tampak ansietas. paling efektif untuk
tenang menurunkan atau
mengurangi tingkat
Tupan : kecemasan.
Setelah dilakukan 3. Berikan aktivitas yang 3. Agar pasien dengan
asuhan keperawatan dapat mengurangi senang hati
52
selama 2x24 jam kecemasan atau melakukan aktifitas
ansietas teratasi. ketegangan. karena sesuai
dengan
keinginannya dan
tidak bertentangan
dengan program
perawatan.
4. Dorong percakapan 4. Memprmudah
untuk mengetahui mengetahui tingkat
perasaan dan tinkat cemas pasien dan
kecemasan pasien menentukan
terhadap kondisinya. intervensi
5. Identifikasi orang selanjutnya
yang dekat dengan 5. Memberikan
klien. keyakinan pada diri
pasien bahwa
pasien tidak sendir
dalam menghadapi
masalah yang
dialaminya.
53
BAB V
PEMBAHASAN
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa klien memiliki diagnosa medis
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) atau HIV. Karena terdapat
kesamaan yang muncul dalam manifestasi klinis antara manifestasi klinis yang
ada dalam terori dengan yang muncul pada kasus yaitu adanya penurunan BB,
pembesaran limfe, kelelahan, adanya inflamasi pada mukosa oral, penurunan
jumlah CD4 dan adanya kanker pada klien yaitu tepatnya pada abdomen.
Selain itu diperkuat juga dengan adanya pemeriksaan penunjang yang
menunjukan penurunan pada CD4 < 200 cells/uL yang mengindikasikan bahwa
klien benar mengalami AIDS, selain itu juga ada pemeriksaan HIV antibody yang
memiliki hasil positif (+) sehingga tidak diragukan lagi bahwa kasus ini adalah
kasus HIV/AIDS.
Tidak hanya itu di dalam kasus juga terdapat data bahwa klien memiliki
riwayat pernah menggunakan jarum suntik untuk narkoba dan klien juga pernah
berganti-ganti pasangan. Hal itu sesuai dengan cara penularan HIV/AIDS yang
mana dapat menularkan lewat jarum suntik yang dipakai bersamaan juga dengan
seringnya seseorang ber ganti-ganti pasangan. Maka dapat di pastikan bahwa
kasus ini merupakan kasus HIV/AIDS.
54
3. Ketidaefektifan termoregulasi b.d penurunan imunitas tubuh.
4. Intoleransi aktifitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
asupan oral.
6. Gangguan harga diri.
7. Resiko infeksi b.d imunodefisiensi.
8. Resiko ketidakseimbangan elektrolit.
9. Defisiensi pengetahuan b.d cara-cara mencegah penularan HIV dan
perawatan mandiri.
55
tidak terlihat memiliki tanda-tanda adanya kelainan pada pernafasan, termogulasi
ataupun keseimbangan elektolit nya. Dalam kasus juga tidak diketahui adanya
tanda-tanda klien memiliki defisit pengetahuaun ataupun gangguan citra diri yang
muncul pada kasus adalah kecemasan klien.
56
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
57
2. Berat badan menurun secara drastis
7. Radang paru-paru
8. Kanker kulit
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). sampai saat ini
belum ada obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah
melakukan pencegahannya dengan prinsip ABCDE yaitu :
A = Abstinence
B = Be faithful
C = use Condom
58
D = Drugs No
E = a sterilization of Equipment
B. Saran
59
DAFTAR PUSTAKA
60
Ardayani, Tri. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Kebidanan, Keperawatan dan
Tenaga Kesehatan. Bandung : Cakra.
Ardayani, Tri. 2016. Penyakit Kesehatan Reproduksi Manusia. Bandung : Cakra.
Hardi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Media Action
Firdaus, Achmad. ___. Asuhan Keperawatan Pasien dengan HIV-AIDS [pdf]
https://www.academia.adu/5352879/ASKEP_AIDS_HIV_DOC diakses
tanggal 10 Oktober 2017.
____. _____. BAB I Pendahuluan [pdf]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35345/Chapter%20l
.pdf?sequence=5&isAllowed=y diaskses tanggal 10 Oktober 2017.
61