Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN HIV AIDS

KELOMPOK 3

DISUSUN OLEH :

1. Ellen Dwi Astuti


2. Arifin Jauhari
3. Ihsan Nur Hida
4. Weni Nanda Lestari
5. Anies Syifa Umatin
6. Annisah Dwi Astuti
7. Dyah Novita Sari
8. Dyah Rohmawati
9. Indah Apriliana
10. Indah Pudyastuti
11. Ninik Sobarniati
12. Nitami Yulina Dewi
13. Raninda Arga Sari
14. Rasika Wiguna
15. Septi Sarah Azizah

JURUSAN KEPERAWATAN PROGAM STUDI NERS


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien
HIV-AIDS”. Shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita,
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan
sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV-
AIDS di program studi profesi NERS. Selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada ibu..... selaku dosen mata kuliah Keperawatan HIV-AIDS dan
kepada segenap pihak yang telah menyusun makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki masih kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 18 Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 5

B. Rumusan Masalah................................................................................... 5

C. Tujuan................................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi HIV-AIDS.............................................................................. 7

B. Etiologi HIV-AIDS .................................................................... 7

C. Manifestasi Klinis .................................................................................... 8

D. Patofisiologi HIV-AIDS.................................................................. 9

E. Cara Penularan HIV-AIDS................................................................ 10

F. Komplikasi HIV-AIDS........................................................................ 11

G. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 11

H. Penatalaksanaan.................................................................................. 12
I. Pencegahan HIV-AIDS.....................................................................
12

3
BAB III ANALISIS KASUS

A. Kasus............................................................................................... 13

B. Analisa Data..................................................................................... 14

C. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 15

D. Intervensi........................................................................................... 16

E. Implementasi.................................................................................. 21

F. Evaluasi......................................................................................... 23

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.......................................................................................... 24

B. Saran............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA 25

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) sampai
sekarang belum ditemukan obatnya. Para ilmuwan umumnya berpendapat
bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Namun pada zaman ini penyakit
tersebut diibaratkan sebagai fenomena gunung es yang nilainya sangat banyak
tetapi sulit untuk dideteksi karena penyakit HIV/AIDS menyebar di seluruh
dunia.
Perawatan HIV/AIDS yang tepat diperlukan oleh penderita agar
memiliki derajat kesehatan yang optimal. Makalah ini menjadi acuan kepada
petugas kesehatan untuk melakukan perawatan kepada penderita agar
keperluannya terpenuhi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari HIV/AIDS?
2. Apa etologi dari HIV/AIDS?
3. Apa saja manifestasi klinik HIV/AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS?
5. Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
6. Apa saja komplikasi yang terjadi pada HIV/AIDS?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang HIV/AIDS?
8. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS?
9. Bagaimana cara untuk mencegah HIV/AIDS?

5
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui etologi dari HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS
9. Untuk mengetahui cara untuk mencegah HIV/AIDS

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi virus
HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya.
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan
kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat
oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan,
khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak
(Djuanda, 2007).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah
suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan
dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut

7
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Virus (HTL-
III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).
Retrovirus mengubah RNA menjadi DNA setelah masuk kedalam sel
penjamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi
(tanpa kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai nergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam
kandungan, saat melahirkan atau melalui ASI.

C. Manifestasi Klinik
Berdasarkan gambaran klinik WHO 2006:
1. Tanpa gejala : Fase klinik 1
2. Ringan : Fase klinik 2
3. Lanjut : Fase klinik 3
4. Parah : Fase klinik 4
Keterangan fase klinik HIV
Fase klinik 1.
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
Fase klinik 2.
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. ISPA (sinusitis, tonsilitis, otitis
media, faringitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang, popular prurutic eruption, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada
kuku.
Fase klinik 3.
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab selama
>1 bulan, demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral

8
menetap, TB paru (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakeri berat
mmisalnya: pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan
inflamasi berat pad apelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis
atau periodontitia, anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl),
neutropenia (<0,5X109/l) dan atau trombositopenia kronil (<50X109/l).
Fase klinik 4.
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia, pneumonia bakeri berulang, infeksi herpes simplex kronik
(orolabial, genital atau anorektl >1bulan), Oesophageal candidiasis, TBC
ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty,
mengitis, infektion progresive multivocal, lympoma, invasive cervical
carsinoma, leukoencephalopathy.

D. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral
(jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic
acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu
enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini
adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak
sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang
oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang.
Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.

9
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah
800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel
CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi
bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

E. Cara Penularan
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan
seksual secara vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV
terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara
penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus
HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%)
disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena
HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari
darah penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi
HIV, resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah
menyumbang kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang
sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media
penularan. Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus
HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.

10
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya

dengan resiko penularan ±30% dan berkontribusi terhadap total

kasus sedunia sebesar 5-10%.

F. Komplikasi

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAD,


2003), komplikasi yang terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai
berikut :
1. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru
2. Kandidiasis esophagus
3. Kriptokokosis ekstra paru
4. Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5. Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)
7. Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru
8. Ensefalitis toxoplasma.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction).
2. Serologis:
a. Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
b. Western blot (positif).
c. Limfosit T.
3. Pemeriksaan darah rutin.
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Tes fungsi paru, bronkoscopi.

11
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif.
a. Pemberian nutrisi yang baik.
b. Pemberian multivitamin.
2. Pengobatan simptomatik.
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimoksazol.
4. Pemberian ARV (Antiretroviral).
ARV dapat diberikan saat psien sudah siap terhadap kepatuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat dilihat pada
tabel berikut.

WHO 2009 Amerika Serikat


Untuk Negara Berkembang DHHS 2008
Stadium IV (AIDS) tanpa Riwayat diagnosis AIDS
memandang CD4
Stadium III HIV-sociated nefropathy/HIVAN
TB paru Asimptomatik, CD4 < 350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4 <
350

I. Pencegahan HIV
1. Pelajari bagaimana HIV menyebar
2. Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Lakukan hubungan seks yang aman
4. Jangan berbagi jarum atau alat suntik
5. Hindari menyentuh darah dan cairan tubuh orang lain

12
BAB III

ANALISIS KASUS

A. Kasus
Kasus 1
Tn.H umur 35 tahun masuk RS X dengan keluhan satu bulan terakhir
batuk dan sesak napas, demam, keluar keringat pada malam hari, mual,
penurunan nafsu makan, terdapat penurunan berat badan 10kg dalam 1 bulan
terakhir. Pasien memiliki riwayat menggunakan narkoba dan seks bebas.
Pemeriksaan TTV didapatkan hasil tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
112x/menit, suhu 39.90C. Pada pengkajian didapatkan hasil konjungtiva
anemis, diare sejak 1 bulan yang lalu, konsistensi feses encer dan tidak ada
darah maupun lendir. BB saat ini 47 kg TB 165 cm, pasien tampak kurus,
turgor kulit tidak elastis, terdapat lesi pada rongga mulut, membran mukosa
kering, terpasang NGT dengan diit cair 6x250cc, terdengar suara ronkhi pada
seluruh lapang paru, kesadaran apatis, terpasang kateter urine, balance cairan
-800ml/24jam. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukosit
5020/mm3, hemoglobin 11gr/dL, hematokrit 33%, albumin 2.8gr/dL. Hasil
pemeriksaan test imunoserologi didapatkan hasil anti HIV reaktif 14.30.
pemeriksaan CT Scan ditemukan infark luas di paraventrikel lateralis kiri
dengan suspek toksoplasmosis, edema serebri. Hasil pemeriksaan thoraks
didapatkan hasil TB paru aktif dengan lesi luas. Terapi yang didapatkan yaitu
Rifampicin 350mg, Isoniasid 400mg, Pirazinamid 1000mg, Etambutol
1000mg, ceftriaxon 3x2gr, kandistatin 4x1 tetes, ondansentron 2x4mg,
ranitidin 2x40mg.

13
B. Analisis Data
Data Problem Etilogi
DS : Bersihan jalan nafas Penumpukan sekret
 Batuk 1 bulan purulen pada jalan nafas
terakhir
 Sesak nafas
DO :
 N 112 x/m
 Terdengar suara
rongkhi

KELODS : Gangguan keseimbagan Kehilangan ciran aktif,


 Keluar keringat volume cairan kurang dari diare
dingin pada kebutuhan tubuh
malam hari
 Diare sebulan
dengan
konsistensi cair
dan tidak ada
darah
 Demam
DO :
 Turgor kulit
tidak elastis
 Mumbran
mukosa kering
 Konjungtiva
anemis
 Balance cairan -
800
 Hb 11gr/dl
 S 39,9 C
 N 112x/m

14
DS : Ketidakseimbangan nutrisi Anoreksia
 Mual kurang dari kebutuhan tubuh
 BB turun 10 kg
sebulan terakhir
 Nafsu makan
menurun
DO :
 BB 47 kg
 NGT diit cair
6x250 cc
 Pasien tampak
kurus
 Lesi rongga
mulut

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Penumpukan sekret purulen pada
jalan nafas
2. Gangguan keseimbagan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
b/d diare
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

15
D. Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d NOC : NIC :


penumpukan sekret purulen pada jalan
nafas  Respiratory status : Ventilation Airway suction
 Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Definisi : Ketidakmampuan untuk patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
membersihkan sekresi atau obstruksi dari suctioning.
saluran pernafasan untuk mempertahankan  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil : suctioning
 Menunjukkan jalan nafas yang  Berikan O2 dengan menggunakan nasal
paten (klien tidak merasa tercekik, untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
Batasan Karakteristik : irama nafas, suara paru normal,  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
frekuensi pernafasan dalam rentang tindakan
- Kelainan suara paru (ronkhi) normal, tidak ada suara nafas  Monitor status oksigen pasien
- Batuktidak efektif  Hentikan suksion dan berikan oksigen
abnormal)
- Perubahan frekuensi dan irama nafas  Mampu mengidentifikasikan dan apabila pasien menunjukkan bradikardi,
- Produksi sputum mencegah factor yang dapat peningkatan saturasi O2, dll.
menghambat jalan nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:

- Obstruksi jalan nafas : sekresi

16
tertahan, banyaknya mukus, sekresi Airway Management
bronkus, adanya eksudat di alveolus,  Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
adanya benda asing di jalan nafas. atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila
perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2. Gangguan keseimbagan volume cairan NOC: NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh b/d Fluid management
kehilangan cairan aktif, diare  Fluid balance  Monitor status hidrasi (kelembaban
 Hydration membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Nutritional Status : Food and Fluid

17
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini Intake darah ortostatik ), jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan Kriteria Hasil :  Monitor vital sign
dengan pengeluaran sodium  Monitor masukan makanan / cairan dan
 Mempertahankan urine output
hitung intake kalori harian
Batasan Karakteristik : sesuai dengan usia dan BB, BJ
 Kolaborasikan pemberian cairan IV
urine normal, HT normal
- Penurunan turgor kulit/lidah  Monitor status nutrisi
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
- Membran mukosa/kulit kering  Bemberikan cairan IV pada suhu ruangan
dalam batas normal
- Peningkatan denyut nadi, penurunan  Tidak ada tanda tanda dehidrasi,  Bemberikan penggantian nesogatrik sesuai
tekanan darah Elastisitas turgor kulit baik, output
- Perubahan status mental membran mukosa lembab, tidak  Berkolaborasi dokter jika tanda cairan
- Konsentrasi urine meningkat ada rasa haus yang berlebihan berlebih muncul meburuk
- Temperatur tubuh meningkat  atur kemungkinan tranfusi
- Hematokrit meninggi  persiapkan untuk tranfusi
- Kehilangan berat badan seketika
(kecuali pada third spacing) Hypovolemia Management
 Monitor status cairan termasuk intake dan
ourput cairan
Faktor-faktor yang berhubungan:
 Pelihara IV line
- Kehilangan volume cairan secara aktif  Monitor tingkat Hb dan hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor responpasien terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan
 Pemberian cairan Iv monitor adanya tanda
dan gejala kelebihanvolume cairan

18
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh
 Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Intake
keperluan metabolisme tubuh. Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Batasan karakteristik :  Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien.
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah  Berat badan ideal sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
ideal tinggi badan Fe
- Dilaporkan adanya intake makanan yang  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
kurang dari RDA (Recomended Daily kebutuhan nutrisi dan vitamin C
Allowance)  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Berikan substansi gula
- Membran mukosa dan konjungtiva  Tidak terjadi penurunan berat  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
pucat badan yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Kelemahan otot yang digunakan untuk  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
menelan/mengunyah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada rongga mulut  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Kurang berminat terhadap makanan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Diare  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Faktor-faktor yang berhubungan :

Ketidakmampuan pemasukan atau Nutrition Monitoring


mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-  Monitor adanya penurunan berat badan
zat gizi berhubungan dengan faktor  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
biologis, psikologis atau ekonomi. dilakukan

19
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.

20
E. Implementasi

No Diagnosa keperawatan Implementasi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Airway suction


 Memastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
penumpukan sekret purulen pada jalan nafas
 Mengauskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
 Memberikan tindakan suctioning
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Memberikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
membersihkan sekresi atau obstruksi dari nasotrakeal
saluran pernafasan untuk mempertahankan  Menggunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
kebersihan jalan nafas.  Memonitor status oksigen pasien
 Menghentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
 Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 350
 Mengidentifikasipasienperlunyapemasanganalatjalannafasbuatan
 Melakukanfisioterapi dada jikaperlu
 Berkolaborasipemberianbronkodilator bila perlu
 Memonitorrespirasi dan status O2

21
Gangguan keseimbagan volume cairan kurang
dari kebutuhan tubuh b/d kehilangan cairan
2 aktif, diare
Fluid management
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Memonitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
 Memonitor vital sign
ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan
 Memonitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
pengeluaran sodium
 Berkolaborasikan pemberian cairan IV
 Memonitor status nutrisi
 Memberikan cairan IV pada suhu ruangan
 Memberikan penggantian nesogatrik sesuai output
 Berkolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
-  Mengatur kemungkinan tranfusi
 Mempersiapkan untuk tranfusi

Hypovolemia Management
 Memonitor tingkat Hb dan hematokrit
 Memonitor responpasien terhadap penambahan cairan
 Memonitor berat badan
 Memberikan cairan Iv monitor adanya tanda dan gejala kelebihanvolume
cairan

22
F. Evaluasi

No Diagnosa keperawatan Evaluasi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d S:-


O : Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, suara
penumpukan sekret purulen pada jalan nafas
paru normal, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal), saturasi normal
Definisi : Ketidakmampuan untuk A : Masalah teratasi
membersihkan sekresi atau obstruksi dari P : pertahankan intervensi
saluran pernafasan untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas.

Gangguan keseimbagan volume cairan kurang


dari kebutuhan tubuh b/d kehilangan cairan S:-
aktif, diare O: urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normalTekanan darah,
2 nadi, suhu tubuh dalam batas normal,Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
A: Masalah teratasi
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
P:Pertahankan intervensi
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan
dengan pengeluaran sodium

23
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
B. Saran

24
DAFTAR PUSTAKA

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan
kedua, EGC, Jakarta.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

WHO.2006.HIV/AIDS epidemiology, pathogenesis, prevention, and treatment.


USA: National Library of Meidicine.
doi:https://dx.doi.org/10.1016%2FS0140-6736(06)69157-5

25

Anda mungkin juga menyukai