Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN


SISTEM INTEGUMEN : DEKUBITUS

Dosen : Ns. Yeni Lukita, M.Kep


Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik

Disusun oleh :

Devi Erdiansyah (SNR18213030)

PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN NON REGULER
STIKEP MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2020
PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang
Dekubitus dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi akan menjadi
masalah yang khusus bila terjadi pada seorang lanjut usia (lansia).
Kekhususannya terletak pada insiden kejadiannya yang erat kaitannya dengan
imobilisasi (Martono, 2014). Lansia merupakan kelompok paling rentan
terhadap terjadinya dekubitus.
Bertambahnya usia akan menjadikan kulit mengalami perubahan; lemak
subkutan semakin menipis mengakibatkan kulit tidak elastis lagi. Penipisan
jaringan epidermis dan hilangnya jaringan bantalan pada kulit menyebabkan
kulit akan mudah mengalami kemerahan dan mudah terkelupas bila ada
penekanan.
Insiden dan prevalensi dekubitus di Indonesia mencapai 40% atau yang
tertinggi diantara negara-negara besar ASEAN lainnya. Menurut Bujang, Aini
& Purwaningsih (2013), kejadian dekubitus terdapat pada tatanan perawatan
akut (acut care) sebesar 5-11%, pada tatanan perawatan jangka panjang (long
term care) sebesar 15-25%, dan tatanan perawatan dirumah (home health
care) sebesar 7-12%.
Tindakan pencegahan decubitus sudah sering dilakukan baik di panti
jompo dan lebih-lebih di rumah sakit; tetapi pada tatanan komunitas hal
tersebut merupakan sesuatu yang langka. Ketidakmampuan lansia dan
keluarga serta keterbatasan pengetahuan keluarga menjadi penyebabnya.
Bagaimanapun, lansia sangat tergantung pada bantuan orang lain untuk
melakukan mobilisasi. Oleh karena itu perawat perlu mengajarkan pada
keluarga atau penjaga lansia tentang tindakan pencegahan dekubitus pada
lansia imobilisasi dengan melakukan perubahan posisi secara berkala.
Sudah menjadi tugas kita sebagai seorang perawat untuk memberikan
asukan keperawatan gerontik pada lansia terutama yang mengalami
dekubitus, berupa tindakan pencegahan / preventif, kuratif dan rehabilitatif
Terhindarnya lansia dari keadaan dekubitus dan sembuh dari dekubitus maka
kita memberi kontribusi bagi lansia untuk mempertahankan kualitas hidup
yang baik.

2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Unruk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliyah Keperawatan
Gerontik serta mengetahui tentang dekubitus yang terjadi pada lansia dan
penangannya.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian lansia dan tipe-tipe lansia
b. Agar mahasiswa mengetahui berbagai teori lansia
c. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dekubitus
d. Agar mahasiswa mengetahui penanganan pada lansia yang mengalami
dekubitus

C.  Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.   Untuk masyarakat: sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan
kesehatan
2.   Untuk Mahasiswa: di harapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai
bahan pembanding tugas serupa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Keperawatan Gerontik


1. Pengertiian Geriatri
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal
1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.
2. Batasan Lanjut Usia
a. Klasifikasi Lansia
1) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia
60 tahun dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
4) Lansia Potensial
Lansia yagn masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
5) Lansia tidak Potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain (Depkes RI, 2003)
b. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.
13 tentang Kesehatan)

4
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi
c. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho,
2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik, dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

3. Proses Menua
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

5
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
keerusakan yang diderita . Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh
akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut
penyakit degeneratif.

4. Teori Proses Menua


a. Teori Biologi
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology
slow theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.
1) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi menua terprogram secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh
yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsi sel).
Terjadi pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut
teori akumulasi dari produk sisa, sebagai contoh adalah adanya
pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada
lansia yang mengakibatkan teganggunya fungsi sel itu sendiri.
Pada teori biologi dikenal istilah “pemakaian dan perusakan” (wear
and tear) yang terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang
menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini
juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh
lansia, tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan
kekurangan gizi.
2) Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

6
3) Teori stress
teori stress mengungkapkan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang
biasa yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,
dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
4) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
5) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang
tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan
dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori Psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan
pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yagn efektif.
Keperibadian individu yagn terdiri atas motivasi dan intelegensi
dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri
yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan
mudah terhadap nilai-nilai yang ditunjang dengan status sosialnya.
Adanya penurunan dari inteletualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori dan belajar pada usia lanjut menyebabkan
mereka sulit dipahami dan berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan
interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan kemampuan
fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan
untuk menerima, memproses dan merespon stimulus sehingga terkadang
akan muncul aksi atau reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

7
Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisiologis
organ otak. Namun untuk fungsi-fungsi positif yang dapat dikaji ternyata
mempunyai fungsi yang lebih tinggi, seperti simpanan informasi usia
lanjut, kemampuan memberi alasan secara abstrak dan melakukan
penghitungan.
Memori adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu
kejadian atau peristiwa baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Memori terdiri dari atas tiga komponen sebagai berikut:
a. Ingatan paling singkat dan segera. Contohnya pengulangan angka.
b. Ingatan jangka pendek. Contohnya peristiwa beberapa menit
hingga beberapa hari yang lalu.
c. Ingatan jangka panjang.
Kemampuan belajar yangf menurun dapat terjadi karena banyak hal.
Selain keadaan fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada
lansia juga berperan. Motivasi akan semakin menurun dengan
menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain
dan keluarga.
c. Teori Sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan
yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori
perkembangan (development theory) dan teori stratifikasi usia ( age
stratification theory).
1) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Mauss (1954), Homans (1961) dan Blau (1964)
mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi berdasarkan atas
hukum pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain Simmons
(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan

8
status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar
menukar.
Menurut Dowd (1980), interaksi antara pribadi dan kelompok
merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan
menekan kerugian hingga sesedikit mungkin. Kekuasaan akan
timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan
lebih besar dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya.
Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti
perintah.
Pokok-pokok teori interaksi sosial adalah sebagai berikut:
a) Masyarakat terdiri atas faktor-faktor sosial yang berupaya
mencapai tujuannya masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor
harus mengeluarkan biaya.
d) Aktor senantiasa mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
e) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan
olehnya.
2) Teori penarikan diri
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling
awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry
(1961). Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan disekitarnya.
Selain hal tersebut, masyarakat juga perlu mempersiapkan kondisi
agar para lansia tidak menarik diri. Proses penuaan mengakibatkan

9
interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu:
a) Kehilangan peran (loss of roles)
b) Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and
relationship)
c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social
moralres ad values)
Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses
penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu
dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta
mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya.
Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut:
I. Pada pria, kehilangan peran hidup terutama terjadi pada masa
pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika
peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak
menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar
dan menikah.
II. Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaat dari hal
ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang
lebih luas.
III. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses yang menarik
diri yang terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat
dihindari serta hal ini harus diterima oleh lansia dan
masyarakat.
3) Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al
(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang suskses bergantung
dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasaan dalam
melakukan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas

10
dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat
menurun, akan tetapi disisis lain dapat dikembangkan, misalnya
peran baru lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT,
seorang duda atau janda serta ditinggal wafat oleh pasangan
hidupnya.
Dari pihak lansia sendiri terdapat anggapan bahwa proses
penuaan merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan
berusaha untuk mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya.
Pokok-pokok teori aktiivitas adalah:
a) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang
lansia.
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyususnan
kebijakan terhadap lansia, karena memungkinkan para lansia untuk
berinteraksi sepenuhnya di masyarakat.
4) Teori kesinambungan
Teori ini dianut oleh pakar sosial. Teori ini mengemukakan
adanya kesinambungan dalam siklus kehiduupan lansia. Pengalaman
hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada
saat ini menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup,
perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia
telah menjadi lansia.
Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan
merupakan suatu pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi
pada teori kesinambungan merupakan pergerakan dan proses banyak
arah, bergantung dari bagaimana penerimaan seseorang terhadap
status kehidupannya.
Kesulitan untuk menerapkan teori adalah bahwa sulit untuk
memperoleh gambaran umum tentang seseorang karena kasus tiap
orang sangat berbeda.

11
Pokok-pokok teori kesinambungan adalah sebagai berikut :
a) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, tetapi berdasarkan pada pengalamannya
di masa lalu, lansia harus memilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilalngkan.
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
c) Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara
untuk beradaptasi
5) Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah
dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian
perlu dipahami teori Freud, Buhler, Jung dan Erickson. Sigmund
Freud meniliti tentang psikonalisis saerta perubahan psikososial anak
dan balita. Erickson (1930), membagi kehidupan menjadi delapan
fase, yaitu:
a) Lansia yang menerima apa adanya
b) Lansia yang takut mati
c) Lansia yang merasakan hidup penuh arti
d) Lansia yang menyesali diri
e) Lansia yang bertanggung jawab dengan merasakan kesetiaan
f) Lansia yang kehidupannya berhasil
g) Lansia yang merasa terlambat untuk memperbaiki diri
h) Lansia yang perlu menemukan integritas diri melawan
keputusasaan(ego integrity vs despair)
Joan Birchenall, R. N., Med. Dan Mary E. Streight R. N . (1973),
menekankan perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna
memahami perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase
kehidupannya.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap
berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif maupun

12
negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara
menajdi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh
lansia tersebut.
Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut:
I. Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh
masa kehidupannya.
II. Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap
kenyataan sosial yang baru, yaitu pensiun atau
menduda/menjanda.
III. Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya
yang berakhir di dalam keluarga, kehilangan identitas, dan
hubungan sosialnya akibat pensiun, serta ditinggal mati
oleh pasangan hidup dan teman-temanya.
6) Teori stratifikasi usia
Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan usa
kronologisyang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan
kakpasitas, peran, kewajiban dan hak mereka berdasarkan usia.
Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah
strruktur dan prosesnya
a) Struktur mencakup hal-hal sebagai berikut:bagaimanakah
peran dan harapan menurut penggolongan usia;
bagaimanakah penilaian strata oelh strata itu sendiri dan
strata lainnya; bagaimanakah penyebaran peran dan
kekuasaan yang tak merata pada masing-masing strata,
yang didasarkan pada pengalaman dan kebijakan lansia.
b) Proses mencakup hal-hal berikut: bagaimanakah
menyesuaikan kedudukan seseorang dengan peran yang
ada; bagaimanakah cara mengatur transisi peran secara
berurutan dan terus menerus.
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah sebagai berikut:
I. Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat

13
II. Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
III. Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara
penduduk.

d. Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada jpengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang
arti kehidupan.
James Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan
kepecayaan (Wong, et .al, 1999). Fowler juga meyakini bahwa
kepercayaan atau demensia spiritual adalah suatu kekuatan yang
memberi arti bagi kehidupan seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk
pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir.
Menurutnya, kepercayaan adalah suatu fenomena timbal balik, yaitu
suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam
menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih dan harapan.
Fowler meyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang
dan lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai dan
pengetahuan. Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan spiritual
pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.

5. Peran dan Fungsi Perawat Gerontik

a. Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi
dua macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara
umum yaitu pada berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing
home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu dan
keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai
macam bentuk pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam

14
perawatan klien mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Peran secara
spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat
klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen
kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan
kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah
sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs,
dan independent consultant. Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi
kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi untuk
promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status
kesehatan klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik
ambulatori, fasilitas jangka panjang, dan independent practice. Hal ini
sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis. Perawat
gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
1) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di
rumah sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas
perawatan jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang
tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka
perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom
yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda
dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir
hidup.
2) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas
perawatan klien dengan metodeevidence based practice. Penelitian
dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid.
Sedangkan perawat yang berada pada level undergraduate

15
degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu
melakukan pengumpulan data.
3) Manajer Perawat                
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan
mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model bagi
staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam
mengembangkan dan melaksanakan program perawatan khusus dan
protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus
pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang
mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam
pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan
jangka panjang lainnya.
4) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang
sering terjadi di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau
perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali para
lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya
kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada
layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa
menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia,
tetapi member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga
martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
5) Edukator
6) Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi
konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat
harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat
badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan
manajemen stres untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan
dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara

16
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan
jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia, bahkan kanker.
7) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh
kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya.
Perawat juga berperan sebagai inovator  yakni dengan
mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan
gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan
praktik keperawatan gerontik.
8) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat
mengurangi penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi
dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan
bagi klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.

b. Funsgsi Perwat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan
prima dalam bidang gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari
perawat gerontologi adalah :
1) Guide persons of all ages toward a healthy aging
process (membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa
tua yang sehat)
2) Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)
3) Respect the tight of older adults and ensure other do the
same (menghormati hak orang yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan  hal yang sama)
4) Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan
mendorong kualitas pelayanan)
5) Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan
serta menguragi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)

17
6) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan)
7) Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya)
8) Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9) Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat,
dukungan, dan harapan)
10) Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)
11) Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan
perawatan restorative dan rehabilitative)
12) Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur
perawatan)
13) Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized,
holistic maner(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara
menyeluruh)
14) Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15) Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the
speciality(membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi
ahli dibidangnya)
16) Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of
each other(saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi,
social, dan spiritual)
17) Recognize and encourage the appropriate management of
ethical concern (mengenal dan mendukung manajemen etika yang
sesuai dengan tempatnya bekerja)
18) Support and comfort through the dying process (memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)

18
19) Educate to promote self care and optimal
independence (mengajarkan untuk meningkatkan perawatan
mandiri dan kebebasan yang optimal)

B. Konsep Penaykit ( Dekubitus )


1. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka
tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga
mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi
ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel
[NPUAP], 1989).
Ulkus Dekubitus  atau istilah lain Bedsores  adalah
kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan  aliran darah
setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.

2. Klasifikasi
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida,
multipel sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain
perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat
pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status
gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok
serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di
dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,
bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer
Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium,yaitu :
a. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema
pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri,
stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
b. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke
jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit

19
partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet
dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
c. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot
sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi
akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai
subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
d. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta
sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

3. Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :


a. Stadium 1 :
1) Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah
satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin
atau lebih hangat)
2) Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
3) Perubahan sensasi (gatal atau nyeri.
4) Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap,
luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau
ungu.
b. Stadium 2 :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
c. Stadium  3 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
d. Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

5. Pengobatan

20
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik
ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi
penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada
beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama
dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas.
Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh
selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan
tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan
baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti
larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma
dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus
akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan
karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
memper-cepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang
dapat dilakukan antara lain :
1) Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
2) Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik,
dan fibrinolitik)
3) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan,
kompres dan hidroterapi)
e. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes
resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan
beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%,
povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama
UVB) mempunyai efek bakterisidal.
f. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
1) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat
seng (Zn 0, Zn SO.
2) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah
jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

21
3) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat
membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan
vaskularisasi.
4) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya
terhadap terapi ulkus dekubitus
5) Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama
ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan
tandur kulit ataupun myocutaneous flap.

6. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan
ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan
pencegahan dapat dibagi menjadi :
a. Umum
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita
dan keluarganya. Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b. Khusus
Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh
tertentu dengan cara perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur
sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di
kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads,
sheepskin dan lain-lain.  Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua
kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang
potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan
sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan
kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap
bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak,
losio yang mengandung alkohol dan emolien.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan
proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku

22
bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan
kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan
kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien
juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau
sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup
zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya
sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka
dekubitus pada permukaan.
b. Keluhan Utama
        Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia
mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia
sehingga terjadi ulkus decubitus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
 Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan,
lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang
memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
d. Riwayat Personal dan Keluarga
1) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan
seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
2) Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami
klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada
kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi
kronis, kanker, DM

23
e. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji
perawat yaitu:
1) Kapan pengobatan dimulai.
2) Dosis dan frekuensi.
3) Waktu berakhirnya minum obat

f. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang
lama.
g. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian
yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini
memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
h. Riwayat Kesehatan, seperti:
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi       
3) Inkontinensia
i. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

j. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu:
1) Perasaan depresi
2) Frustasi
3) Ansietas/kecemasan
4) Keputusasaan

24
5) Gangguan Konsep Diri
6) Nyeri
k. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan
terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu
pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan
kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak
dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan
terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan
peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya
dan gangguan penglihatan.

3) Hidung

25
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
 Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan
posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun
telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar lIinfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,
vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi
jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada
daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus
dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.

26
g. Pengkajian Fisik Kulit
        Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas.
         Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah
satu komponen kulit
b) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi
primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat
yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2)  Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan
warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas
atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang
tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi 
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.

27
7) Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan,
perawatan luka.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis
dari jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.
d. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman,
penurunan kekuatan dan tahanan.
e. Koping individu inefektif  berhubungan dengan luka kronis, relaksasi
tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit,
kecacatan, nyeri.
g. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
h. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan kulit, pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase
urine dan personal hygiene yang kurang.

4. Intervensi

NO. TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


DX KRITERIA HASIL
DX. Setelah diberikan 1.      Tutup luka 1.      Suhu berubah dan
1 asuhan keperawatan sesegera mungkin. gesekan udara dapat
selama 3 x 24 jam, menyebabkan nyeri
diharapkan nyeri hebat pada pemajanan

28
pasien berkurang ujung kulit.
dengan KH : 2.      Tinggikan 2.      Untuk
1.      Klien melaporkan ekstremitas yang menurunkan
nyeri berkurang atau terdapat luka secara pembentukan edema,
terkontrol periodik. menurunkan
2.      Menunjukkan 3.      Beri tempat tidur ketidaknyamanan.
ekspresi wajah atau yang dapat diubah 3.      Peninggian linen
postur tubuh rileks ketinggiannya. dari luka membantu
4.       Ubah posisi menurunkan nyeri.
dengan sering dan 4.      Menurunkan
ROM secara pasif kekakuan sendi
maupun aktif sesuai
indikasi.
5.       Perhatikan lokasi 5.      Perubahan
nyeri dan lokasi/intensitas nyeri
intensitas(skala 0-10). mengindikasikan
terjadinya komplikasi.

6.       Berikan tindakan 6.      Meningkatkan


kenyamanan seperti relaksasi, menurunkan
pijatan pada area yang tegangan otot.
tidak
sakit,perubahan posisi
dengan sering. 7.      Memfokuskan
7.      Dorong kembali perhatian,
penggunaan tehnik meningkatkan relaksasi
manajemen dan meningkatkan rasa
stress. Seperti relaksasi kontrol.
progresif,napas dalam.
8.      Tingkatkan 8.      Kekurangan tidur
periode tidur tanpa meningkatkan persepsi
gangguan. nyeri.

9.      Untuk
9.      Kolaborasi dalam mengurangi rasa nyeri
pemberian analgesik yang ada
sesuai indikasi.

29
DX. Setelah diberikan 1.      Auskultasi bising 1.      Immobilitas dapat
2 asuhan keperawatan usus. menutunkan bising
selama 3 x 24 jam, usus.
diharapkan kebutuhan 2.      Anjurkan makan
nutrisi pasien terpenuhi sedikit tapi sering. 2.      Membantu
dengan KH : mencegah distensi
1.      Nutrisi adekuat gaster atau
(sesuai dengan ketidaknyamanan dan
kebutuhan) 3.      Dorong pasien meningkatkan
2.      Tidak mual dan untuk memandang diet pemasukan.
muntah sebagai pengobatan dan
3.      Berat badan stabil untuk membuat pilihan
makanan / minuman 3.      Kalori dan protein
tinggi kalori/protein. diperlukan untuk
4.      Lakukan oral mempertahankan berat
hygiene sebelum badan dan
makan. meningkatkan
penyembuhan.
5.      Kolaborasi
dengan ahli gizi dalam 4.      Mulut yang bersih
pemberian nutrisi. dapat meningkatkan
rasa dan nafsu makan
yang baik.
5.      Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
DX. Setelah diberikan 1.  Observasi ukuran, 1.  Untuk mengetahui
3 asuhan keperawatan warna, kedalaman luka, sirkulasi pada daerah
selama 3 x 24 jam, jaringan nekrotik dan yang luka.
diharapkan integritas kondisi sekitar luka.
kulit pasien teratasi 2.  Pantau/ evaluasi 2.  Demam
dengan KH : tanda- tanda vital dan mengidentifikasikan
1.      Menunjukkan perhatikan adanya adanya infeksi.
regenerasi jaringan. demam.
2.      Menunjukkan 3.  Identifikasi derajat 3.  Mengetahui tingkat
penyembuhan perkembangan luka keparahan pada luka.
decubitus tekan (ulkus).

30
4.  Lakukan perawatan 4.  Mencegah terpajan
luka dengan tehnik dengan organisme
aseptik dan antiseptik. infeksius, mencegah
kontaminasi silang,
menurunkan resiko
infeksi.
5.  Bersihkan jaringan 5.  Mencegah auto
nekrotik. kontaminasi
6.  Kolaborasi: 6.  Kolaborasi :
a.       Irigasi luka. a.       Membuang
b.      Beri antibiotik jaringan nekrotik / luka
oral,topical, dan intra eksudat untuk
vena sesuai indikasi. meningkatkan
c.       Ambil kultur penyembuhan.
luka. b.      Mencegah atau
mengontrol infeksi.
c.       Untuk
mengetahui pengobatan
khusus infeksi luka.

DX. Setelah diberikan 1.  Anjurkan keluarga 1.  Menghilangkan


4 asuhan keperawatan membantu klien tekanan pada daerah
selama 3 x 24 jam, mobilisasi. yang terdapat ulkus.
diharapkan kerusakan 2.  Atur posisi klien tiap 2.  Penghilangan
mobilitas fisik pasien 2 jam. tekanan intermiten
teratasi dengan KH : memungkinkan darah
1.    Klien mampu masuk kembali ke
beraktivitas, miring 3.  Bantu klien untuk kapiler yang tertekan.
kanan miring kiri latihan rentang gerak 3.  Mencegah secara
dengan dibantu oleh secara konsisten yang progresif
keluarga diawalai dengan pasif untuk mengencangkan
2.    Keadaan luka kemudian aktif. jaringan parut dan
membaik 4.  Dorong partisipasi meningkatka
klien dalam semua pemeliharaan fungsi
aktivitas sesuai otot atau sendi.
kemampuannya. 4.  Meningkatkan

31
5.  Buat jadwal latihan kemandirian dan harga
secara teratur. diri.

6.  Tingkatkan latihan
ADL melalui 5.  Mengurang
fisioterapi, hidroterapi, kelelahan dan
dan perawatan. meningkatkan toleransi
7.  Kolaborasi dengan terhadap aktivitas.
fisioterapi 6.  Meningkatkan hasil
latihan secara optimal
dan maksimal.

7.  Membantu melatih
pergerakan

DX. Setelah diberikan 1.  Kaji keefektifan 1.  Mekanisme adaptif


5 asuhan keperawatan strategi koping dengan perlu untuk mengubah
selama 1 x 24 jam, mengobservasi pola hidup seseorang.
diharapkan koping perilaku. Misalnya
klien efektif dengan kemampuan
KH : menyatakan perasaan
1.  Menyatakan dan perhatian. 2.  Pengenalan terhadap
kesadaran kemampuan 2.  Bantu pasien untuk stresor adalah langkah
koping / kekuatan mengidentifikasi stresor pertama dalam
pribadi spesifik dan mengubah respon
2.  Mendemonstrasikan kemungkinan strategi seseorang terhadap
metode koping efektif. untuk mengatasinya. stresor.
3.  Beri reinforcement
positif dan support 3.  Dukungan dapat
mental pada klien. meningkatkan
kepercayaan diri klien.`
DX. Setelah diberikan 1.  Kaji perubahan pada 1.  Episode traumatik
6 asuhan keperawatan pasien. mengakibatkan
selama 1 x 24 jam, perubahan tiba-tiba.
diharapkan gangguan 2.  Berikan harapan 2.  Meningkatkan
citra tubuh pasien dalam parameter situasi perilaku positif
teratasi dengan KH : individu, jangan individu.

32
1.  Menyatakan memberikan keyakinan
penerimaan situasi diri. yang salah.
2.  Memasukan
perubahan dalam
konsep diri tanpa harga
diri negatif.
DX. Setelah diberikan 1.       Kaji tingkat 1.      Memberikan
7 asuhan keperawatan pemahaman klien dan kesempatan untuk
selama 1 x 30 menit, keluarga terhadap memberikan informasi
diharapkan pasien dan proses penyakit. tambahan sesuai
keluarga mengetahui 2.      Beri HE tentang keperluan.
tentang penyakitnya penyakit, pencegahan, 2.      Meningkatkan
dengan KH : dan pengobatannya. pengetahuan klien dan
1.      Menyatakan keluarga agar dapat
pemahaman kondisi, mencegah dan
prognosis, dan 3.      Tekankan mengikuti terapi
pengobatan. pentingnya melanjutkan pengobatan.
2.      Berpartisipasi pemasukan diet tinggi 3.      Nutrisi optimal
dalam program kalori dan protein. meningkatkan
pengobatan regenerasi jaringan dan
4.      Identifikasi tanda penyembuhan umum
dan gejala yang kesehatan.
memerlukan evaluasi 4.      Deteksi dini
medik seperti inflamasi, terjadinya komplikasi.
demam, perubahan
karakteristik nyeri.
DX. Setelah diberikan 1.      Observasi tanda 1.      Dugaan adanya
8 asuhan keperawatan vital. Perhatikan infeksi.
selama 3 x 24 jam, demam, mengigil,
diharapkan resiko berkeringat, 2.      Hangat,
infeksi klien teratasi peningkatan nyeri. kemerahan, merupakan
dengan KH : 2.      Catat warna kulit, tanda awal dari infeksi.
1.      Mencapai suhu, kelembaban. 3.      Laken yang kotor
penyembuhan luka tempat bakteri
tepat pada waktunya 3.      Ganti laken yang berkembangbiak
dan bebas dari jaringan sudah kotor dengan sehingga sangat
eksudat, demam atau yang bersih. beresiko untuk

33
mengigil. terinfeksi.

4.      Jaga kebersihan 4.      Mengurangi


diri pasien. resiko infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

34
Beare, Stanley. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta: ECG
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
NPUAP. 2014. Prevention and treatment of pressure ulcer : quick reference guide
Pery et al. 2012
Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan.
Yogyakarta: Digna Pustaka.
Martono, H. ( 2014 ). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-
4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Revis R et al (2015). Dekubitus Ulcer. www.healthline.com.
Sabandar, AO. 2008. Ulkus
http://yenitarosaria.blogspot.com/2012/01/masalah-masalah-pada -lanjut-
usia.html?m=1
http://miracleofnursing.blogspot.com/2012/10/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html?m=1

35

Anda mungkin juga menyukai