Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PPOK DAN HIPERTENSI”

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh:

Kelompok 2

Widya Destriani N (1611110770) Dian Permata Ningtyas (1611110866)


Nursyamsi Setiap Ningsih (1611110808) Lisa Monica (1611110896)
Resti Ananda Putri (1611110818) Ria Astuti (1611110908)
Nurul Aina Ibni Kalzan (1611110824) Ressy Herlia (1611110934)
Rika Elvia (1611110834) Era (1611110950)
Saferatul Khair (1611110852) Seniwan Agustini G (1611110963)
Rajali (1611110856) Syarifah Nurul F (1611111003)
Shintia Ramadhani Fitri (1611110858) Sakiah Pitriana Nst (1611111032)
Mellysa Rosalina (1611110863) Siti Sarwanti (1611111043)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim, Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat me-
nyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN PPOK DAN HIPERTENSI“ ini dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga
kami dapat memperbaiki makalah kami di kemudian hari.

Pekanbaru, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................
1.2 Sekenario.........................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah............................................................................................
1.4 Tujuan Penulisan...............................................................................................
1.5 Manfaat Penulisan............................................... ..............................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Terminologi......................................................................................................
2.2 Learning Isues..................................................................................................
2.3 Brainstroming...................................................................................................
2.4 Mind Mapping...................................................................................................
2.5 Laerning Objectif...............................................................................................
2.6 Pembahasan Learning Objectif...........................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas.
Pada lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salahsatunya
adalah hipertensi (Nugroho, 2008). Hipertensi merupakan masalah besar dan serius di
seluruh dunia karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang
akan datang. Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di
dunia. Jumlah lansia yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun.
Di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur (Aro-
ra,2008). Pada umumnya untuk lansia dalam pola makannya masih salah. Kebanyakan
lansia masih menyukai makanan-makanan yang asin dan gurih,terutama makan-
makanan cepat saji yang banyak mengandung lemak jenuh serta garam dengan kadar
tinggi. Mereka yang senang makan makanan asin dan gurih berpeluang besar terkena
hipertensi. Kandungan Na (Natrium) dalam garam yang berlebihan dapat menahan air
retensi sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja
keras memompa darah dan tekanan darah menjadi naik. Maka dari itu bisamenyebab-
kan hipertensi(Yekti,2011).
Penyebab lain selain polamakan yang sering dialami oleh penderita hipertensi
adalah stres. Dikarenakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun
stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaaan, kelas sosial,ekonomi,dan karakteristik
personal (Gunawan,2005).
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di
tahun 2020 mendatangdan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang,
termasuk negara Indonesia.Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan
kelima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Jumlah penderita PPOK meningkat aki-
bat faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-
faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat
terjadi dalam rentang lebihdari 20-30 tahunan.(Smeltzer dan Bare. 2006). Penyakit ini
juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani(Smeltzerdan Bare,2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat menyebab-
kan kematian.

1.2 Skenario

Kakek kenapa ya, Kok sering sesak nafas dan kepala pusing?

Ners muda melakukan anamnesis pada seorang lansia dan diperoleh data bahwa
kakek g (73 tahun) dulunya merupakan seorang pengusaha. Gaya hidup waktu muda
biasa makan makanan junkfood, seafood, dan makanan enak lainnya yang cenderung
tinggi akan kolesterol. Kakek g juga memilki riwayat merokok dua bungkus sehari
selama lebih dari 30 tahun. Saat anamnesis kakek g mengeluh sesak nafas, terkadang
nyeri dada saat sesak bernafas, disertai batuk berdahak yang berulang, sesak membu-
ruk saat beraktifitas dan sesak berkurang saat beristirahat, selain itu kakek g juga
mengeluh tengkuk kepala sering kaku (kaku kuduk) dan kepala pusing. Yang dil-
akukan selama ini untuk mengatasi keluhannya adalah berobat ke rumah sakit dan
mengkonsumsi obat tradisional berupa rebusan daun salam, minum jus mentimun, dan
terkadang minum seduhan ketumbar.

Hasil pemeriksaan fisik diperoleh data kesadaran kakek g kompos mentis,


tekanan darah 170/95 mmHg, nadi 116 x/menit, sushu 36,2 0C. Status generalis,
warna kulit kemerahan, penderita bertubuh kurus, bentuk dada seperti ntong dan
terkesan membesar, terdapat penggunaan otot bantu nafas eksternal, tidak tedapat
pernafasan cuping hidung, pendengaran berkurang, terkadang bernafas dengan mulut
mencucu, pda leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, pergerakan dada
simetris, stem fermitus, melemah pada kedua lapangan paru, terdapat pelebaran sel
iga, perkusi hipersonor pada kedua lapangan paru, suara nafas vesikuler positif
melemah pada kedua lapangan paru, ronkhi basah sedang pada kedua apeks paru,
bunyi jantung I dan II irreguler.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya kolestrol selain makanan?
2. Berapakah normalnya kadar kolesterol?
3. Apa hubungan makanan yang dimakan dengan gejala yang dialami sekarang?
4. Apa manfaat rebusan daun salam, jus mentimun, dan seduhan ketumbar?
5. Apakah ada efek samping mengkonsumsi obat kimia dan tradisional?
6. RR 30 x/menit, apa tindakahn mandiri untuk menghilangkan sesak nafas?
7. Apa masalah keperawatan yang mungkin muncul?
8. Apa penyebab membesarnya dada dan bagian manakah yang mengalami pem-
besaran?
9. Apa tindakan saat stem fremitus melemah?
10. Apa tindakan utama yang dilakukan terhadapa pasien?
11. Apa hubungan riwayat penyakit dengan gangguan pendengaran?
12. Apa penyakit yang di derita oleh kakek G?
13. TTV tinggi apa penyebabnya?

1.4 Tujuan Penulis


1. Untuk mengetahui defenisi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
2. Untuk mengetahui etiologi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
3. Untuk mengetahui manifestasi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan proses penuan gangguan respirasi (PPOK)
dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia
5. Untuk mengetahui perubahan sistem respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
6. Untuk mengetahui masalah kesehatan dan klasifikasi gangguan respirasi (PPOK)
dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gangguan respirasi (PPOK) dan Kar-
diovasakuler (Hipertensi) pada lansia
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasa-
kuler (Hipertensi) pada lansia
9. Untuk mengetahui komplikasi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan respirasi (PPOK) dan Kardio-
vasakuler (Hipertensi) pada lansia
11. Untuk mengetahui defenisi gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler
(Hipertensi) pada lansia
12. Untuk mengetahui indeks brigmen
13. Untuk mengetahui kadar obat tradisional (Evident Based Practiced) pada
gangguan respirasi (PPOK) dan Kardiovasakuler (Hipertensi) pada lansia
1.5 Manfaat Penulis
1. Memberikan wawasan lebih mendalam mengenai penyakit PPOK dan Hipertensi
pada lansia lebih baik dalam defenisi, etiologi, patofisiologi terkini, manifestasi
klinis, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik, penatalaksanaan,
pengkajian, dan lain-lain.
2. Sebagai landasan teori terkini mengenai penyakit PPOK dan Hipertensi pada lan-
sia yang dapat dimanfaatkan sebagai landasan teori bagi pembaca mengenai pen-
yakit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Terminologi
1. Kaku kuduk
a. Rasa kaku dibelakang leher (kuduk) menyebabkan leher menjadi pegal se-
hingga tidak bisa digerakkan
b. Kaku kuduk biasanya terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada de-
wasa.
2. Kelenjar getah bening
a. Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh individu
b. Tubuh memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, tetapi hanya
di daerah submandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada
orang sehat
3. Status generalis
a. Pengkajian umum (keadaan, kesadaran, tandatanda vital)
b. Pemeriksaan fisik individu secara umum
4. Vesikuler positif
Suara nafas normal, terdengar saat dilakukan auskultasi
5. Hipersonor
a. Suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
b. Bunyi perkusi yang kepadatannya mulai berkurang
6. Fremitus
a. Fremitus adalah bunyi yang ditransmisikan ke seluruh tubuh
b. Pemeriksaan fremitus adalah pemeriksaan resonansi vokal

2.2 Learning Isues


1. Penyebab tingginya kadar kolesterol pada seseorang selain makanan
2. Berapakah kadar normal kolesterol?
3. Hubungan makanan yang di konsumsi dengan gejala yang dialami sekarang
4. Manfaat rebusan daun salam, jus mentimun dan seduhan ketumbar
5. Apakah ada efek setelah mengkonsumsi obat kimia dan tradisional?
6. Dengan kondisi pasien RR 30x/ menit, tindakan mandiri apa yang dapat dil-
akukan untuk mengatasi sesak nafas?
7. Masalah keperawatan apa yang mungkin muncul?
8. Apakah penyebab perbesaran dada pada pasien?
9. Penyakit apa yang kemungkinan di derita oleh kakek?
10. Apakah penyebab dari TTV tinggi

2.3 Brainstroming
1. Penyebab tingginya kadar kolesterol:
a. Gaya hidup yang tidak sehat
b. Kurangnya olahraga
c. Kurangnya aktivitas pada lansia, minimal lansia beraktivitas 30 menit dalam
sehari
d. Merokok
e. Riwayat diabetes pada lansia
f. obesitas
2. Kadar normal kolesterol: Kurang dari 100, rendah kolesterol. Kurang dari 200,
kadar kolesterol normal. Lebih dari 240, kadar kolesterol tinggi.
3. Kolesterol yang tinggi, dan riwayat hipertensi pada pasien, menyebabkan pasien
mengalami sakit tengkuk. Kadar kolesterol yang tinggi membuat aliran darah
pasien terganggu sehingga pasien mengeluhkan sakit dan sesak nafas.
4. Daun salam dan jus mentimun bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi. Seduhan ketumbar bermanfaat untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam tubuh.
5. Obat kimia : efek samping obat tinggi
Tradisional : efek samping rendah. Tergantung dengan kadar obat tradisional, su-
lit untuk menentukan kadar obat tradisional.
Penggunaan obat kimia dan obat tradisional secara bersamaan dapat menyebab-
kan overdosis, karena kandungan yang dimiliki obat sama.
6. Tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien:
a. Posisi semi fowler
b. Kepada agak condong kedepan agar pasien tidak sesak nafas
c. Ajarkan teknik batuk efektif kepada pasien
7. Masalah keperawatan yang mungkin muncul:
a. Gangguan pola nafas
b. Gangguan jalan nafas
c. Ketidakseimbangan nutrisi
8. Perbesaran dada pada pasien diakibatkan oleh penggunaan otot bantu nafas yang
terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi otot bantu nafas, serta pelebaran sela
iga.
9. Penyakit yang kemungkinan di derita oleh kakek adalah penyakit paru obstruksi
akut dengan gambaran klinis terjadi pada usia pertengahan, gejala progresif lam-
bat, riwayat merokok, sesak saat beraktivitas, adanya hambatan aliran udara.
10. Penyebab tanda tanda vital tinggi bisa karena gaya hidup yang tidak sehat.
2.4 Mind Mapping

Kakek G

Pola hidup tidak sehat,


merokok, konsumsi ma-
kanan tinggi kolesterol

Keluhan awal masuk: sesak nafas, Hasil pemeriksaan:


nyeri dada saat bernafas, , batuk ber- Kesadaran komposmentis, TD 170/95, nadi
dahak yang berulang, sesak memburuk 116x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu
saat beraktivitas. Tengkuk kepala ser- 36,5oc.
ing kaku dan kepala pusing. Status generalis:
Kulit kemerahan, kurus, dada membesar,
menggunakan otot bantu nafas eksternal,
tidak ada pernapasan cuping hidung, pen-
dengaran kurang, nafas mulut mencucu,
pergerakan dada simetris, stem fremitus
melemah, pelebaran sela iga, perkusi hiper-
sonor, ronki basah

Konsumsi obat rebusan daun salam, jus mentimun, seduhan ketumbar untuk me-
ringankan sakit

Asuhan Keperawatan lansia


dengan PPOK dan Hipertensi

2.5 Learning Objective


1. Apa defenisi PPOK dan Hipertensi?
2. Apa etiologi PPOK dan Hipertensi?
3. Bagaimana patofisiologi PPOK dan Hipertensi?
4. Bagaimana manifestasi klinis PPOK dan Hipertensi?
5. Apa komplikasi pada PPOK dan Hipertensi?
6. Bagaimana perubahan sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan?
7. Masalah kesehatan apa saja pada PPOK dan Hipertensi? Jelaskan klasifikasi dan
derajatnya
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada PPOK dan Hipertensi?
10. Apa saja terkait indeks brinkmen?
11. Bagaimana cara pengolahan obat tradisional?
12. Bagaimana ASKEP pada klien PPOK dan Hipertensi?

2.6 Pembahasan Learning Objective


1. Definisi PPOK dan Hipertensi

Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) mengartikan


PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan.
PPOK memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran
pernafasan yang bersifat progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi
pada saluran pernafasan dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan
gas yang berbahaya (GOLD, 2013). PPOK merupakan keadaan irreversible yang
ditandai adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya ali-
ran udara masuk dan keluar dari paru-paru (Smeltzer et al, 2013).

PPOK merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya aliran


udara karena obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang
lama terhadap polusi dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace
et al, 2011). PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara
umum ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus biasanya
progresif dan berhubungan dengan peradangan kronis, peningkatan respon dalam
saluran udara dan paru-paru dari partikel berbahaya atau gas. (Vestbo et.al.,
2013). Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran
nafas utama ditandai dengan keterbatasan aliran udara sebagian besar ireversibel
yang menghasilkan hypoxemia dan hiperkapnia (Huang, et al., 2013).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sis-
tolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada
dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka wak-
tu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jan-
tung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien
hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat.
Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang pemi-
natan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar
hipertensi dapat dikendalikan.

2. Etiologi

Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (en-
dogen) hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi
dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua,
sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk keke-
balan tubuh menjadi berkurang. Usia memiliki pengaruh penting bagi fungsi
paru. Bukti menunjukkan bahwa penurunan fungsi paru terkait dengan
penurunan drive napas neural namun lebih berkaitan lagi dengan perubahan
struktural pada sistem pernapasan terkait usia. Perubahan struktur dan anato-
mis pada paru antara lain: gangguan dan hilangnya serabut elastin, perubahan
cross-linking matriks (elastin dan kolagen), pengecilan diameter bronkiolus
kecil, pembersaran airspace terminal, penambahan jumlah pori-pori Kohn,
pengurangnan total alveolar, dan pengurangan jumlah kapiler per alveolus
(Hasan dan Arusita, 2017).
Pada sistem kardiovaskuler, katup jantung menebal dan kaku, kemampu-
an memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas
pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah pe-
rifer sehingga tekanan darah meningkat; Perubahan sistem kardiovaskuler me-
nyebabkan terjadinya penyakit jantung. Penyakit jantung adalah penyakit yang
melibatkan pembuluh jantung atau darah (arteri dan vena) dengan faktor resiko
yaitu usia, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol serum, mero-
kok tembakau, konsumsi alkohol yang berlebihan, riwayat keluarga, obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, faktor psikososial, diabetes melitus, dan polusi udara
(Suiraoka, 2012 dalam Hapsari, 2016).
a. PPOK
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam Rahmadi
(2015) adalah :
1) Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas
kimiawi.
2) Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3) Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4) Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
Menurut Muttaqin Arif (2008) dalam Hapsari (2016), penyebab dari
PPOK adalah:
1) Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan
emfisema.
2) Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
3) Polusi oleh zat-zat pereduksi.
4) Faktor keturunan.
5) Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang membu-
ruk.
Pengaruh dari masing –masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling domi-
nan.
b. Hipertensi
Penyakit pada sistem kardiovaskuler yang sering terjadi pada lansia
yaitu, hipertensi ditandai dengan tekanan darah sistolik diatas 160 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Faktor resiko hipertensi adalah
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor resiko yang tidak
dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, kon-
sumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-minuman be-
ralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen (Ke-
menkes RI, 2013 dalam Rabbaniyah, 2016).
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki berat ba-
dan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai resiko
yang lebih besar terkena hipertensi. Pada umumnya penyebab obesitas atau
berat badan berlebih dikarenakan pola hidup yang tidak sehat (Rahajeng &
Tuminah, 2009 dalam Rabbaniyah, 2016). Faktor yang berpengaruh ter-
hadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara ber-
sama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori esen-
sial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh faktor yang
saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan utama dalam patofisi-
ologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu
asupan garam, stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno, 2013 dalam Rabbani-
yah, 2016).
Faktor-faktor yang berperan dalam hipertensi pada lanjut usia adalah:
(Hadi & Martono, 2010) dalam Rabbaniyah (2016):
1) Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia ber-
tambah makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar na-
trium.
2) Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan
yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada
akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3) Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan
disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-
sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan re-
sorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pem-
buluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan
tekanan darah.
4) Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat
proses penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus:
hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus
menerus.
3. Manifestasi Klinis

a. PPOK
Manifestasi klinis akan mengarah pada dua tipe perokok (Smaltzer &
Bare, 2007) dalam Hapsari (2016):
1) Mempunyai gambaran klinik dominan kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2) Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1) Kelemahan badan
2) Batuk
3) Sesak nafas
4) Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi
5) Mengi atau wheezing
6) Ekspirasi yang memanjang
7) Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8) Penggunaan obat bantu pernafasan
9) Suara nafas melemah
10) Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11) Edema kaki, asietas dan jari tabuh.

Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) da-


lam Rahmadi (2015) pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah
perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : mal-
fungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi
hari. Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
b. Hipertensi
Menurut Udjianti (2010) dalam Rabbaniyah (2016), tanda dan gejala
hipertensi yang sering terjadi adalah:
1) Sakit kepala (rasa berat di tengkuk)
2) Kelelahan
3) Keringat berlebihan
4) Tremor otot
5) Mual, muntah
Adapun menurut Sustrani,et al (2004) dalam Rabbaniyah (2016), bah-
wa tanda dan gejala hipertensi antara lain:
1) Sakit kepala
2) Jantung berdebar-debar
3) Sulit bernafas setelah bekerja keras
4) Mudah lelah
5) Penglihatan kabur
6) Dunia terasa berputar (vertigo)
7) Hidung berdarah
8) Wajah memarah
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Indi-
vidudengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang me-
nyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah men-
jadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merang-
sang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk
pertimbangan gerontology. Perubahan structural danfungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang ter-
jadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampu-
annya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( vol-
ume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahapan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Faktor pre-
disposisi

Bersihan jalan Edema,spasme bron-


nafas tidakefektif kus,peningkatan se-
cret bronkus

Obstruksi
bronliolus awal

Fase ekspirasi

Udara ter-
perangkap da-
lam alveolus

PaO2 rendah
Suplay O2 jaringan, Sesak nafas, Pola nafas
rendah PaO2 tinggi nafas pendek tidak efektif

kompensasi Gg. Metabolisme


jaringan
Gg. Pertukaran gas
Kardiovaskuler
Metabolisme
aerob
Hipertensi
pulmonal
Produksi ATP
menurun Intoleransi
Gagal aktivitas
jantung
Defisit energi Lelah, lemah
kanan
gg. pola tidur
5. Perubahan Sistem pada Lansia
a. Perubahan Sistem Kardiovaskuler pada Lansia
Sistem kardiovaskular sangat erat kaitannya dengan jantung dan pem-
buluh darah dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu kesatuan
integrasi yang mampu memberikan oksigen dan nutrient bagi setiap sel
hidup untuk bertahan hidup. Sistem ini bertanggung jawab atas
pengangkutan darah kaya oksigen dan nutrisi ke organ serta pengangku-
tan produk limbah metabolik yang selanjutnya akan dibuang dari tubuh
(Touhy & Jett, 2014).
Tabel Perubahan Fisiologis Sistem Kardiovaskular Pada Lansia Untuk memu-
dahkan pemahaman, berikut merupakan tabel perubahan fisiologis sistem
kardiovaskular pada lansia

No Organ/Jaringan Perubahan fisiologis Efek/Dampak


1. Jantung Miokardium mengalami Mengebabkan gagal
hipertrofi yang dapat jantung
mengubah dinding ventrikel
kiri dan septum
ventrikel perlahan meneba
Struktur miokardium Miokardium yang kurang
menunjukan terjadinya dapat diregangkan
peningkatan kolagen dan menyebabkan terjadi
jaringan ikat peningkatan
waktu pengisian diastolik.
Peningkatan tekanan
pengisian diastolik
digunakan untuk
mempertahankan
preload
yang adekuat

Penurunan jumlah sel Disritmia, terutama


Pacemaker, SA node dan AV fibrilasi atrial dan
node kurang efisien dalam Premature Ventricular
menghantarkan impuls Contractions
(PVCs), penurunan respon
denyut jantung terhadap
stres
Inkompeten katup jantung penurunan curah jantung
(stenosis/regurgitasi): (cardiac output) terdapat
mengalami penebalan dan bunyi jantung murmur,
kekakuan yang disebabkan hipertensi ortostatik
karena penuaan akibat
kalsifikasi dan fibrosis

penurunan tekanan diastolic faktor risiko terjadinya


cerebrovascular
atau stroke

Bunyi jantung S4 semakin Kemungkinan CAD


jelas (Coronary Artery Disease)
hipertensi, stenosis aorta,
atau anemia berat

Penurunan reaksi miokardial Menurunkan


dan pembuluh darah terhadap aktivitas barorefleks
stimulus (baroreseptor dan
β-adrenergik kemoreseptor)
yang berhubungan dengan
keseimbangan dalam
kontrol neuroendokrin

Penurunan Hipotensi postural,


sensitivitas baroreseptor peningkatan risiko jatuh

2. Pembuluh Peningkatan resistensi Darah sulit untuk kembali


Darah pembuluh darah kapiler ke jantung dan paru-paru

Katup vena tidak berfungsi Varises dan pengumpulan


secara efisien darah di perifer
membentuk edema

Penurunan elastisitas Hipertensi, oksigen


(arteriosclerosis), jaringan menurun,
pembentukan plak penurunan
(atherosclerosis), dan dinding respon baroreseptor
arteri perifer dan aorta (respon terhadap panas
menebal karena dan dingin), hipertrofi
terjadi peningkatan kolagen ventrikel kiri, penurunan
dan lemak serta penurunan tekanan diastolik,
elastin serta disfungsi peningkatan tekanan
endotelial sistolik, tekanan nadi
meningkat
Dinding kapiler menebal Pertukaran nutrisi dan
produk limbah antara darah
dan jaringan lambat

3. darah Darah mengalir lebih lambat Penyembuhan luka lebih


lama dan berpengaruh pada
metabolisme dan distribusi
obat lama
Penurunan jumlah darah yang Oksigen jaringan
dipompa di sepanjang sistem menurun, penurunan
kardiovaskuler Oksigen kapasitas untuk latihan
jaringan menurun, penurunan
kapasitas untuk latihan

6. Massalah PPOK dan Hipertensi


a. Masalah PPOK pada lansia
c. Tingkat Nilai FEVI dan gejala
0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan
Beresiko dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok,populasi),spirometri
normal.
I FEV1\FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada
Ringan gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien
biasanya bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalanya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC , 70%, 30% < FEVI < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
Berat yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien
mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau
serangan penyakit .
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau 50% plus kegagalan respirasi
Sangat Berat kronis. Pasien biasa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 >
30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasaan atau gagal jantung
kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu
dan serangan mungkin mengancam jiwa.

b.Masalah hipertensi pada lansia


Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole
mengalami kenaikan yang melebihi batas normal yaitu tekanan darah sys-
tole > 140mmHg dan diatole 90 mmHg. Hipertensi atau tekanan darah
tinggi adalah suatu penyakit salah satu resiko tinggi yang bisa menjadi
penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal ( Murwani, 2011).
1) Klasifikasi Hipertensi
Berikut adalah klasifikasi hipertensi:
Tabel Klasifikasi Hipertensi
Batasan tekanan darah (mmHg) Kategori
Diastolik
<80 Tekanan darah normal
80-89 Prehipertensi
90-99 Hipertensi stage 1
≥100 Hipertensi stage 2
Sistolik
≤120 Tekanan darah normal
120-139 Prehipertensi
140-159 Hipertensi stage 1
≥160 Hipertensi stage 2
Sumber: Fundamental Of Nursing (Potter dan Perry, 2009)

2) Macam-macam Hipertensi
Hipertensi dapat terbagi menjadi dua golongan
 Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Sekitar 95% kasus hipertensi primer atau esensial merupakan
hipertensi yang sampai saat ini masih belum diketahui penyebab-
nya secara pasti ( Rudianto, 2013).
 Hipertensi Sekunder
Pada sekitar 5% kasus hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang disebabkan oleh penyakit lain seperti diabetes, kerusakan
vaskuler, kerusakan ginjal dan lain-lain (Rudianto, 2013).
3) Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada:
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektifi-
tas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang PPOK
Berdasarkan PDPI (2011), Kemenkes RI (2008), dan Somantri (2009),
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah sebagai berikut:
1) Chest X- Ray : dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafrag-
ma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular /
bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), nor-
mal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
2) Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau re-
striksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari tera-
pi, misalnya bronkodilator.
3) Total lung capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya
pada asma, namun menurun pada emfisema.
4) Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5) FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan ka-
pasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
6) Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering
kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan (bronkitis kronis
dan emfisema), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asi-
dosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (em-
fisema sedang atau asma).
7) Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mucus
(brokitis).
8) Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eo-
sinophil (asma).
9) Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
10) Sputum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan/ elergi.
11) Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma
berat), atrial disritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (em-
fisema).
12) Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencana-
kan/ evaluasi program.

Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan


adanya asma bronchial, gagal jantung kongestif, TB Paru, dan sindrome ob-
truktif pasca TB Paru. Penegakan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan
di puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Penegakan diagnosis
dan penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkum-
pulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan GOLD tahun 2005, dilaksanakan di
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri (Ke-
menkes RI, 2008).

b. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

1) Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk megkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
 Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diaki-
batkan oleh pengeluaran kadar katekolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal
dam ada DM.
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelom-
bang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5) Photo dada : menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pem-
besaran jantung.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Bronkodilator
Pada eksaserbasi bronkodilatol digunakan untuk penanganan
yang cepat yaitu sering digunakan short-acting ß2-agonists dosis
tinggi dan dapat dikombinasi dengan antikolinergik. Bronkodilator
digunakan dengan MDI atau dengan nebulasi untuk pasien dengan
gejala sesak nafas yang parah (Dipiro et al, 2008)
2) Kortikosteroid
Kortikosteroid oral atau intravena digunakan untuk terapi
PPOK eksaserbasi akut dalam jangka yang pendek (9 hingga 14 hari)
untuk meminimalkan risiko efek samping yang ditimbulkan. Dosis
dapat diturunkan secara bertahap untuk pemakaian kortikosteroid lebih
dari 2 minggu dan disesuaikan dengan kondisi klinis pasien (Dipiro et
al, 2008).
3) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksa-
serbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).
4) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein). Mengu-
rangi eksaserbasi pada PPOK bronchitis kronik, tetapi tidak dianjurkan
sebagai pemberian rutin (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).
5) Antibiotik
Antibiotik diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di
bawah ini :
 Peningkatan sesak nafas
 Peningkatan jumlah sputum
 Sputum berubah menjadi purulen (perubahan warna sputum)
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Antibiotik bermanfaat untuk
pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran napas.
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur re-
sistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
b. Nonfarmakologis
Terapi non farmakologi bisa dilakukan dengan menghentikan kebia-
saan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan secara teratur serta memperbaiki asupan nutrisi. Edukasi
mengenai PPOK kepada pasien merupakan hal penting dalam pengel-
olaan jangka panjang pada PPOK stabil. Pada umumnya, edukasi pada
PPOK berbeda dengan edukasi pada asma PPOK adalah penyakit kronik
yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah me-
nyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan
penyakit (Budweiser et al., 2008).

9. Komplikasi
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada paru
1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli
udara vaskuler.
2) Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
3) Infeksi paru
4) Keracunan oksigen
5) Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
6) Aspirasi cairan lambung
7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
8) Kerusakan jalan nafas bagian atas
b. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran
balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ven-
tilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
c. Pada sistem saraf pusat
1) Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah
normal akibat dari hiperventilasi.
2) Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal
akibat dari hipoventilasi.
3) Peningkatan tekanan intra kranial
4) Gangguan kesadaran
5) Gangguan tidur.
d. Pada sistem gastrointestinal
1) Distensi lambung, ileus
2) Perdarahan lambung
e. Gangguan lainnya
1) Obstruksi jalan nafas
2) Hipertensi
3) Tension pneumotoraks

10. Indeks Brinkment

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan intensitas merokok. Salah


satunya adalah yang dilakukan Sitepoe pada tahun 1999. Sitepoemelakukan
klasifikasi perokok berdasarkanjumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari. Klas-
ifikasi ini membagi perokok menjadi perokok ringan, perokok sedang dan
perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang mengonsumsi satu hingga
sepuluh batang rokok per hari. Perokok sedang adalah perokok yang men-
gonsumsi sebelas hingga dua puluh empat batang per hari. Sementara perokok
berat mengonsumsi lebih dari dua puluh empat batang rokok per hari.

Penggunaan jumlah rokok yang dikonsumsi sebagai dasar klasifikasi


juga dilakukan oleh Mu’tadin, dengan penambahan intensitas atau waktu
merokok sebagai dasar klasifikasi. Mu’tadinmembagi perokokmenjadi empat
golongan,perokok ringan, perokok sedang, perokok berat dan perokok sangat
berat. Hal senada dikemukakan pula oleh Smet pada tahun 1994, namun Smet
menggunakan kriteria jumlah yang lebih rendah dibandingkan Sitepoe.

Klasifikasi lain menggunakan keterkaitan antara jumlah rokok yang-


dikonsumsi dengan lamanya konsumsi rokok semasa hidup. Klasifikasi ini
menggunakan Indeks Brinkman.6 Indeks Brinkman menggunakan hasil
perkalian antara rerata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari dan lama
merokok dalam tahun.

Cara klasifikasi perokok yang telah disebutkan akan diringkas dalam


tabel beriku:

Tabel 2.Klasifikasi Perokok


Kategori Indeks Klasifikasi Klasifikasi menurut
Klasifikasi Brinkman menurut Sitepoe Mu’tadin
Perokok
Perokok Ringan Indeks Brinkman 1-10 batang per Sekitar 10 batang per hari,
0-199 poin har selang waktu 60 menit setelah
bangun tidur
Perokok Sedang Indeks Brinkman 11-24 batang per 11-21 batang rokok per hari,
200-599 poin hari selang waktu 31-60 menit
setelah bangun tidur
Perokok Berat Brinkman lebih Lebih dari 24 21-30 batang rokok per hari,
dari 600 poin batang per hari selang waktu 6-30 menit
setelah bangun tidur
Perokok Sangat - - Lebih dari 31 batang rokok
Berat per hari, selang waktu lima
menit setelah bangun tidur

11. Pengolahan Obat Tradisional


Evidence Based Practice
a. Pemberian rebusan daun salam untuk menurunkan tekanan darah pada lan-
sia
Pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia hipertensi di Wisma Seruni UPT PSLU Jember
Pada penelitian ini dikatakan bahwa daun salam (syzygiumpolyanthum)
merupakan salah satu dari jenis terapi herbal yang digunakan untuk
berbagai penyakit salah satunya yaitu untuk menangani penyakit hiperten-
si,untuk menurunkan hipertensi dibutuhkan 10 lembar daun salam dan 300
ml air lalu direbus hingga mendidih dan menyusut menjadi 200 ml dan
dikonsumsi selama 7 hari sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari
sebelum makan, masing-masing 100 ml.
Secara deskriptif pada responden yang sebelum diberikan air rebusan
daun salam sebagian kecil dari stage tertinggi berada pada stage III
sebanyak 22 orang (73,3), pada stage II berjumlah 2 orang (6,7 %) dan se-
bagian kecil berada pada stage I dan stage IV dengan 0 orang (0 %). Se-
dangkan pada responden sesudah diberikan air rebusan daun salam sebagi-
an besar menempati stage II sebanyak 28 orang (93,3 %), pada stage I han-
ya 2 orang (6.7 %), dan sebagian kecil yang berada pada stage I dan stage
IV dengan 0 orang (0 %). Hal tersebut menggambarkan keberhasilan pem-
berian air rebusan daun salam menurunkan tekanan darah pada lansia.

b. Pemberian jus mentimun untuk menurunkan tekanan darah pada lansia


Ada 3 cara dalam meramu dan membuat jus mentimun untuk mengurangi
hipertensi:
1) Menurut Khusnul (2012) mentimun sebanyak 100 gram yang di-
blender dengan 100 cc air tanpa tambahan bahan apapun, diberikan
sekali sehari selama satu minggu dan diberikan setiap sore hari.
2) Dua buah mentimun ukuran 100 gram segar dicuci bersih lalu diparut.
Hasil parutannya diperas dan disaring, lalu diminum sekaligus.
Lakukan 2- 3 kali sehari (Wijoyo, 2008).
3) Cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk menurunkan
tekanan darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran se-
dang. Cuci sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian
rebus dengan 3-4 gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, sar-
ing. Bagi ramuan menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan
pengobatan sampai sembuh (Fikri, 2008)
4) Mengkonsumsi jus mentimun 200 gram dengan air sebanyak 150 cc
setiap hari selama tujuh hari berturut-turut, dapat menurunkan
tekanan darah sistolik setelah minum jus mentimun adalah 136, 82
mmHg (± 9,816), lebih rendah dari tekanan darah sistolik sebelum
minum jus mentimun adalah 167, 7 mmHg (± 6,068) dengan p <
0,01) (Ekanto B, Istiqomah I, Anisa U., 2015)

c. Pemberian seduhan ketumbar untuk menurunkan tekanan darah pada lan-


sia

Ketumbar (Coriandrum sativum) Kandungan flavanoid di dalam ke-


tumbar terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Fla-
vanoid beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau me-
nyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi
lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat
(LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah pengen-
dapan lemak pada dinding pembuluh darah Mengkonsumsi ketumbar
sebanyak 500 mg/ kg BB/hari selama 4 bulan berturut-turut dapat
menurunkan kadar kolesterol didalam tubuh. (Suresh, Et al, 2012)

12. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas klien
a) Nama : Kakek G
b) Umur : 73 tahun
c) Alamat :
d) Pendidikan :
e) Tanggal masuk panti werdha :
f) Jenis kelamin : laki-laki
g) Suku :
h) Agama : Islam : islam
i) Status perkawinan : kawin
j) Tanggal pengkajian :
2) Status kesehatan saat ini
a) Klien mengatakan memilki sesak nafas,terkadang nyeri dada saat
bernafas disertai batuk berdahak yang berulang
b) Klien mengatakan sesak memburuk saat beraktivitas dan mem-
baik saat beristirahat
c) Klien mengatakan tengkuk kepala sering kaku (kau kuduk) dan
kepala pusing
d) Klien mengatakan selama ini untuk mengatasi keluhannya bero-
bat ke rumah sakit dan mengkonsumsi obat tradisional berupa re-
busan daun salam,minum jus mentimun dan terkadang minum
seduhan ketumbar
3) Riwayat kesehatan dahulu
a) Penyakit :
b) Alergi : tidak ada
c) Kebiasaan : kakek G merokok 2 bungkus sehari selama 30 ta-
hun
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum : badan terlihat kurus
b) Integumen : Kulit terlihat kemerahan
c) Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata, warna hitam
keputihan.
d) Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak Ane-
mis.
e) Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik, tidak ada
benjolan, tidak cairan yang keluar.
f) Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g) Leher : tidak terdapat pembesaran getah bening
h) Dada : tidak simetris, bentuk dada seperti tong dan terkesan
membesar
i) Sistem pernafasan : Pernafasan tidak normal, terkadang
bernafas dengan mulut mencucu
j) Sistem kardiovaskuler : TD 170/90 mmHg
k) Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah
l) Sistem perkemihan : tidak ada masalah

6) Pengkajian Psikososial dan spritual


a) Psikososial Kemampuan bersosialisasi saat ini kurang baik aki-
bat sesak nafas yang dialaminya
b) Masalah emosional Klien mengatakan mengalami kepala pus-
ing, tengkuk kepala sering kaku (kaku kuduk)
c) Spiritual Klien beragama islam dan melakukan ibadah sesuai
agamanya
7) Pengkajian Fungsional Klien
a) KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa
dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau
bantuan dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinensia
(BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah
dan mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.
b. Analisa data

Tanggal Data penyebab masalah


Ds: kakek G Peningkatan produksi Bersihan jalan nafas
mengeluh sesak sekret tidak efektif
nafas, terkadang
nyeri dada saat
bernafas, disertai
batuk berdahak yang
berulang, sesak
memburuk saat
beraktifitas dan sesak
berkurang saat
istirahat.
Do: ttv 170/95
mmHg, nadi 116 x/
permenit pernafasan
30 x. Menit, suhu
36,2◦C. Warna kulit
kemerahan, penderita
bertubuh kurus,
bentuk dada seperti
tong dan terkesan
membesar, terdapat
penggunaan otot
bantu nafas eksterna,
tidak terdapat nafas
cuping hidung,
pendengaran
berkurang, terdapat
bernafas dengan
mulut mencucu,
pergerakan dada
simetris, stem
feremitus melemah
pada keuda lapang
paru, perkusi
hipersonor pada
kedua lapang paru,
ronki basah sedang
pada kedua apeks
paru, bunyi jantung I
dan II irregular

c. Intervensi

No Diagnosa intervensi Implementasi


Bersihan jalan nafas tidak  Posisikan pasien  Memberikan
efektif b.d peningkatan untuk posisi fowler
produksi sekret memaksimalkan atau semi foeler
ventilasi.  Menghitung
 Monitor respirasi respirasi setiap 3
Kriteria hasil : dan status O2 jam sekali
 Kolaborasi dalam  Memberikan
 Secara verbal tidak ada pemberian obat ipratropium
keluhan sesak pengobatan atas dengan dosis 20
 Tidak ada batuk dan indikasi mcg 2 sirup 3-4
jumlah sputum normal bronkodilator kali perhari
 Jumlah pernafas dalam  Demonstrasikan  Memberikan
batas normal sesuai usia atau bantu klien posisi fowler
melakukan latihan atau semi fowler
napas dalam  Menghitung
frekuensi nafas
 Mengajarkan
klien menahan
dada dan batuk
efektif dalam
posisi tegak
lurus

d. Evaluasi

DX tindakan Ttd perawat Catatan Ttd perawat


perkembangan
Bersihan jalan  Memberikan S: klien
nafas tidak posisi fowler mengatakan
efektif b.d atau semi batuk secara
peningkatan fowler efektif
produksi sekret  Melakukan O: RR 18 x/
suction
 Menghitung menit
respirasi 3 jam
sekali A: maslah
teratasi

P: intervensi
dihentikan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PPOK merupakan peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan dan paru-
paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya yang ditandai
adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara
masuk dan keluar dari paru-paru. Selain itu penyebab PPOK ini adanya kebiasaan
merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi, faktor usia dan jenis
kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat
gejala penyakit tidak dirasakan.

Sedangkan Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi ini ketika seseorang yang memiliki berat badan lebih atau
obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai resiko yang lebih besar terkena
hipertensi. Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan
pola hidup yang tidak sehat. Pada lansia hipertensi terjadi karena faktor penurunan
elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi
sistolik saja. Masalah PPOK pada lansia memiliki tingkatan dari tingkat 0 (beresiko)
sampai tingakt IV (sangat berat). Sedangkan hipertensi memiliki jenis yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer, hipertensi sekunder.
Banyaknya Evidance Based Practice yang sudah dilakukan penelitiannya dan
diuji manfaatnya untuk mengatasi masalah kesehatan terutama hipertensi khususnya
pada lansia, seperti pengaruh rebusan daun salam terhadap penurunan tekanan darah
pada lansia hipertensi, pemberian jus mentimun untuk menurunkan tekanan darah
pada lansia, dan pemberian seduhan ketumbar untuk menurunkan tekanan darah pada
lansia dan banyak lagi.

3.2 Saran

Sebelum kita menyampaikan ramuan tradisional yang baik untuk setiap lansia,
sebaiknya kita harus melihat apakah ramuan tradisional tersebut sudah termasuk
dalam evidance based practice atau telah diuji dan memberikan manfaat nya seperti
apa, sehingga sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan tidak salah dalam melakukan
praktik di komunitas nantinya. Selain itu, sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan
memegang peran penting dalam memberikan Asuhan Keperawatan Lansia, karena
setiap tindakan yang diberikan harus memperhatikan semua aspek terutama psikologis
para lansia, dan paling penting meningkatkan kesejahteraan lansia dan membantu
semangat hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Ekanto, B., Istiqomah, I., Anisa U. (2015). Pemberian Mentimun Terhadap Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik pada Wanita Lansia Hipertensi. Jurnal Keperawatan Karya
Bhakti, 1(1):25–31.

Fikri. (2008). Mentimun, Murah dan Menyegarkan. Tabloid Cempaka, hlm 28-30.
Hapsari, E. R. (2016). Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik. Naskah Publikasi. Diperoleh dari
http://repository.ump.ac.id/1077/5/ENDAH%20RETNO%20HAPSARI%20BAB%20
II.pdf pada 18 Oktober 2019.
Hasan, H, & Arusita, R. M. (2017). Perubahan fungsi paru pada usia tua. Jurnal Respirasi.
Vol.3, No.2. diperoleh dari https://e-
journal.unair.ac.id/JR/article/download/12323/7120 pada 18 Oktober 2019.
Hidayat, S., Hasanah, L., dan Susantin D. H. (2018). Pengaruh Rebusan Daun Salam ter-
hadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Wiraraja Medika8(2):14-21. Diakses melalui
https://www.ejournalwiraraja.com/index.php/FIK/article/view/647 pada 17 oktober
2019

Kementerian Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). KEMENKES RI. Jakarta

Murwani, A. (2011). Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Nurarif, H., Amin., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diag-
nosa medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction.

PDPI. (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental of nursing. Jakarta: EGC

Rahmadi, Y. (2015). Asuhan keperawatan pada Tn. W dengan gannguan sistem pernapasan:
Penyakit paru obstruktif kronik di ruang Anggrek Boungenvile RSUD Pandan Arang
Boyolali. Naskah Publikasi. Diperoleh dari
http://eprints.ums.ac.id/34292/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf pada 18 Oktober
2019
Rabbaniyah, F. (2016). Hubungan senam lansia terhadap kualitas hidup lansia yang men-
derita hipertensi di Klinik HC Ummi Kedaton Bandar Lampung. Diperoleh dari
http://digilib.unila.ac.id/20717/ pada 18 Oktober 2019.
Rudianto, F. (2013). Menaklukan hipertensi dan diabetes. Yogyakarta: Hak Cipta

Somantri, I. (2009) .Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Suresh CJ. Nindi S, & Pretti S. (2012). Antioxidant and Lipid Lowering Effect Coriandrum
Sativum In Cholesterol Fed Rabbits. International Journal Of Pharmachy Volume 4,
No 3, 231-234. Di akses pada tanggal 17 oktober 2019www.ijppsjournal.com/Vol4
Suppl3/3694.pdf

Touhy, T. A & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess Gerontological Nursing & Healthy Ag-
ing (4thEd).Missouri: Elsevier Mosby
Wijoyo, M. Padmiarso. (2008). Sehat Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Bee Media Indonesia
Zauhani, K. ( 2012). Efek Pemberian Jus Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah.
Akper Bahrul Ulumdan stikes Bahrul Ulum. diakses tanggal 17 oktober 2019
http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/173

Anda mungkin juga menyukai