KEPERAWATAN BENCANA
“PENILAIAN SECARA CEPAT, TEPAT, DAN SISTEMATIS
PADA KEADAAN SEBELUM, SAAT DAN SESUDAH
BENCANA”
Disusun Oleh :
Kelompok IV
Tingkat IV B/Semester VII
Dantini 2018.C.10a.0963
Fitrialiyani 2018.C.10a.0967
Fredrick Immanuel 2018.C.10a.0968
Octavia Maretanse 2018.C.10a.0979
Sarpika Yena Amalia 2018.C.10a.0985
Thomas Erik Helvin 2018.C.10a.0988
Windy Widiya 2018.C.10a.0991
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan Anugerah-Nya sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah
dari mata kuliah Keperawatan Bencana ini dengan judul “Penilaian Secara
Cepat, Tepat, dan Sistematis Pada Keadaan Sebelum, Saat dan Sesudah
Bencana”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................5
2.1 Konsep dan Model-Model Triase......................................................................5
2.2 Berpikir Kritis dan Sistematis...........................................................................8
2.3 Penilaian Sistematis Sebelum, Saat, dan Setelah Bencana pada Korban,
Survivor, populasi Rentan dan Berbasis Komunitas.......................................14
2.4 Surveilen Bencana...........................................................................................17
2.5 Dokumentasi dan Hasil Pelaporan Penilaian Bencana....................................22
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................25
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................25
3.2 Saran ...............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
gizi masyarakat, stress, trauma dan masalah psikososial, bahkan korban
jiwa. Bencana dapat pula mengakibatkan arus pengungsian penduduk ke
lokasi-lokasi yang dianggap aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan
masalah kesehatan baru di wilayah yang menjadi tempat penampungan
pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta
masalah kesehatan reproduksi hingga masalah penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan
kualitas kesehatan lingkungan (DepKes, 2006).
Banyak sekali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu
dikritisi. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat
esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua
aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok
dalam pendiidikan sejak lama. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal
itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Untuk memaksimalkan upaya penanggulangan bencana di bidang
kesehatan, pelayanan kesehatan harus mempersiapkan tenaga kesehatan
yang profesional. Tenaga kesehatan dalam sebuah rumah sakit yang paling
banyak adalah perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki peran
sebagai responden pertama dalam menangani korban bencana di rumah
sakit. Semua perawat mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan dan
keterlibatan dalam menangani korban. Perawat harus mengetahui apa yang
akan mereka lakukan baik ketika mereka sedang bekerja atau tidak bekerja
sewaktu bencana terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana
memobilisasi bantuan, mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah
penyebaran bencana. Perawat juga harus mengenal diri mereka sendiri dan
perencanaan- perencanaan rumah sakit dalam mengatasi bencana (Rokkas,
2014).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan dan teori lebih lanjut mengenai Penilaian
Secara Cepat, Tepat, dan Sistematis Pada Keadaan Sebelum, Saat dan
Sesudah Bencana?
2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam
memahami dan mengetahui materi tentang konsep dan teori lebih lanjut
mengenai Penilaian Secara Cepat, Tepat, dan Sistematis Pada Keadaan Sebelum,
Saat dan Sesudah Bencana.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep dan model-
model triase.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang berpikir kritis dan
sistematis
1.3.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang penilaian
sistematis sebelum, saat, dan setelah bencana pada korban, survivor,
populasi rentan dan berbasis komunitas.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang surveilen bencana.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang dokumentasi dan
hasil pelaporan penilaian bencana
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program
Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu dan teori lebih lanjut
mengenai penatalaksanaan Penilaian Secara Cepat, Tepat, dan Sistematis Pada
Keadaan Sebelum, Saat dan Sesudah Bencana.
1.4.3 Bagi IPTEK
Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat menimbulkan ide-ide
3
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
keperawatan terutama mengenai Penilaian Secara Cepat, Tepat, dan Sistematis
Pada Keadaan Sebelum, Saat dan Sesudah Bencana..
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Model-Model Triase Bencana
2.1.1 Pengertian Triage
Triage berasal dari bahasa Prancis yaitu “Trier” yang berarti membagi
kedalam tiga kelompok (Department of Emergency Medicine Singapore
General Hospital (DEM SGH), 2005). Sistem ini di kembangkan dari medan
pertempuran dan digunakan bila terjadi bencana. Dimedan Pertempuran,
triage digunakan untuk menentukan prioritas penanganan pada korban
Perang Dunia I. Klarifikasi ini digunakan oleh militer perang, untuk
mengidentifikasi dan melakukan penanganan pada tentara koban perang
yang mengalami luka ringan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
penanganan dapat kembali ke medan perang.
Triage juga diterapkan dalam lingkup bencana atau musibah massal.
Tujuan Triage pada musibah Massal adalah bahwa dengan sumber daya
yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada
musibah massal dengan korban puluhan atau mungkin ratusan di mana
penolong baik jumlah, kemampuan, sarana, dan prasarana belum mncukupi,
maka dianjurkan menggunakan teknik Simple Triage and rapid Treatment
(START).
Triage mulai digunakan di unit gawat darurat pada akhir tahun 1950
dan awal tahun 1960. Penggunaan triage di unit gawat darurat disebabkan
oleh peningkatan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat yang dapat
mengarah pada lamanya waktu tunggu penderita dan keterlambatan di
dalam penanganan kasus-kasus kegawatan.
Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan
tingkat kegawatan kondisinya (Zimmerman dan Herr, 2006). Triage juga
diartikan sebagai suatu tindakkan pengelompokan penderita berdasarkan
pada beratnya cedera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada
airway (A), breathing (B), dan Circulation (C) dengan mempertimbangkan
sarana, sumber daya manusia, dan probabilitas hidup penderita.
2.1.2 Tujuan Triage
1. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
5
2. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya,
3. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada
pengkajian yang tepat dan akurat,
4. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.
2.1.3 Prinsip Triage
1. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
2. Kemampuan untuk menilai dan merespon dengan cepat kemungkinan
yang dapat menyelamatakan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang
mengancam nyawa dalam departemen gawat darurat.
3. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.
4. Keakuratan dan ketepaten data merupakan kunci dalam proses
pengkajian.
5. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
6. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika
terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.
7. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.
8. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan
perawatadalah keakuratan dalam mngkaji pasien dan memberikan
perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi
terapeutik dan prosedur diagnostik.
9. Tercapainyakepuasanpasien
a. Perawat triage harus menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
b. Menghindari keterlambatan dalam proses perawatan pada kondisi
yang kritis.
c. Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga
10. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang
benar dengan penyedia pelayanan yang benar.
2.1.4 Klasifikasi Triage
Sistem klasifikasi mengidentifikasi tiap pasien yang memerlukan
berbagai level prawatan. Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang
tersedia, dan situasi terbaru yang ada.
6
Huruf atau angka yang sering digunakan antara lain sebagai berikut,
1. Prioritas 1 atau emergency
2. Prioritas 2 atau urgent
3. Prioritas 3 atau non urgent
Banyak tipe dari klasifikasi triage yang digunakan pada pre-
hospital ataupun hospital.
7
2.2 Berfikir Kritis dan Sistematis
2.2.1 Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Dalam keperawatan
berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat mampu berpikir
dengan sistematis dan menerapkan standart intelektual untuk menganalissi
proses berpikir. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen
penting dalam mempertanggung jawabkan profesionalisme dan kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Berpikir kritis merupakan pengujian
rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi, prinsip, argumen, kesimpulan, isu,
pernyataan, keyakinan, dan aktivitas (Bandman dan Bandman, 1998).
Berpikir bukan suatu proses yang statis, tetapi selalu berubah secara
konstan dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu. Tindakan
keperawatan membutuhkan proses berpikir, oleh karena itu sangat penting
bagi perawat untuk mengerti berpikir secara umum. Pemikir kritis dalam
praktik keperawatan adalah seorang yang mempunyai keterampilan
pengetahuan untuk menganalisis, menerapkan standar, mencari informasi,
menggunakan alasan rasional, memprediksi dan melakukan transformasi
pengetahuan. Pemikir kritis dalam keperawatan menghasilkan kebiasaan-
kebiasaan baik dalam berpikir, yaitu : yakin, kontekstual,perspektif, kreatif,
fleksibel, integritas intelektual, intuisi, berpikir terbuka, refleksi,
inquistiviness, dan perseverance.
Menurut Wilkinson (1992), karakteristik berpikir kritis dalam
keperawatan pada prinsipnya merupakan suatu kesatuan dari berpikir
(thinking, merasakan (feeling), dan melakukan (doing). Mengingat profesi
perawat merupakan profesi yang langsung berhadapan dengan nyawa
manusia, maka dalam menjalankan aktifitasnya, perawat menggunakan
perpaduan antara thinking, feeling, dan doing secara komperhensif dan
bersinergi. Perawat menerapkan keterampilan berpikir dengan
menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dan
lingkungannya,mengenai perubahan yang berasal dari stresor lingkungan,
8
dan membuat keputusan penting.
2.2.2 Karakteristik Berpikir Kritis
Berikut ini adalah karakteristik dari proses berpikir kritis dan
penjabarannya.
2.2.2.1 Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.
Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental tentang
realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan sejenisnya.
Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang
digeneralisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam
otak.
2.2.2.2 Rasional dan beralasan (reasonable)
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
2.2.2.3 Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi
atau persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan
menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya
berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
2.2.2.4 Bagian dari suatu sikap
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis
akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih
buruk dibanding yang lain.
2.2.2.5 Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif
menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu,
memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
2.2.2.6 Berpikir kritis adalah berpikir kreatif
Secara tradisional, profesi keperawatan dan pendidikan keperawatan
termasuk kurang kreatif. Namun, saat ini telah ada perubahan untuk
membuat seorang perawat berpikir kreatif, yaitu selalu menggunakan
9
keterampilan intelektialnya untuk mencipta berdasarkan suatu pemikiran
yang baru dan dihasilkan dari sintesis beberapa konsep.
2.2.2.7 Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.\
2.2.2.8 Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan
kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan
yang akan diambil.
2.2.3 Model Berpikir Kritis
2.2.3.1 Total recall/kemampuan mengingat
Kemampuan mengingat kembali fakta dimana dan bagaimana
menemukan pengalaman dalam memorinya ketika dibutuhkan. Fakta-fakta
keperawatan didapatkan berasal dari berbagai sumber, baik di kelas, buku,
informasi dari klien atau sumber lainnya. Misalnya, data-data tentang klien
dapat ditemukan dalam pengumpulan data. Selain itu, dapat dikatakan juga
sebagai sebagai kemampuan untuk mengakses pengetahuan, karena
pengetahuan menjadikan sesuatu dapat dipelajari dan disimpan dalam
pikiran. Setiap orang mempunyai berbagai kelompok pengetahuan yang
berfariasi di pikirannya.Total recall sangat tergantung pada kemampuan
memori otak.Memori adalah suatu proses yang kompleks, yaitu proses
untuk mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan fakta dari
beberapa pengalamannya. Kemampuan mengkaji pengetahuan sangat
penting, karena dengan pengetahuan itu seseorang belajar dan
mengaplikasikannya dengan wawasan yang luas. Seorang perawat pemula
yang pengetahuan dan wawasannya tentang keperawatan sangat sedikit
akan mengalami masalah dalam pengaplikasian ilmunya. Sebagai contoh,
perawat telah sering melakukan intervensi keperawatan pemberian obat
intravena. Demi kepentingan evaluasi dan peningkatan aktivitasnya di
kemudian hari, perawat tersebut mencoba mengingat kembali apa dan
bagaimana pemberian obat intravena yang pernah dilakukan. Selanjutnya,
mereka akan coba membangdingkan dengan standar, mencari kesenjangan
10
yang terjadi, serta coba menjawab mengapa kesenjangan itu terjadi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa total recall adalah mengingat
fakta-fakta dimana dan mengapa serta menemukan sesuatu yang
diperlukan dan fakta dalam keperawatan yang diperoleh dari berbagai
sumber termasuk klien dan keluarganya.
2.2.3.2 Habits/kebiasaan
Pola pikir yang dilang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan baru
(second nature) yang secara spontan dapat dilakukan. Hasil dari kebiasaan
tersebut menjadi cara baru dalam melakukan suatu pekerjaan. Orang
sering mengartikan bahwa suatu kebiasaan dilakukan itu dilakukan tanpa
berpikir. Hal itu sebenarnya bukan perilaku kebiasaan, tetapi hanya proses
berpikir untuk menjadi kebiasaan. Proses berpikir dalam suatu kebiasaan
sudah tersusun secara sistematis dan dapat berjala mendekati otomatis
tanpa banyak waktu untuk mempertimbangkan penggunaan cara-cara baru
dalam melakukan suatu aktifitas tertentu. Sebagai contoh, kebiasaan
perawat mencuci tangan adalah suatu kebiasaan yang sangat berguna
dalam profesi keperawatan, yang selanjutnya akan menjadi kebiasaan yang
menetap.
2.2.3.3 Inquiry/penyelidikan
Adalah suatu penemuan fakta melalui pembuktian dengan pengujian
terhadap suatu isu penting atau pertanyaan yang membutuhkan suatu
jawaban. Penyelidikan merupakan buah pikiran utama yang digunakan
dalam memperoleh suatu kesimpulan. Walaupun kesimpulan dapat
diperoleh tanpa harus menggunakan penyelidikan, tetapi penggunaan
penyelidikan akan menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih baik dan
akurat. Tahap penyelidikan dalam praktik perawatan sangat penting,
dimana perawat harus mampu berpikir dengan membandingakan dan
menganalisis antara informasi yang telah ditemukan dengan pengetahuan
atau ilmu yang pernah dipelajari. Penyelidikan dalam praktek keperawatan
sangat penting, terutama pada tahap pengkajian, meliputi :
1. Mencari atau mendapatkan informasi suatu hal.
2. Membuat rangkuman sementara dari informasi yang didapat.
11
3. Mengenali beberapa kesenjangan atas rangkuman yang dibuat.
4. Mengumpulkan informasi tambahan yang berhubungan dengan
informasi pertama.
5. Membandingkan antara informasi baru dengan apa yang lebih dulu
diketahuinya.
6. Mencoba menjawab beberapa pertanyaan dan analisis yang bias.
7. Mempertimbangkan satu atau lebih alternatif kesimpulan
8. Memvalidasi keaslian alternatif kesimpulan dengan lebih banyak
informasi.
2.2.3.4 New ideas and creativity/ide-ide baru dan kreativitas
Adalah ide-ide dan kreativitas yang menekankan bentuk berpikir
yang sangat khusus. Berpikir kreatif (creative thinking) adalah kebalikan
dari kebiasaan (habits). Pemikir kreatif sangat menghargai adanya
kesalahan dan perbedaan terhadap nilai-nilai yang dipelajarinya. Ide-ide
baru dan kreativitas dasar perlu dikembangkan dalam keperawatan, karena
keperawatan emmiliki banyak standar yang dapat menjamin pekerjaan
lebih baik, tetapi tidak selalu dapat dilakukan. Oleh karena itu, perawat
harus lebih banyak belajar, sehingga memperoleh informasi baru yang
berkualitas untuk melakukan praktek keperawatan. Sebagai contoh adalah
bagaimana perawat menggunakan ide-ide dan kreativitasnya dalam
menyiasati kurangnya peralatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2.2.3.5 Knowing how you think/tahu bagaimana kamu berpikir
Adalah kemampuan pengetahuan kita tentang bagaimana kita
berpikir. Model ”tahu bagaimana kamu berpikir ini” dapat membantu
perawat bekerja secara kolaborasi dengan profesi kesehatan lain. Suatu hal
yang sangat penting dari tahu bagaimana kamu berpikir ini adalah mereka
bekerja dengan refleksi, bagaimana yang telah perawat dan klien pikirkan
dalam bekerja sama sewaktu menjalankan asuhan keperawatan. Misalnya,
pada saat melakukan perawatan luka, perawat harus selalu berpikir dan
menjawab tentang apa dan mengapa perawatan luka dilakukan, dan
bagaimana keterlibatan nurani perawat dan berempati saat melakukan
tindakan itu.
12
2.2.4 Fungsi Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis dalam asuhan keperawatan mempunyai
peranan yang sangat penting. Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat
berpikir kritis dalam keperawatan.
1. Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktivitas keperawatan sehari-
hari.
2. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
3. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
4. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi,
penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan.
5. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan tindakan
yang dilakukan.
6. Mengaji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
7. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam
keperwatan.
8. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data keperawatan.
9. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktivitas
keperawatan.
10. Digunakan dalam memberikan penjelasan, kerja sama, pembenaran,
keyakinan, dan kesimpulan serta tindakan keperawatan yang
dilakukan.
11. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap keyakinan dan
kesimpulan yang dilakukan.
12. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam
keperawatan.
13. Mencari alasan-alasan, kriteria, prinsip-prinsip, dan aktivitas nilai-
nilai keputusan.
14. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan asuhan
keperawatan.
2.2.5 Berpikir Sistematik
Berpikir sistemik (Systemic Thinking) adalah sebuah cara untuk
memahami sistem yang kompleks dengan menganalisis bagian-bagian
13
sistem tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang terdapat
didalam setiap unsur atau elemen penyusun sistem tersebut. Pada prinsipnya
berpikir sistemik mengkombinasikan dua kemampuan berpikir, yaitu
kemampuan berpikir analis dan berfikir sintesis.
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang memiliki kemiripan
dengan berpikir sistemik (systemic thinking), yaitu Systematic thinking
(berpikir sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan Systems
thinking (berpikir serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah itu berakar
dari kata yang sama yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun menunjukkan
konotasi yang berbeda, karena itu memiliki tujuan yang berbeda pula.
Konsep sistem setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen atau
unsur yang membentuk kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat mereka,
yaitu tujuan bersama. Karena itu, setiap elemen berhubungan satu sama lain
(relasi) berdasarkan suatu aturan main yang disepakati bersama. Kesatuan
antar elemen (sistem) itu memiliki batas (boundary) yang memisahkan dan
membedakannya dari sistem lain di sekitarnya.
Berpikir sistematik (sistematic thinking), artinya memikirkan segala
sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses
pengambilan keputusan.Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan
terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang
berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya
dapat dipertanggungjawabkan karenasesuai dengan proses yang diakui luas.
2.3 Penilaian Sistematis Sebelum, Saat, dan Setelah Bencana Pada Korban,
Survivor, Populasi Rentan dan Berbasis Komunitas
2.3.1 Sebelum bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
1. Dalam situasi tidak terjadi bencana
Situasi Tidak Terjadi Bencana Situasi tidak ada potensi bencana yaitu
kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana
pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang
nyata.Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak
terjadi bencana meliputi :
14
1) Perencanaan penanggulangan bencana
2) Pengurangan risiko bencana
3) Pencegahan
4) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan
5) Persyaratan analisis risiko bencana
6) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
7) Pendidikan dan pelatihan
8) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
2. Situasi terdapat potensi bencana pada situasi ini perlu adanya kegiatan-
kegiatan kesiap siagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana.
1) Kesiapsiagaan
Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem
peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan
penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang
mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
Langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana
terjadi dan ditunjukan untuk meminimalkan korban jiwa,
gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
2) Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bancana akan kemunginan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki,
diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan
datangnya suatu bencana.
3) Mitigasi Bencana
Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi
skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi
rentan terhadap bahaya itu sendiri.
15
Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada
bahaya itu sendiri atau unsur-unsur yang terkena ancaman
tersebut. Misalnya saja pembangunan rumah tahan gempa,
pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan.
2.3.2 Saat Bencana (Tanggap darurat)
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1) Penyelamatan dan evakuasi korban dengan menggunakan triage.
2) Penentuan status keadaan darurat bencana.
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
4) Pemenuhan kebutuhan dasar.
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan (lansia, wanita hamil dan
menyusui, anak-anak, penderita penyakit kronis, orang-orang dengan
keterbatasan fisik/cacat, penderita gangguan mental).
6) Pemulihan dengan segara sarana dan prasarana vital
16
8. Pemulihan keamanan dan ketertiban.
9. Pemulihan fungsi pemerintahan.
10. Pemulihan fungsi pelayanan public
2) Rekontruksi
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun
kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih
baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan
melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai
ahli dan sektor terkait. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana.
2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
3. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan
yang lebih memilih baik dan tahan bencana.
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya. Peningkatan fungsi pelayanan public.
6. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
2.4 Serveilen Bencana
2.4.1 Surveilans Bencana
Surveilans bencana meliputi :
1. Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular.
Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey
penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini
diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi
transmisi penyakit tersebut. Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit
terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA,
keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma
(fisik), dan thypoid.
1) Penyakit Menular Prioritas (dalam pengamatan dan pengendalian) :
Penyakit yang rentan epidemik (kondisi padat)
Kolera
17
Diare berdarah
Thypoid fever
Hepatitis
Penyakit dalam program pengendalian nasional
Campak
Tetanus
18
4. Surveilans rawat jalan.
5. Surveilans air dan sanitasi.
6. Surveilans gizi dan pangan.
7. Surveilans epidemiologi pengungsi
2.4.2 Peran Surveilans Bencana
Surveilans berperan dalam:
1. Saat Bencana: Rapid Health Assesment (RHA), melihat dampak-dampak
apa saja yang ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah
korban,barang- barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus
disediakan,berapa banyak pengungsi lansia,anak-anak,seberapa parah
tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
2. Setelah Bencana: Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana
harus dapat dianalisis, dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau
kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan masyarakat untuk
kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang
harus diberikan.
3. Menentukan arah respon/penanggulangan dan menilai keberhasilan
respon/evaluasi. Manajemen penanggulangan bencana meliputi Fase I
untuk tanggap darurat, Fase II untuk fase akut, Fase III untuk recovery
(rehabilitasi dan rekonstruksi). Prinsip dasar penaggunglangan bencana
adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
2.4.3 Upaya penanggulangan bencana
Upaya penanggulangan bencana meliputi :
1. Pra-bencana
Kelembagaan/ koordinasi yg solid
SDM/ petugas kesehatan yg terampil secara medik dan sosial (dapat
bekerjasama dengan siapapun)
Ketersediaan logistic (bahan, alat, dan obat)
Ketersediaan informasi ttg bencana (daerah rawa, beresiko terkena
dampak)
Jaringan kerja lintas program/ sector
19
H+3.6 Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat)
dilakukan untuk mengatur besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan
kesehatan akibat bencana, yaitu dampak yang terjadi maupun yang
kemungkinan dapat terjadi terhadap kesehatan, sebarapa besar kerusakan
terhadap sarana permukiman yang berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan dan merupakan dasar bagi upaya kesehatan yang tepat dalam
penanggulangan selanjutnya. Assessment terhadap kondisi darurat
merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Artinya seiring dengan
perkembangan kondisi darurat diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Tujuan dari dilakukannya assessment awal secara cepat adalah :
Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan
darurat
Menjadi dasar bagi perencanaan program
Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta
aktivitas-aktivitas berbasis masyarakat.
Mengidentifikasi kesenjangan, guna :
Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan,
dampak, dan kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat
Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan terjadi
Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan
tanggap darurat dan kebutuhan yang perlu direspon secepatnya
Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi
tanggap darurat.
3. Pascabencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah
selanjutnya
Pengendalian penyakit menular (ISPA, diare, DBD, chikungunya,
tifoid, dan lain-lain)
Pelayanan kesehatan dasar
Surveilans penyakit
Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan
sampah, sanitasi makanan, dan lain-lain)
2.4.4 Manfaat Surveilans bencana
20
Surveilans bencana sangat penting, secara garis besar manfaatnya
adalah:
21
akan bahaya yang mungkin terjadi. Konsep ini amat bermanfaat tidak
hanya untuk penduduk terkena musibah dinegara-negara berkembang
tetapi juga terhadap lingkungan kota, negara-negara industri.
2.4.5.3 Surveilans Pencegahan Kematian
Sakit dan Cedera Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana
besar biasanya lebih luas, tidak hanya ketakutan terhadap penyakit-
penyakit wabah yang mungkin terjadi, namun sering diukur berapa jumlah
orang yang meninggal, terluka parah atau berapa banyak yang jatuh sakit.
2.4.5.4 Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan.
Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup
banyak dengan cedera yang berat (contoh : ledakan, tornado) ataupun
penyakit yang parah (kecelakaan nuklir, epidemi), maka kemampuan
untuk mencegah kematian dan menurunkan kesakitan yang berat akan
sangat tergantung pada perawatan medis yang tepat dan adekuat
(memadai) atau tergantung pada pengiriman korban pada pusat-pusat
layanan yang menyediakan perawatan medis yang tepat
2.4.5.5 Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu
Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan
bantuan peralatan dan tenaga untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh : pengiriman obat-obatan
yang tidak penting, kadarluarsa ataupun yang tidak berlabel pada daerah-
daerah terkena bencana, seringkali justru mengganggu usaha pertolongan
sebab menyebabkan beberapa personil terpaksa harus mengidentifikasi
bantuan yang relevan dari sekumpulan material yang tidak diperlukan.
2.4.5.6 Analisis Epidemiologi ;
Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada Bencana Yang Akan
Datang Pada beberapa bencana seperti ; gempa bumi, tornado ataupun
angin ribut jumlah kematian atau terluka parah terutama terjadi akibat
kejadian bencana itu sendiri. Pada masing-masing pencegahan ini strategi-
strategi pencegahan sering direkomendasikan, padahal belum melalui
suatu penelitian epidemiologi yang mendalam.
2.4.5.7 Analisis Peringatan dari Usaha Pertolongan
22
Konsekuensi bencana jangka panjang tidak cukup diperkirakan.
Tidak ada evaluasi dibuat 5 atau 10 tahun sesudah bencana untuk
menentukan apakah perubahan dalam epidemiologi atau praktik
pertolongan, pengarahan ulang dana untuk tujuan jangka panjang atau
perubahan dari pola dan kebiasaan membuat bangunan, memiliki
pengaruh jangka panjang terhadap respon masyarakat terhadap bencana.
Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat yang mengalami bencana,
lebih peduli terhadap usaha-usaha persiapan dimasa yang akan datang.
2.5 Dokumentasi Dan Pelaporan Hasil Penilaian Bencana
Informasi yang tepat dan akurat tergantung dari adanya data
pendukung yang terstruktur dan mudah dipahami. Informasi dalam
penanggulangan bencana dimulai sejak pengumpulan, analisis hingga
diseminasi informasi yang dilakukan secara cepat, tepat dan benar sebagai
bagian dalam penanggulangan bencana.
Data dan informasi becana dikumpulkan dari berbagai sumber, antara
lain dari pemerintahan, organisasi relawan/NGO/masyarakat dan berbagai
sumber media. Data dikumpulkan baik secara langsung melalui wawancara
ataupun secara tidak langsung seperti dari internet, televisi, media cetak dan
sebagainya.
1. Data pra bencana merupakan basis data yang dapat digunakan apabila
diperlukan. Data ini memberikan gambaran mengenai kondisi geografis,
geologis, iklim, ketersediaan sumber daya dan lain sebagainya. Ketersediaan
data tersebut akan membantu sebagai informasi awal dalam penanganan
bencana.
Profil Daerah Profil Daerah berisi data kondisi geografis, geologis,
iklim, hidrologi, tata guna lahan, demografi dan lain-lain. Formulir ini
diisi oleh BPBDjOPD yang menangani penanggulangan bencana yang
bersumber dari OPD yang mengelola data terkait dengan profil daerah
dengan.
2. Ketersediaan Sumber Daya Ketersediaan sumber daya meliputi logistik
(pangan, sandang, logistik lain, paket kematian), peralatan, dan sumber daya
manusia. Formulir ini diisi oleh BPBD/OPD yang menangani bencana, yang
23
bersumber dari OPD yang mengelola data terkait dengan ketersediaan
sumber daya.
1) Logistik Data logistik dalam pra bencana meliputi :
Pangan, antara lain makanan pokok (beras/sagu/jagung/ubi, dan
lain-lain), lauk-pauk, air bersih, bahan makanan pokok tambahan
seperti mi, susu, kopi, teh, perlengkapan makan (food ware) dan
sebagainya.
Sandang, antara lain perlengkapan pribadi berupa baju, kaos dan
celana anakanak sampai dewasa laki-laki dan perempuan, sarung,
kain batik panjang, handuk, selimut, daster, perangkat lengkap
pakaian dalam, seragam sekolah laki-laki dan perempuan (SD dan
SMP), sepatu/alas kaki sekolah dan turunannya.
Logistik lainnya, antara lain, obat dan alat kesehatan habis pakai,
tenda gulung, tikar, matras, alat dapur keluarga, kantong tidur
(sleeping bag) dan sebagainya.
Paket kematian, antara lain kantong mayat, kain kafan dan
sebagainya.
2) Peralatan Peralatan adalah segala bentuk alat dan peralatan yang dapat
dipergunakan untuk membantu terselenggaranya suatu kegiatan
penanggulangan bencana, sehingga dengan bantuan alat tersebut
manusia dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat melaksanakan fungsi
kehidupannya sebagai manusia. Termasuk dalam kategori peralatan ini
misalnya peralatan kesehatan, peralatan komunikasi, peralatan
peringatan dini, peralatan teknik dan sebagainya.
3) Sumber Daya Manusia Relawan, tenaga kesehatan (dokter, perawat,
bidan, sanitarian, apoteker, ahli gizi dan lain-lain), TNI/Polri, tenaga
SAR, desa siaga.
24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Triage juga diterapkan dalam lingkup bencana atau musibah massal.
Tujuan Triage pada musibah Massal adalah bahwa dengan sumber daya
yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada
musibah massal dengan korban puluhan atau mungkin ratusan di mana
penolong baik jumlah, kemampuan, sarana, dan prasarana belum mncukupi,
maka dianjurkan menggunakan teknik Simple Triage and rapid Treatment
(START). Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen
penting dalam mempertanggungjawabkan profesionalisme dan kualitas
pelayanan asuhan keperawatan.
Kegiatan yang dilakukan pada sebelum bencana terjadi adalah
pengorganisasian dan koordinasi dengan lembaga terkait. Kegiatan yang
dilakukan pada saat terjadinya bencana adalah melakukan RHA (Rapid
Health Assessment)/penilaian kesehatan secara cepat. Kegiatan yang
dilakukan pada setelah terjadinya bencana adalah melakukan intervensi dari
RHA yang sudah dibuat. Misalnya dengan memberikan bantuan makanan,
dll.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya penjelasan dalam makalah ini dapat
membantu perawat ataupun tim medis lebih benar dan terstruktur dalam
bekerja dalam situasi apapun dan dapat memberikan contoh terhadap
masyarakat dan dapat menambah wawasan mahasiswa tentang triase pada
bencana.
25
DAFTAR PUSTAKA
26