Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“VENTILASI MEKANIK”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3 (A 2016 1)

Annisa Febriani 1611115373 Nurul Intan Rendra Z 1611115045


Cindy Claudia G 1611111696 Rajali 1611110856
Dewa Saputra 1611115753 Richa Pramaneta 1611115655
Elmia Sari 1611115595 Sarah Florencia Manurung 1611115772
Fitri Amelia 1611110364 Siti Khumaironi 1611110693
Irman Tabroni 1611115177 Suci Mandasari 1611110571
Martina Danta.S 1611110677 Tia Surya Ningsih 1611111136
Miftahul Jannah 1611110697 Wina Fiscarina 1611110678
Nurfitri Rahmawati 1611110637 Yurisca Maqfiroh 1611110747

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Helena Deli, M.Kep.

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Kritis dengan judul “Ventilasi Mekanik”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 3 September 2019

Kelompok 3
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Terminologi ................................................................................................
B. Learning Issues...........................................................................................
C. Menjawab Learning Issues .........................................................................
D. Skema .........................................................................................................
E. Learning Objective .....................................................................................
1. Definisi Ventilasi Mekanik ............................................................
2. Tujuan Pemasangan Ventilasi Mekanik .........................................
3. Indikasi Pasien ICU .......................................................................
4. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik .......................................
5. Kontraindikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik ............................
6. Jenis Ventilasi Mekanik .................................................................
7. Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik ........................................
8. Setting Ventilator ...........................................................................
9. Mode Ventilator .............................................................................
10. Prosedur Pemasangan.....................................................................
11. Perawatan Ventilasi Mekanik ........................................................
12. Indikasi Weaning Ventilator ..........................................................
13. Lama Penggunaan Ventilasi Mekanik ...........................................
14. Penyapihan .....................................................................................
15. Asuhan Keperawatan .....................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia
keperawatan kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi
pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana, 2014). Ventilator
merupakan alat bantu pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama.
Dimana tujuan dari pemasangan ventilator tersebut adalah mempertahankan
ventilasi alveolar secara optimal untuk memenuhi kebutuhan metabolik pasien,
memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transport oksigen (Purnawan.
2010).
Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi
pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia,
hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik merupakan salah satu
aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di
Intensive Care Unit (ICU), dengan penggunaan di Amerika Serikat mencapai 1,5
juta per tahun.
Pemasangan ventilasi mekanik pada pasien harus memperhatikan banyak hal
agar tidak memperburuk kondisi pasien mulai dari kondisi pasienya hingga
prosedur-prosedur yang harus dilakukan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas lebih lanjut tentang ventilasi mekanik dan asuhan keperawatan yang
dapat seorang perawat berikan terhadap pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ventilasi mekanik?
2. Apa tujuan pemasangan ventilasi mekanik?
3. Apa indikasi pasien yang dimasukkan ke ruang ICU?
4. Apa indikasi pemasangan ventilasi mekanik?
5. Apa saja kontraindikasi ketika pemasangan ventilasi mekanik?
6. Apa saja jenis-jenis dari ventilasi mekanik?
7. Apa yang menjadi kriteria pemasangan ventilasi mekanik?
8. Bagaimana setting pada ventilator?
9. Apa saja mode pada ventilator?
10. Bagaimana prosedur pemasangan ventilasi mekanik?
11. Bagaimana perawatan yang diberikan pada pasien yang terpasang ventilator?
12. Bagaimana indikasi dilakukannya weaning ventilator?
13. Berapa lama seorang pasien dipasang ventilator?
14. Bagaimana proses penyapihan pada pasien yang terpasang ventilator?
15. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan terhadap pasien yang
terpasang ventilator?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dari ventilasi mekanik.
2. Untuk mengetahui tujuan dari pemasangan ventilasi mekanik.
3. Untuk mengetahui indikasi seorang pasien dipindahkan atau dimasukkan ke
ruangan ICU.
4. Untuk mengetahui dan memahami indikasi dipasangnya ventilasi mekanik.
5. Untuk mengetahui kontraindikasi dari pemasangan ventilasi mekanik.
6. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis dari ventilasi mekanik.
7. Untuk mengetahui kriteria pemasangan ventilasi mekanik pada pasien.
8. Untuk mengetahui dan memahami setting dalam pemggunaan ventilasi
mekanik.
9. Untuk mengetahui mode-mode dalam ventilasi mekanik.
10. Untuk mengetahui dan memahami cara atau prosedur dalam pemasangan alat
ventilasi mekanik.
11. Untuk mengetahui dan memahami proses pemantauan pada pasien selama
terpasang ventilator.
12. Untuk mengetahui indikasi dilakukannya weaning ventilator.
13. Untuk mengetahui waktu maksimal pemasangan ventilator terhadap pasien.
14. Untuk mengetahui dan memahami cara atau prosedur penyapihan terhadap
seorang pasien yang terpasang ventilator.
15. Untuk mengetahui dan memahami bentuk asuhan keperawatan yang dapat
diberikan kepada seorang pasien yang terpasang ventilator.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Terminologi
1. Ventilasi Mekanik adalah tindakan awal oleh petugas kesehatan untuk
respirasi yang bermasalah atau mempertahankan ventilasi, serta
menyeimbangan antara oksigen dan karbon monoksida.
2. Orofaringeal adalah sebuah alat yang dikenal dengan istilah opa berfungsi
untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas.
3. Continuous Positive Airway Pressure adalah untuk pasien yang mengalami
masalah kesehatan.
4. Samnolen adalah suatu status kesadaran pasien yang digambarkan dimana
pasien seperti mengantuk berat, atau kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat bahkan tertidur ringan tapi dapat dibangunkan atau disadarkan
dengan diberikan rangsangan.
5. Volume tidal adalah udara yang dihirup dalam satu hirupan nafas normal.
6. Triger adalah kekakuan.
7. Distensi abnormalitas adalah penumpukan cairan atau gas pada abdomen.
8. Analisa gas darah adalah prosedur pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Analisa gas
darah dapat digunakan untuk menentukan tingkat keasaman atau pH darah.
9. Peristaltik Usus yaitu makanan dan minuman bergerak melalui saluran
pencernaan dengan bantuan dari kontraksi otot usus. Gerakan yang dihasilkan
kontraksi otot usus ini disebut dengan peristaltik usus.
10. Takikardi adalah keadaan denyut nadi yang cepat atau tidak teratur.
11. Weaning ventilator adalah usaha melepaskan pasien dari ventilasi mekanik
secara bertahap.
12. HT 29% (Hematokrit) adalah perbandingan jumlah sel darah merah dalam
darah.

B. Learning Issues
1. Apakah ada indikasi dari pemasangan ventilasi mekanik?
2. Apakah skenario dapat dikategorikan ke dalam keperawatan paliatif?
3. Apakah maksud reflek pupil 2/2?
4. Masalah kesehatan dari hasil pengkajian dan pemeriksaan yang di dapat?
5. CRT dan suhu meningkat, apa hubungannya dengan masalah pernafasan?
6. Kapan diatasi masalah pernafasan atau penumpukan secret?
7. Kontraindikasi weaning ventilator?
8. Berapa nilai normal analisa gas darah?
9. Apakah data yang mendukung untuk seseorang dipasangkan opa?
10. Dari hasil yang di dapatkapan opa di pasang?

C. Menjawab Learning Issues


1. Pasien yang diindikasikan pemasangan ventilasi mekanik adalah pasien yang
henti nafas, pasien pasca operasi (anastesi), bedah mayor, pneumonia, syok,
dan henti jantung.
2. Kasus berdasarkan skenario adalah kasus kritis, bukan paliatif. Karena pada
keperawatan paliatif adalah penyakit yang membawa pasien ke tahap end of
life. Pasien yang tidak dapat lagi diobati. Perawatan paliatif diberikan agar
pasien pada akhir hidupnya meninggal dengan keadaan yang baik dan tenang,
mengurangi penderitaan pasien, bukan untuk menyembuhkan pasien dari
penyakitnya.
3. Reflek pupil 2/2 artinya reflek pupil lengkap.
4. Masalah kesehatan yang di dapat dari kasus skenario adalah bersihan jalan
nafas, hipotensi karena di kasus tekanan darah pasien rendah 90/60,
hipertermi karena pasien suhu badan nya 37,8 dan pola pertukaran gas tidak
efektif.
5. CRT meningkat lebih dari 4 detik, artinya akral kekurangan oksigen ditandai
dengan telapak kaki dan tangan dingin. Sedangkan CRT normal adalah 2
detik. Semakin sel kekurangan oksigen, maka pernafasan lebih cepat dan
metabolisme meningkat, akan mengalami respirasi anaerob, kemudian
menyebabkan syok dan kesadaran menurun.
6. Suction, ketika secret sudah sangat menumpuk. Dilakukan suction apabila ada
rasa tidak nyaman di tenggorokan serta sirkulasi oksigen normal.
7. Apabila hemodinamik belum stabil, tingkat kesadaran menurun (GCS <9),
tekanan darah terlalu tinggi atau rendah, nutrisi belum bagus (hematemesis),
spasme bronkus dan masih memerlukan sedasi tinggi.
8. Nilai sirkulasi oksigen normal.
9. Nilai normal analisa gas darah:
a. pH : 7,38-7,42
b. HCO3 : 22-28 mmHg
c. Tekanan parsial oksigen : 75-100 mmHg
d. PCO2 : 38-42 mmHg
10. Opa dipasang ketika tingkat kesadaran pasien menurun seperti samnolen dan
triger.
D. Skema

Tn. A (34 Th)

membutuhkan

Ventilasi
Mekanik

Pengkajian Awal Pemeriksaan Penunjang


1. TTV 1. EKG
2. Had to toe 2. AGDA
3. Sistem Pernafasan 3. X RAY
4. Sistem Kardiovaskuler 4. Pemeriksan
5. Sistem Neurologi Laboratorium
6. Sistem Urogenital

Askep
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi

6.
Weaning
Ventilator
E. Learning Objective
1. Definisi Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli
untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough,
2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode
waktu yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

2. Tujuan Pemasangan Ventilasi Mekanik


Tujuan pemasangan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan
ventilasi alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk
memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transpor oksigen (Hudak &
Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau
pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator (Rab, 2007). Tujuan fisiologis meliputi membantu
pertukaran gas kardio-pulmonal (ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri),
meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir ekspirasi dan kapasitas
residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis meliputi
mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress
pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot
pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular, menurunkan
konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial, dan menstabilkan
dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

3. Indikasi Pasien ICU


Pada dasarnya, pasien yang di rawat di ICU adalah pasien dengan
gangguan akut yang masih di harapkan reversible (pulih kembali) mengingat
ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi
peralatan dan tenaga (yang khusus).
Pasien yang layak di rawat di ICU menurut peraturan Kemenkes RI
(2011) Nomor: HK.02.04/I/1966/11 :
1) Pasien yang memerlukan intervensi segera oleh tim intensive care
2) Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan, terus menerus dan metode terapi titrasi
3) Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontiniu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
Namun dalam keadaan terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif
(prioritas 1) lebih didahulukan dibandingkan dengan pasien yang hanya
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3) penilaian objektif atas berat dan
prognosis penyakit hendaknya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
menentukan petioritas masuk ICU.
 Golongan pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti : dukungan/bantuan
ventilasi, alat penunjang fungsi organ/sistem yang lain, infus obat-obat
vasoaktif/inotropik, obat anti artimia, serta pengobatan lain-lain secara
kontiniu dan tertitrasi. Sebagai contoh: sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa,
hipoksemia, infark miokard akut. Terapi pada golngan prioritas 1
umumnya tidak mempunyai batas.
 Golongan pasien prioritas 2 (dua)
Golongan pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di
ICU, sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif
segera. Contoh pasien yang menderita penyakit dasar jantung, gagal
ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami pembedahan
mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai
batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
 Golongan pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil
status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan
ini sangat kecil. Contoh pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi, perikardial tamponade, sumbatan jalan nafas, atau
pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk
mengatasi kegawatan akutnya saja dan usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung.
Pengecualian
Dengan pertimbangan dan atas persetujuan kepala ICU indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa
pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari
ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien
prioritas 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga).
Pasien yang tergolong demikian antara lain :
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini
tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not
Resuscitate)”. Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin akan mendapat
manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk
meningkatkan kemungkinan survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetative permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak namun
hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di
ICU. Tujuan perawatan di ICU hanya untuk menunjang fungsi organ
sebelum dilakukan pengambilan organ untuk donasi (Kemenkes RI,
2011).

4. Indikasi Pemasangan Ventilator Mekanik


a. Pasien dengan gagal napas
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu)
maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen
merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat
intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal
nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan
ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat
berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena
kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena
distrofi otot).
b. Insufisiensi jantung
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan
pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai
akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat
mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk
mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang.
c. Disfungsi neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnoe
berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi
mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa
tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.

5. Kontraindikasi Pemasangan Ventilator Mekanik


Meski terbukti baik sebagai terapi suportif pada sejumlah penyakit sistem
respirasi yang disertai gagal napas, ventilasi non invasif tidak selalu dapat
digunakan pada semua kondisi. Berikut adalah sejumlah kondisi yang menjadi
kontraindikasi pemakaiannya:
a. Trauma/luka bakar pada wajah
b. Riwayat operasi pada daerah wajah, saluran pernapasan bagian atas,
atau saluran pencernaan bagian atas
c. Obstruksi saluran napas bagian atas
d. Ketidakmampuan melindungi jalan napas
e. Hipoksemia yang mengancam jiwa
f. Hemodinamik tidak stabil
g. Penyakit komorbid berat
h. Gangguan kesadaran atau agitasi
i. Muntah
j. Obstruksi usus
k. Sekresi lendir yang berlebihan.

6. Jenis Ventilasi Mekanik


a. Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-
paru besi”. Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan
negatif didapat untuk memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi
tekanan negatif jangka-pendek intermiten (VTNI) telah digunakan
pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) untuk memperbaiki
gagal nafas hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi diafragma
(Hudak & Gallo, 2010). Ventilator ini kebanyakan digunakan pada
gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neuromuskular
seperti poliomielitis, muscular dystrophy, amyotrophic lateral
sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).
Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada
luar. Penurunan tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan
udara mengalir ke dalam paru-paru. Ventilator tekanan negatif mudah
digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008). Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang
seperti rumah kura-kura, bentuk kubah diatas dada dengan
menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif. Rongga toraks
secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi yang disusun
secara manual dengan “trigger”. Ventilator tekanan negatif
menguntungkan karena ia bekerja seperti pernafasan normal. Namun,
alat ini digunakan terbatas karena keterbatasannya pada posisi dan
gerakan seperti juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).
b. Ventilator tekanan positif
1) Pressure-Cycled
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa
bila tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo,
2010; Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain
atau tahanan paru pasien terhadap perubahan aliran, volume udara
yang diberikan berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang
komplain) volume udara yang diberikan ke pasien menurun
kadang secara drastis (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara atau
oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan nafas
dan perubahan komplain paru, sehingga volume tidal yang
dihantarkan tidak konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi,
kecepatan dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan
ventilasi menit yang adekuat dan untuk mendeteksi berbagai
perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang
status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak
dianjurkan. Namun pada pasien komplain parunya sangat stabil,
ventilator tekanan adekuat dan dapat digunakan sebagai alat
penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).
2) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila
pada waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo,
2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Waktu ekspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas per
menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo,
2010). Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan
yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang
murni jarang digunakan pada pasien dewasa. Ventilator tersebut
digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008).
3) Volume-Cycled
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit
kritis saat ini (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Prinsip dasar ventilator ini adalah bila volume
udara yang ditujukan diberikan pada pasien, inspirasi diakhiri. Ini
mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien pada
kecepatan pengesetan. Keuntungan ventilator volume adalah
perubahan pada komplain paru pasien, memberikan VT konsisten
(Hudak & Gallo, 2010). Volume udara yang dihantarkan oleh
ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan berikutnya relatif
konstan, sehingga pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan
nafas bervariasi (Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008).

7. Kriteria Pemasangan Ventilator Mekanik


a. Resusitasi jantung paru
b. Gagal nafas
c. Pasca operasi besar yang memerlukan bantuan ventilasi untuk
memperbaiki homeostasis, gangguan keseimbangan asam basa serta
keadaan anemia
d. Sepsis berat dimana pasien tidak dapat memenuhi peningkatan work of
breathing akibat tingginya produksi CO2
e. Pengendalian kadar CO2 sebagai salah satu bagian dari pengelolaan
TTIK (misalnya akibat cedera kepala)
f. Sebagai bantuan ventilasi pada penderita yang diintubasi atas indikasi
mempertahankan jalan nafas
g. Mengurangi beban jantung pada syok kardiogenik.

8. Setting ventilator
Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode
ventilasi yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:
a. Laju pernapasan (respiratory rate)
Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori
cukup luas. Hal ini tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit
(minute ventilation) yang berbeda-beda pada tiap individu maupun
kondisi klinis tertentu. Secara umum, rentang laju pernapasan berkisar
antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada sebagian besar pasien-
pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap menit. Pada
pasien dewasa dengan sindroma distres pernapasan akut, penggunaan
volume tidal yang rendah harus diimbangi dengan peningkatan laju
pernapasan sampai 35 kali tiap menit untuk mempertahankan ventilasi
semenit yang adekuat.
b. Volume tidal
Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada
sindroma distres pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal
pada mode tertentu, perkiraan kasarnya berkisar antara 5 sampai 8
ml/kg berat badan ideal. Pada pasien dengan paru-paru normal yang
terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang digunakan sampai
12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan sehingga
dapat mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan
plato ditentukan dengan manuver menahan napas selama inspirasi
yang disebut dengan istlah tekanan alveolar akhir inspirasi pada
pasien-pasien yang direlaksasi.
c. Tekanan inspirasi
Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressure-
support, tekanan inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan
plato kurang atau sama dengan 35 cm H2O. Volume tidal juga harus
dipertahankan pada rentang yang telah ditetapkan sebelumnya.

9. Mode Ventilator
a. Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu
antisipasi jumlah dan volume pernapasan setiap menit (Chulay &
Burns, 2006). Pada mode control, ventilator mengontrol pasien.
Pernapasan diberikan kepada pasien pada frekuensi dan volume yang
telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien
untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar atau paralisis, mode ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak &
Gallo, 2010). Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau mengalami
paralisis dengan blocking agents neuromuscular untuk mencapai
tujuan (Chulay & Burns, 2006). Indikasi untuk pemakaian ventilator
meliputi pasien dengan apnea, intoksikasi obat-obatan, trauma medula
spinalis, disfungsi susunan saraf pusat, frail chest, paralisis karena
obat-obatan, penyakit neuromuskular (Rab, 2007).
b. Assist mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan
pada VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu
pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya
buruknya faktor pendukung “lack of back-up” bila pasien menjadi
apnea model ini kemudian dirubah menjadi assit/control, A/C (Rab,
2007).
c. Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control
mode yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik
mengambil alih (control mode) dan mempreset kepada volume tidal
(Rab, 2007). Ini menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti
bernafas selama terpasang ventilator. Pada mode assist control, semua
pernafasan dipicu oleh pasien atau diberikan pada frekuensi yang
ditentukan pada VT yang sama (Hudak & Gallo, 2010).
Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien
diintubasi (karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh
pasien), untuk dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah
anastesi dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi
tingkat tinggi diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara klinis
banyak digunakan pada sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema
pulmonari, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas
(Rab, 2007).
d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya
sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode
ketika pasien bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV
memungkinkan ventilasi mandatori intermiten. Seperti pada mode
kontrol frekuensi dan VT praset. Bila pasien mengharapkan untuk
bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat melakukannya. Namun tidak
seperti pada mode assist control, berapapun pernafasan dapat diambil
melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
e. Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan
paru-paru. Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi
bisa bervariasi. Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena
risiko injuri paru-paru yang disebabkan oleh pemasangan ventilasi
mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
f. Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus
respirasi dinamakan PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah
volume inflasi selama pernafasan spontan atau untuk mengatasi
resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator. Belakangan ini PSV
digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama penyapihan dari
ventilasi mekanik (Marino, 2007).
g. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan
ateletaksis ganguan pertukaran gas dan menambah berat kegagalan
pernafasan. Suatu tekanan posistif diberikan pada jalan nafas di akhir
ekspirasi untuk mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada
akhir ekspirasi (Marino, 2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka.
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara
melakukan reinflasi alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus
pada posisi terbuka, dan memperbaiki komplain paru (Morton &
Fontaine, 2009).
h. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang
siklus respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan
mode pernafasan spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan
kapasitas residu fungsional dan memperbaiki oksigenasi dengan cara
membuka alveolus yang kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini juga
digunakan untuk penyapihan ventilasi mekanik (Urden, Stacy, Lough,
2010).

10. Prosedur Pemasangan Ventilasi Mekanik


a. Persiapan peralatan
 Sarung tangan
 Ambubag lengkap
 Suction lengkap
 Spuit untuk mengembangkan balon
 Laringoskop dengan blade sesuai ukuran, lampu menyala terang,
jelly, plester, gunting, stetoskop, endotracheal.
b. Persiapan pasien dan keluarga
1) Bersama dengan dokter beritahu keluarga tentang prosedur yang akan
dilakukan dan resiko yang mungkin ditimbulkan
2) Bila keluarga sudah jelas dengan penjelasan dokter, maka keluarga
diminta untuk tanda tangan surat persetujuan (inform consent)
3) Bila pasien sadar beritahu tentang prosedur yang akan dilakukan
4) Atur posisi pasien agar memudahkan untuk melakukan posedur.
c. Prosedur pemasangan ventilasi mekanik
1) Sambungkan stop kontak dengan sumber listrik, nyalakan ventilator
dengan menekan tombol on
2) Pasang corogatet sesuai dengan kegunaan (anak/dewasa)
3) Isi humidifier dengan aquades steril, kemudian nyalakan
dengan menekan tombol on
4) Seting ventilator sesuai pesanan dokter mengenai mode, VT,
Frekuensi nafas, I:E ratio, FiO2, ASB, PEEP dan lainnya
5) Sambungkan corogatet dengan endotrakeal yang terpasang
pada pasien
6) Pastikan bahwa alat resusitasi dan perlengkapan fentilator berfungsi
baik
7) Pastikan bahwa penderita selalu dimonitor fungsi pernafasannya dan
saturasi oksigen
8) Lakukan segala tindakan dengan memperhatikan teknik aseptik dan
universal precaution
9) Lakukan suction secara rutin (biasanya tiap 4 jam), bila perlu boleh
dilakukan diluar jadwal
10) Pastikan humidifier berfungsi dengan baik, air yang tertampung di
dalam water trap secara rutin harus dikosongkan
11) Rubah posisi pasien tiap 3 jam untuk postural drainage ataupun
untuk pengembangan paru-paru
12) Pastikan posisi tubing ventilator dalam keadaan tepat
13) Pastikan NGT pada posisi yang benar, lakukan aspirasi tiap 6 jam
atau setiap akan memberikan nutrisi enteral.
d. Cara pemeliharaan
1) Rendam corogatet sesudah digunakan dengan bayclin selama
15 menit. Kemudian cuci, bilas dan keringkan
2) Corogatet disterilkan kering dengan suhu 1000C selama 20 menit
3) Rendam filter dengan bayclin setiap sesudah dipakai, cuci
dan keringkan
4) Kalibrasi setiap satu tahun sekali oleh teknisi perusahaan
5) Hubungi teknisi perusahaan bila ada masalah
6) Charge ventilator selama 1x24 jam setiap kali sesudah pemakaian
dan tiap 10 hari sekali bila ventilator tidak digunakan.

11. Perawatan Ventilasi Mekanik


a. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada
keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk
mencegah infeksi.
c. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar
pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
d. Perhatikan permukaan air di humidifier, jaga jangan sampai habis, air
diganti tiap 24 jam.
e. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan
jangan sampai letak dan panjang tube berubah. Tulis ukuran dan
panjang tube pada “flow sheet”.
f. Cegah terjadinya kerusakan trakea dengan cara: Tempatkan tubing
yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada
diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan
pasien dapat menggerakkan kepala.
g. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah
posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya dekubitus.
h. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
i. Teknik mengembangkan “cuff”:
 Kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara
bocor.
 “Cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

Beberapa hal yang harus diperhatikan:

1) Humidifasi dan suhu


Ventilasi mekanik yang melewati jalan nafas buatan
meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban
dan penghangatan. Dua proses ini harus ditambahkan pelembab
(humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level
yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi kondensasi
air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370C pada
ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu
udara ± sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi suhu
dapat dinaikkan lebih dari 370C- 380C. Kewaspadaan dianjurkan
karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar
pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan
akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila
suhu ke pasien kurang dari 360C membuat kesempatan untuk
tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system heating wire dimana
kehangatan udara dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan
tidak terjadi kondensasi air. Pada kasus penggunaan ventilasi
mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua sistem
diatas, tetapi humidifasi jenis moisture echanger yang di pasang
pada ujung sirkuit ventilasi mekanik.
2) Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adekuat,
perubahan posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan
hanya bila perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak
nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas.
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auskultasi) dapat
juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan inspirasi
(respiratory rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi
untuk dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi
atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa
dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap
2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.
3) Perawatan selang endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk
mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh
sebab itu fiksasi yang adekuat jangan diabaikan. Penggantian
plester fiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini
merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-
tanda lecet/iritasi pada kulit atau pinggir bibir di lokasi
pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang
mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal
tidak digigit dan bisa juga memudahkan untuk melakukan
pengisapan sekresi. Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada
ventilasi mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal
akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang ventilasi mekanik dalam waktu yang
lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan
trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan
keluarga pasien.
4) Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk
mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding
trakea. Pada pasien dengan ventilasi mekanik, tekanan terbaik
adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal
volume. Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik
untuk mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.
5) Dukungan nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya ventilasi mekanik dukungan
nutrisi harus diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan
tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi
pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, nutrisi enteral
dapat diberikan melalui nasogastric tube (NGT) yang dimulai
dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada
pasien dengan post laparatomi dengan reseksi usus. Alternatif
lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui
enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
6) Perawatan mata
Pada pasien dengan pemasangan ventilasi mekanik perawatan
mata itu sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian
yang sering dan pemberian tetes mata bisa menurunkan keringnya
kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di
plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. Edema
sklera dapat terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik bila
tekanan vena meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.
Keterampilan perawat di ICU sangat mempengaruhi kelancaran
kegiatan dan keberhasilan tindakan.
12. Indikasi Weaning Ventilator
Indikasi dilakukanya weaning meliputi faktor penyebab kegagalan
pernapasan telah dapat diatasi, kesadaran klien membaik, klien mampu
bernafas spontan, dan hemodinamik stabil. Tanda-tanda vital dalam batas
normal dengan RR <35 x/min serta perbaikan saturasi oksigen mencapai nilai
>95%, selain itu dipertimbangkan tekanan inspirasi maksimal, tidal volume,
minute volume, kecepatan pernapasan serta nilai PaO2 dan PaCO2 dari
pemeriksaan BGA.

13. Lama Penggunaan


Alat ini umumnya dipakai dalam jangka waktu tertentu saja, seperti saat
operasi atau kasus lainnya, ketika pasien kembali pulih dan dapat bernafas
seperti sedia kala, maka alat bantu pernafasan tidak perlu lagi di perlukan.
Kendati demikian, ada kalanya alat ini digunakan dalam jangka waktu
yang lama hingga seumur hidup. Untuk kasus ini, biasanya pasien dalam
keadaan koma atau memang tidak lagi bernafas tanpa bantuan ventilator.
Cara penggunannya harus tetap sesuai dengan prosedur dan ketentuan
dokter sebab pemakaian ventilator yang sembarangan hanya akan menjadikan
masalah kesehatan baru.

14. Penyapihan
a. Definisi penyapihan ventilasi mekanik
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada
jalan nafas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan
ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik,
memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen.
Penyapihan dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai
proses pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap.
Tindakan ini biasanya mengandung dua hal yang terpisah tapi
memiliki hubungan erat yaitu pemutusan ventilator dan pelepasan
jalan nafas buatan.
b. Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik
Dahulu, weaning dilakukan berdasarkan beberapa hal, yakni:
volume permenit (MV), tekanan inspirasi maksimum, volume tidal,
nafas cepat dan dangkal, indeks CROP. Kebanyakan dari kriteria diatas
sensitif tapi tidak spesifik, sehingga menskipun pasien gagal
berdasarkan kriteria tersebut, tetapi sebenarnya ia masih bisa
dilakukan penyapihan. Ini menunjukkan bahwa semua indikasi
tersebut merupakan prediktor penyapihan yang buruk pada pasien ICU
secara umum. Pasien seharusnya terus mendapatkan skrining untuk
menemukan kemungkinan dilakukan penyapihan.
Terdapat kriteria mengenai keputusan penyapihan ventilasi mekanik
pada pasien. Namun demikian tidak semua pasien yang memenuhi
kriteria tersebut mampu bertoleransi terhadap latihan nafas spontan
(spontaneous breathing trial/SBT).

Tabel: Indikasi Penyapihan Ventilasi Mekanik

No. Kriteria

1 Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator


mekanik sudah tertangani

2 - PaO2/FiO2> 200
- PEEP < 5
- FiO2< 0,5
- pH > 7,25
- Hb > 8 g%
3 Pasien sadar, dan afebril (suhu tubuh normal)

4 Fungsi jantung stabil:


- HR < 140/min
- Tidak terdapat iskemi otot jantung (myokardial ischemia)
- Bebas dari obat-obatan vasopresor atau hanya menggunakan obat-
obatan inotropik dosis rendah
5 Fungsi paru stabil:
- Kapasitas vital 10-15 cc/kg
- Volume tidal 4-5 cc/kg
- Ventilasi menit 6-10
- Frekuensi < 20 per menit
6 Kondisi selang ET/TT:
- Posisi diatas karina pada foto rontgen
- Ukuran : diameter 8,5 mm
7 Terbebas dari asidosis respiratorik
8 Nutrisi:
- Kalori perhari 2000-2500 kal
- Waktu : 1 jam sebelum makan
9 Jalan nafas:
- Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suction)
- Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
- Posisi : duduk, semifowler
10 Obat-obatan :
- Agen sedatif : dihentikan lebih dari 24 jam
- Agen paralisis: dihentikan lebih dari 24 jam
11 Psikologi pasien
- Mempersiapkan kondisi emosi/psikologi pasien untuk tindakan
penyapihan

15. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan
dengan ventilator adalah:
1) Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa,
agama, alamt, dll. Pengkajian ini penting dilakukan untuk
mengetahui latar belakang status sosial ekonomi, adat
kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga
mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2) Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang
sekarang dapat diperoleh melalui orang lain (keluarga, tim medis
lain) karena kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak
mungkin untuk memberikan data secara detail. Pengkajian ini
ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor
pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3) Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa
dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk
menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji
adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan
ketidaknyamanan.
4) Sistem pernafasan
a) Setting ventilator meliputi:
 Mode ventilator
 CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled
Mandatory Ventilation/Intermitten Positive Pressure
Ventilation)
 SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
 ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure
Suport)
 CPAP (Continuous Possitive Air Pressure)
 FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
 PEEP: Positive End Expiratory Pressure
 Frekwensi nafas
b) Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c) Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d) Suara nafas: ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e) Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu
tambahan
f) Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g) Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h) Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau
terlepas
i) Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j) Hasil foto thorax terakhir
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting
ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia.
Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi,
adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
6) Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala,
rasa ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.
7) Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi
urine menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal).
8) Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada
gangguan status nutrisi dan cairan akan memperberat keadaan.
Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah akan
memperberat oedema paru.
9) Status psikososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering
mengalami depresi mental yang dimanifestasikan berupa
kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan
dan ketakutan akan kematian.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang
mendapat bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya
adalah:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan
peningkatan produksi sekret
2) Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi tertahan,
proses penyakitnya
3) Ketidakefektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan,
pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang
endotracheal
4) Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh : berhubungan
dengan penyakit kritis, peningkatan kebutuhan metabolism,
kurang kemampuan untuk makan per oral
5) Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap
kematian
6) Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
7) Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
8) Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan
terpasangnya ventilator, selang endotracheal, ansietas, stress
9) Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan terpasangnya
ventilator, letak selang endotracheal
c. Intervensi keperawatan
 Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
sehubungan dengan peniingkatan produksi sekret
Tujuan: Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil:
 Bunyi napas terdengar bersih
 Ronchi tidak terdengar
 Tracheal tube bebas sumbatan
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam 1 Mengevaluasi keefektifan jalan
dan kalau diperlukan. napas.
2 Lakukan pengisapan bila terdengar 2
ronchi dengan cara:
a. jelaskan pada pasien tentang a. Dengan mengertinya tujuan
tujuan dari tindakan pengisapan. tindakan yang akan dilakukan
pasien bisa berpartisipasi aktif.
b. Berikan oksigen dengan O2 100% b. Memberi cadangan O2 untuk
sebelum dilakukan pengisapan, menghindari hipoksia.
minimal 4-5X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan c. Mencegah infeksi nosokomial.
sarung tangan steril, kateter
pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang d. Aspirasi lama dapat
ET dalam keadaan tidak mengisap menimbulkan hipoksia, karena
(ditekuk), lama pengisapan tidak tindakan pengisapan akan
lebih dari 10 detik. mengeluarkan sekret dan O2.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari e. Tindakan negatif yang
100-120 mmHg. berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan f. Memberikan cadangan oksigen
O2 100% sebelum melakukan dalam paru.
pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang- g. Menjamin keefektifan jalan
ulang sampai suara napas bersih. napas.
3 Pertahankan suhu humidifer tetap 3 Membantu mengencerkan skret.
hangat (35-37,8oC)
4 Monitor statur hidrasi pasien. 4 Mencegah sekresi menjadi kental.
5 Melakukan fisioterapi napas/dada 5 Memudahkan pelepasan sekret.
sesuai indikasi dengan cara clapping,
fibrasi dan pustural drainage.
6 Berikan obat mukolitik sesuai 6 Mengencerkan sekret.
indikasi/program.
7 Kaji suara napas sebelum dan sesudah 7 Menentukan lokasi penumpukan
melakukan tindakan pengisapan. sekret, mengevaluasi kebersihan
tindakan.
8 Observasi tanda-tanda vital sebelum 8 Deteksi dini adanya kelainan.
dan sesudah melakukan tindakan.

 Diagnosa Keperawatan: Gangguan pertukaran gas sehubungan


dengan sekresi tertahan, proses penyakitnya
Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil:
 Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:
- pH (7,35-7,45)
- PO2 (80-100 mmHg)
- PCO2 (35-45 mmHg)
- BE (-2 - +2)
- Tidak sianosis
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Cek analisa gas darah setiap 10-30 1 Evaluasi keefektifan setting
menit setelah perubahan setting ventilator yang diberikan.
ventilator.
2 Monitor hasil analisa gas darah 2 Evaluasi kemampuan bernapas.
(blood gas) atau oksimeteri selama
periode penyapihan.
3 Pertahankan jalan napas bebas dari 3 Sekresi menghambat
sekresi. kelancaran udara napas.
4 Monitor tanda dan gejala hipoksia. 4 Diteksi dini adanya kelainan.

 Diagnosa Keperawatan: Ketidak efektifan pola nafas sehubungan


dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat,
obstruksi selang endotrachea
Tujuan: Pola napas efektif.
Kriteria hasil:
 Napas sesuai dengan irama ventilator
 Volume napas adekuat
 Alarm tidak berbunyi
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1 Diteksi dini adanya kelainan
1-2 jam. atau gang. fungsi ventilator.
2 Evaluasi semua alarm dan tentukan 2 Bunyi alarm menunjukan
penyebabnya. adanya gang. fungsi ventilator.
3 Pertahankan alat resusitasi manual 3 Memudahkan melakukan
(bag & mask) pada posisi tempat pertolongan bila sewaktu/waktu
tidur sepanjang waktu. ada gangguan fungsi ventilator.
4 Monitor selang/cubbing ventilator 4 Mencegah berkurangnya aliran
dari terlepas, terlipat, bocor atau udara napas.
tersumbat.
5 Evaluasi tekanan atau kebocoran 5 Mencegah berkurangnya aliran
balon cuff. udara napas.
6 Masukan penahan gigi (pada 6 Mencegah tergigitnya selang
pemasangat ETT lewat oral) ETT.
7 Amankan selang ETT dengan 7 Mencegah terlepas/tercabutnya
fiksasi yang baik. selang ETT.
8 Monitor suara dan pergerakan dada 8 Evaluasi keefektifan jalan
secara teratur. napas.
DAFTAR PUSTAKA

Sundana. K. 2008. Ventilator Pendekatan Praktis di Unit Perwatan Kritis. Bandung:


CICU RSHS
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. (2013). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Cortes, G.A., Dries, D.J., Marini, J.J. (2012). Annual Update in Intensive Care and
Emergency Medicine: Position and the Compromised Respiratory System. New
York, Springer30

LeMone, P. & Burke, K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking in


Client Care. United Stated, Pearson Prentice Hall

ZAKIYYAH, Syifa. (2014) Pengaruh Mobilisasi Prograsif Level I: Terhadap Resiko


Dekubitus dan Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis Terpasang
Ventilator di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Ssurakarta. Masters thesis,
Program Pascasarjana Undip.

Kemenkes RI.(2011).Petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan intensive care unit


(ICU) di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006) Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care. Philadelphia, Elsevier

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins

Gallo dan Hudak (1997). Keperawatan Kritis, ed 6 vol 1 Jakarta: EGC. Buku asli;
Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia: Lippincot

Anda mungkin juga menyukai