Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA DENGAN HIV/AIDS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Askep HIV/AIDS


Dosen Pengampu: Ns. I Made Rio Dwi Djayanto, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:
1. Salisatullutfiah (102081804)
2. Yurida Ananda Aprillia (102081805)
3. Ni Kadek Yolanda Dewi (102081806)

UNIVERSITAS TRIATMA MULYA


FAKULTAS KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
JEMBRANA
BALI
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Remaja dengan HIV/AIDS”. Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Penulisan makalah ini untuk memenuhi
tugas Asuhan Keperawatan HIV/AIDS.
Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Jembrana, 20 Maret 2020


Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1. Definisi..................................................................................... 3
2. Etiologi..................................................................................... 3
3. Manifestasi Klinik.................................................................... 5
4. Patofisiologi.............................................................................. 6
5. Penularan HIV/AIDS................................................................ 7
6. Pencegahan HIV/AIDS............................................................. 7
7. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 8
8. Penatalaksanaan........................................................................ 10
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian................................................................................. 12
2. Diagnosa................................................................................... 13
3. Intervensi.................................................................................. 14
4. Implementasi............................................................................. 14
5. Evaluasi..................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS telah menjadi salah satu masalah kesehatan serius di abad
ke-20. Saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah orang dengan HIV/AIDS
dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta orang pada tahun 2004.
Sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang dengan HIV/AIDS
(Kesrepro, 2007). Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia pun
memperlihatkan peningkatan yang semakin pesat. Kasus HIV/AIDS di
Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987 dan jumlah kasus AIDS
sampai dengan Maret 2011 adalah 10,62 per 100.000 penduduk (berdasarkan
data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia 230.632.700 jiwa). Secara
kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai Maret 2011 sebanyak
24.482 kasus yang tersebar di 300 Kabupaten/Kota di 32 provinsi (Depkes,
2012).
DKI Jakarta menempati urutan pertama kasus HIV/AIDS di Indonesia
berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut provinsi dalam laporan
triwulan dari April hingga Juni 2011. Jumlah kasus HIV/AIDS di DKI Jakarta
mencapai 3.997 kasus. Jumlah penderita yang meninggal sebanyak 577
kasus. Pemprov DKI Jakarta mengatakan bahwa hingga bulan Juli 2011
terdapat 1.200 penderita baru HIV/AIDS (Poskota, 2011). Kasus HIV/AIDS
pada remaja di Indonesia setiap tahun pun perlu mendapatkan perhatian.
Proporsi kasus AIDS tertinggi dalam laporan triwulan pertama tahun 2011
dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), dimana pada kelompok
umur tersebut, sebagian masuk pada kelompok remaja (15-24 tahun) (Bekti,
2010).
Hasil survey BKKBN menyebutkan bahwa karakteristik umur klien
potensial yang rawan tertular HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja
yaitu 31% yang terdiri 7% berumur di bawah 20 tahun dan 24% berumur
antara 20-24 tahun. Koordinator Kampanye Yayasan AIDS Indonesia
menyebutkan bahwa remaja merupakan populasi yang paling berisiko terkena

1
HIV/AIDS karena remaja menjadi sasaran empuk untuk menjadi konsumen
pelanggan narkotika dan seks (Kompas, 2009).
Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap IMS (Infeksi
Menular Seksual) dengan jumlah terbesar mengidap HIV/AIDS. Masa remaja
sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode pubertas dan
diiringi dengan perkembangan seksual. Remaja juga mengalami perubahan
yang mencakup perubahan fisik dan emosional yang kemudian tercermin
dalam sikap dan perilaku. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan
terhadap masalah perilaku berisiko dalam penularan HIV/AIDS (Soetjiningsih
(ed), 2004).
Kasus HIV/AIDS pada remaja tidak terlepas dari perkembangan
globalisasi. Perkembangan globalisasi mengakibatkan adanya perubahan
ocial dan gaya hidup remaja saat ini terutama di daerah perkotaan. Remaja di
daerah perkotaan cenderung melakukan perilaku berisiko seperti hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan, hubungan seks pranikah, serta
penyalahgunaan narkoba. Gaya hidup seperti ini membahayakan kesehatan
reproduksi terutama kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular
seksual termasuk HIV/AIDS pada pasangannya. Apabila permasalahan yang
dihadapi remaja tersebut tidak segera ditangani, maka akan berdampak pada
makin tingginya angka HIV/AIDS dan hilangnya masa produktif dari
penderita, sehingga pada akhirnya berdampak pada kehilangan usia produktif
di Indonesia (Kusuma, 2010)

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep Asuhan Keperawatan pada
remaja dengan HIV/AIDS.

C. Tujuan Penulisan
Agar dapat mengetahui dan menambah pengetahuan bagi pembaca
maupun penulis tentang asuhan keperawatannya pada remaja dengan
HIV/AIDS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Pengertian HIV human immunodeficiency virus (HIV) adalah jenis
virus yang tergolong familia retrovirus, sel darah putih yang diserang
oleh HIV pada penderita yang terinfeksi adalah sel limfosit T (CD4) yang
berfungsi dalam system imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak
diri dalam sel limfosit yang diinfeksi dan merusak sel tersebut sehingga
mengakibatkan system imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-
angsur menurun (Daili, F.S., 2009).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. AIDS adalah
infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang)
dan memiliki antibodi positif terhadap HIV (Doenges, 1999).
Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan
manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa
remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara
masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi
perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-
fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual (Santrock, 2003).
Remaja dibagi menjadi 3 fase yakni remaja awal (usia 11-14 tahun),
remaja tengah (usia 15-17 tahun), dan remaja akhir (usia 18-20 tahun)
(Hockenberry, 2005).

2. Etiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka
target utama HIV adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi

3
genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik
dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid)
menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse
transcriptase. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam
sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.
Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik
virus juga ikut diturunkan. Human Immunodeficiency Virus menyerang
CD4 baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung,
sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T.
Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul
gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4 yang kemudian akan
menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen. Hilangnya
fungsi CD4 menyebabkan gangguan imunologis yang progresif.
Cukup sulit untuk mengukur berapa lama waktu diantara infeksi
HIV dan penyakit AIDS, sehingga banyak orang pengidap HIV tidak
akan tahu kapan mereka tertular HIV.Akan tetapi perkiraan WHO 60 %
dari orang dewasa pengidap HIV akan berkembang menjadi AIDS dalam
waktu 12-13 tahun sesudah tertular HIV. Perkiraan para ahli
menyebutkan pula bahwa sebagian besar pengidap HIV akan sampai ke
tahap AIDS. Dewasa ini menunjukkan bahwa penderita HIV dan AIDS
pada kelompok muda (usia produktif) meningkat tajam disebabkan oleh
beberapa hal:
a. Kaum muda lebih beresiko terhadap penularan infeksi
b. Perilaku seksual yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab
c. Jumlah kaum muda cukup besar
d. Perkembangan teknologi tidak sejalan dengan kesiapan anak untuk
bisa menerimanya
e. Anak muda berada pada posisi “transisi perilaku” atau masa gonjang-
ganjing sehingga mudah sekali terpengaruh dan keinginan lebih tinggi
untuk mencoba.

4
3. Manifestasi Klinis
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV.
Gejalanya meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan
(nyeri saat menelan), batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan
kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit (makula / ruam).
World Health Organization menandai progresi infeksi HIV dengan
4 stadium yaitu:
a. Stadium 1 (asimtomatik), penderita belum memiliki gejala yang khas,
namun dapat mengalami limfadenopati generalisata yang persisten.
Berat badan penderita belum mengalami penurunan yang berarti.
Performance scale-nya adalah asimtomatik dan aktivitas masih normal
b. Stadium 2 atau sakit ringan ditandai dengan penurunan berat badan
kurang dari 10%, ulkus mulut mulut berulang, ruam kulit, dermatitis
seboroik, infeksi jamur kuku, luka disekitar bibir (kelitis angularis),
serta infeksi saluran napas akut yang berulang. Biasanya penderita
juga memiliki riwayat infeksi herpes zoster dalam lima tahun terakhir.
Pada stadium ini, penderita biasanya masih beraktivitas dengan
normal.
c. Stadium 3 atau sakit sedang ditandai dengan infeksi yang lebih kronik.
Pada stadium ini, penderita telah mengalami penurunan berat badan
lebih dari 10%. Diare dan demam lebih dari satu bulan yang tidak
diketahui penyebabnya sering terjadi. Gejala lainnya yaitu terdapat
riwayat tuberkulosis paru dalam 1 tahum terakhir, kandidiasis oral
atau vaginal, oral hairy leukoplakia, serta infeksi bakterial berat
seperti pneumonia, piomiositis. Performance scale dan aktivitas
penderita mengalami penurunan. Biasanya pasien akan melakukan bed
rest kurang dari 50% hari dalam 1 bulan.
d. Stadium terakhir dari perjalanan infeksi HIV adalah AIDS. Penderita
AIDS memiliki kadar CD4 dibawah 200 sel/mm3, prognosis semakin
buruk dan pasien mengalami sakit berat. Stadium ini ditandai dengan
pneumonia pnemositis atau pneumonia bakterial berulang, herpes
simpleks ulseratif lebih dari satu bulan, kandidiasis esofageal,

5
tuberkulosis ekstrapulmonal, sarkoma kaposi, renitis Cytomegalo
Virus, abses otak toksoplasmosis, ensefalopati HIV, meningitis
kriptokokus, infeksi mikrobakteria non-tuberkulosis yang meluas,
lekoensefalopati multifokal progresif (PML), penisiliosis,
kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis mikosis meluas, limfoma
serebral, limfoma non-Hodgkin, kanker serviks invasif leismaniasis
atipik yang meluas dan gejala neuropati atau kardiopati terkait HIV.
Pada performance scale biasanya pasien bed rest lebih dari 50% hari
dalam satu bulan.

4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar
50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5
tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat
AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel
darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan
pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang
baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein


yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor
CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas
dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T

6
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi
dirinya terhadap infeksi dan kanker.

5. Penularan HIV/AIDS
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui
cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat
dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). Terdapat 3 cara
penularan HIV, yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Hubungan seksual, baik secara vagina, oral, maupun anal dengan
sorang pengidap. Cara ini merupakan cara paling umum terjadi,
sekitar 80-90% dari kasus sedunia karena penularannya mudah terjadi.
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak
sekresi cairan vagina atau preseminal seseorang dengan rektum, alat
kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya.
b. Kontak langsung dengan darah Jalur penularan ini terutama
berhubungan dengan pengguna obat suntik penderita hemofilia, dan
resipien transfusi darah dan produk darah.
c. Secara vertikal, dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik
selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Resiko sekitar
25-40% dan terdapat 0, 1% dari total kasus sedunia.

6. Pencegahan HIV/AIDS
Tindakan pencegahan penularan HIV dapat dilakukan dengan
mencegah perilaku seks berisko. Ada beberapa metode yang
direkomendasikan oleh Kemenkes RI untuk mencegah penularan HIV
yang dikenal dengan perilaku ABCDE:
a. Secara umum
Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E),
yaitu:
1) Abstinence : memilih untuk mencegah penularan hubungan seks
beresiko tinggi terutama seks pranikah
2) Befaithfil : saling setia dengan pasangan
3) Condom : menggunakan kondom secara konsisten dan benar

7
4) Drugs : tolak penggunaan NAPZA
5) Equipment : jangan pakai jarum suntik bersama
b. Untuk remaja
Karena semua orang tanpa kecuali dapat tertular HIV apabila
perilakunya sehari-hari termasuk dalam perilaku yang berisiko tinggi
terpapar HIV, maka yang perlu dilakukan remaja antara lain:
1) Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Yang
ditekankan di sini yaitu hubungan seks tidak aman berisiko infeksi
menular seksual (IMS), dan memperbesar risiko penularan HIV
dan AIDS
2) Mencari informasi yang lengkap dan benar yang berkaitan dengan
HIV dan AIDS
3) Mendiskusikan secara terbuka permasalahan yang sering dialami
remaja, dalam hal ini tentang masalah perilaku seksual dengan
orang tua, guru, teman maupun orang yang memang paham
mengenai hal ini
4) Menghindari penggunaan obat-obatan terlarang dan jarum suntik,
tato dan tindik
5) Tidak melakukan kontak langsung percampuran darah dengan
orang yang sudah terpapar HIV
6) Menghindari perilaku yang dapat mengarah pada perilaku yang
tidak sehat dan tidak bertanggung jawab

7. Pemeriksaan Penunjang
Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah
ELISA. Untuk mengidentifikasi antibody terhadap HIV, tes ELISA
sangat sensitive, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga
menunjukkan hasil positif. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan
false positif, antara lain adalah penyakit autoimun, infeksi virus, atau
keganasan hematologic. Kehamilan juga bisa menyebabkan false positif.
Tes yang lain biasanya digunakan untuk mengkonfirmasi hasil ELISA,

8
antara lain Western Blot (WB), indirest immunofluorescence assay (IFA)
ataupun radio-immunoprecipitation assay (RIPA).
Pada daerah-daerah di mana prevalensi HIV sangat tinggi, dua kali
hasil ELISA positif ditambah gejala klinis bisa digunakan untuk
mendiagnosis HIV. Bila metode ini dipilih, maka akan lebih baik jika
dipilih dua tipe tes ELISA yang berbeda.
Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang
digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA.
Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti hasil tes negative.
Sedangkan bila hampir atau semua rantai potein ditemukan, berarti
western Blot positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa
disimpulkan, maka tes Western Blot harus diulang lagi setelah 6 bulan.
Jika tes tetap negative maka pasien dianggap HIV negative.
Beberapa tes cepat untuk deteksi HIV dikembangkan dengan
menggunakan teknologi serupa ELISA, dan hasilnya seakurat tes ELISA.
Keuntungan tes ini adalah hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa
menit.
PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk DNA dan RNA virus
HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering
digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
Begitu pasien didiagnosis HIV, maka tingkat kerusakan kekebalan
tubuh yang dialami perlu ditentukan. Limfosit CD4 (sel T-helper)
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kuantitas fungsi imunologi
pasien. CD4 juga berguna untuk menentukan stadium klinis HIV. Tetapi
bila pemeriksaan CD4 tidak tersedia, total hitung limfosit bisa menjadi
sangat berguna. WHO mengembangkan kriteria stadium klinis
berdasarkan total limfosit.
Pasien yang terinfeksi HIV hampir seluruhnya mengalami
gangguan hematologic. Neutropenia (penurunan sel darah putih) bisa
disebabkan karena virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan
pada pasien HIV. Bila ditemukan anemia, biasanya anemia normositik
dan normokromik. Pasien juga bisa mengalami limfopenik (ditandai

9
dengan penurunan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi). (Nursalam,
2007) Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS

8. Penatalaksanaan
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapi yang dapat diterapkan yaitu:
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian
infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat yang dapat digunakan
seperti didanosine, ribavirin, diedoxycytidine dan recombinant CD 4
dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

10
e. Diet
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut,
dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,
diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien,
dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk
kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat
dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral komersial energi
dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan
vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan
glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I
setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring
atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan
membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat
gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan
atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS
II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk
makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila
kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan
sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

11
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Keluhan utama dapat berupa demam dan diare yang
berkepanjangan, tachipnae, batuk, sesak nafas, hipoksia.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sejak awal sakit, klien mengeluh badan panas berulang, kepala
terasa pusing, mual-mual dan badan terasa lemas dan berat badan
menurun, dan anemia. Saat dikaji badan teraba panas, tampak meringis
sakit kepala, klien tampak mual, dan klien merasa gelisah.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfuse darah atau
tidak, dari orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan adanya
orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat,
adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV, adanya penularan
terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan,
adanya penularan pada proses melahirkan, terjadinya kontak darah
dan bayi, adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI,
adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife ).
f. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Mata
Adanya cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina; Retinitis
sitomegalovirus; Khoroiditis toksoplasma; Perivaskulitis pada
retina; Infeksi pada tepi kelopak mata; Mata merah, perih, gatal,
berair, banyak sekret, serta berkerak; Lesi pada retina dengan
gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple
2) Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis gangrenosa; Peridontitis; Sarkoma kaposi
pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi
biru dan sering pada platum.
3) Pemeriksaan Telinga

12
Adanya otitis media; Adanya nyeri; Kehilangan pendengaran.
4) Sistem Pernafasan
Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum; Sesak
nafas Tachipnea; Hipoksia; Nyeri dada; Nafas pendek waktu
istirahat; Gagal nafas
5) Sistem Pencernaan
Berat badan menurun; Anoreksia; Nyeri pada saat menelan;
Kesulitan menelan; Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut;
Faringitis; Kandidiasis esophagus; Kandidiasis mulut; Selaput
lendir kering; Hepatomegali; Mual dan muntah; Kolitis akibat dan
diare kronis; Pembesaran limfa.
6) Sistem Kardiovaskular
Suhu tubuh meningkat; Nadi cepat, tekanan darah meningkat;
Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopati
karena HIV.
7) Sistem Integumen
Adanya varicela (lesi yang sangat luas vesikel yang besar);
Haemorargie; Herpes zoster; Nyeri panas serta malaise;
Aczematoid gingrenosum; Skabies.
8) Sistem Perkemihan
Didapatkan air seni yang berkurang; Annuria; Proteinuria;
Adanya pembesaran kelenjar parotis; Limfadenopati
9) Sistem Neurologi
Adanya sakit kepala; Somnolen; Sukar berkonsentrasi;
Perubahan perilaku; Nyeri otot; Kejang-kejang; Encelopati;
Gangguan psikomotor; Penururnan kesadaran; Delirium;
Meningitis.
10) Sistem Muskuloskeletal
Nyeri persendian; letih, gangguan gerak; nyeri otot
2. Diagnosa
a. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.

13
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
c. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko
e. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi
HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intervensi dan Implementasi
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria Intervensi Implementasi
hasil
Intolerans Pasien 1.          Monitor 1. monitor respon
aktivitas berpartisipasi respon fisiologis fisiologis terhadap
berhubungan dalam kegiatan, terhadap aktivitas aktivitas
dengan dengan kriteria 2.          Berikan 2. memberikan
kelemahan, bebas dyspnea dan bantuan perawatan bantuan: melatih
pertukaran takikardi selama yang pasien sendiri relaksasi
oksigen, aktivitas. tidak mampu 3. menjadwalkan
malnutrisi, 3.          Jadwalkan perawatam: 10.00-
kelelahan. perawatan pasien 11.00
sehingga tidak
mengganggu
isitirahat.

Perubahan nutrisi Pasien mempunyai 1. Monitor 1. Memonitor


kurang dari intake kalori dan kemampuan kemampuan
kebutuhan tubuh protein yang mengunyah dan mengunyah:
berhubungan adekuat untuk menelan. respon baik
dengan intake memenuhi 2. Monitor BB, 2. BB tidak
yang kurang, kebutuhan intake dan ouput seimbang, intake
meningkatnya metaboliknya 3. Auskultasi kurang, output
kebutuhan dengan kriteria bunyi usus berlebih
metabolic, dan mual dan muntah 4. Atur antiemetik 3. Bunyi usus
menurunnya dikontrol, pasien sesuai order terdengar 32 kali
absorbsi zat gizi. makan TKTP, 5. Rencanakan diet 4. Pemberian
serum albumin dengan pasien dan antiemetic
dan protein dalam orang penting 5. Merencanakan
batas normal, BB lainnya. diet dengan makan
mendekati seperti porsi kecil tapi
sebelum sakit. sering.
Tidak efektif Keluarga atau 1. Kaji koping 1. Mengkaji kping
koping keluarga orang penting lain keluarga terhadap keluarga
berhubungan mempertahankan sakit pasein dan 2. Membiarkan
dengan cemas suport sistem dan perawatannya keluarga
tentang keadaan adaptasi terhadap 2. Biarkan mengungkapkan
yang orang perubahan akan keluarga perasaan
dicintai. kebutuhannya mengungkapkana 3. Mengajarkan

14
dengan kriteria perasaan secara kepada keluarga
pasien dan verbal tentang
keluarga 3. Ajarkan kepada penyakitnya
berinteraksi keluaraga tentang (penkes)
dengan cara yang penyakit dan
konstruktif transmisinya.
Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor tanda- 1. Memonitor tanda
infeksi infeksi tanda infeksi baru.
infeksi baru: tidak
berhubungan oportunistik dan 2. Pantau
ada tanda infeksi
dengan komplikasinya perubahan tanda-
baru
imunosupresi, dengan kriteria tak tanda vital dan
malnutrisi dan ada tanda-tanda warna kulit 2. Memantau
pola hidup yang infeksi baru, lab 3. Gunakan teknik perubahan TTV
beresiko. tidak ada infeksi aseptik pada setiap dan warna kulit:
oportunis, tanda tindakan invasif. TTV
vital dalam batas Cuci tangan normal(T:36,5-
normal, tidak ada sebelum 37,5OC;
luka atau eksudat. meberikan N:85x/menit;
tindakan. TD:100/70mmHg;
4. Anjurkan pasien RR:25x/menit);
metoda mencegah warna kulit pucat
terpapar terhadap 3. Mencuci tangan
lingkungan yang
sebelum
patogen.
memberikan
5. Kumpulkan
tindakan
spesimen untuk tes
lab sesuai order. 4. Mencegah pasien
6. Atur pemberian terpapar
antiinfeksi sesuai lingkungan
order   berpatogen
5. Mengumpulkan
specimen tes lab:
urin
6. Memberikan
antiinfeksi
Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien 1. Menganjurkan
infeksi (kontak ditransmisikan, atau orang penting pasien dan
pasien) tim kesehatan lainnya metode keluarga mencegah
berhubungan memperhatikan mencegah penyebaran infeksi
dengan infeksi universal transmisi HIV dan 2. Menggunakan
HIV, adanya precautions kuman patogen cairan precaution
infeksi dengan kriteriaa lainnya. binal
nonopportunisitik kontak pasien dan 2. Gunakan darah
yang dapat tim kesehatan dan cairan tubuh
ditransmisikan. tidak terpapar precaution binal
HIV, tidak merawat pasien.
terinfeksi patogen Gunakan masker
lain seperti TBC. bila perlu.
4. Evaluasi
Langkah terakhir dalam proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien. Format yang digunakan dalam evaluasi bisa
dengan SOAP, SOAPIE, SOAPIED dan SOAPIER.

15
16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
BKKBN menyebutkan bahwa karakteristik umur klien potensial yang
rawan tertular HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja yaitu 31% yang
terdiri 7% berumur di bawah 20 tahun dan 24% berumur antara 20-24 tahun.
Koordinator Kampanye Yayasan AIDS Indonesia menyebutkan bahwa
remaja merupakan populasi yang paling berisiko terkena HIV/AIDS karena
remaja menjadi sasaran empuk untuk menjadi konsumen pelanggan narkotika
dan komunitas seks (Kompas, 2009).
Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap IMS (Infeksi
Menular Seksual) dengan jumlah terbesar mengidap HIV/AIDS. Masa remaja
sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode pubertas dan
diiringi dengan perkembangan seksual. Remaja juga mengalami perubahan
yang mencakup perubahan fisik dan emosional yang kemudian tercermin
dalam sikap dan perilaku. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan
terhadap masalah perilaku berisiko dalam penularan HIV/AIDS
(Soetjiningsih (ed), 2004).

B. Saran
Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit
HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya yang benar agar stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA dapat diluruskan. Untuk itu perlu
diadakannya seminar dan penyuluhan tentang HIV/AIDS serta
diselenggarakannya acara testimonial dari para ODHA, terutama bagi remaja
pelajar dan mahasiswa.
ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat
dan pemerintah, selain itu dukungan keluarga dan teman juga dapat
memberikan semangat hidup bagi penderita HIV/AIDS.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bekti. (2010). Remaja Rentan Terkena HIV/AIDS.


Daili, FS. (2009). Infeksi Menular Seksual, Edisi Keempat.
Depkes RI. (2011). Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2011
Doenges, E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Hockenberry, J.M. (2005). Essential of pediatric nursing.
Hurlock, E. B. (1995). Psikologi Perkembagan (Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan).
Kemenkes RI. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia 2011.
Kesrepro. (2007). Lawanlah Stigma dan Diskriminasi Untuk Memenangi Perang
Melawan HIV/AIDS.
Kusuma, Heni. (2010). Hubungan Antara Depresi dan Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/ AIDS yang Menjalani Perawatan
di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS
Santrock, J. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja Edisi ke-6.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya.

18

Anda mungkin juga menyukai