Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat dan
Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok II dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas segala
bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pengetahuan khususnya ilmu
keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan makalah ini.

Kendari, November 2012

penyusun

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi ...................................................................................................................
B. Etiologi ..................................................................................................................
C. Patofisiologi ...........................................................................................................
D. Pathway .................................................................................................................
E. Tanda Dan Gejala ...................................................................................................
F. Diagnosa .................................................................................................................
G. Komplikasi..............................................................................................................
H. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................
I. Penatalaksanan........................................................................................................
J. Pengobatan .............................................................................................................
K. Pencegahan ............................................................................................................
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS
A. Pengkajian .............................................................................................................
B. Riwayat Imunisasi ................................................................................................
C. Diagnosa Keperawatan .........................................................................................
D. Intervensi ...............................................................................................................
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak
tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV
pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat
perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral.(8)
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan saat
ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab
kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan
2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS. (8)
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu seorang
warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember
1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali
diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat
ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia
meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987
hingga 31 Desember 2008 terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir
Desember 2008 tercatat penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh
lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan
dari keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal
sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen)
orang. Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh
kaum laki-laki yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru
tahun 2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah
tangga, sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan
remaja, dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus. (5),(8),(10)

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita khususnya calon perawat mengetahui
konsep medis pada HIV AIDS secara keseluruhan beserta Asuhan Keperawatan HIV AIDS pada
anak.

C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Pathway
5. Tanda Dan Gejala
6. Diagnosa
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Penatalaksanan
10. Pengobatan
11. Pencegahan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat didalam
cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti didalam darah, air mani atau cairan vagina
(Gunung 2002). Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, tidak ada perbedaan antara orang yang
menderita HIV dengan orang normal. Penderita akan terlihat sehat-sehat saja pada kurun waktu kira-
kira 5-10 tahun. Walaupn tampak sehat, mereka dapat menuarkan HIV pada orang lain melalui
hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian
(IDU/Injection drug user).
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan
bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong,
J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien
memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn,
M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat
mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat
oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV)
yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

B. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu
mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan
oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia
(Pustekkom, 2005).

C. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam
mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak
pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui
antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius
pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV
pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat
membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan
asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia.
Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi
terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik,
disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu
biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan
replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun
tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun
simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan
peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4
yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi “
atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal
dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada
saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini
dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik.
Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status
simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal,
dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang
normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda
dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

D. Tanda Dan Gejala


Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis
normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-
gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik.
Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan
jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti
penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan
pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh
karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila
mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari
ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati
generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral
selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV,
sekitar 90% akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh
studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan
bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia
3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini,
kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis
kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak
jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang
tidak terinfeksi.

PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA


ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi imun
normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang,
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau persistem yang
tidak spesifik.
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis oral
persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan hematologi)

Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan
bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan
AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada
usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan
berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau
hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup
yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS
terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada
prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai
tanda tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan
perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS paling
sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk munculnya
penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara
bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini
biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak
dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini,
dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada awal perjalanan
penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan
secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang
tidak baik pada awal penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini
dikenali bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup
yang lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi
untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi
muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan pada
orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang
terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan
perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi
atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis,
tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran
parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP
sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering
terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren adalah
dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi tulang dan sendi; ini
semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti
infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus
pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun
stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan
episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang
menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang efektif dan
kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih
setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan
infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat munculkan tanda
infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk ensefalopati static
yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar
sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya
dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral,
kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan
abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu
ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit perkembangan
saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada
sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system saraf pusat
dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare
akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi infeksi
sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida, terjadi pada
sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV
diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan
ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan
lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius,
jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering mengambil
bentuk organ yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi. Yang jarang adalah
hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama, dengan prognosis
buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV, atau HBV,
oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit ginjal yang sering terjadi,
paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan mesangial dan glomerulokslerosis fokal telah
diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung
dapat diperhatikan pada separuh anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden kardiomiopati
simtomatik hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan fungsi ventrikel merupakan
kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada
pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada yang kanan. Tekanan HIV
langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus miotropik semuanya telah
dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan
trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus
dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes
antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi
dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
 ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
 Western blot (positif)
 P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
 Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
 CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
 Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
 Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
 Kadar immunoglobulin (meningkat).

F. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
o Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
o Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
o Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
o Mengatasi dampak psikososial
o Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
o Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

G. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan AIDS
dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan pengobatan yang
sesuai. Anak dikategorikan dengan menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi
dan status klinik dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3) tanda
supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya
supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD$ atau persentase
CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002).
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah dan
menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel. Azidomitidin (
Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4
rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi
pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain
untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai
pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif (IPV) (Betz
dan Sowden, 2002).

H. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan memengaruhi
epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat diketahui. Kesalahan konsepsi
mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target esensial untuk usaha mengurangi perilaku
resiko, terutama diantara remaja. Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada
pasien dan keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama
usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American Medical
Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu dokter pediatric
memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan pencegahan
infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji serologi HIV bagi semua
perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan
bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara
signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi penularan
HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita
HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada
neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo
sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan
A.S. telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif
untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa
kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih besar, dan sekarang
tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan zidovudin. Zidovudin intravena
(dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan)
dianjurkan selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk
mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6
minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak mendapatkan
zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada
bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam.
Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang
merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama.
Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil
harus diuji untuk positivitas HIV-1.
Penularan seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran
cairan-cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi penyakit yang
ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang lebih tua atau dengan banyak
mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS

A. Pengkajian
1) Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2) Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3) Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas
pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis,
keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut,
selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis,
pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4) Kaji status nutrisi
a. Kaji adanya infeksi oportunistik
b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan.

B. DIAGNOSA
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan HIV
antara lain:
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan imun ditandai dengan neuropati karena human
immunodeficiency virus (HIV)
3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder terhadap
reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
5. Perubahan eliminasi (diare) berhubungan dengan peningkatan motilitas usus sekunder proses
inflamasi system pencernaan.
6. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitisseboroik dan herpers
zoster sekunder proses inflamasi system integument
7. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya organisme
infeksius dan imobilisasi
8. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit,
diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

C. INTERVENSI
Keperawatan Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan ada anak yang menderita HIV antara lain :

1. Bersihan jalannafas tidak efektifberhubungandengan akumulasisekretsekunder terhadap


hipersekresi sputum karena proses inflamasi.
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi :
1. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliranudara danbunyi
napasadventisius,
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2. Mengkaji ulangtanda-tandavital (irama danfrekuensi, sertagerakan dindingdada
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi
karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru- paru
3. Bantu pasienlatihan napassering.Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan
batuk, misalnya menekan dadadan batuk efektif sementara posisi duduktinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih
kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya napaslebih dalam danlebih kuat.
4. Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran
5. Berikan cairan sedikitnya 2500ml/hari (kecualikontraindikasi). Tawarkan airhangat
daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6. Memberikanobat yang dapat meningkatkan efektifnya jalannafas
(sepertibronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret,
obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga
mudah untuk dikeluarkan.
2. Hipertermiberhubungandengan pelepasanpyrogen darihipotalamus sekunder terhadapreaksi
antigen danantibody
Tujuan :Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 o C.
Intervensi :
1. Pertahankanlingkungansejuk, denganmenggunakanpiyama dan selimut yangtidak
tebal sertapertahankansuhu ruanganantara 22o dan24 o C
Rasional : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara
radiasi.
2. Beri antipiretiksesuai petunju
Rasional : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam.
3. Pantau suhutubuh anaksetiap 1-2 jam,bila terjadipeningkatansecara tiba-tiba.
Rasional : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4. Beriantimikroba/antibiotik jiradisarankan
Rasional : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab.
5. Berikankompresdengan suhu 37oC pada anakuntukmenurunkandemam
Rasional : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi.
3. Risiko tinggikekurangan volumecairanberhubungandengan pemasukandan
pengeluaransekunder karenakehilangan nafsumakan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
 tidak adaadatanda-tandadehidrasi(tanda-tandavitalstabil,kualitasdenyutnadi
baik,turgorkulitnormal,membranmukosalembabdanpengeluaran
urineyangsesuai).
Intervensi :
1. Ukur dan catatnpemasukan danpengeluaran.Tinjau ulangcatatan intraoperasi.
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/ kebutuhan penggantian dan pilihan- pilihan yang
mempengaruhi intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
3. Letakkanpasien padaposisi yangsesuai,tergantungpada kekuatanpernapasan.
Rasional : elevasikepala danposisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru
bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4. Pantau suhukulit, palpasidenyut perifer.
Rasional : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan
tambahan.
5. Kolaborasi,berikan cairanparenteral,produksi darahdan atauplasmaekspandersesuai
petunjuk.Tingkatkankecepatan IVjikadiperluakan.
Rasional : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidakseimbangan.
4. Perubahaneliminasi (diare) berhubungandenganpeningkatanmotilitas usus sekunder proses
inflamasi systempencernaan.
Tujuan : Orang tua melaporkanpenurunan frekuensi defekasi dengan kriteria, konsistensi
feaseskembalinormaldanorang tuamampumengidentifikasi/menghin dari faktor
pemberat.
Intervensi :
1. Observasi dancatat frekuensidefekasi,karakteristik,jumlah dan faktor pencetus
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
episode.
2. Tingkat tirahbaring, berikanalat-alatdisampingtempat tidur.
Rasional : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme
bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3. Buang fesesdengan cepatdan berikanpengharumruangan
Rasional : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasimakanan dancairan yangmencetuskandiare (misalnya sayuran
segar,buah, sereal,bumbu,minumankarnonat,produks susu).
Rasional : Menghindarkanirirtan meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagipemasukancairan per oralsecara bertahapdan hindariminuman dingin.
Rasional : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan
rangsang makanan/ cairan. Makan kembali secara bertahap cairan
mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin dapat
meningkatkan motilitas usus
6. Berikankolaburasiantibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif fokal

5. Risiko kerusakanintegritas kulit yangberhubungandengan dermatitisseboroik danherpers


zostersekunder prosesinflamasi systemintegument
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan hasil : infeksi virus herpes
tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang terinfeksidan orang tua
mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Pasang alatpelembabdalam rumahuntukmenghindarikulit terlalukering
Rasional : Kulit yangkering dapatmempermudahterjadinyakerusakan kulitsehingga
perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet.
2. Bersihkandaerah yangtidak infeksi
Rasional : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah terjadinya
perluasan infeksi kulit.
3. Sarankan klienuntuk tidakmenggaruk
Rasional : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan kulit,
apa bila jika dilakukan dengan keras/ kuat.
4. Kulit yangmengeras danbersisik jangan
dikupas, biarkan terkelupas sendiri.
Rasional : berusaha mengelupas/ melepas kulit yang bersisik dapat memicu
terjadinya luka pada kulit yang bersisik
5. Pemberianantibiotiksistemik
Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi
kulit tidak meluas.
6. Risiko infeksi(ISK) berhubungandengan kerusakanpertahanan tubuh,adanya
organismeinfeksius danimobilisasi
Tujuan : Anak mengalami risiko infeksi yang minimal dan anak tidak menyebarkan penyakit
pada orang lain
Intervensi :
1. Gunakanteknik mencucitangan yangcermat
Raional : Untuk meminimalkan pemajanan pada organisme infeksius
2. Beri tahupengunjunguntukmenggunakanteknik mencucitangan yangbaik
Rasional : Untuk meminimalkan pemajanan organisme infeksius.
3. Tempatkananak diruanganbersama anakyang tidakmengalamiinfeksi ataudiruangan
pribadi.
Rasional : pemahaman yang baik tentang cuci tangan dapat mempengaruhi perliku
orang tua untuk cuci tangan sebelum dan sesudah memegang atau
menyentuh anak
4. Batasi kontakdengan individuyangmengalamiinfeksi,termasuk keluarga, anaklain,
teman dananggota staf,jelaskan bahwaanak sangatrentanterhadap infeksi
Rasional : Untukmendorongkerja sama danpemahaman
5. Observasiasepsis medisdengan tepat
Rasional : Untuk menurunkan risiko infeksi
6. Dorong nutrisiyang baik danistirahat yangcukup
Rasional : Untuk meningkatkan pertahan alamiah tubuh yang masih ada
7. Jelaskan padakeluarga dananak yang lebihbesar
tentangpentingnyamenghubungiprofesionalkesehatan bilaterpajanpenyakit masa
kecil (misalnya.Cacar air,gondongan)
Rasional : Penjelasan yang baik akan memungkinkan orang tua memberikan
imunisasi yang tepat pada bayinya
8. Berikanimunisasi yangtepat sesuaiketentuan
Rasional : Untuk mencegah infeksi
9. Berikanantibiotik sesuaiketentuan
Rasional : Dapat untuk mencegah infeksi bakteri/ sebagai profilaksi
10. Implementasikan dan lakukankewaspadaanuniversal,khususnya isolasi bahantubuh
Rasional : Untuk mencegah penyebaran virus
11. Instruksikanorang lain(misalnyakeluarga,anggota
staf)untukmenggunakankewaspadaantepat,jelaskan adanyakesalahankonsep
tentangpenularan virus
Rasional : Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi
penggunaan kewaspadaan yang tepat
7. Perubahan nutrisikurang darikebutuhan tubuhberhubungandengankekambuhanpenyakit,
diare,kehilangan nafsumakan, kandidiasisoral
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil anak mengkonsumsi
jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
1. Berikanmakanan dankudapan tinggikalori dantinggi protein
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
2. Beri makananyang disukaianak
Rasional : Untuk mendorong agar anak mau makan
3. Perkayamakanandengansuplemennutrisi,misalnya susububuk atausuplemen
yangdijual bebas
Rasional : Untukmemaksimalkankualitas asupanmakanan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering
mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit
oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan
resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang
lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian
definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali,
limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau
lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
.
B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping pengarahan
dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam tugas dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai