Anda di halaman 1dari 77

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Citra tubuh adalah sikap individu yang disadari atau tidak disadari terhadap

tubuhnya termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi,

penampilan dan potensi. Citra tubuh merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta

persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2014).

Kecendrungan meningkatnya angka masalah psikososial seperti gangguan citra

tubuh menunjukan kondisi yang serius untuk mendapatkan perhatian agar tidak

berkembang ke arah gangguan jiwa berat dan membutuhkan pelayanan yang tepat.

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144

menyatakan upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat

menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan

lain yang dapat menganggu kesehatan jiwa.

Pelayanan keperawatan jiwa tidak hanya ditujukan pada klien dengan gangguan

jiwa saja tetapi juga diberikan pada klien yang mengalami masalah psikososial, ditujukan

pada semua orang dan lapisan masyarakat sehingga tercapai hidup sehat mental dan

harmonis. Untuk menangani masalah tersebut di perlukan peran tenaga kesehatan

khususnya perawat kesehatan jiwa, dengan cara melibatkan peran serta masyarakat untuk

menangani masalah tersebut.

Diabetes adalah penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis terus-

menerus dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik (ADA,

2016).
1
Berdasar data IDF 2014, saat ini diperkiraan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis

sebagai penyandang DM. Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di

dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati

peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM (Perkeni 2015).

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengatakan bahwa penderita

diabetes melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun di Indonesia meningkat pada tahun 2018

dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013. Hasil rikesdas tahun 2018 menyatakan

bahwa sejak tahun 2013, prevalensi diabetes melitus naik sebesar 1,6 persen dari 6,9

persen menjadi 8,5 persen . Hanya satu provinsi di Indonesia yang terlihat ada

kecenderungan menurunnya prevalensi DM, yaitu Nusa Tenggara Timur, sedangkan 34

provinsi lainnya di Indonesia menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti

salah satunya adalah Sulawesi Utara.

Di Sulawesi Utara kasus diabetes melitus terletak pada urutan ke 4 dengan

prevalensi 2.0 %. Sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur terdapat 766 kasus

Diabetes Melitus di tahun 2018 meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar 700

kasus (Laporan Bulanan Dinas Kesehatan Kab. BOL-TIM). Sedangkan di wilayah kerja

Puskesmas Kotabunan di tahun 2018 terdapat 15 kasus diabetes mellitus (Profil

Puskesmas Kotabuan tahun 2018).

Ulkus Diabetikum merupakan komplikasi yang paling ditakuti pasien diabetes

mellitus karena berkurangnya suplay darah ke jaringan tersebut menyebabkan kematian

jaringan dan diperparah dengan infeksi bakteri yang dapat menyebabkan amputasi bahkan

berdampak luas karena dapat menyebabkan kematian, morbiditas, peningkatan biaya

perawatan, dan penurunan kualitas hidup. Insiden luka diabetes pada pasien diabetes
2
mellitus yaitu 1-4% dan 10-30 kali lipat ulkus kaki menyebabkan risiko amputasi (ujung

kaki, kaki maupun tungkai bawah). Diperkirakan setiap tahunnya satu juta pasien yang

menderita ulkus diabetik menjalani amputasi ekstremitas bawah (85%) dan angka

kematian yaitu 15-40% setiap tahunnya serta 39-80% setiap 5 tahunnya (Bilous &

Donelly, 2015).

Masalah kesehatan yang berdampak pada kehilangan fungsi tubuh, penurunan

toleransi aktivitas dan kesulitan dalam penanganan penyakit kronis sepeti ulkus

diabetikum inilah yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada konsep diri individu

khususnya harga diri sehingga dapat menimbulkan perasaan bersalah atau menyalahkan,

perilaku menyendiri, atau menghindar dari interaksi sosial yang akan berdampak pada

proses penyembuhan bahkan memperparah prognosis (Bilous & Donelly, 2015).

Dari survey awal dan pertimbangan serta pemikiran tersebut diatas, penulis merasa

tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif yang didasari ilmu dan

kiat keperawatan untuk memperoleh hasil yang optimal yang didokumentasikan dalam

suatu laporan studi kasus yang berjudul: “Asuhan Keperawatan Dengan Masalah

Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Pasien Luka Diabetes Melitus Di Puskesmas

Kotabunan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data-data dan fenomena yang tercantum dilatar belakang maka dapat

dirumuskan masalah bagaimanakah aplikasi “Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Masalah Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Pasien Dengan Luka Diabetes Melitus

Di Puskesmas Kotabunan?”

3
C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menerapkan proses keperawatan kesehatan jiwa pada penderita diabetes melitus yang

mengalami masalah psikososial gangguan citra tubuh di Puskesmas Kotabunan.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian masalah psikososial gangguan citra tubuh pada pasien luka

diabetes mellitus.

b. Merumuskan diagnosa berdasarkan pohon masalah pada pasien luka diabetes

melitus dengan gangguan citra tubuh.

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien luka diabetes melitus dengan

masalah psikososial gangguan citra tubuh.

d. Mengimplementasikan tindakan keperawatan pada pasien luka diabetes mellitus

dengan masalah psikososial gangguan citra tubuh.

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan SOAP

pada pasien luka diabetes melitus dengan masalah psikososial gangguan citra

tubuh.

f. Mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek.

D. Manfaat Penulisan

1. Pasien

Manfaat penulisan karya ilmiah bagi pasien dan keluarga yaitu supaya pasien dan

keluarga dapat mengetahui gambaran umum tentang masalah psikososial gangguan

citra tubuh beserta perawatan yang benar bagi pasien, agar penderita mendapat

perawatan yang tepat dalam keluarganya.


4
2. Puskesmas

Hasil penerapan asuhan keperawatan kesehatan jiwa dengan masalah psikososial

gangguan citra tubuh khususnya pada pasien diabetes mellitus merupakan hal yang

baru di fasilitas pelayanan tingkat pertama.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan, khususnya

studi kasus tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial

gangguan citra tubuh dengan luka diabetes mellitus.

5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian

Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu self schema. Istilah

dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya

sendiri dan sesuatu keselurhan proses psikologi yang menguasai tingkah laku dan

penyesuaian diri. Konsep diri merupakan pandangan terhadap sikap dan perilaku

terhadap diri sendiri. Pengetahuan tentang diri sendiri ini juga termasuk pengetahuan

tentang semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang dapat berhubungan dengan

orang lain.

Konsep diri adalah faktor yang penting karena konsep diri sangat menentukan

dalam komunikasi antar pribadi seorang individu. Konsep diri dapat mempengaruhi

kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri terdiri dari dua macam yaitu konsep diri

yang negatif dan konsep diri yang positif. Contoh konsep diri yang negatif itu seperti

peka pada kritik, responsif pada pujian, hiperkritis, cenderung tidak merasa disenangi

orang lain, dan bersikap pesimistis. Sedangkan konsep diri yang positif itu seperti yakin

akan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi masalah, merasa setara dengan orang

lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan perilaku tidak selalu

disetujui orang lain, dan mampu memperbaiki diri (Nurrofiq, 2012).

6
Kartini Kartono (2008), dalam kamus psikologinya menuliskan bahwa konsep diri

merupakan keseluruhan yang dirasa dan diyakini benar oleh seseorang mengenai

dirinya sendiri sebagai individu, ego dan hal-hal yang dilibatkan di dalamnya.

Dari pengertian-pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa konsep diri

adalah pengetahuan individu tentang diri sendiri dan hal ini akan mempengaruhi

individu itu saat melakukan interaksi dengan orang lain.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri tidak berkembang begitu saja. Berkembangnya konsepsi diri tentu saja

dikarenakan beberapa faktor.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya konsep diri pada

seseorang. (Nurrofiq, 2012). Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:

a. Teori Perkembangan

Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses

pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Konsep aliran sosiologi tentang

pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi, yaitu proses

perubahan dari sifat awal yang asosial atau juga sosial, kemudian secara bertahap

disosialisasikan (Jauhar, 2014). Ketika seseorang lahir, konsep diri belum ada

dalam dirinya, namun konsep diri itu berkembang secara bertahap. Seperti seorang

anak mulai mengenal dan bisa membedakan dirinya dengan orang lain (Jauhar,

2014).

b. Significant Other (Orang Terdekat/Orang Penting bagi Seseorang)

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa terlepas dari orang lain. Ia

akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebutlah yang


7
mempengaruhi bagaimana konsep diri seseorang. Naluri manusia untuk selalu

hidup dan berhubungan dengan orang lain dan oleh karena itu, manusia disebut

sebagai makhluk sosial (Jauhar, 2014). Konsep diri dipelajari melalui kontak dan

pengalaman dengan orang lain. Konsep diri tersebut dipelajari melalui cermin

orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan inteprestasi diri pandangan

orang lain terhadap diri.

c. Self Perception (Persepsi Diri)

Self Perception (Persepsi Diri) adalah persepsi dan penilaian seorang individu

terhadap dirinya, terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri bisa

dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep

diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu

dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari

kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.

Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan seorang individu

dan sosial yang terganggu. (Nurrofiq, 2012). Dari sebuah pengalaman, individu

tersebut mempelajarinya sehingga bisa mempengaruhi atau bahkan memperkuat

konsep dirinya.

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Secara umum konsep diri dirumuskan dalam aspek atau dimensi yang berbeda-

beda bergantung pada sudut pandang masing-masing ahli.

Syamsul Bachri Thalib (2013), menyatakan bahwa aspek aspek konsep diri

dibedakan menjadi konsep diri akademis dan konsep diri nonakademis. Konsep diri

non- akademis dibedakan lagi menjadi konsep diri sosial dan penampilan diri. Jadi,
8
pada dasarnya konsep diri mencakup aspek konsep diri akademis, konsep diri sosial

dan penampilan diri.

Ghufron dan Risnawati (2011) mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Indiviu di dalam

benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau

kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain-

lain.

b. Harapan

Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai suatu aspek pandangan tentang

dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan

dirinya menjadi apa di masa depan.

c. Penilaian

Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya

sendiri. Apakah bertentangan dengan 1) “Siapakah saya”, penghargaan bagi

individu; 2) Seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu.

B. Konsep Gangguan Citra Tubuh

1. Pengertian

Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan

dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis artinya dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup

keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan

9
atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai

tujuan tertentu (Hidayat, 2008).

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal

maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada

tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan

kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter, 2005).

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun

tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi dan

perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).

Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif tentang

penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan

ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku

menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual

menghindari kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan perawatan diri

dari sisa ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya reaksi

negatif ini dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk

meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).

2. Komponen Citra Tubuh

Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen citra tubuh. Salah

satunya adalah Cash (2002) yang mengemukakan adanya lima komponen citra tubuh,

yaitu :

10
a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu

mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak

menarik, memuaskan atau tidak memuaskan.

b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap

penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan

meningkatkan penampilan dirinya.

c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan

individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara,

tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang,

perut), dan keseluruhan tubuh.

d. Overweight Preocupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu kecemasan

menjadi gemuk, kewaspadaan individu terhadap berat badan, melakukan

dietketat, dan membatasi pola makan.

e. Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan

penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan

sampai kelebihan berat badan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.

Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai

efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari

konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra

tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi

dan pandangan orang lain Potter & Perry (2005).


11
Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek

psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur

bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa

cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif

perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai

efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain

dari konsep diri Potter & Perry (2005).

C. Konsep Luka Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita diabetes, dimana

terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali.

Kelainan kaki diabetes mellitus dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah,

gangguan persyarafan dan adanya infeksi (Tambunan, 2007 dalam Maryunani, 2013).

Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau

jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri

pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses

inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau

terbakar), proses degenerative (arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes

melitus). (Taber, 1990 dalam Maryunani, 2013).

2. Proses Terjadinya Luka Diabetes Mellitus

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus selama

bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah

12
sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes

melitus (Maryunani, 2013).

Menurut Maryunani (2013). Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara umum

yaitu:

a. Neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes melitus

karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa merusak urat syaraf penderita

dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila

penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa Gejala- gejala neuropati

meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit semua

terutama malam hari (Maryunani, 2013).

b. Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita

diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai,

maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang

merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi,

oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh,

(Maryunani, 2013).

3. Klasifikasi Luka

Menurut Ekaputra (2013), klasifikasi luka diabetes mellitus dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu:
13
a. Berdasarkan kedalaman jaringan

1) Partial Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis dan dermis.

2) Full Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis, dermis dan

subcutaneous. Termasuk mengenai otot, tendon dan tulang

(Ekaputra, 2013).

b. Berdasarkan waktu dan lamanya

1) Akut

Luka baru, terjadi mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang

diperkirakan (Moreau, 2003 dalam Ekaputra, 2013). Luka akut merupakan luka

trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh

dengan baik bila tidak terjadi komplikasi (Ekaputra, 2013).

2) Kronik

Luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren), terjadi

gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah

multifaktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu

yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi

untuk timbul kembali (Moreau, 2003 dalam Ekaputra, 2013).

4. Derajat/ Grade Wagner untuk luka diabetes mellitus

a. Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas atau selulitis

(dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati).

b. Derajat 1= luka superficial terbatas pada kulit.

14
c. Derajat 2= luka dalam sampai menembus tendon, atau tulan.

d. Derajat 3= luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis persendian.

e. Derajat 4= Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit ( dengan kata lain :

gangren jari kaki atau tanpa selulitis).

f. Derajat 5= Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. (Muryunani,

2013).

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

Menurut Ekaputra (2013) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses

penyembuhan lika diabetes mellitus sebagai berikut:

a. Faktor Umum

1) Perfusi dan oksigenasi jaringan

Proses penyembuhan luka tergantung suplai oksigen. Oksigen merupakan

kritikal untuk leukosit dalam menghancurkan bakteri dan untuk fibroblast

dalam menstimulasi sintesis kolagen. Selain itu kekurangan oksingen dapat

menghambat aktifitas fagositosis. Dalam keadaan anemia dimana terjadi

penurunan oksigen jaringan maka akan menghambat proses penyembuhan

luka (Ekaputra, 2013).

2) Status nutrisi

Kadar serum albumin rendah akan menurunkan difusi (penyebaran) dan

membatasi kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri. Oksigen rendah

pada tingkat kapiler membatasi profilerasi jaringan granulasi yang sehat.

15
Defisiensi zat besi dapat melambatkan kecepatan epitelisasi dan menurunkan

kekuatan luka dan kolagen. Jumlah vitamin A dan C zat besi dan tembaga

yang memadai diperlukan untuk pembentukan kolagen yang efektif. Sintesis

kolagen juga tergantung pada asupan protein, karbohidrat dan lemak yang

tepat.

Penyembuhan luka membutuhkan dua kali lipat kebutuhan protein dan

karbohidrat dari biasanya untuk segala usia. Diet seimbang mengandung

bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk perbaikan luka seperti asam amino (

daging, ikan dan susu), energi sel (biji bijian, gula, madu, buah-buahan dan

sayuran), vitamin C ( buah kiwi, strawberry, dan tomat), vitamin A ( hati, telur,

buah berwarna hijau cerah, dan sayur-sayuran), Vitamin B ( kacang, daging

dan ikan), zinc (makanan laut, jamur, kacang kedelai, bunga matahari), bahan

mineral (makanan laut dan kacang dari biji-bijian), air (Ekaputra, 2013).

3) Stress fisik dan psikologis

Stres, cemas dan depresi telah dibuktikan dapat mengurangi efisiensi dari

sistem imun sehingga dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Suatu sikap

positif untuk memberikan penyembuhan oleh tiap pasien dan perawat dapat

mempengaruhi dalam meningkatkan penyembuhan luka (Ekaputra, 2013).

4) Gangguan sensasi atau gerak

Gangguan aliran darah yang disebabkan oleh tekanan dan gesekan benda

asing pada pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan jaringan mati pada

tingkat lokal. Gerakan/mobilisasi diperlukan untuk membantu sistem

16
sirkulasi, khususnya pembuluh darah vena pada ekstremitas bawah (Ekaputra,

2013).

b. Faktor lokal

1) Praktek manajemen luka

Tidak sesuainya penanganan luka secara umum dapat mempengaruhi

penyembuhan, untuk mencengah dan mengidentifikasi masalah tersebut,

fisiologi penyembuhan luka harus dipahami sebagai kebutuhan dari proses

penyembuhan tersebut. Pengetahuan beberapa jenis atau kategori dari produk

perawatan luka dan bentuk pemberian pelayanan mereka merupakan sesuatu

yang penting. Luka harus dilakukan dalam sebuah metode dengan

mempertimbangkan suatu keadaan dari jaringan luka tersebut. Luka, pasien/

personal dan kebersihan lingkungan harus lebih optimal, untuk mengurangi

resiko terjadinya infeksi silang (Ekaputra, 2013).

2) Hidrasi luka

Penanganan luka secara tradisional didukung dengan keadaan lingkungan

luka yang kering, karena berdasarkan keyakinan bahwa luka kering akan

mencengah infeksi. Keadaan luka kering akan menghambat migrasi sel epitel.

Sebuah luka dengan lingkungan yang lembab membantu pertumbuhan sel untuk

mempertahankan dasar luka yang baik dan membantu proses migrasi

permukaan luka. Sebuah lingkungan yang lembab akan membantu autolitik

debridement. Nyeri pada luka berkurang jika persyarafan tetap dalam keadaan

lembab (Ekaputra, 2013).

3) Temperatur luka
17
Dalam studi tentang efek temperatur pada penyembuhan luka, Lock (1979)

mendemonstrasikan bahwa sebuah temperatur yang konstan kira-kira 37⁰C

mempunyai dampak yang signifikan yaitu peningkatan 108% pada aktifitas

mitotik pada luka. Dengan demikian jika penyembuhan ingin ditingkatkan,

temperatur luka harus dipertahankan. Seringnya luka tanpa dressing dan

penggunaan larutan dingin perlu dipertanyakan. Dressing yang mengurangi

proses penggantian dan mempertahankan kelembapan lebih kondusif dalam

proses penyembuhan (Ekaputra, 2013).

4) Tekanan dan gesekan

Kapiler merupakan sel yang sangat tipis. Penekanan pada arteri dan kapiler

dengan tekanan 30 mmhg dengan penekanan terus-menerus dapat menurunkan

aliran ke akhir venous. Jika penyumbatan pembuluh darah terjadi, hipoksia

jaringan dan menyebabkan kematian. Tekanan, gesekan dan shearing

merupakan akibat dari aktifitas atau tanpa aktifitas, retraksi kantong atau

pakaian, abrasi atau tekanan dari dressing luka. Perlindungan luka merupakan

sesuatu yang utama untuk meningkatkan vaskularisasi dan penyembuhan

(Ekaputra, 2013).

5) Adanya benda asing

Beberapa benda asing pada luka dapat menghambat penyembuhan. Secara

umum benda asing yang ditemukan diluka adalah debris luka, jahitan,

lingkungan debris (misalnya kotoran, rambut dan glass), debris produk dressing

(misalnya benang, serat kasa), infeksi. Semua luka tersebut akan menghambat
18
penyembuhan dan perlu diperhatikan adanya benda asing dan sinar-X mungkin

dibutuhkan. Pembersihan luka secara hati-hati, dan cairan yang dingunakan

untuk membersihkan harus non toksis, misalnya normal salin (Ekaputra, 2013).

6) Infeksi

Semua luka terkontaminasi, tetapi tidak mengakibatkan terjadinya sepsis.

Adanya bakteri sebagai bagian dari suatu flora dari kulit, dan organisme pindah

ke dalam luka dari sekitar kulit. Secara sehat individu hidup dalam harmoni

dengan jumlah besar bakteri. Flora kulit kering rata-rata 10 sampai 1000 bakteri

per gram tiap jaringan dengan mengalami peningkatan secara dramatis dalam

bakteri dari jaringan lembab, saliva atau feses. Tempat flora kulit akan

berkoloni dengan luka yang menempati seluruh permukaan kulit. Sebuah luka

dikatakan infeksi jika adanya tingkat pertumbuhan bakteri 100.000 organisme

per gram dari jaringan. Infeksi pada luka menghasilkan jaringan kurang sehat

atau devital. Luka infeksi kemungkinan menyebabkan infeksi sistemik, yang

tidak hanya berdampak pada proses penyembuhan tetapi dapat juga pada

kondisi pengobatan (Ekaputra, 2013).

D. Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Psikososial

Gangguan Citra Tubuh Pasien Luka Diabetes Mellitus.

1. Pengkajian

Untuk mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

citra tubuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengkajian.

Pengkajian pada pasien gangguan citra tubuh dilakukan dengan cara wawancara

dan observasi.
19
Menurut Nurhalimah (2016), hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan

pengkajian adalah sebagai berikut:

a. Data obyektif yaitu data yang dapat diobservasi seperti :

1) Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi,

2) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu,

3) Menolak melihat bagian tubuh,

4) Menolak menyentuh bagian tubuh,

5) Aktifitas social menurun.

b. Data Subyektif :

Data subyektif adalah data yang didapat dari hasil wawancara, pasien dengan

gangguan citra tubuh biasanya mengungkapkan:

1) Penolakkan terhadap :

(a) Perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan luka dibetes

yang diderita.

(b) Anggota tubuhnya yang tidak berfungsi, seperti terjadi kelemahan akibat

luka dibetes mellitus.

(c) Interaksi dengan orang lain, rasa malu yang dalami akibat bau yang

ditimbulkan eleh luka diabetes mellitus.

2) Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan,

3) Keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu,

4) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi,

20
5) Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

2. Diagnose Keperawatan

Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Penyakit Fisik

Gambar 1.1 : Pohon Masalah Gangguan Citra Tubuh

Sehingga diangnose keperawatan yang mungkin muncul yaitu:

a. Gangguan citra Tubuh.

b. Harga diri rendah.

c. Penyakit Fisik.

3. Perencanaan

Menurut Muhamad Suhron (2017), perencanaan keperawatan adalah penyusunan

rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan

pasien.

a. Tujuan Umum

Kepercayaan diri klien kembali normal


b. Tujuan khusus

1) Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .

2) Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).

3) Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.

21
4) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

c. Kriteria evaluasi

1) Pasien menyebutkan minimal dua aspek positif tubuhnya.

2) Pasien dapat menyebutkan dua aspek positif intelektulnya

3) Pasien dapat menjelaskan masalah yang dihadapinya.

4) Pasien dapat memutuskan rencana kegiatan yang akan dilakukan dirumah.

5) Pasien dapat mendemontrasikan kembali kegiatan yang dicontohkan.

6) Pasien dapat memanfaatkan sarana/fasilitas kesehatan.

4. Pelaksanaan

Menurut Nurhalimah (2016), agar tujuan pemberian asuhan keperawatan pasien

gangguan citra tubuh berhasil, maka tindakan keperawatan yang dilakukan adalah:

a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini. Perasaan

tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya saat ini.

b. Motivasi Pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan perawat untuk

melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap.

c. Diskusikan aspek positif diri.

d. Bantu Pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu (misalnya

menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi).

e. Ajarkan Pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara:

22
1) Motivasi Pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukkan

tubuh yang ideal.

2) Gunakan protese, wig (rambut palsu), kosmetik atau yang lainnya sesegera

mungkin, gunakan pakaian yang baru.

3) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.

4) Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.

f. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara:

1) Susun jadwal kegiatan sehari-hari.

2) Motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas

keluarga dan sosial.

3) Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau mempunyai

peran penting baginya.

4) Berikan pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.

g. Tindakan terhadap keluarga

1) Tujuan umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan

diri klien.

2) Tujuan khusus :

(a) Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh.

(b) Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh .

(c) Keluarga mengetahui cara mengatasi.masalah gangguan citra tubuh

(d) Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh.

(e) Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian

atas keberhasilannya.
23
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan:

(1) Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi

pada pasien.

(2) Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.

(3) Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.

(4) Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.

(5) Menfasilitasi interaksi dirumah.

(6) Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.

(7) Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

5. Evaluasi

Menurut Nurhalimah (2016), Setelah melakukan tindakan keperawatan. Langkah

selanjutnya adalah melakukan evaluasi keperawatan. Keberhasilan tindakan

keperawatan pada pasien dengan gangguan citra tubuh tampak dari kemampuan pasien

untuk:

a. Mengungkapkan persepsi tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini.

b. Mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra

tubuhnya saat ini.

c. Meminta bantuan keluarga dan perawat untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh

secara bertahap.

d. Mendiskusikan aspek positif diri.

e. Pasien meminta untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.

24
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

desain studi kasus, yaitu penulis ingin menggambarkan studi kasus tentang asuhan

keperawatan pada pasien luka diabetes melitus dengan masalah psikososial gangguan citra

tubuh (Nursalam, 2008).

B. Subyek Studi Kasus

Untuk penelitian studi kasus tidak dikenal populasi dan sampel, tetapi lebih

mengarah kepada istilah subyek studi kasus, karena itu yang menjadi subyek penelitian

adalah pasien yang diamati secara mendalam (Nursalam, 2008).


25
Pada subyek studi kasus perlu dirumuskan dengan kriteria inklusi dan eksklusi

(Nursalam, 2008):

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum pada subyek penelitian suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008) Kriteria inklusi dari

penelitian ini yaitu:

a. Pasien diabetes melitus dengan luka diabetikum yang bersedia untuk dijadikan

responden.

b. Pasien DM dengan luka diabetukum yang mengalami gangguan citra tubuh.

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria

eksklusi dari penelitian ini yaitu:

a. Pasien DM dengan komplikasi, misalnya Stroke dan Serangan Jantung.

b. Pasien yang tidak dapat diajak berkomunikasi.

c. Pasien yang tidak kooperatif.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

1. Gangguan citra tubuh merupakan evaluasi dari pengalaman subyektif individu tentang

penampilan fisik, perasaan mengenai kemampuan tubuh, dan pengalaman tentang

kesehatan dan penyakit.


26
2. Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan

mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada

bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti.

D. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian studi kasus ini dilakukan di Puskesmas Kotabunan Kec. Kotabunan

Kab. Bolaang Mongondow Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei 2019.

E. Pengumpulan Data Dan Penyajian Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,

2011). Dalam studi kasus ini mengunakan metode pegumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-

dahulu- keluarga dll, dengan menggunakan lembar pengkajian. Dalam mencari

informasi peneliti melakukan 2 jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang

dilakukan dengan subyek (Klien) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga

klien).

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Observasi adalah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk

menyadari adanya rangsangan. Pengamatan dapat dilakukan dengan seluruh alat indra,

tidak terbatas dengan apa yang dilihat (Sugiono, 2013). Beberapa informasi yang
27
diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,

perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan peneliti melakukan

observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk

menjawab pertanyaan, untuk membantu, mengerti prilaku manusia dan untuk evaluasi

yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap

pengukuran tersebut.

Observasi ini menggunakan observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data

yang digunakan untuk menghimpun data studi kasus melalui pengamatan. Pemeriksaan

pada studi kasus ini dengan pendekatan komunikasi terapeutik pada klien.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan kegiatan mencari data atau variable dari sumber berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain

sebagainya. Yang diamati dalam studi dokumntasi adalah benda mati. Dalam studi

kasus ini mengunakan studi dokumntasi berupa catatan hasil dari pemeriksaaan

diagnostik dan data lain yang relevan.

Penyajian data

Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk tekstural yaitu penyajian data

berupa tulisan atau narasi dan hanya dipakai untuk data yang jumlahnya kecil serta

memerlukan kesimpulan yang sederhana dapat disertai cuplikan ungkapan verbal dari

subyek penelitian yang merupakan data pendukung. (Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini data disajikan secara tekstural yaitu data hasil penelitian

disajikan dalam bentuk uraian kalimat.

F. Etika Penulisan
28
Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian)

dan masyarakat yang akan akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut

(Notoatmodjo, 2010).

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat rekomendasi

dari institusi untuk mengajukan permohon ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian.

Menurut Hidayat (2008), dalam melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah

etika yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan (informed consent) merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar

persetejuan tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan. Tujuan lembar

persetujuan adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak

pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam lembar persetujuan tersebut antara

lain: partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,

komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,

informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain (Hidayat, 2008).

2. Tanpa Nama (Anonimity) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan (Hidayat, 2008). Untuk menjaga kerahasiaan pada lembar yang telah diisi
29
oleh responden, penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap, responden cukup

mencantumkan nama inisial saja.

3. Kerahasiaan (Confidentiality) Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikampulkan dijamin kerahasiaannya oleh penulis, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008). Peneliti

menjelaskan bahwa data yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaanya

oleh penulis.

30
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Psikososial Gangguan Citra


Tubuh Pada Klien Luka Dibetes Mellitus Di Puskesmas Kotabunan
Tanggal 9 Mei 2019 Sampai Dengan 14 Mei 2019.

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Nama pasien : Ny S.W

Umur : 48 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Kawin

Orang yang paling berarti : Suami

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendididkan : Tamat SMA

Tanggal masuk : -

Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2019

Diagnose Medik : Diabetes mellitus tipe II dengan luka di kaki

Penampilan : Tampak rapi

1) Kesadaran : Composmentis

2) Struktur tubuh : Sedikit membongkok

3) Tanda-tanda vital : TD :140/90

Nadi : 88x/m

Respirasi : 24x/m

Suhu badan : 36 ̊ C

31
b. Persepsi dan harapan

1) Pasien

Klien mengatakan merasa malu, kecewa dan capek dengan kondisi saat ini dan

klien tahu bahwa luka dikakinya tidak akan sembuh dengan cepat, klien juga

mengatakan terganggu dengan sakitnya sekarang sehingga klien tidak bisa

beraktifitas. Harapannya agar penyakit dan luka dikaki agar cepat sembuh.

2) Keluarga

Keluarga khususnya suami merasa bahwa penyakit istrinya masih dapat

disembuhkan dengan berobat secara teratur dan meminum obat yang diberikan

oleh dokter sesuai dengan petunjuk dan teratur dalam pemakaiannya.

Masalah keperawatan : gangguan citra tubuh

c. Status mental

1) Emosi

Pada saat dilakukan wawancara pasien tampak sedih dan mengatakan bahwa

apabila luka di kaki tidak sembuh-sembuh kemungkinan biyaya yang akan

dikeluarkan akan lebih banyak walaupun pasien mengatakan mempunyai

jaminan kesehatan.

2) Konsep diri

(a) Gambaran diri, klien mengatakan klien sadar bahwa luka dikakinya tidak

bisa di sembuhkan, namun klien mengatakan harus tetap berusaha untuk

menyembuhkan luka pada kakinya walaupun harus meminum obat seumur

hidup.

32
(b) Klien mengatakan paling suka dengan kaki sebelah kanan dengan kakinya

yang masih baik klien masih bisa berjalan walau menggunakan tongkat.

(c) Identitas, klien mengatakan klien sadar dan tahu bahwa klien seorang

perempuan sebagai ibu rumah tangga tetapi klien hanya bisa melakukan

aktivitas secara terbatas karena terdapat luka pada kakinya.

(d) Peran, klien mengatakan klien sebagai ibu rumah tangga, tetapi tidak bisa

menjadi ibu rumah tangga yang baik karena terbatas dengan kakinya, klien

juga mengatakan baik di masyarakat maupun dikelompok majelis taklim

tidak bisa lagi ikut dalam setiap kegiatan dikerenakan keterbatasan dengan

kakinya.

(e) Ideal diri, klien mengatakan klien harus bisa menjadi ibu rumah tangga yang

baik dan ingin cepat sembuh seperti sediakala.

(f) Harga diri, klien mengatakan pasrah dengan penyakitnya, hanya saja klien

mengatakan capek dengan kondisinya saat ini.

Masalah keperawatan : gangguan citra tubuh dan harga diri rendah.

3) Pola interaksi

Dari hasil observasi yang dilakukan saat wawancara paola interaksi pasien sangat

kooperatif dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan walaupun dengan

sedik terbata-bata.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah.

4) Gaya komunikasi

Gaya komunikasi klien sangat terbuka dan membicarakan semua yang menjadi

keluhannya.
33
Masalah keperawatan : tidak ada masalah.

d. Latar belakang status sosial budaya

1) Pekerjaan

Pasien mengatakan bahwa sebelum sakit pasien bekerja selain sebagai ibu rumah

tangga pasien juga membantu suami mencari nafkah dengan membuka warung

di depan rumahnya.

2) Hubungan sosial

Hubungan pasien dengan keluarga maupun tetangga sangat baik, terlihat dari

banyak tetangga yang berkunjung untuk menjenguk saat peneliti berkunjung.

3) Sosial budaya

(a) Suku

Klien berasal dari suku mongondow dan merupakan penduduk asli Bolaang

Monondow Timur, Kecamatan Kotabunan, Desa Kotabunan.

(b) Bahasa yang digunakan

Bahasa yang digunakan klien sehari-hari yaitu bahasa Indonesia.

(c) Pantangan

Pantangan makanan klien yaitu tidak boleh makan nasi yang terlalu banyak,

selain itu klien juga berpantang dengan makanan manis-manis.

(d) Kebiasaan budaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

Keluarga klien adalah penduduk asli Kabupaten Bolaang Mongondow

Timur desa Kotabunan. Kecamatan Kotabunan didalam keluarganya tidak

ada adat-istiadat maupun norma-norma yang berpengaruh negatif terhadap

upaya-upaya kesehatan yang dilakukan.


34
(e) Agama

Klien memeluk agama Islam, dan semenjak terdapat luka pada kaki klien

tidak lagi terlibat banyak dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dilingkungan

sekitarnya.

(f) Status sosial ekonomi keluarga

Semenjak terdapat luka pada kaki klien tidak lagi bekerja baik sebagai ibu

rumah tangga maupun menjaga warung di muka rumahnya, kebutuhan

sehari-hari di penuhi oleh suami dan anaknya.

(g) Aktifitas rekreasi

Semenjak sakit klien jarang untuk melakukan perjalanan untuk rekreasi,

waktu senggang klien dihabiskan dirumah saja seperti menonton TV dan

mendengarkan musik melalui handpone.

4) Gaya hidup

Klien menerapkan gaya hidup sehat, kepada anak-anaknya supaya anak-anaknya

tidak terkena penyakit seperti yang dialaminya.

Masalah keperawatan : penyakit fisik

e. Riwayat Keluarga

1) Genogram

35
Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

………….. : Tingal dalam satu rumah

Gambar 4.1 Genogram

2) Masalah keluarga dan krisis

Pada saat dilakukan pengkajian terhadap klien, klien mengatakan tidak ada

keluarga dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan yang mengalami

penyakit diabetes mellitus.

3) Interaksi dalam keluarga

Hubungan iteraksi klien dengan keluarga sangat baik, terlihat dari anak maupun

suaminya sangat memperhatikan klien dan merawat luka klien dengan baik.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

f. Pengkajian Fisik

1) Riwayat penyakit

Klien mengatakan bahwa penyakit DM yang diderita sudah sejak lama kurang

lebih 8 tahun, sejak 2 tahun terakhir ini baru terdapat luka yang sebelumnya

hanya luka kecil akibat terkena duri, setelah itu luka tidak kunjung sembuh

malah lebih membesar dan sudah di bawa ke puskesmas maupun ke rumah sakit

namun tidak ada perubahan.

2) Kebiasaan yang berhubungan dengan status kesehatan


36
Klien sudah meninggalkan kebiasaan minum kopi setiap pagi.

3) Merokok

Klien tidak merokok

4) Alkohol/obat-obatan

Klien tidak mengkosumsi alcohol

5) Istirahat dan tidur

Klien mengatakan sejak menderita penyakit diabetes mellitus susah untuk tidur.

6) Nutrisi

Klien hanya makan nasi ¼ piring di tambah makan ubi dan pisang.

7) Eliminasi

BAB 2 kali sehari tektur lembek, warna kuning.

BAK 9-10 kali sehari, warna putih.

8) Orientasi

Tabel 4.1 Tabel MMSE ( Mini Mental Status Exam )

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Pasien
1 Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar
Tahun : Benar
Musim : Benar
Tanggal : Salah
Hari : Salah
Bulan : Benar
2 Orientasi 5 5 Dimana Kita Berada Sekarang
Negara : Benar
Propinsi : Benar
Kabupaten : Benar
Panti : Benar
Wisma : benar

37
3 Regintrasi 3 3 Sebutkan 3 Nama Obyek : Klien
Bisa Menjawab ketiganya Denga
Benar
4 Perhatian 5 2 Meminta Klien Berhitung Mulai
Dan dari 100 Kemudian kurangi 7
Kalkulasi samap 5 Tingkat
93 : Benar
86 : Benar
79 : Salah
72 : Salah
65 : Salah
5 Mengingat 3 3 Ny S.W Mampu Mengulangi
Ketiga Obyek yang ditanyalkan
Tadi.
6 Bahasa 9 9 1. Ny S.W Mampu Menjawab
Semua Benda yang ditunjukan.
2. Ny S.W mampu
menjawab/Mengulangi Kata-
kata (Tidak ada dan, Jika,Atau
tetapi).
3. Ny S.W Mampu Mengikuti
Perintah Untuk Melipat kertas
yang terdiri dari tiga langkah.
4. Ny S.W Mampu
Membuat/Menyalin Kata-kata
yang ditulis.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah


9) Tingkat aktifitas

Table 4.2 Tabel test tingkat aktivitas

No Aspek Penilaian Keterangan Nilai


1 Berdiri dengan Postur Normal Dengan bantuan. 2
2 Berdiri dengan Postur Normal ( Mata Dengan bantuan. 2
tertutup
3 Berdiri dengan Satu kaki Dengan bantuan. 2
4 Berdiri Pleksi Turk,dan Berdiri keposisisi Dengan bantuan. 2
Netral
5 Berdiri, Lateral dan Fleksi Truk Dengan bantuan. 2
6 Berjalan, Tempatkan salah satu Tumit Dengan bantuan. 2
didepan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis Lurus Dengan bantuan. 2
38
8 Berjalan Mengikuti tanda gmbar pada Dengan bantuan. 2
lantai
9 Berjalan Mundur Dengan bantuan. 2
10 Berjalan Mengikuti Lingkaran Dengan bantuan. 2
11 Berjalan Dengan Tumit Dengan bantuan. 2
12 Berjalan Dengan Ujung kaki Dengan bantuan. 2
Jumlah Skor 24

Masalah keperawatan : mobilisai aktivitas terganngu

10) Tingkat energi

Kekuatan Otot : 555 555

444 444

Tremor : Tidak

Penggunaan alat bantu : ya

2. Analisa Data

Table 4.3 Tabel Analisa Data

Data Masalah

DS : Harga Diri Rendah


Klien mengatakan klien sebagai ibu
rumah tangga, tetapi tidak bisa menjadi
ibu rumah tangga yang baik karena
terbatas dengan kakinya,
DO:
Klien tampak sedih.
DS : Gangguan citra tubuh
Pasien mengatakan kadang-kadang
merasa malu, kecewa dan capek dengan
kondisi kakinya saat ini dan pasien tahu
bahwa luka dikakinya tidak akan sembuh
dengan cepat, klien juga mengatakan
terganggu dengan sakitnya sekarang
sehingga klien tidak bisa beraktifitas.
DO:
Klien tampak sedih sering menutupi luka
pada kakinya dengan kain.
39
DS: Penyakit fisik ( Luka DM )
1. Klien mengatakan tidak mampu lagi
menjalankan peranya sebagai ibu
rumah tangga.
2. Klien mengatakan sudah tidak lagi
mengikuti kegiatan kemasyarakatan
dan kelompok majelis taklim.
DO:
Klien tampak dibantu oleh suami dan
anaknya dalam setiap aktifitas.

3. Daftar Masalah

Dari analisa data pada table 4.5 dapat di tarik 3 masalah yang muncul yaitu:

a. Harga Diri Rendah Efek

b. Gangguan Citra Tubuh Core problem

c. Penyakit fisik ( Luka DM ) Causa

4. Diagnosa Keperawatan

Dari tabel 4.5 tabel analisa masalah dapat ditarik 3 diagnosa yaitu:

a. Gangguan citra tubuh

b. Harga diri rendah

c. Penyakit fisik ( Luka DM )Intervensi

5. Intervensi Keperawatan

Table 4.4 Tabel Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan


Tan No Diagnose
Tujuan Kriteria intervensi
ggal Dx Keperawatan
Evaluasi
9 1 Gangguan 1. Pasien dapat Kepercaya SP-1 Klien
Mei citra tubuh mengidentifikasi an diri Bina
2019 citra tubuhnya . klien Hubungan
2. Pasien dapat kembali saling Percaya
mengidentifikasi normal
SP- 2 Klien
40
potensi (aspek Diskusikan
positif). persepsi pasien
3. Pasien dapat tentang citra
melakukan cara tubuhnya
untuk
meningkatkan SP-3 Klien
citra tubuh. Ajarkan pasien
4. Pasien dapat meningkatkan
berinteraksi citra tubuh
dengan orang lain. dengan cara :
Motivasi
pasien untuk
melihat bagian
yang hilang
secara lengkap.

SP-4 Klien
Bantu pasien
untuk
meningkatkan
fungsi bagian
tubuh yang
terganggu.

SP-5 Klien
Diskusikan
potensi bagian
tubuh yang lain
Diskusikan
aspek positif
diri.

SP-6 Klien
Lakukan
interaksi secara
bertahap
dengan cara:
Motivasi untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari dan
terlibat dalam
aktivitas

41
keluarga dan
sosial.
9 2 Gangguan 1. Keluarga dapat Keluarga SP-1 Keluarga
Mei citra tubuh mengenal masalah dapat Jelaskan
2019 gangguan citra membantu dengan
tubuh. dalam keluarga
2. Keluarga meningkat tentang
mengetahui cara kan gangguan citra
mengatasi masalah kepercaya tubuh yang
gangguan citra an diri terjadi pada
tubuh. klien pasien.
3. Keluarga mampu
merawat pasien SP-2 Keluarga
gangguan citra Jelaskan
tubuh kepada
4. Keluarga mampu keluarga cara
mengevaluasi mengatasi
kemampuan pasien gangguan citra
dan memberikan tubuh.
pujian atas
keberhasilannya. SP-3 Keluarga
Ajarkan
kepada
keluarga cara
merawat
pasien.

SP-4 Keluarga
Sediakan
fasilitas untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien
dirumah.

SP-5 Keluarga
Fasilitasi
interaksi
dirumah.

SP-6 Keluarga
Laksanakan
kegiatan

42
dirumah dan
sosial.

6. Implementasi Keperawatan

Tabel 4.6 Tabel Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

Diagnose Implemtasi Keperawatan Evaluasi


Keperawatan
Gangguan citra SP-1 Klien Data subjektif :
tubuh Tanggal 9 mei 2019 pukul 08:30 Klien mengatakan
WITA merasa malu dengan
dirinya sendiri, karena
Membina hubunga saling percaya. sedang sakit sehingga
tidak bisa merawat anak-
Perawat : ”selamat pagi” anak dan membantu
perkenalkan nama saya Nofrita Rini suami untuk mencari
Loway panggil saja suster Rini dari nafkah tambahan.
Puskesmas Kotabunan, saya datang
untuk merawat ibu” namanya Data objektif:
siapa” ( sambil menjabat klien mau berjabat
tangan klien). tangan, klien mau duduk
didekat perawat, ada
Klien : ”saya Ibu S.W” kontak mata, ekpresi
wajah bersahabat,
Perawat : senang di panggil siapa
ibu? Assesment
Intervensi berhasil
Klien :” mama IL” Gangguan Citra Tubuh

Perawat: ”Bagaimana, kalau kita Planing


bercakap-cakap tentang perasaan Lanjutkan kontrak pada
terhadap luka di kaki kiri ibu. pertemuan berikutnya.

Klien : ”Diam”

43
Perawat : ”Bagaimana Kalau di
ruang tamu saja”

Klien :” menganguk”

Perawat : mau berapa lama

Klien : Diam

Perawat : bagaimana kalau 45


menit.

Klien : menganguk.

Perawat : “Baiklah mama IL, apa


keluhan yang Mama IL rasakan hari
ini?”

Klien : ”Saya merasa malu, sedih


dan kecewa dengan diriku sendiri,
karena saya sedang sakit sehingga
saya tidak bisa merawat anak-anak
saya dan membantu suami untuk
mencari nafkah tambahan.
Gangguan citra SP- 2 Klien Data Subjektif
tubuh Tanggal 10 mei 2019 pukul 08:30 1. Klien Mengatakan
WITA sedih, malu,
terkadang klien
Mendiskusikan persepsi pasien merasa tidak berguna
tentang citra tubuhnya. dengan keadaan yang
klien alami ini,
Perawat : “Baiklah mama IL, terlebih lagi kaki kiri
bagaimana kalau kita bercakap- klien tidak dapat saya
cakap tentang apa yang mama IL gunakan seperti
rasakan selama ini?” Bagaimana biasanya.”
perasaan mama IL, setelah mama IL 2. Klien mengatakan
mengalami luka di kaki kiri mama hanya bisa menangis
IL?” dan ikhlas menerima
Klien : “Saya sedih, malu, terkadang semua ini. Tapi, klien
saya merasa tidak berguna dengan tidak dapat
keadaan yang saya alami ini, membohongi diri
terlebih lagi kaki kiri saya tidak saya sendiri dan
dapat saya gunakan seperti berteriak ketika
biasanya.” melihat kaki saya”

44
3. Klien mengatakan
Perawat : “Kemudian, apa yang bahwa klien ingin
mama IL lakukan ketika perasaan sekali ingin sekali
bersalah dan putus asa mama IL cepat sembuh agar
muncul?” dapat mengurus
anak-anak.
Klien : “Saya hanya bisa menangis
dan ikhlas menerima semua ini. Data Objektif
Tapi, saya tidak dapat membohongi Klien mau melihat dan
diri saya sendiri dan berteriak ketika membersihkan lukanya.
melihat kaki saya”
Assesment
Perawat : “Maaf mama IL Intervensi berhasil.
sebelumnya, sekarang mama IL Planing
hanya memiliki satu kaki dan dua Mengevaluasi kegiatan
tangan yang berfungsi dan dapat yang telah dilakukan,
mama IL jaga dengan baik.” “Apa melanjutkan Inplemtasi
yang dapat mama IL lakukan atau kontrak pada pertemuan
yang ingin mama IL lakukan untuk selanjutnya.
mengurangi rasa malu dan sedih
terhadap keadaan mama IL
sekarang?”

Klien : “Jujur suster, saya ingin


sekali ingin sekali cepat sembuh
agar dapat mengurus anak-anak.”

Perawat :”Baiklah begini


mama IL , mama IL masih memiliki
harapan untuk sembuh asalkan
mama IL mau berobat dengan
teratur dan merawat luka mama IL
juga dengan tertur.

Klien : “Ya suster Terkadang saya


membersihkan luka saya sendiri
meminum obat secara teratur sesuai
petunjuk dokter, tapi tetap saja saya
merasa bahwa saya memang tidak
berguna lagi di dunia ini.”

Perawat : “Saya mengerti


mama IL Tapi setidaknya mama IL

45
sudah berusaha untuk melatihnya
sendiri.

Klien : “Ya”

Perawat : Bagaimana Perasaan


mama IL setelah kita bercakap-
cakap.

Klien : “Alhamdulillah… saya


merasa lebih baik dan lega rasanya
suster”

Perawat : “Baiklah mama IL. Apa


yang kita lakukan hari ini mama IL
dapat melatihnya sendiri dan mulai
mencoba-coba melakukannnya
sendiri”

Perawat : bagaimana kalau kita buat


jadwal kegiatan untuk meningkatkan
fungsi bagian tubuh yang terganggu.

Klien : “ya”

Perawat : “mama IL maunya


jam berapa?”

Klien : “Jam 10 pagi saja suster.”

Perawat : “Ya mama IL


Terima kasih dan saya akan kembali
lagi besok pada jam 10 pagi ke
rumah mama IL. Baiklah kalau
begitu saya permisi dulu dan terima
kasih untuk waktunya ?”
“Jangan lupa latihannnya mama IL
ya”

Perawat : “Kalau begitu saya


pamit”

Perwat : “Assalamualaikum”

46
Klien :“wa’alaikumsalam”

SP-3 Klien Data Subjektif


Tanggal 11 Mei 2019 pukul 10:00 Klien mengatakan bahwa
WITA dulu Ibu rumah tangga
biasa, paling setelah
1. Mengevaluasi kegiatan SP-2 memasak saya
menyiapkan anka-anak
Perawat :”selamat pagi mama sarapan dan bersih-berih
IL, bagaimana perasaan mama rumah juga, selain itu
IL hari ini?” jaga warung di muka
Klien : ”Selamat Pagi, rumah.
alhamdulilah baik suster” Data Objektif
Perawat : “Baiklah mama IL. Klien mau membuka
Tapi, apa sebelumnya cara yang kain yang menutup
kemarin kita latih sudah mama lukanya dan mau
IL lakukan?” merawat sendiri lukanya.
Klien : “Sudah saya coba, tetap
saja setiap kali melihat kaki saya Assesment
sangat sedih dan kecewa dan Intervensi berhasil.
saya merasa tidak berguna sama
sekali Planing
Lanjutkan kontrak pada
2. Mengajarkan pasien pertemuan berikutnya.
meningkatkan citra tubuhnya
dengan cara memotivasi pasien
untuk melihat bagian yang hilang
secara lengkap.

Perawat : “mama IL dulu


sebelum mengalami luka.. Apa
saja kegiatan atau aktivitas yang
mama IL sering lakukan di
rumah?”

Klien : “Dulu saya Ibu


rumah tangga biasa, paling
setelah memasak saya siapkan
anka-anak sarapan dan bersih-
bersih rumah juga, selain itu
jaga warung di muka rumah”

47
Perawat : “Apa sekarang
mama IL masih ingin melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut?”

Klien : “Ya suster”

Perawat : “Begini mama IL,


seperti yang kita sudah
rencanakan kemarin, saya akan
ajarkan Mama IL. Bagaiman
untuk meningkatkan fungsi
bagian tubuh yang terganggu.

Klien : “Ya”
Perawat : “Baiklah mama IL,
coba sekarang mama IL
mencoba untuk membuka kain
yang menutupi luka mama IL.
Secara berlahan-lahan.
Klien : “Ya”

Perawat : coba mama IL mulai


membersihkan luka mama IL
sendiri dengan cairan yang saya
sudah sediakan, dan mulailah
memijat-mijat di sekitar luka.

Perawat : mulai sekarang mama


IL bisa melakukannya sendiri.

Klien :” Ya”

Perawat : “Baiklah mama IL


terima kasih. Bagus sekali dan
terus dilatih mama IL yah.”

Gangguan citra SP-4 Klien Data Subjektif:


tubuh Tanggal 13 mei 2019 Klien Mengatakan
melakukan aktivitas yang
1. Mengevaluasi SP-2 dan SP-3 ringan-ringan saja
Mama IL mengatakan sudah bisa dengan menggunakan
merawat lukanya sendiri. tongkat untuk berjalan
Mama IL kelihatan lebih segar dan menutup luka Klien
dan harum. dengan kain serta

48
menyemprotkan parfum
2. Mendiskusikan potensi bagian di sekitar klien dan kaki
tubuh yang lain. klien

Perawat : “baik mama IL Data Objektif:


selanjutnya bagaimam kalau kita Klien tampak mengerti
bicarakan bagian tubuh yang Klien tampak meraba-
lain yang masih bisa digunakan. raba bagian tubuhnya
yang masih baik
Klien : “ya”
Assesment
Perawat : “Mari Kita mulai dari Intervensi berhasil.
ujung rambut sampai ujung kaki.
Nah kedua tangan mama IL
masih bagus, bagaimama
dengan kaki kanan mama IL wah Planing
masih bagus. Wah ternyata Intervensi di hentikan
banyak sekali yang masih karena keterbatasan
berfungsi dengan baik yang waktu penelitian.
perlu disyukuri.

Klien : : ya ibu suster saya baru


mengerti bahwa masih banyak
tubuh saya yang masih baik,
hanya saja saya kurang
bersyukur”

Perawat : bagus sekali mama IL


sekarang mama IL tidak perlu
gelisah lagi tinggal sekarang
bagaimana cara agar luka mama
IL tidak menyebar ketubuh yang
lain.

Klien : “ya suster”

Gangguan citra SP -1 Keluarga Data Subyektif:


tubuh Tanggal 14 mei 2019 Keluarga mengatakan
sebelum ibu sakit seperti
1. Mengevaluasi SP-2, SP-3 dan sekarang ini, ibu dulu
SP-4 sangat rajin untuk
Mama IL mengatakan sudah bekerja membantu saya
melakukan pergantian luka mencari nafkah dengan
sendiri. membuka warung di

49
Mama IL mengatakan sekarang depan rumah. Nah sejak
sudah terbisa melihat lukanya.
sakit dan luka di kaki
Mama IL mengatakan bahwa kirinya tidak kunjung
mama IL jadi l lebih besemangat
sembuh akhir-akhir ini
untuk sembuh. ibu sering murung dan
Mama IL memperagan kembali. sedih selalu di dalam
rumah saja, jarang mau
2. Menjelaskan dengan keluarga keluar rumah apalagi
tentang gangguan citra tubuh bertemu dengan orang
yang terjadi pada pasien. lain.”

Perawat :”selamat pagi Data Obyektif:


perkenalkan nama saya Nofrita 1. Keluarga tampak
Rini Loway panggil saja suster belum memahami
Rini dari Puskesmas Kotabunan, tentang gangguan
saya datang untuk menjelasakan citra tubuh yang di
apa yang dialami oleh mama IL alami klien.
” (sambil menjabat tangan) 2. Keluarga tampak
”Bolehkah kita bercakap- bingung.
cakap”
Assesment
Keluarga : ”ya boleh” Kurang pengetahuan
keluarga.
Perawat: maksud kedatangan
saya kemari ingin mengajak Planing
bapak bercakap-cakap mengenai Intervensi untuk keluarga
keadaan ibu S.W. di hentikan di keranakan
keluarga mau pergi kerja
Keluaraga :” Ya” ke tambang untuk
beberapa hari.
Perawat : ”Nah bisakah bapak
menceritakan tentang Ibu S.W”

Keluarga: ”sebelum ibu sakit


seperti sekarang ini, ibu dulu
sangat rajin untuk bekerja
membantu saya mencari nafkah
dengan membuka warung di
depan rumah. Nah sejak sakit
dan luka di kaki kirinya tidak
kunjung sembuh akhir-akhir ini
ibu sering murung dan sedih
selalu di dalam rumah saja,
jarang mau keluar rumah

50
apalagi bertemu dengan orang
lain.”

Perawat :” apa yang sudah


bapak lakukan untuk menolong
ibu?”
Kleluarga : saya sudah
melakukan semuanya dari
membawa ibu untuk berobat
kedokter, puskesmas sampai
dengan berobat tradisional.

Perawat: ”Apa yang bapak


lakukan itu sudah baik dan benar
untuk kesembuhan ibu
S.W”namun selain penyakit yang
tampak seperti luka itu ada salah
satu penyakit yang tak tampak
oleh bapak yaitu ada semacam
ganngguan pencitraan pada
tubuh ibu S.W yang
mengakibatkan ibu S.W merasa
malu dan minder bila ingin
keluar rumah dan bertemu
dengan orang.”

Keluarga : ”saya tdak mengerti


tentang hal itu ibu suster”

Perawat :Begini Pak! Karena


luka di kaki ibu S.W itu semakin
hari semakin parah dan
menimbulkan aroma Maaf ya
Pak! ”Bukan maksud saya untuk
menyinggung” kurang enak utuk
di cium dan lagi ibu S.W yang
seperti bapak ceritakan tadi
bahwa Ibu S.W dulunya suka
kerja sekarang semuanya itu
sudah tidak lagi bisa untuk
dilakukan maka Ibu S.W merasa
sangat bersalah dan terbebani
oleh masalah tersebut.

51
Keluarga : ”Oh begitu ya
Suster”

Perawat :” Ya begitu pak! untuk


itu saya memberitahukan kepada
bapak agar bapak dapat
mengerti apa yang sedang di
alami oleh Ibu S.W dan bapak
dapat membantuproses
penyembuhan ibu S.W”.

Keluarga : ”terimakasih suster


atas penjelasannya”

Perawat : Nah demikian Pak ”


nanti kita bertemu lagi! Untuk
membahas bagaimana bapak
mengatasi gangguan citra tubuh
yang ibu S.W alami

Klien : ” Ya Suster”

Perawat : ”Kapan bapak ada


waktu”.

Klien : ”untuk dekat-dekat ini


saya belum ada waktu karena
saya harus ke tambang dulu”.

Perawat : ”baiklah pak kalau


begitu nanti kita buat jadwal
ulang”.

Keluarga : ”ya ibu suster”

Perawat : ”terima Kasih atas


waktunya, saya pamit dulu,
selamat siang”

7. Evaluasi Implementasi Keperwatan

Tabel 4.7 Evaluasi Implementasi Keperawatan

52
Tanggal Imlementasi Keperawatan Evaluasi

9 Mei 2019 SP-1 Klien S : Klien mengatakan merasa


Membina hubungan saling malu, sedih dan kecewa dengan
percaya dirinya sendiri, karena sedang
sakit sehingga tidak bisa
merawat anak-anak dan
membantu suami untuk mencari
nafkah tambahan.
O : Klien mau berjabat tangan,
klien mau duduk didekat
perawat, ada kontak mata,
ekpresi wajah bersahabat,
A : Intervensi Berhasil
Gangguan citra tubuh
P : Lanjutkan kontrak pada
pertemuan berikutnya
I : Memberikan informasi tentang
penyakit diabetes mellitus
E : Menjaga agar luka tetap bersih.
11 Mei 2019 SP-2 Klien S : Klien mengatakan sudah
Mendiskusikan persepsi mencoba, tetap saja setiap kali
pasien tentang citra melihat kaki saya sangat sedih
tubuhnya. dan kecewa dan saya merasa
tidak berguna sama sekali
O : Klien mau melihat lukanya.
Klien tampak lebih segar.
A : Intervensi berhasil sebagian.
Lanjutkan kontrak pada
pertemuan berikutnya
I : Luka yang diderita sebenarnya
bisa sembuh bila ibu
merawatnya dengan baik
E : Menjaga agar kadar glukosa
dalam batas normal.
13 Mei 2019 SP-3 Klien S : Klien mengatakan sudah bisa
Mengajarkan pasien merawat lukanya sendiri.
meningkatkan citra O : Mama IL kelihatan lebih segar
tubuhnya dengan cara dan harum.
memotivasi pasien untuk A : Intervensi berhasil.
melihat bagian yang hilang P : Lanjutkan kontrak pada
secara lengkap. pertemuan berikutnya.
I : Banyak diluar sana seperti ibu
yang alami sekarang ini.

53
E : Ibu harus bisa melihat dan
mengobati dengan mandiri luka
ibu.
14 Mei 2019 SP-4 Klien S : Klien mengatakan bahwa klien
Mendiskusikan potensi jadi lebih besemangat untuk
bagian tubuh yang lain. sembuh.
Klien mengatakan sudah lebih
bersyukur
O : Klien tampak lebih
bersemangat
A : Intervensi berhasil
P : Kontrak di hentikan karena
keterbatasan waktu.
I : Masih banyak bagian tubuh ibu
yang masih baik
E : Mepertahankan tubuh yang
masih bagus agar tidak luka.
SP-1 Keluarga Pada implemtasi SP-1 Keluarga tidak
Menjelaskan dengan dapat di evaluasi di kerenakan
keluarga tentang gangguan keluarga sibuk untuk melakukan
citra tubuh yang terjadi kontrak selanjutnya.
pada pasien. P : Intervensi di hentikan, agar
implementasi terus berlangsung maka
penulis mendelegasikan implemetasi
kepada pengelola program perkesmas
di Puskesmas Kotabunan.

B. Pembahasan

Dalam Bab pembahasan penulis akan membahas tentang studi kasus pada klien

dengan gangguan citra tubuh. Penulis akan membahas berdasarkan proses

keperawatan yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,

pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah klien.

54
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual,

pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor

predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan

koping yang dimiliki klien Stuart, G.W, and sundeen (2005).

Dalam pengkajian untuk memperoleh data fokus penulis menggunakan format

pengkajian untuk dokumentasi proses keperawatan jiwa.

Menurut Keliat (2005) data dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu;

a. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.

Data ini didapatkan melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga.

b. Data objektif / observasi adalah data yang ditemukan secara nyata. Data ini

diperoleh melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

Dari dua pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud data

subjektif dan objektif adalah sama yaitu data nyata akan tetapi berbeda dari cara

perolehanya. Data subjektif diperoleh secara langsung dari klien atau keluarga,

sedangkan data objektif adalah data yang diperoleh melalui observasi terhadap klien.

Dalam pembahan penulis mempertegas lagi yang menjadi faktor pencetus dan

pendukung masalah psikososial ganguan citra tubuh Ny S.W yaitu, sebagai faktor

pendukungnya adalah perilaku klien malu, sedih dan tidak ada harapan untuk sembuh.

Sedangkan faktor presipitasinya adalah adanya luka diabetes mellitus di kaki.

Kemudian dari pengkajian didapatkan data fokus yaitu, Data subjektif; klien

mengatakan malu dengan luka yang terdapat dikaki, klien mengatakan bahwa dirinya

akan di jahui oleh keluarga dan lingkungan akibat luka DM yang menimbulkan aroma

tidak enak. Data objektif; klien tampak menutupi luka dikaki dengan kain, sedih,
55
pembicaraan terbata-bata,. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda dari gangguan citra

tubuh dan harga diri rendah.

Masalah yang ditemukan pada Ny S.W adalah Gangguan citra tubuh, Menurut

Sunaryo ( 2004) citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar

maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta persepsi

dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh.

Menurut Nurhalimah (2016) manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan

gannguan citra antara lain;

a. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu,

b. Menolak melihat bagian tubuh,

c. Menolak menyentuh bagian tubuh,

d. Aktifitas sosial menurun.

Data yang ditemukan saat pengkajian yaitu:

a. Klien mengatakan capek dengan kondisinya saat ini.

b. Klien mengatakan terganggu dengan dengan luka pada kakinya sehingga tidak dapat

beraktifitas lagi.

c. Klien tampak diam.

d. Klien tampak sering menutupi luka pada kakinya dengan kain.

Tanda gejala yang ada pada konsep teori muncul pada kasus secara keseluruhan.

Dapat disimpulkan bahwa apa yang dialami klien pada saat ini begitu juga yang dalami

pada klien lainnya.

56
Berdasarkan kondisi yang ditunjukkan Ny S.W dan merujuk pada konsep menurut

Potter (2005) citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara

internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan

pada tubuh. Masalah ini muncul sebagai masalah utama yang dialami klien yang di

akibatkan oleh luka diabetes mellitus.

2. Diagnose Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang

menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun

masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana

perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengtasinya (Sumijatun, 2010).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan masalah psikososial

gannguan citra tubuh dengan luka diabetes mellitus antara lain:

a. Harga diri rendah sehubungan dengan rasa takut ditolak dari orang lain

b. Gangguan citra tubuh sehubungan dengan perasaan negatif terhadap tubuhnya.

c. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan sakit fisik (Luka DM).

Nurhalimah (2016).

Dalam konsep dasar penulis hanya menuliskan satu diagnosa yang paling aktual

yaitu; gangguan citra tubuh. Karena penulis menggunakan single diagnosa, sehingga

penulis hanya fokus pada satu diagnosa yang paling aktual, dan merupakan core

problem tanpa mengabaikan masalah-masalah lain yang muncul pada klien.

Diagnosa gangguan citra tubuh penulis jadikan sebagai diagnosa prioritas karena

masalah keperawatan psikososial gangguan citra tubuh dengan luka diabetes melitus

merupakan masalah yang paling tampak saat dilakukan pengkajian.


57
Dengan analisa data DS; Klien mengatakan terganggu dengan dengan luka pada

kakinya sehingga tidak dapat beraktifitas lagi, Klien mengatakan tidak kuat melihat

kakinya yang luka. DO; Klien tampak sering menutupi luka pada kakinya dengan kain,

klien tampak menutup matanya dengan kain saat perbannya di buka. Tanda-tanda

tersebut merupakan tanda dari gannguan citrab tubuh.

3. Intervensi

Intervensi / rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di

dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang

akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari

semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).

Dalam kasus ini penulis menyusun intervensi sesuai dengan diagnosa keperawatan

yang muncul pada klien. Pada diagnosa pertama gangguan citra tubuh penulis

menyusun tujuan umum; Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi dan keluarga

mengenal dan mampu merawat klien dengan gangguan citra tubuh kemudian untuk

tujuan khususnya meliputi:

a. Intervensi untuk pasien

1) Tujuan umum

Klien dapat menerima perubahan tubuh yang terjadi

2) Tujuan khusus

(a) Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya.

(b) Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).

(c) Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.


58
(d) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

3) Kriteria hasil

Kepercayaan diri klien kembali normal.

4) Strategi Pelaksanaan

(a) SP-1 mendiskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat

ini. Perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya

saat ini.

(b) SP-2 memotivasi klien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan

perawat untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap.

(c) SP-3 mendiskusikan aspek positif diri.

(d) SP-4 membantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang

terganggu (misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi).

(e) SP-5 mengajarkan klien meningkatkan citra tubuh dengan cara:

(1) Motivasi Pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada

pembentukkan tubuh yang ideal.

(2) Gunakan protese, wig (rambut palsu), kosmetik atau yang lainnya

sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru.

(3) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.

(4) Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.

(f) SP-6 melakukan interaksi secara bertahap dengan cara:

(1) Susun jadwal kegiatan sehari-hari.

(2) Motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam

aktivitas keluarga dan sosial.


59
(3) Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau

mempunyai peran penting baginya.

(4) Berikan pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.

b. Intervensi untuk keluarga

1) Tujuan umum

Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

2) Tujuan khusus

(a) Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh

(b) Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuh.

(c) Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuh.

(d) Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh

3) Kriteria hasil

Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

4) Strategi pelaksanaan

(a) SP-1 menjelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang

terjadi pada pasien.

(b) SP-2 menjelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.

(c) SP-3 mengajarkan kepada keluarga cara merawat klien.

(d) SP-3 menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan klien dirumah.

(e) SP-4 memfasilitasi interaksi dirumah.

(f) SP-5 memfasilitasi kegiatan dirumah dan sosial.

(g) SP-6 memberikanpujian atas keberhasilan klien.

60
Kemudian untuk teknisnya atau intervensi selengkapnya penulis tidak cantumkan

karena dapat dilihat pada tabel 4.6 tabel rencana tindakan keperawatan.

4. Implementasi

Sebelum melaksanakan implementasi keperawatan, penulis membekali diri

dengan dengan menyusun strategi pelaksanaan tndakan keperawatan. Strategi

pelaksanaan tindakan keperawatan ini meliputi dasar teori dari rencana tindakan yang

dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan keperawatan tersebut, juga berisi strategi

komunikasi antara perawat dengan klien, guna mencapai tujuan khusus yang

dikehendaki oleh perawat, sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Penulis melakukan lima kali interaksi selama lima hari. Di bawah ini adalah

intervensi yang dapat dilakukan penulis selama lima hari melakukan tindakan

keperawatan mulai tanggal, 9 mei 2019.

Berikut implementasi yang dilakukan selama lima hari yaitu :

a. Implementasi hari pertama tanggal 9 Mei 2019 melaksanakan SP-1 membina

hubungan saling percaya diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh.

Membina hubungan saling percaya dengan klien, penulis lakukan saat kontak

pertama dengan klien saat melaksanakan pengkajian.

Dalam pelaksanaan SP-1 Penulis melakukan kontak dengan klien, duduk

berhadapan dengan klien, mempertahankan kontak mata, mengucapkan salam dan

berjabat tangan, memperkenlkan diri, menanyakan nama klien dan nama yang

disukai oleh klien.


61
Adapun respon subjektif klien adalah klien mengatakan merasa malu dengan

dirinya sendiri, karena sedang sakit sehingga tidak bisa merawat anak-anak dan

membantu suami untuk mencari nafkah tambahan, sedangkan respon objektif dari

klien yaitu klien mau berjabat tangan, klien mau duduk didekat perawat, ada kontak

mata, ekpresi wajah bersahabat,

Dalam melakukan SP-1 penulis menggunakan teknik komunikasi

terapeutik Broad Opening. Hal ini sesuai dengan teori Stuart and Sundeen (1998).

Bahwa komunikasi terapeutik Broad Opening yaitu memberi dorongan pada klien

untuk memilih topik yang akan di bicarakan, yang pada akhirnya klien akan

mengungkapkan perasaannya.

b. Implementasi hari kedua tanggal 10 mei 2019 melakukan SP-2 mendiskusikan

persepsi pasien tentang citra tubuhnya.

Berdasarkan kontrak dengan pasien bahwa pasien mau bertemu dengan penulis

pada pukuk 10:00 WITA untuk mendiskusikan persepsi pasien tentang citra

tubuhnya didapati respon pasien dengan data subjektif klien mengatakan sedih,

malu, terkadang klien merasa tidak berguna dengan keadaan yang klien alami ini,

terlebih lagi kaki kiri klien tidak dapat saya gunakan seperti biasanya, klien

mengatakan hanya bisa menangis dan ikhlas menerima semua ini. tapi, klien tidak

dapat membohongi diri saya sendiri dan berteriak ketika melihat kaki saya, klien

mengatakan bahwa klien ingin sekali ingin sekali cepat sembuh agar dapat

mengurus anak-anak, dan data objektifnya klien mau melihat dan membersihkan

lukanya.

62
Penulis menggunakan tekhnik mendengar dan merefleksikan perasaan yaitu

mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan dan isi pembicaraan kepada klien.

Sedangkan klarifikasi adalah berupaya untuk menjelaskan kedalam kata-kata, ide

atau pikiran klien yang tidak jelas, atau meminta klien untuk menjelaskan artinya.

(Stuart and Sundeen, 1998).

c. Implementasi hari ke tiga tanggal 11 mei 2018 melakukan SP-3 mengajarkan pasien

meningkatkan citra tubuhnya dengan cara memotivasi pasien untuk melihat bagian

yang hilang secara lengkap.

Berdasarkan kotrak dengan klien di hari ketiga dilakukan implemtasi SP-3

pada pukul 09:00 WITA namun sebelumnya penulis melakukan evaluasi terhadap

kegiatan SP-2 di dapati data subjektif, klien mengatkan sudah mencoba, tetap saja

setiap kali melihat kaki saya sangat sedih dan kecewa dan saya merasa tidak

berguna sama sekali, dan data objektifnya klien tampak lebih segar.

Selanjutnya melakukan SP-3 dengan memotivasi pasien untuk melihat bagian

yang hilang secara lengkap. Di dapati data subjektif klien mengatakan bahwa dulu

Ibu rumah tangga biasa, paling setelah memasak klien menyiapkan anka-anak

sarapan dan bersih-berih rumah juga, selain itu jaga warung di muka rumah, dan

data objektinya, klien mau membuka kain yang menutup lukanya dan mau merawat

sendiri lukanya.

Dalam pelaksanaan SP-3 tidak ada hambatan karena klien kooperatif dan klien

mampu melaksanakan kegiatan dengan baik sesuai kemampuannya. Hal ini

dikarenakan penulis menggunakan teknik komunikasi terbuka, menurut Stuart,

(2006 ) yaitu mendorong klien untuk memilih topik diskusi.


63
d. Implementasi hari ke empat tanggal 13 mei 2019 melakkan SP-4 mendiskusikan

potensi bagian tubuh yang lain.

Berdasarkan kotrak dengan klien di hari empat dilakukan implemtasi SP-4

pada pukul 09:00 WITA namun sebelumnya penulis melakukan evaluasi terhadap

kegiatan SP-2 dan SP-3 di dapati data subjektif, klien mengatakan sudah bisa

merawat lukanya sendiri, dan data objektifnya klien tampak lebih segar dan harum.

Selanjutnya melakukan SP-4 dengan mendiskusikan potensi bagian tubuh yang

lain. Di dapati data subjektif klien mengatakan ya ibu suster saya baru mengerti

bahwa masih banyak tubuh saya yang masih baik, hanya saja saya kurang bersyukur,

sedang data objektinya, klien tampak meraba-raba bagiantubuhnya yang masih baik.

Dalam pelaksanaan SP-4 tidak ada hambatan karena klien kooperatif dan klien

mampu melaksanakan kegiatan dengan baik sesuai kemampuannya. Hal ini

dikarenakan penulis menggunakan teknik komunikasi terbuka, menurut Stuart,

( 2006 ) yaitu mendorong klien untuk memilih topik diskusi.

e. Implementasi hari ke lima melaksanakan SP-1 untuk keluarga menjelaskan kepada

keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada klien.

Implemtasi SP-1 untuk keluarga dilaksanakan pada tanggal 14 mei 2019 pukul

10:00 WITA dengan topik menjelaskan kepada keluarga tentang gangguan citra

tubuh yang terjadi pada klien.

Dalam pelaksanaan di dapati data subjektif keluarga mengatakan sebelum ibu

sakit seperti sekarang ini, ibu dulu sangat rajin untuk bekerja membantu saya

mencari nafkah dengan membuka warung di depan rumah. Nah sejak sakit dan luka

di kaki kirinya tidak kunjung sembuh akhir-akhir ini ibu sering murung dan sedih
64
selalu di dalam rumah saja, jarang mau keluar rumah apalagi bertemu dengan orang

lain, keluarga mengatakan bahwa keluarga sudah melakukan semuanya dari

membawa ibu untuk berobat kedokter, puskesmas sampai dengan berobat

tradisional, dan keluarga mengatakan tidak mengerti tentang hal itu ibu suster. Dan

data objektifnya yaitu keluarga tampak bingung.

Dalam pelaksanaan SP-1 tidak ada hambatan karena klien kooperatif dan klien

mampu melaksanakan kegiatan dengan baik sesuai kemampuannya. Hal ini

dikarenakan penulis menggunakan teknik komunikasi terbuka, menurut ( Stuart,

2006 ) yaitu mendorong klien untuk memilih topik diskusi.

5. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP menurut Keliat

(2005) sebagai berikut;

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

masih tetap atau muncul masalah baru dan apabila ada data yang kontra indikasi

dengan masalah yang ada.

P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

Berikut ini evaluasi yang telah dilakukan pada Ny S.W selama empat hari

berinteraksi dalam mengatasi diagnosa yang muncul pada Ny S.W dan evaluasi yang

telah dilakukan untuk keluaga selama satu hari berinteraksi.

65
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan SP-1 membina hubungan saling percaya pada

dilaksanakan tanggal 9 mei 2019 di dapati.

1) Data subjektif : Klien mengatakan merasa malu dengan dirinya sendiri,

karena sedang sakit sehingga tidak bisa merawat anak-anak dan membantu

suami untuk mencari nafkah tambahan.

2) Data Objektif : Klien mau berjabat tangan, klien mau duduk didekat

perawat, ada kontak mata, ekpresi wajah bersahabat.

3) Assesment : intervensi berhasil, terjalin hubungan saling percaya antara

klien dan penulis.

4) Planning : Melanjutkan kontrak pada pertemuan berikutnya.

b. Evaluasi terhadap pelaksanaan SP-2 mendiskusikan persepsi pasien tentang citra

tubuhnya pada 11 mei 2019.

1) Data Subjektif : klien mengatakan sudah mencoba, tetap saja setiap kali

melihat kaki saya sangat sedih dan kecewa dan saya merasa tidak berguna

sama sekali.

2) Data objektif : klien tampak segar.

3) Asessment : intervensi berhasil sebagian

4) Planning : Melanjutkan kotrak pada pertemuan berikutnya.

c. Evaluasi pelaksanaan terhadap SP-3 Mengajarkan pasien meningkatkan citra

tubuhnya dengan cara memotivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang

secara lengkap dilaksanakan pada tanggal 13 mei 2019.

1) Data subjektif : klien mengatakan sudah bisa merawat lukanya sendiri.

2) Data objektifnya : klien tampak lebih segar.


66
3) Asessment : intervensi berhasil

4) Melanjutkan kontrak pada pertemuan berikutnya

d. Evaluasi pelaksanaan terhadap SP-4 mendikusikan potensi bagian tubuh yang

lain dlaksanakan pada tanggal 14 mei 2019.

1) Data subjektif : Klien Mengatakan saya baru mengerti bahwa masih banyak

tubuh saya yang masih baik, hanya saja saya kurang bersyukur.

2) Data objektifnya : klien tampak meraba-raba bagian tubuh yang lainnya.

3) Asessment : intervensi berhasil

4) Planning : intervensi di hentikan

e. Evaluasi pelaksanaan terhadap SP-1 untuk keluarga, menjelaskan dengan

keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.

Pada implemtasi SP-1 Keluarga tidak dapat di evaluasi di kerenakan

keluarga sibuk untuk melakukan kontrak selanjutnya.

Planning Intervensi di hentikan, agar implementasi terus berlangsung maka

penulis mendelegasikan implemetasi kepada pengelola program perkesmas di

Puskesmas Kotabunan.

Dalam pelaksanaan implemtasi SP-5 dan SP-6 untuk klien belum terlaksanan

yaitu mendiskusikan aspek positif diri, melakukan interaksi secara bertahap dengan

cara: memotivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas

keluarga dan social, di keranakan keterbatasan waktu pelaksanaan asuhan keperawatan

begitu pula dengan SP-2 sampaui dengan SP-6 untuk keluarga implemetasi belum

terlaksana bukan hanya karena keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian namun

keluarga tidak memiliki waktu cukup dikarenakan kesibukan keluarga.


67
Penulis telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu

dengan mendelegasikan implementasi pada pengelola program kesehatan masyarakat

Puskesmas Kotabunan. Hal ini penulis lakukan agar asuhan keperawatan yang penulis

terapkan pada klien dapat berkesinambungan sehingga asuhan keperawatan tersebut

terselesaikan.

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Citra tubuh adalah sikap individu yang disadari atau tidak disadari terhadap

tubuhnya termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi,

penampilan dan potensi. Citra tubuh merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik

secara sadar maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta

persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2014).

Melihat hasil asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap Ny S.W dapat di

simpulkan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Data fokus dalam penelitian ini yaitu, Data subjektif klien mengatakan kadang-kadang

merasa malu, kecewa dan capek dengan kondisi kakinya saat ini dan pasien tahu

bahwa luka dikakinya tidak akan sembuh dengan cepat, klien juga mengatakan

terganggu dengan sakitnya sekarang sehingga klien tidak bisa beraktifitas. Data
68
objektif; klien tampak menutupi luka dikaki dengan kain, sedih, pembicaraan terbata-

bata.Tanda-tanda tersebut merupakan tanda dari gangguan citra tubuh dan harga diri

rendah.

2. Diangnosa Keperawatan

Diagnosa gangguan citra tubuh penulis jadikan sebagai diagnosa prioritas karena

masalah keperawatan psikososial gangguan citra tubuh dengan luka diabetes melitus

merupakan masalah yang paling tampak saat dilakukan pengkajian. Dengan analisa

data DS; klien mengatakan kadang-kadang merasa malu, kecewa dan capek dengan

kondisi kakinya saat ini dan pasien tahu bahwa luka dikakinya tidak akan sembuh

dengan cepat, klien juga mengatakan terganggu dengan sakitnya sekarang sehingga

klien tidak bisa beraktifitas. Data objektif; klien tampak menutupi luka dikaki dengan

kain, sedih, pembicaraan terbata-bata.

3. Intervensi

Pada diagnosa gangguan citra tubuh penulis menyusun tujuan umum untuk klien

menerima perubahan tubuh yang terjadi dan tujuan umum untuk keluarga mengenal

dan mampu merawat klien dengan gangguan citra tubuh dengan menerapkan strategi

pelaksanaan satu sampai dengan enam untuk klien dan strategi pelaksanaan satu

sedang dengan enam untuk keluarga.

4. Implemetasi

Dalam pelaksanaannya kerena keterbatasan waktu penelitian dan kesibukan keluarga

penulis hanya dapat melaksanakan strategi pelaksanaan satu sampai empat untuk klien

dan startegi pelaksanaan satu untuk keluarga.

5. Evaluasi
69
Dalam pelaksanaan implementasi startegi pelaksanaan lima dan enam untuk klien

belum terlaksana yaitu mendiskusikan aspek positif diri, melakukan interaksi secara

bertahap dengan cara: memotivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat

dalam aktivitas keluarga dan sosial, begitu pula dengan strategi pelaksanaan dua

sampai enam untuk keluarga implementasi belum terlaksana bukan hanya karena

keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian namun keluarga tidak memiliki waktu

cukup dikarenakan kesibukan keluarga.

B. Saran

1. Bagi Instansi Pendidikan

Institusi pendidikan disarankan untuk menambahkan materi tentang citra tubuh klien

dengan luka diabetes mellitus.

2. Bagi Instansi Puskesmas

a. Hendaknya penanganan klien dengan masalah gangguan citra tubuh memerlukan

penanganan yang tepat, selain itu petugas harus memerhatikan bagaimana cara

berinteraksi yang tepat sehingga klien dapat mengungkapkan semua masalah yang

di alaminya.

b. Hendaknya penanganan klien dengan masalah gangguan citra tubuh melibatkan

keluarga klien agar dapat memahami kondisi klien, dengan harapan keluarga dapat

membantu klien dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

70
Peneliti selanjutnya disarankan menggunakan metode Asuhan Keperawatan yang

berbeda sehingga dapat menyelesaikan seluruh strategi pelaksanaan.

71
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). (2016). Diabetes Management Guidelines.


Available from http://www.ndei.org/ADA - diabetes - management guidelines
diagnosis A1C testing.aspx.html . Diakses tanggal 22 Maret 2019
2011. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diakses pada 22
Maret 2019.
Bilous, R. & Donelly, R.(2015). Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta : Bumi
Medika.
Chaplin, J.P. (2008) Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Cash, T. F. (2002). Cognitive-behavioral perspectives on body image. In T. F. Cash & T.
Pruzinsky (Eds.), Body image: A handbook of theory, research and practice (pp.
38–46). New York: Guilford.
Darmawan, D. (2012). “Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi”. Bandung. PT
Remaja Rosdakarya
Dinkes BOL-TIM. Profil Dinkes Bolaang Mongondow Timur Tahun 2018. BOL-TIM:
Dinkes Kabupaten BOL-TIM; 2018.
Ekaputra (2013). Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: TIM.
Ghufron, M. Nurdan Rini Risnawati. (2011). Teori-teori Psikologi. Jogyakarta: ArRuzz
Media.
Hidayat. (2008). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
International Diabetes Federation [IDF]. (2014). IDF Diabetes ATLAS 4th Edition. ISBN-
13: 978-2-930229-71-3. ADA. Di unduh tanggal 3 maret 2019
Jauhar (2014). Pengantar Psikologi sosial.Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Keliat, B.A, (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (terjemahan), , Jakarta : EGC.

Lock, M.A. & Williams, D. D. (1981). Perspectives in Running Water Ecology. New
York: Pergamon Press. Diunduh tanggal 3 april 2019
Maryunani (2013). Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap dan Terkini.
Jakarta : In Media.
Nurrofiq. (2012). Pengertian Konsep Diri menurut Beberapa Ahli. Available from:
http://sains.geoklik.com/pengertian-konsep-diri-menurut-beberapa-ahli/ (online)
diunduh tanggal 4 April 2019.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

75
Nurhalimah (2016). Keperawatan Jiwa, Kementerian Republik Indonesia, Pusat
Pendidikan Suber Daya Manusia.
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Puskesmas Kotabunan. (2018) Profil Kesehatan Puskesmas Kotabunan. BOL-TIM:
Puskesmas Kotabunan; 2018.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta.
Potter, P.A, Perry. (2005). A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk.Jakarta:EGC.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Syamsul Bachri Thalib. (2013). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif
(Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktek penulisan riset keperawatan Edisi.2 Yogyakarta:
Graha Ilmu.
_______(2012). Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Suhron Muhammad. (2017). Asuhan Keperawatan Jiwa Konsep Self Esteem. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Sugiono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Kombinasi (Mixed
Methods). Edisi Keempat. Bandung: ALFABETA.
Sumijatun. (2010). Konsep dasar menuju keperawatan profesional. Jakarta: TIM
Sunaryo (2014). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGCUndang-Undang No. 36
tahun 2009 Tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144
__________2004. Psikologi Untuk Pendidikan. Jakarta: EGC.
Stuart, G . W., and Sundeen,A.J. (2005) buku saku keperawatan jiwa. 6 thedition .St. Lois
: Mosby Year Book.
Stuart. (2006). Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC

76
Wald & Alvaro. (2004). Changes in the Physical Appearance of the Body Image. Jounal
Psychology and Psychiatry. Vol. 39 (8). Http;//web.ebscohost.com/ehost/res.
Diakses 12 maret 2019.

77
LAMPIRAN

Lampiaran 1. Surat Permohonan Izi Penelitian Dari Poltekes Kemenkes Manado

Lampiaran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Kepala Puskemas

Kotabunan

Lampiran 3. Lembar Konsul Proposal Penelitian

Lampiran 4. Lembar Penjelasan Sebelum Penelitian

Lampiran 5. Lembar Observasi Intervensi

Lampiran 6. Lembar Jadwal Pertemuan Pelaksanaan SP-1 Klien Sedang Dengan SP-

4 Klien Dan SP-1 Keluarga.

Lampiran 7. Lembar Format Pengkajian Ny S.W Masalah Psikososial Gangguan

Citra Tubuh Dengan Luka Diabetes Mellitus.

78
ii
iii

Anda mungkin juga menyukai