Anda di halaman 1dari 22

LAB SKILL KEPERAWATAN GERONTIK

“Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. T Pada Kasus Depresi”

DISUSUN

KELOMPOK 1 :

A. CINDEWI ANDI NYIWI (1701001)

ALYA M. SANGADJI (1701002)

ANA YULIAWATY (1701003)

ANANDA JIHAN RAMADANI (1701004)

ANDI NURUL FADILA (1701005)

ANDI USWATUN KHASANA (1701006)

ARISA DZUL FITRI JABBAR (1701007)

DELVI MALAKIANO AHMAD (1701009)

FIDYAH FITRASARI NUGRAHA (1701013)

NURASNI (1701014)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


TINJAUAN PUSTAKA PADA KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

DENGAN DEPRESI

1. Definisi
Depresi merupakan suatu gangguan mood.  Moodadalah suasana perasaan yang 
meresap dan menetapyang dialami secara internal dan yang mempengaruhiperilaku sese
orang dan persepsinya terhadap dunia(Sadock & Sadock, 2007).
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian
(Splitting of personality), prilaku  dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal
(Hawari Dadang, 2001).
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan
Sukamto, 2004).
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih,
murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah
depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal,
tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8)

2. Etiologi
Etiologi diajukan  para  ahli  mengenai depresipada  usia  lanjut  (Damping, 2003) adalah:
a. Polifarmasi
Terdapat  beberapa  golongan  obat yang  dapat
menimbulkan  depresi, antara  lain:  analgetika,  obat anti inflamasi  non
steroid,  antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain.
b. Kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan
depresi adalah gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain.
c. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia.Pada beberapa
penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi
serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya
konsentrasi  monoamin oksidase otak akibat proses  penuaan.  Atrofi otak juga
diperkirakan berperan pada depresi lansia.
d. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang
proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa
hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke
dalamindividu tersebut sehingga menyatu atau merupakanbagian
dari individu itu. Kemarahan terhadap objekyang hilang tersebut ditujukan kepada d
iri sendiri.Akibatnya terjadi perasaan bersalah ataumenyalahkan diri sendiri, merasa 
diri tidak berguna,dan sebagainya.
e. Teori kognitif dan perilaku
Konsep Seligman tentang learned helplessnessmenyatakan bahwa terdapat hubunga
n antarakehilangan yang tidak dapat dihindari akibat prosespenuaan seperti keadaan 
tubuh, fungsi seksual, dansebagainya dengan sensasi passive helplessness padapasie
n usia lanjut. Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi
seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
f. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu padaorang tua usia lanjut
misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak
saudara ataupun perubahan-
perubahan fisik yangdiakibatkan oleh proses penuaan dapat memicuterjadinya depre
ai pada usia lanjut.
g. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religiusyang kurang dihubungkan
dengan terjadinya depresipada lansia. Suatu penelitian komunitas di
Hongkong  menunjukkan  hubungan  antara dukungan  sosial  yang  buruk  dengan
depresi. Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang
lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religiouscoping” berhubungan dengan kesehat
an emosional
dan fisik yang lebih baik. “Religious  coping”berhubungan dengan berkurangnya gej
ala- gejala depresif  tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan,
perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksisosial,
kehilangan harapan, dan gejala- gejala kognitiflain pada depresi (Blazer, 2003).

3. Gambaran Klinik
Individu dengan depresi juga harus mengalami
paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik darisuatu daftar yang meliputi
perubahan-perubahan dalamnafsu makan atau berat badan, tidur, dan 
aktivitaspsikomotorik; energi yang berkurang; perasaan tidakberharga atau bersalah; ke
sulitan dalam berpikir,berkonsentrasi, atau membuat keputusan; ataupemikiran-
pemikiran berulang tentang kematian ataupemikiran, rencana-rencana, atau usaha untuk 
bunuhdiri (American Psychiatric Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia:
a. Kecemasan dan kekhawatiran
b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan
d. Iritabilitas
e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis ataudiet
f. Psikosis

Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengandepresi pada pasien yang lebih muda.Ge
jala-gejala depresi sering berbaur dengan
keluhan somatik.Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan
dengan mood  depresi. Gejala fisik yangdapat menyertai depresi dapat bermacam-
macam seperti sakit kepala, berdebar-
debar, sakit pinggang,gangguan gastrointestinal dan sebagainya.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:
1) Suasana Hati
a) Sedih
b) Kecewa
c) Murung
d) Putus Asa
e) Rasa cemas dan tegang
f) Menangis
g) Perubahan suasana hati
h) Mudah tersinggung
2) Fisik
a) Merasa kondisi menurun, lelah
b) Pegal-pegal
c) Sakit
d) Kehilangan nafsu makan
e) Kehilangan berat badan
f)  Gangguan tidur
g) Tidak bisa bersantai
h) Berdebar-debar dan berkeringat
i) Agitasi
j) Konstipasi.

4. Tingkatan Depresi pada Lansia


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
a. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan
salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan
yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
b. Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat tanpa gejala manic
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh
diri
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
a. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
b. Hilang minat atau gairah,
c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1) Konsentrasi menurun,
2) Harga diri menurun,
3) Perasaan bersalah,
4) Pesimis memandang masa depan,
5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
6) Pola tidur berubah,
7) Nafsu makan menurun

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan


Utama
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala
berat sangat berat
                     Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

5. Dampak Depresi Pada Lansia
Pada  usia lanjut depresi yang berdiri sendirimaupun yang bersamaan dengan
penyakit lainhendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karenabila tidak diobati
dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi  dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003):
a. Depresi   dapat   meningkatkan   angka   kematian  pada   pasien   dengan penyakit ka
rdiovaskuler.
b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormone
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadarkortisol).
c. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek trombo
genesis.
d. Perubahan  suasana  hati (mood)  berhubungandengan gangguan respons
imunitas termasukperubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural  killer.
f. Pasien depresi  menunjukkan  kepatuhan  yang burukpada  program
pengobatan maupun rehabilitasi.
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapatberlangsung bertahun-tahun
dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial
dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, danmeningkatnya morbiditas
dan mortalitas  akibat bunuhdiri  dan  penyebab lainnya  (Unützer,  2007).  Beberapapen
elitian menunjukkan bahwa  depresi  pada lansia menyebabkan 
peningkatan penggunaan rumah sakitdan outpatient  medical  services (Blazer, 2003).

6. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya.
Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang
termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat
pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk
diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis
adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada
tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah
digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS
ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates
significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai
alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang
diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan
waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik
dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood
lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi
ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna
mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya
merupakan alat penapisan.

7. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


a. Terapi fisik
1) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
b. Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-
sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak
sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih
mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan
secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas
tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada
orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah
untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki
sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu:
a. Diri Sendiri (Lansia)
1) Berfikir positif
2) Terbuka bila ada masalah
3) Menerima kondiri apa adanya
4) Ikut Kegiatan pengajian
5) Tidur yang cukup
6) Olahraga teratur
7) Optimis
8) Rajin beribadah
9) Latihan relaksasi
10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b. Keluarga
1) Dukung lansia tetap berkomunikasi
2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
3) Mendengarkan keluahan lansia
4) Berikan bantuan ekonomi
5) Dukung kegiatan lansia
6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c.  Masyarakat
1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
3) Support group

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI


SKENARIO : DEPRESI

Tn.T berusia 60 tahun, datang ke poli jiwa bersama dengan keluarganya. Hasil pengkajian ;
TD : 110/100 mmHg, Nadi : 70x/Mnt, mengeluh sakit kepala, insomnia, napsu makan
menurun, lelah dan mengeluh nyeri yang lama. Selain itu pasien nampak tidak bergairah dan
tidak punya motivasi lagi. Sejak 2 tahun lalu pasien pensiun dari tempatnya bekerja sebagai
supervisor dan saat ini malu karena tidak punya lagi penghasilan untuk keluarganya.

1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
Identitas Klien
b. Nama  : Tn.T
c. Umur   : 60 Tahun
d. Jenis kelamin  : Laki-Laki
e. Alamat  : Desa kelapa jati, Kecamatan merak
f. Status  : sudah menikah
g. Agama    : Islam
h. Pendidikan    : SMA
i. Pekerjaan : pensiunan

Identitas Penanggung Jawab


j. Nama : Ny.D
k. Umur : 49 tahun
l. Alamat : Desa kelapa jati, Kecamatan merak
m. Hubungan dengan klien : Istri

b. Struktur keluarga : Genoogram

Keterangan :
= Laki-laki

= Perempuan
= Pasien
`
c. Riwayat Keluarga
Tn.T mengatakan saat ini hanya tinggal dengan istrinya dan anak-anaknya, Tn.T
mengatakan saat ini mengeluh sakit kepala, insomnia, napsu makan menurun, lelah dan
mengeluh nyeri yang lama.
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik
yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji stress dan koping keluarga
Tn.T mengatakan jika ada yang sakit ringan periksa di klinik terdekat, Tn.T jika periksa
tanpa membertahukan hasilnya kepada istrinya tentang penyakitnya. Tn.T mengatakan
tidak lagi bergairah, dan tidak punya motivasi lagi karna sejak 2 tahun lalu pasien
pension dari tempatnya berkerja dan saat ini malu karna tidak punya lagi penghasilan
untuk keluarganya
b. Kemampuan keluarga dalam merespon terhadap situasi dan stressor Tn.T mengatakan
jika Tn.M merasa sakit kepala, nafsu makan menurun, lelah dan mengeluh nyeri segera
periksa ke klinik terdekat.
c. Strategi koping yang digunakan
Tn.T mengatakan jika ada masalah dalam keluarga selalu didisuksikan dengan anaknya,
tetapi jika hanya sakit ringan tidak pernah cerita. Dan saat ini Tn.T mengatakan malu
bercerita kepada anaknya soal perkerjaannya yang tidak penghasilan untuk keluarganya
d. Strategi adaptasi
Tn.T mengatakan kadang istrinya suka marah-marah soal masalah perkerjaan yang hanya
tinggal dirmh dan tidak berpenghasilan

Lakukan observasi langsung terhadap:


a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
sehari-hari?
Tn.T mengatakan kebiasaan keluarga Tn.T makan 3 kali sehari sayur dan ikan, Tn.T
mengatakan istirahat tidur siang tidak pernah dan tidur malam mulai jam 02.00 WIB.
Tn.T mengatakan bangun disiang hari.
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?
Keluarga Tn.T mengatakan kalau Tn.T tidak lagi bergairah, dan tidak punya motivasi
lagi karna sejak 2 tahun lalu pasien pension dari tempat kerjanya
3) Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir?
Tn.T mengatakan hanya menyendiri ditempat tidur, malas bergerak dan tidak
bergairah
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
Tn.T mengatakan cemas karna dirinya tidak punya lagi perkerjaan dan menghasilkan
uang untuk keluarganya, Tn,T mengatakan dirinya susah untuk tidur dan nafsu
makannya menurun
2) Labilitas emosi?
Tn.T mengatakan emosi masih bisa dikontrol pada saat marah
3) Depresi atau apatis?
4)  lritabilitas?
Keluarga Tn.T mengatakan mudah marah saat disuruh keluar cari perkerjaan
5) Tidak berdaya?
Tn.T mengatakan tidak berdaya karna sakit kepalanya dan nyeri yang lama
6) Frustasi?
Tn.T mengatakan saat ini Tn.T frustasi harus pendapatkan perkerjaan dimana lagi
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
Tn.T saat ini mengenali dirinya sebagai kepala rumah tangga yang harus cari nafka
dan pantang menyerah
2) Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang
sudah lama terjadi?
Tn.T mengatakan hilang ingatan yang sudah lama terjdai
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
Tn.T mengatakan masalahnya saat ini sulit mengatasinya karna umur yang begini dan
sakit sakitan
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang
lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat
hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan tentang
dirinya sendiri.

2. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi


a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam atau
sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pu la nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan
perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya.
Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika
mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri
kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah,
komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai,
apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh, data
subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia
(Depresion Geriatric Scale).

3. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Tn.T mengeluh sakit kepala,
2) Tn.T mengatakan sering bangun tengah malam dan jika ingin tidur kembali pasien
tidak nyenyak tidur
3) Pasien mengatakan napsu makan menurun,
4) Pasien mengeluh sering lelah
5) Tn.T mengatakan kadang merasakan nyeri yang lama pada kepala dan abdomen.
6) Pasien merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup,
merasa putus asa.
7) Saat di kaji pasien selalu mengatakan merasa malu karena tidak punya lagi
penghasilan untuk keluarganya.
b. Data Objektif
1) Tn.T nampak tidak bergairah
2) Saat berbicara Tn.T tampak tidak punya motivasi
3) Terlihat Tn. T gerakan tubuhnya yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila
duduk dengan sikap yang merosot.
4) Ekspresi wajah Tn.T tampak murung, saat berjalan gaya jalan terlihat lambat
5) Pasien tampak malas, dan lelah
6) Tampak pasien tidak menghabiskan makanannya
7) TD : 110/100 mmHg, Nadi : 70x/Mnt,

4. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan yang
tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan.
c. Risiko bunuh diri
d. Gangguan pola tidur

5. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia merasa tidak
stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya
individu diri
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat
menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani
konseling pemuka agama). klien secara cepat dan
tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat
obat). dengan benar dan tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada
lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan. pengetahuan lansia
tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya
obat dengan benar. lebih berharga

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pemasukan yang
tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan
Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien
Kriteria hasil:
1) Nafsu makan meningkat
2) Tidak ada mual dan muntah

No   Intervensi Rasional
1 Observasi porsi makanan yang telah di Mengkaji intake
habiskan. makanan yang telah di
habiskan.
2 Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering Menghindari mual dan
muntah
3 Berikan makanan selagi hangat Memberikan makanan
hangat dan lunak tidak
menyebabkan mual
dan muntah.
4 Hindari makanan pantangan bagi klien. Menghindari
komplikasi penyakit
5 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian Menghilangkan atau
terapi mengurangi keluhan
pasien

c. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi


Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1.        Diskusikan dengan pasien tentang Menggali ide dalam pikiran klien tentang
         ide-ide bunuh diri bunuh diri
2 Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan resiko pasien bunuh diri
tidak melakukan bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan Menggali perasaan pasien tentang
yang menjadi penyebab timbulnya penyebab bunuh diri
ide bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien  dalam membentuk
penyelesaian masalah yang koping adaptif
konstruktif
5 Bantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien
yang paling tepat untuk
menyelesaikan masalah secara
konstruktif.
6 Beri pujian terhadap pilihan yang Pujian dapat menyenangkan perasaan
telah dibuat pasien dengan tepat. pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh
diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang
memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat
pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam
menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif yang
telah digunakan oleh klien.

d. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan


Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa
pola tidur saja penyebab
gangguan pola tidur
pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum
tidur)
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai
sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/14546510/ASUHAN_KEPERAWATAN_LANSIA_DENGAN_
DEPRESI

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2143/1/KTI%2520BU

Anda mungkin juga menyukai