Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS

OLEH :

1. SISKA IMELIA (N1A119041)


2. ARIFAH JUNIE (N1A119042)
3. SITI MUNAWAROH (N1A119146)
4. ARIF RAHMAN HAKIM (N1A119151)
5. ZETI SINTIA ANTASYA (N1A119153)
6. DWI OKTA MAHARANI (N1A119221)

KELAS 3E

DOSEN PENGAMPU :

EVY WISUDARIANI, SKM., MPH

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR
Dewasa ini di dunia dan termasuk di Indonesia telah terjadi transisi
epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit yang mana pada saat
sekarang sedang berkembangnya penyakit menular yang semakin
kompleks dan menimbulkan banyak korban. Akibat dari penyakit menular
ini telah menyebabkan ribuan orang meninggal di berbagai belahan bumi.

Selain itu juga terdapat penyakit tidak menular yang juga dipicu
oleh berbagai faktor risiko seperti merokok, diet tidak sehat, kurang
aktivitas fisik, dan konsumsi minuman beralkohol. Kondisi tersebut
memerlukan upaya pengendalian yang serius dan berkelanjutan.Upaya
pengendalian PTM dan faktor risikonya memerlukan suatu kerjasama
dengan berbagai pihak yang berkaitan didukung oleh sumber daya yang
memadai dan sistem surveilans yang baik. Sistem surveilans ini akan
menghasilkan data dan informasi yang akurat dan update sebagai dasar
penentuan kebijakan, kebijakan, strategi, dan program pengendalian PTM.

Namun, sangat disayangkan bahwa belum banyaknya menyebar


luas informasi dan pemahaman mengenai penyakit ini. Sehingga
masyarakat banyak yang masih menganggap sepele dan tidak
mengindahkannya. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini agar
nantinya dapat dijadikan sebagai bahan literasi dan menambah wawasan
mereka sehingga menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan pergaulan
maupun aktivitas keseharian

Jambi,31-10-2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .................................Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2

C. Tujuan ........................................................................................... 2

D. Manfaat ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................Error! Bookmark not defined.

A. Pengertian dan Diagnosis HIV/AIDS ........................................... 3

B. Faktor Resiko HIV/AIDS ............................................................... 9

C. Riwayat Alamiah HIV/AIDS ......................................................... 10

D. Cara Penularan HIV/AIDS .......................................................... 14

E. Epidemiologi HIV/AIDS ............................................................... 15

F. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS ................. 17

BAB III PENUTUP ................................................................................... 20

A. Kesimpulan ................................................................................. 20

B. Saran .......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan zaman ini kita melihat bukan hanya terjadi revolusi di
suatu negara, dalam aspek teknologi, dalam aspek bahasa serta
keilmuan, melainkan juga terlihat dalam perkembangan penyakit yang
semakin kompleks dan berbahaya. Awal tahun 2020 telah maraknya
wabah pandemi covid-19 di berbagai belahan dunia. Kita melihat
seluruh dunia berduka, teramsuk negara kita sendiri yakni Indonesia.
Virus yang katanya berasal dari daerah Wuhan-Cina ini menyebar
begitu cepat dan menelan banyak korban sehingga banyak dari
mereka yang menerima dampak tidak langsung seperti kerugian
dalam perekonomian. Mereka yang bangkrut dikarenakan
berkurangnya supply dari konsumen dan terpaksa menutup kedai
mereka.
Namun untuk kesempatan kali ini penulis tidak membahas tentang
covid melainkan salah satu termasuk penyakit menular yang
mematikan yakni HIV/AIDS. Pemicu dari penyakit ini dikarenakan
sudah semakin bebasnya pergaulan diluar sana, banyaknya
pergaulan diluar nikah, pemuda-pemudi bahkan hingga remaja sudah
bebas melakukan hubungan diluar batas yang semestinya. Begitu
juga dengan semakin maraknya obat-obatan terlarang, pemakaian
suntik bekas yang menjadi pemicu utama dalam penyebaran penyakit
ini. Hal ini sangat minim pengetahuan ditengah masyarakat, banyak
dari mereka yang menganggap hal biasa dan tidak mengetahui
dampak dimasa depan mereka yang bahaya.
Oleh karena itu penulis dalam menyusun makalah kali ini
membahas tentang “ Penyakit Menular HIV/AIDS “ untuk menambah
wawasan agar berhati-hati dalam lingkungan mereka dan mengetahui
tata cara dalam mengantisipasi dan menanggulangi penyakit tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah kali ini, penuls menetapkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS serta bagaimana diagnosis
yang dialami oleh penderita tersebut ?
2. Apa saja faktor resiko yang terdapat dalam HIV/AIDS ?
3. Bagaimana riwayat alamiah yang dialami oleh penderita penyakit
tersebut?
4. Melalui hal apa saja penyakit tersebut dapat menular ?
5. Bagaimana epidemiologi dari HIV/AIDS itu sendiri ?
6. Apa saja hal yang dapat kita lakukan sebagai upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS?

C. Tujuan
Dalam penyusunan kali ini, penulis memiliki tujuan tertentu, yakni :
1. Untuk mengetahui definisi beserta diagnosis dari HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui faktro resiko yang terdapat dalam HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui riwayat alamiah yang dialami oleh penderita
HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui hal yang dapat menyebabkan tertularnya
penyakit HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui epidemiologi dari HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui upaya dan pencegahan dari HIV/AIDS

D. Manfaat
Penulis berharap dalam makalah kali ini dapat menjadi referensi
dan sumber literatur bagi siapa saja baik mahasiswa, dosen maupun
pembaca dari kalangan manapun, untuk menambah wawasan mereka
agar dalam dapat mengantisipasi serta melakukan penanggulangan
terhadap penyakit menular HIV/AIDS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Diagnosis HIV/AIDS


1. Pengertian HIV/AIDS
HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. Sesuai dengan namanya, virus HIV hanya
menyerang manusia khususnya sistem kekebalan tubuh manusia
yang melindungi tubuh dari inveksi. HIV termasuk keluarga virus retro
yaitu virus yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan
rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda
(retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam
DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan kemudian melakukan
replikasi. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom
AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya.
Secara etiologi, HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T
manusia tipeIII (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu
retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah
asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA)
setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh
dunia.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) yaitu terminologi
sindrom (tahap klinis akhir dari infeksi HIV) karena kehilangan
imunitas seluler. AIDS adalah penyakit retrovirus yang disebabkan
oleh virus HIV ditandai dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh
khususnya menyerang limfosit T serta menurunnya jumlah CD4 yang
bertugas melawan infeksi. Jumlah CD4 menurun hingga kurang dari
200 sel per µL darah atau 1 4 % d a r i s e l u r u h l i m f o s i t t a n p
a memperhatikan status klinis. Jumlah CD4 1-4 normal yaitu 400 –
1200 sel per µL darah. Virus tersebut melumpuhkan sel- sel darah
putih yang berfungsi dalam kekebalan tubuh (McCance, 2010).

3
Asia merupakan wilayah dengan penduduk terinfeksi HIV
terbanyak kedua di dunia setelah Sub Sahara Afrika Lebih dari 80%
infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki,
tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV.
Hingga beberapa tahun,seorang pengidap HIV tidak menunjukkan
gejala-gejala klinis tertular HIV,namun demikian orang tersebut dapat
menularkan kepada orang lain. Setelah itu,AIDS mulai berkembang
dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.
2. Diagnosis HIV/AIDS
Penegakan diagnosis HIV (human immunodeficiency virus)
ditentukan berdasarkan informasi yang didapat dari pemeriksaan
riwayat keluhan, faktor risiko, pemeriksaan fisik secara umum, dan
dipastikan dengan melakukan pemeriksaan antibodi melalui
pemeriksaan darah. Umumnya, langkah diagnosis HIV dilakukan
melalui skrining maupun layanan voluntary counseling and testing
(VCT). Pemeriksaan dapat dilakukan secara cepat melalui rapid test
atau melalui metode lainnya seperti enzyme-linked immunoabsorbent
assay atau western blot assay.
a. Konseling
Pemeriksaan HIV dapat dilakukan secara VCT (Voluntary
Counseling and Testing), atau PITC (Provider-Initiated Testing and
Counseling). Pola dalam pemeriksaan HIV berisi konseling pra-
pemeriksaan, kemudian dilakukan informed consent akan dilakukan
pemeriksaan, dilanjutkan dengan tindakan pemeriksaan dan
diakhiri dengan konseling pasca pemeriksaan dengan menjelaskan
hasil pemeriksaan serta rencana penanganan.
1) VCT
VCT dilakukan atas kesadaran pasien. Prinsip VCT:
a) Informed Consent
b) Confidentiality/kerahasiaan
c) Counseling/konseling

4
d) Correct test results/hasil tes yang tepat
e) Connections to care, treatment and prevention services/
layanan penanganan, perawatan dan pencegahan
2) PITC
PITC merupakan pemeriksaan HIV yang disarankan oleh
dokter pemeriksa atas indikasi penyakit atau gangguan tertentu
yang dialami pasien, misalnya pada populasi kunci seperti
pekerja seks, pengguna narkoba suntik, LSL (lelaki suka lelaki),
dan waria, serta pada kelompok khusus seperti pasien
hepatitis, ibu hamil, pasangan serodiskordan, pasien
tuberkulosis, pasien infeksi menular seksual seperti gonore
klamidia, atau sifilis, atau warga binaan pemasyarakatan.
b. Anamnesis
Ada beberapa hal penting yang perlu digali dalam mencari
tahu apakah seseorang memiliki faktor risiko terhadap infeksi HIV.
1) Identitas
Penting untuk mengetahui latar belakang pasien, dalam
mencari indikasi risiko penularan HIV.
2) Riwayat Perilaku Beresiko
Hal ini dapat diketahui melalui riwayat aktivitas seksual,
orientasi seksual, riwayat penggunaan narkoba dan alkohol,
penggunaan tato, riwayat transfusi darah, kehamilan atau
melahirkan.
3) Riwayat Keluhan yang Diderita dan Riwayat Penyakit
Terdahulu
Infeksi HIV tidak memiliki gejala atau keluhan yang bersifat
spesifik. Pada infeksi awal sering kali muncul gejala ringan
berupa flu-like syndrome. Pada kondisi yang lebih berat,
keluhan sesuai dengan penyebab infeksi oportunistik. Penderita
akan menderita sakit namun sulit sembuh, serta mungkin
memiliki riwayat pernah menderita infeksi menular seksual
berulang, demam, diare kronis, tuberkulosis.

5
c. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada gejala fisik spesifik pada infeksi HIV, gejala ringan
mungkin muncul pada masa serokonversi berupa flu-like syndrome,
dan pada kondisi yang lebi berat dapat ditemukan tanda-tanda
infeksi oportunistik:
1) Keadaan umum tampak sakit berat
2) Ruam-ruam pada kulit
3) Oral thrush
4) Gangguan pernafasan
5) Herpes berulang
6) Gizi buruk (wasting syndrome)
7) Tuberkulosis ekstra paru
8) Pemeriksaan Diagnostik
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik HIV berupa tes serologi antibodi
yang dapat dilakukan menggunakan rapid test, chemiluminescent
microparticle immunoassay (CMIA), enzyme immunoassay (EIA),
dan western blot. Tes serologi ini merupakan dasar diagnosis awal
dan utama HIV, mendeteksi adanya antibodi yang spesifik dibentuk
oleh tubuh sebagai respon antigen-antibodi. Rapid test merupakan
tes cepat untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV dalam waktu
singkat, kurang dari 20 menit, tes immunoassay mendeteksi
antibodi HIV-1 dan HIV-2, Western Blot umum digunakan sebagai
tes antibodi konfirmasi untuk kasus sulit.
Tes serologi antibodi sebaiknya dilakukan setelah melewati
masa jendela infeksi HIV, yakni menurut WHO dan Permenkes RI
adalah 2 minggu – 3 bulan sejak perilaku berisiko atau terpapar
HIV (masa jendela merupakan masa yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk membentuk antibodi terhadap HIV hingga dapat terdeteksi
oleh alat pemeriksaan).
Pemeriksaan umumnya dilakukan dengan alat dan reagen
dengan spesifitas dan sensitivitas yang tinggi, dan dengan alur

6
penyaringan yang dilakukan secara seksama, sehingga bila
dilakukan sesuai prosedur, kemungkinan terjadinya negatif atau
positif palsu sangat rendah. Negatif palsu dapat terjadi bila
pemeriksaan dilakukan sebelum masa jendela berakhir atau pada
saat kondisi imunokompromais. Positif palsu dapat terjadi akibat
antibodi tubuh terhadap antigen lain (non-HIV) terbaca sebagai
antibodi HIV.
Hasil umumnya dikenal sebagai reaktif (bila terdapat reaksi
antara sampel darah dengan alat pemeriksaan, menandakan
adanya antibodi HIV), dan nonreaktif (tidak terdapat reaksi antara
sampel darah dengan alat pemeriksaan, menandakan tidak
ditemukannya antibodi HIV), dan hanya dapat ditentukan diagnosis
positif atau negatif oleh dokter yang telah memeriksa secara
langsung/melayani VCT pada pasien tersebut.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk HIV berupa pemeriksaan
baseline, antigen P24, sel CD4, dan viral load.
1) Pemeriksaan baseline
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mempelajari kondisi
penderita yang baru saja terdeteksi mengidap HIV dan melihat
apakah memiliki koinfeksi dari beberapa infeksi berikut:
a) Tuberkulosis
b) Hepatitis (terutama B dan C)
c) Infeksi menular seksual lainnya (gonorea, klamidia,
sifilis)
d) Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, hematokrit,
trombosit, leukosit – hitung jenis leukosit, eritrosit, laju
endap darah)
e) Fungsi Hati (SGOT/SGPT)
f) Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin, BUN)
g) Urinalisis
h) Profil Lipid

7
Pemeriksaan-pemeriksaan di atas juga bertujuan sebagai
pemeriksaan penyaring untuk menilai apakah penderita dapat
segera memulai terapi ARV, karena kondisi-kondisi yang
berkaitan dengan pemeriksaan tersebut, dapat dipengaruhi
oleh pemberian ARV.

2) Antigen P24
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya lebih spesifik karena
mendeteksi infeksi HIV melalui protein pembungkus HIV, dapat
terdeteksi lebih cepat yakni 1-3 minggu setelah infeksi awal,
sehingga membantu efektivitas deteksi dini HIV.
3) Sel CD4
Pemeriksaan dilakukan umumnya dilakukan pada penderita
yang telah terbukti positif terinfeksi HIV, untuk mendapatkan
gambaran imunitas seseorang, melalui jumlah sel CD4, juga
bermanfaat sebagai kontrol keberhasilan pengobatan ARV
(Antiretroviral). Nilai normal berkisar antara 500-1500 sel/mm3.
Dokter perlu memperhatikan jumlah sel CD4 karena bila di
bawah 200 sel/mm3 mengarah kepada kondisi
imunokompromais, salah satu tanda fase acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). CD4 adalah bagian dari
sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV. Oleh karena itu,
semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula kemungkinan
seseorang terserang AIDS.
4) Viral Load
Pemeriksaan viral load dilakukan untuk mengetahui
perkiraan jumlah virus HIV dalam darah. Nilai hasil
pemeriksaan viral load akan menjadi penanda tingkatan
virulensi penderita. Pemeriksaan ini menjadi indikator dan
sebagai target dalam terapi antiretroviral (ARV). Diharapkan
setelah menjalani ARV, nilai viral load dapat turun hingga tidak
terdeteksi. Hal ini menandakan konsumsi ARV berhasil
menekan aktivitas HIV dan virulensi menjadi tergolong rendah.

8
Pemeriksaan viral load bertujuan untuk menghitung RNA,
bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri.
Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah,
menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani.
Sedangkan jumlah RNA di bawah 10.000 kopi per mililiter
darah, mengindikasikan perkembangan virus yang tidak terlalu
cepat. Akan tetapi, kondisi tersebut tetap saja menyebabkan
kerusakan perlahan pada sistem kekebalan tubuh.
5) Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat
Beberapa subtipe HIV diketahui kebal pada obat anti HIV.
Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat anti HIV
yang tepat bagi pasien.
B. Faktor Resiko HIV/AIDS
Penelitian di Nicaragua 2013, faktor risiko yang berhubungan
dengan HIV/AIDS adalah hubungan heteroseksual, tingkat
pengetahuan tentang HIV/AIDS, sikap dan kesadaran tentang
HIV/AIDS, tingkat kemiskinan, tingkat migrasi, jarak tempat tinggal
jauh dari pelayanan kesehatan.
Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :
1. Perilaku beresiko tinggi :
a. Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa
menggunakan kondom
b. Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum
secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
c. Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner, pasangan
seks individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per
anal.
2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
3. Riwayat menerima tranfusi darah berulang tanpa penapisan
4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat
yang tidak disterilisasi

9
Kelompok berisiko tertular adalah kelompok masyarakat yang
berperilaku risiko tinggi seperti penjaja seks dan pelanggannya,
pasangan tetap penjaja seks, gay (MSM-man sex with man),
pengguna napza suntik (penasun) dan pasangannya serta
narapidana. 7Selain itu, prevalensi HIV pada waria juga meningkat
tajam. Waria termasuk salah satu objek yang diwaspadai sebagai
agen penyebaran virus HIV/AIDS, karena sebagian besar waria
berprofesi sebagai pekerja seks.

C. Riwayat Alamiah HIV/AIDS


Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah
deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada
individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga
terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa
terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC,
2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen
utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010).
Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang
riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan kausa penyakit
untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan
mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka
bisa dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi
maupun mengatasi problem penyakit tersebut (Gordis, 2000;
Wikipedia, 2010).
1. Fase rentan / kerentanan
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong
Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA.
Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak
dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel
target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. didalam sel Lymfosit T,

10
virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh penghisap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama
hidup penderita tersebut.
HIV termasuk dalam famili retrovirus dan subfamily lentivirus.
Virus ini berbentuk lonjong, diameter 100 um, terdiri dari inti dan
kapsul, inaktif dengan alcohol, pemutih klorine, aldehida,
desinfectan, pelarut lemak, detergen, dan pada pemanasan 500C
selama 30 menit, resisten dengan radiasi sinarX dan sinar
ultraviolet. Sampai saat ini telah ditemukan 2 subtipe HIV yaitu HIV-
1 dan HIV-2. kedua virus tersebut dapat menyebabkan AIDS,
namun perjalanan penyakit yang disebabkan oleh HIV-2
berlangsung lebih lama.
HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia
lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah
(misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik
secara bergantian dan kehamilan. Penularan melalui produk darah
secara teori dapat saja terjadi, namun pada kenyataannya
prosesntasinya sangat kecil. Pada fase ini orang tersebut tidak
memperlihatkan gejala-gejala walaupun jumlah HIV semakin
banyak dan semakin menggerogoti kekebalan tubuhnya. Fase ini
berlangsung selama lebih kurang lima sampai sepuluh tahun. Jika
dilakukan tes antibody untuk mengetahui keberadaan HIV, hasilnya
akan negatif.
2. Fase presimtomatis
Pada fase ini didalam tubuh terdapat HIV namun penderita
tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi jika dilakukan tes antibody
hasilnya sudah menunjukkan positif. Fase ini berlangsung selama 1
sampai 6 bulan. Pada fase ini penderita mengalami perubahan
patologi seperti sindrom retroviral akut berupa pembesaran

11
kelenjar, pembesaran hati atau ginjal, nyeri otot, nyeri tenggorokan
dan sebagainya seeprti pada infeksi virus lain.
3. Fase klinis
Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atai
keseluruhan system immune penerita dan penderita dapa
dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang dewasa
ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima
gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan,
penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga
bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara
berulang-ul;ang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu
batuk krois selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes zoster
secara berulang-ulang, infeksi pad amulut dan tenggorokan yang
disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap
di seluruh tubuh. Akibat rusaknya system kekebalan, penderita
menjadi mudah terserang penyuakit-penyakit yang disebut penyakit
oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti
flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bias menjadi penyakit yang
mematikan di tubuh seorang penderita AIDS.
a. Tahap inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan
gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup
lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa
inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV.
Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat
tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa
window periode.

12
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi
untuk menularkan virus HIV kepad aorang lain dengan berbagai
caa sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi
yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-
gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi
pada fase inkubasi ini.
b. Tahap penyakit dini
Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus
HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan
kekebalan tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit Karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat
kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas
yang berisiko terkena virus HIV.
c. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan
aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti
nafas sejenak, batuk serta nyeri dada.penderita mengalami
jamur pad arongga mulut dan kerongkongan.
Terjadinya gangguan pad apersyarafan central mengakibatkan
kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering
tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Paa
system persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri
dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon
yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan
impotent.
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes
simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit.

13
Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pad akulit
(folliculities), kulit kering berbeca-bercak
4. Fase terminal
Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit
AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari penderita penyakit
AIDS adalah meninggal dunia.
D. Cara Penularan HIV/AIDS
1. Seks tanpa alat pengaman
Cara Penularan AIDS yang pertama adalah berhubungan seks
tanpa menggunakan kondom atau pengaman. Virus HIV akan
sangat mudah menular ketika seseorang dengan latar belakang
terkena virus HIV melakukan hubungan suami istri dengan
pasangannya tanpa menggunakan alat pengaman berupa kondom.
Karena pertukaran cairan yang terjadi ketika berhubungan seks
akan menjadi penyebab utama virus itu bisa berpindah dan
menyebar.
2. Berbagi alat suntik dengan orang yang mengidap HIV/AIDS
Salah satu cara penularan virus HIV selain berhubungan seks
tanpa alat pengaman adalah dengan cara berbagi alat suntik
dengan orang yang positif mengidap HIV, khususnya pada para
pengguna narkoba. Penularan melalui alat suntik ini dikarenakan
ketika memakai jarum yang bergantian maka cairan dalam tubuh
orang yang positif terkena HIV akan meyebar ke lawannya, hal ini
sangat berbahaya karena merupakan salah satu cara penularan
HIV yang paling mudah terjadi.
3. Ibu hamil positif HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan
Ibu hamil yang positif HIV sebaiknya tidak memberikan asupan ASI
kepada anaknya, bahkan sejak didalam kandungan anak tersebut
memiliki potensi besar tertular virus yang di derita oleh ibunya.
Maka dari itu ibu hamil yang positif HIV berpotensi menularkan
virus ini kepada bayinya ketika persalinan, atau pun menyusui.

14
4. Melalui transfusi darah
Salah satu penyebab penularan virus HIV selain dua contoh yang
telah dijelaskan adalah melalui transfusi darah, virus HIV dapat
menyebar melalui donor darah yang dilakukan oleh pendonor yang
positif terkena virus HIV atau bisa melalui transfusi darah yang
sudah tercemar virus HIV.
5. Melakukan seks oral
Salah satu penyebab lain dari penyebaran virus HIV adalah dengan
cara melakukan hubungan seks dengan berbagai macam cara.
melakukan seks oral bisa menjadi penyebab tersebarnya virus HIV.
Sex oral adalah suatu aktivitas yang memberikan stimulasi atau
rangsangan pada alat kelamin pasangan dengan menggunakan
mulut, ludah, gigi, atau lidah. Sex oral yang dilakukan seseorang
kepada wanita disebut dengan Cunnilingus, sedangkan sex oral
yang dilakukan seseorang kepada pria disebut dengan fellatio.
6. Terkena atau tertukarnya cairan vagina atau sperma
Cara Penularan AIDS selanjutnya adalah terkena atau bertukarnya
cairan vagina dan sperma. Biasanya dalam memilih toilet umum
orang harus berhati-hati karena jika saja secara tidak sengaja
terkena cairan berupa sperma dan cairan vagina bisa saja orang
yang belum terinfeksi kemudian tertular. Maka dari itu, kita semua
harus berhati-hati dalam menjaga kesehatan. Selain itu pula
terjadinya hal ini kadang saat melakukan hubungan sexual yang
akan mengakibatkan terkenanya cairan vagina atau sperma.
E. Epidemiologi HIV/AIDS
Sindrom AIDS pertama kali dilaporkan dari Amerika Serikat pada
tahun 1981. Sejak saat itu jumlah Negara yang melaporkan kasus
AIDS meningkat yaitu 8 negara pada tahun 1981 ada 53 negara, dan
153 pada tahun 1996, begitu pula halnya dengan jumlah kasus AIDS
meningkat cepat, pada tahun 1981 sebanyak 185 kasus menjadi
237.100 kasus pada tahun 1990 dan tahun 2013 sebanyak 35,3 juta
kasus.

15
Menurut para ahli epidemiologi Internasional, di Amerika Serikat
dan Eropa bagian Utara epidemi terutama terdapat pada pria yang
berhubungan seksual dengan pria, sementara di Eropa bagian
Selatan dan Timur, Vietnam, Malaysia, India Timur Laut, dan Cina
insidensi tertinggi adalah pada pengguna obat suntik. Di Afrika,
Amerika Selatan dan sebagian besar Negara di Asia Tenggara jalur
penularan yang dominan adalah secara heteroseksual dan vertical.
Di Indonesia kajian tentang kecenderungan epidemi HIV/AIDS
memproyeksikan pada peningkatan upaya penanggulangan yang
bermakna, maka pada tahun 2012 jumlah kasus HIV/ AIDS ada 39
ribu jiwa, sementara itu 3.541 kasus baru muncul pada Januari-
September 2012, dengan kematian 100.000 orang dan pada tahun
2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang.
Penularan dari sub- populasi berperilaku berisiko kepada istri atau
pasangannya akan terus berlanjut.
Di Timor Leste kasus HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun
2003, dengan total kumulatif 235 kasus positif HIV, kasus tersebut
dilaporkan kepada bagian program Surveilans Nasional pada
Desember 2011, di antaranya 51% terjadi pada umur antara 15-49
tahun dan 8% pada anak-anak dibawah umur 5 tahun, di antara kasus
yang dilaporkan 43% positif HIV pada laki-laki sedangkan pada wanita
57%, hampir semua yang ditemukan hidup dengan HIV berada di
daerah perkotaan terutama di Ibu kota Dili.
Pada epidemiologi AIDS akan diuraikan mengenai faktor agent,
faktor host dan faktor environment.
1. Penyebab penyakit (Agent)
HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk golongan
retrovirus yang muda mengalami mutasi, sehingga sulit membuat
obat yang dapat membunuh virus tersebut. Virus HIV sangat lemah
dan muda mati di luar tubuh. HIV termasuk virus yang sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari
dan berbagai desinfektan.

16
2. Tuan rumah (Host)
Distribusi golongan umur penderita HIV/AIDS di Amerika,
Eropa, Afrika maupun di Asia tidak jauh berbeda. Kelompok
terbesar berada pada umur 15-45 tahun, mereka termasuk
kelompok umur yang aktif melakukan hubungan seksual. Hal ini
membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo maupun
heteroseksual merupakan pola transmisi utama.
Kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah mereka yang
melakukan hubungan seksual dengan banyak mitra seks, kaum
homoseksual atau biseksual. Di Cina 2009-2010 ada 57,9% 2011-
2012 menjadi 69,0% kelompok homoseksual sangat meningkat dan
menjadi rute dominan transmisi HIV di Cina, laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) antara kelompok usia 21-
30 tahun yang sudah menikah 42,4%, sedangkan yang belum
menikah 61,6%.
3. Faktor lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi luar
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisasi,seperti halnya penyakit HIV/AIDS. Faktor lingkungan
sosial yang mempengaruhi kejadian HIV/AIDS pada laki-laki umur
25-44 tahun adalah: transfusi darah (pendonor maupun penerima),
penggunaan narkoba, kebiasaan konsumsi alkohol, ketersediaan
sarana di pelayanan kesehatan (kondom), faktor sosial budaya
dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan, akses ke tempat
PSK, akses ke pelayanan kesehatan.

F. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS


Cara Pencegahan Tertular AIDS/ Aids :
1. Gunakan kondom setiap kali berhubungan seks
Jika Anda tidak mengetahui status HIV pasangan Anda,
gunakanlah kondom setiap kali Anda melakukan hubungan seks

17
vaginal, anal maupun oral. Untuk wanita, bisa menggunakan
kondom wanita.
2. Hindari perilaku seksual yang beresiko
Seks anal adalah aktivitas seks yang memiliki risiko tertinggi dalam
penularan HIV. Pelaku maupun penerima seks anal sama-sama
berisiko untuk tertular HIV, hanya saja penerima seks anal berisiko
lebih tinggi. Karena itu, disarankan untuk melakukan hubungan
seks yang aman, serta gunakan kondom untuk mencegah
penularan HIV.
3. Hindari penggunaan jarum suntik bekas
4. Lakukan Pre-Exposure Prophylaxis
PrEP merupakan metode pencegahan HIV dengan cara
mengonsumsi antiretroviral bagi mereka yang berisiko tinggi tertular
HIV, yaitu:
a. Yang memiliki lebih dari satu pasangan seksual
b. Yang memiliki pasangan dengan HIV positif
c. Pengguna jarum suntik yang berisiko dalam 6 bulan terakhir,
atau mereka yang sering berhubungan seksual tanpa
pengaman
5. Melakukan bimbingan moral dan sosialisasi
Salah satu upaya pencegahan AIDS yang perlu dilakukan saat ini
adalah melakukan berbagai jenis kegiatan dan kampaye untuk
memberikan bimbingan moral kepada remaja dan anak muda.
Sosialisasi ini bermanfaat untuk memberikan ilmu-ilmu tentang apa
itu AIDS, penularan AIDS dan metode untuk mencegah penularan
AIDS.
6. Tidak menggunakan produk-produk yang memungkinkan kontak
darah dengan penderita seperti sikat gigi, pisau cukur dan
peralatan lain.

Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas promosi


kesehatan, pencegahan penularan HIV, pemeriksaan diagnosis HIV,
pengobatan, perawatan dan dukungan; serta rehabilitasi. Pelayanan

18
konseling yang dikenal dengan voluntary counseling and testing (VCT),
suatu layanan konseling dan tes HIV yang dibutuhkan oleh klien
secara aktif dan individual menekankan pada pengkajian dan
penanganan faktor risiko, diskusi keinginan untuk menjalani tes HIV
dan penularan, risiko, pemeriksaan, pengobatan dan pencegahan,
penjelasan manfaat mengetahui status HIV.

PITC merupakan tes HIV dan konseling yang dilakukan oleh


petugas kesehatan yang mengajak klien untuk melakukan konseling.
Konseling dan menawarkan testing oleh petugas kesehatan dapat
mencegah kecepatan penularan. Ini merupakan bagian standar
pelayanan medis, dengan tujuan membuat keputusan klinis dan atau
menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak mungkin
dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang, dan dapat
menghindari keterlambatan diagnosis.

Promosi kesehatan juga ditujukan untuk meningkatkan


pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan
penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi.

19
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom) yaitu terminologi
sindrom (tahap klinis akhir dari infeksi HIV) karena kehilangan
imunitas seluler. Diagnosis dari penyakit ini ditentukan berdasarkan
informasi yang didapat dari pemeriksaan riwayat keluhan, faktor risiko,
pemeriksaan fisik secara umum, dan dipastikan dengan melakukan
pemeriksaan antibodi melalui pemeriksaan darah.
Faktor resiko dari penyakit ini sendiri diantaranya melakukan
hubungan seksual dengan penderita, pengguna narkotika intravena,
mempunyai riwayat infeksi menular seksual, menerima tranfusi darah
berulang tanpa penapisan, perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi
dengan alat yang tidak disterilisasi.
Pencegahan dari penyakit ini adalah dengan menggunakan
kondom setiap kali berhubungan seks, hindari perilaku seksual yang
beresiko, hindari penggunaan jarum suntik bekas, lakukan Pre-
Exposure Prophylaxis, melakukan bimbingan moral dan sosialisasi,
tidak menggunakan produk-produk yang memungkinkan kontak darah
dengan penderita seperti sikat gigi, pisau cukur dan peralatan lain.

B. Saran
Setelah mengetahui apa itu HIV/AIDS apa saja penyebab dan cara
menanggulanginya diharapkan agar masyarakat terkhusus dalam
lingkungan pribadi seperti keluarga agar membiasakan untuk
menerapkan hal tersebut agar tidak tertular penyakit yang
bersangkutan.
Selain itu makalah ini juga masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran
dari pembaca agar bisa dijadikan pembelajaran dan dalam penulisan
kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi.

20
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, M., Hadisaputro, S., Laksono, B., & Anies, A. (2016). Faktor Risiko
yang Berpengaruh terhadap Kejadian HIV/AIDS pada Laki-Laki Umur
25-44 Tahun di Kota Dili, Timor Leste. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 1(1), 39-46.

Sumini, S., Hadisaputro, S., Anies, A., Laksono, B., & Sofro, M. A. (2017).
Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian HIV/AIDS pada
Pengguna Napza Suntik (Studi Epidemiologi Di Kota
Pontianak). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 2(1), 36-45.

Hanifah, H. (n.d.). MAKALAH IKM HIV AIDS. Diakses 28 oktober 2020,


dari https://www.academia.edu/6373911/MAKALAH_IKM_HIV_AIDS

Andy, F. (n.d.). PENATATALAKSANAAN INFEKSI Human


Immunodeficiency Virus (HIV.Diakses 28 oktober 2020, dari
https://www.academia.edu/8800718/PENATATALAKSANAAN_INFE
KSI_Human_Immunodeficiency_Virus_HIV

Nurachmah. Elly. Mustikasari., 2009. Factor Pencegahan HIV/AIDS Akibat


Perilaku Bersiko Tertular pada Siswa SLTP.

21

Anda mungkin juga menyukai