Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

STRATEGI PELAKASANAAN
KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH
PERILAKU KEKERASAN

OLEH :
DWI SULISWANTO
121402053

DII KEPERAWATAN
STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN 2014-215
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

1. Kasus ( Masalah Utama )


Perilaku Kekerasan
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuar dan
Sundeen, 1995)
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz dalam Harnawati, 1993)
Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “ Marah
adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan
yang harus dicapai terhambat”.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana
seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007)
b. Rentang Respon

Respon Adaptif Respons Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keterangan:
 Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
 Frustasi :individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternative
 Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
 Agresif : perilaku yang menyertai marah
 Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
control

c. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang factor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
 Teori biologic
Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai
berikut:
a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. System limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter ( epinefrin,
norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin ) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotonin dan GABA ( 6 dan 7 ) pada cairan serebrospinal
merupakan factor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak
criminal ( narapidana )
d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
( epilepsi lobus temporal ) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
 Teori psikologik
a. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
diperlajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik
 Teori sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
d. Stressor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.
 Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,
menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain.
 Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai,
krisis, dan lain-lain.
Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:
 Kesulitan kondisi sosial ekonomi
 Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu
 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang
yang dewasa
 Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisocial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi rasa frustasi
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga
e. Sumber Koping
 Kemampuan personal
Kemampuan klien dalam meredam rasa marah dengan perilaku asertif
atau tidak asertif
 Dukungan sosial
Dukungan dari keluarga ,orang terdekat dimana komunikasi tidak lagi
efektif
 Keyakinan positif
Bagaimana klien memahami dan meyakini dengan keyakinan yang
dimiliki dalam mengatur kemarahannya tetapi kebanyakan klien tidak
memiliki keyakinan positif yang adekuat
f. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah
 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang
dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut
tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga
diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan
memunculkan halunasi berupa suara-suara atau bayangan yang
meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat
berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan).Selain diakibatkan oleh
berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan
klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena
dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif)
3. Pohon Masalah

Resiko Tinggi Menciderai Diri Sendiri /


Lingkungan / Orang Lain

Perilaku Kekerasan

Gangguan Konsep Diri


Harga Diri Rendah

4. Data yang Perlu di Kaji dan Masalah Keperawatan


A. Tanda Dan Gejala
Subjektif:
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut
 Klien meremehkan

Objektif:
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras
B. Masalah Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Resiko Tinggi Menciderai Diri Sendiri / Lingkungan / Orang Lain
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
5. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Resiko Tinggi Menciderai Diri Sendiri / Lingkungan / Orang Lain
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
6. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
TUM : Klien tidak melakukan tindakan kekerasan
TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang di
lakukan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah di
lakukannya
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
8. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan
9. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah di tetapkan

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang. RSJP


Dr.Amina : Gondo Utama

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/LP-perilaku-kekerasan diakses pada Senin 06 Juni 2011

Keliat, BA. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Materi Kuliah Keperawatan Jiwa Akademi Keperawatan Pamenang Pare Kediri

Stuard G. W dan L.J Sundeen. 1991. Principles and Practice of Phsychiatric


Nursing. St. Louis : Mosby Year Book

Tim Direktorat Keswa. 2001. Standart Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi I.


Bandung : RSJP Bandung
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1-2
TANGGAL ....... s/d ......

A.PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien sesekali marah, pandangan mata tajam, wajah merah dan tegang,
mengomel sendiri
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang di
lakukan
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan :
 Beri salam setiap berinteraksi
 Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat
berkenalan
 Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
 Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi
 Tanyakan perasaan dan masalah yang di hadapi klien
 Buat kontak interaksi dengan jelas
 Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan kemarahannya :
 Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkel
 Dengarkan tanpa menyela atau member penilaian setiap ungkapan
perasaan klien

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi Mas, perkenalkan nama saya windy mahasiswa akper
pamenang, saya akan merawat Mas hari ini. Nama Mas siapa, senangnya
dipanggil apa? ”
( mengulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka ).
b. Evaluasi / Validasi :
“ Mas bagaimana kabarnya hari ini??? ”
“ OOOooo.. begitu ya..”
“ Saya perhatikan mas murung, bisa kita berbincang-bincang sekarang
tentang apa yang menyebabkan mas murung?? ”
( memberikan sentuhan dengan perlahan serta menunjukkan sikap
empati ).
c. Kontrak : Topik, Waktu dan Tempat
 Topic
“ Mas mau berbincang-bincang sebentar dengan saya tentang
bagaimana cara membina hubungan saling percaya dengan perawat ” .
Dan membicarakan mengenai penyabab rasa marah yang mas
rasakan sekarang”
 Waktu
“ kalau mas bersedia, mas ingin berbincang-bincang berapa lama? 10
menit? 15 menit? Atau 20 menit? O.. jadi mas ingin berbincang-
bincang selama 10 menit dengan saya. Iya betul mas? ”
 Tempat
“ Baiklah kalau begitu, mas ingin kita ngobrol dimana? Di sini, di
taman atau mungkin ada tempat favorit mas? ”
2. KERJA
“Apa yang mas rasakan saat ini? ”
Sekarang mas bisa mulai menceritakan apa yang menyebabkan mas marah.
( Dengarkan ungkapan penyebab kemarahan klien dan tetap bersikap empati
selama klien mengungkapkan penyebab kemarahannya, selain itu lakukan
observasi terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditunjukkan selama
klien mengungkapkan perasaan marahnya ).
“ Bagaimana menurut mas dengan tindakan tersebut? ”
“ Baiklah mas, untuk sementara waktu mas boleh menyendiri di ruangan
ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar mas lebih aman dan tenang,
karena jika dalam kondisi kesal mas tetap di luar, dikhawatirkan mas akan
mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjatuh atau terluka.”
( Melakukan isolasi pada klien di ruangan yang aman ).
“ mas akan keluar dari ruangan ini sampai kondisi mas lebih tenang dan jika
mas perlu sesuatu, saya ada di ruangan depan dan saya siap membantu mas
kapan saja.”
3. TERMINASI
a. Evaluasi
Subyektif
“ Sementara itu dulu yang kita bicarakan hari ini, saya sangat senang karena
mas sudah mau diajak berbincang-bincang, bagaimana perasaan ibu setelah
ngobrol-ngobrol tadi?”

Obyektif
Sekarang coba mas apakah masih ingat dengan nama saya dan nama
panggilan saya?”
“Apakah mas bisa menceritakan kembali tentang penyebab marah yang ibu
rasakan ?”

b. RTL (Rencana Tindak Lanjut)


“ Sesuai dengan kontrak kita di awal,diskusi kita sudahi sampai disini, saya
berharap ibu bisa menyapa saya atau orang disekitar ibu bila bertemu dan bila ibu
merasa akan marah ibu bisa mengungkapkannya pada saya

c. Kontrak waktu yang akan datang


Topik : “ Baik mas kita sudah selesai berbincang-bincangnya, besok saya akan
menemui mas kembali untuk melihat perkembangan kondisi mas dan sekaligus
membicarakan tentang tanda – tanda bila mas ingin meluapkan rasa marah”
Waktu : “ mas mau jam berapa kita ketemunya? Baik jam 10.00 ya mas , sesuai
kesepakatan kita.
Tempat: Tempatnya di mana mas ingin ngobrol? “
“ baik kita sudah selesai,saya permisi dulu”

Anda mungkin juga menyukai