Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan
semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit serta
kelemahan (http://hanafebriyanti.blogspot.com).

Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini
cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta
orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di seluruh dunia adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan
status sosial atau budaya (http://hanafebriyanti.blogspot.com).

Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian
tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di
berbagai Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan
26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi
gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai
264 per 1000 penduduk (http://hanafebriyanti.blogspot.com).

Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46
per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui
mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin

(http://hanafebriyanti.blogspot.com).

Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah pasien
meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ Sumut
menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 penderita
untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita per hari (
http//www.pikiran rakyat.com ).

Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial
Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif
perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan
keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan
gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.

Berdasarkan gambaran masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Asuhan
keperawatan jiwa dengan gangguan dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri di Ruang
Pusuk Buhit Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, sebagai judul Karya Tulis
Ilmiah.

B. Ruang Lingkup

Asuhan keperawatan ini dilakukan terhadap Tn.A dengan masalah utama Gangguan
konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri di ruang Pusuk Buhit Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, dikaji mulai tanggal 23 September 2013 sampai dengan tanggal 25
september 2013.

C. Tujuan penulisan
a. Tujuan umum

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri pada Tn.A di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara.

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus dan perumusan yang hendak dicapai adalah kemampuan untuk:

1. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.A dengan gangguan konsep diri Isolasi Sosial
Menarik Diri.

2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.A dengan

gangguan konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri.

3. Mampu menyususn keperawatan pada Tn.A dengan gangguan konsep diri Isolasi Sosial
Menarik Diri.

4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.A dengan gangguan konsep diri
Isolasi Sosial Menarik Diri sesuai dengan keperawatan yang telah disusun.

5. Mampu melakukan evaluasi sesuai implementasi yang dilakukan pada Tn. A dengan
gangguan konsep diri Isolasi Sosial Menarik Diri.

D. Metode penulisan

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu
metode ilmiah dengan pendekatan studi kasus dan teknik pengumpulan data melalui wawancara
terhadap pasien dan keluarga. Observasi pasien secara langsung, dokumentasi, dan studi
kepustakaan.

1. Wawancara

Yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung, baik kepada pasien maupun keluarga
pasien untuk mendapatkan data yang subjektif maupun objektif dengan menggunakan format
pengkajian.

2. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung kepada pasien untuk
mendapatkan data yang objektif dengan menggunakan format pengkajian.
3. Dokumentasi

Catatan terhadap pasien serta hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter, perawat, analis,
maupun tim medis lain.

4. Studi kepustakaan

Yaitu dengan mempelajari buku yang berhubungan dengan Karya Tulis Ilmiah ini.

E. Sistematika Penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini ditulis secara sistematika yang terdiri :

1. BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, Ruang Lingkup, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan,
dan Sistematika Penulisan.

2. BAB II LANDASAN TEORITIS

Landasan Teoritis yang terdiri dari Landasan Teoritis Medis meliputi Defenisi, Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, dan Penatalaksanaan
Medis.

Landasan Teoritis Keperawatan terdiri dari : Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,


Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan.

3. BAB III TINJAUAN KASUS

Tinjauan Kasus yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, perencanaan,


Implementasi, dan Evaluasi.

4. BAB IV PEMBAHASAN

5. BAB V PENUTUP

Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.


BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR

1. DEFENISI

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak,
tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).

Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam (Nanda-
1,2012).

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).

Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan
hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).
2. ETIOLOGI

1) Faktor Predisposisi

a) Faktor Tumbuh Kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.

b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c) Faktor Sosial Budaya

Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma
yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut,
penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d) Faktor Biologis

Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.
2) Faktor Presipitasi

a) Faktor Eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
seperti keluarga.

b) Faktor Internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya (Ade Herman Surya Direja,2011,Hal.123).

3) Perilaku

Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek tumpul,
kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan,
kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada
gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi
diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah
kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada
orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto,2009,Hal.157).

4) Rentang Respon

Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif samapai
maladaktif

Respon Adaktif Respon Maladaktif

Menyendiri/solitude Merasa sendiri Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Bekerja sama Tergantung Narcissm

Saling tergantung

(interdependen)
1. Respon Adaktif

Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh norma-norma
sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal ), meliputi:

a) Menyendiri/solitude

Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial dan juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.

b) Otonomi

Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam
hubungan sosial.

c) Bekerja Sama

Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling member dan menerima.

d) Saling Tergantung (interdependen)

Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.

2. Respon Maladaktif

Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya
lingkungannya, meliputi:

a) Manipulasi

Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif

Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan tidak dapaat
diandalkan.

c) Narkisme

Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung (Deden Dermawan
Rusdi,2013,Hal.35).

3. PATOFISIOLOGI

Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya
perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan
dan kecemasan.

Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan dengan
orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas
dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.

Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku
primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).
Pattern of Parenting Inefectieve Lack of Develop Stressor internal
(Pola Asuh Keluarga) coping ment Task and external (stress
(Koping (Gangguan Tugas internal dan
individu tidak Perkembangan) eksternal)
efektif)

Misal : Misal : Misal : Misal :

Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi akibat


kelahirannya tidak menghadapi menjalin ansietas yang
dikehendaki (unwanted kegagalan hubungan intim berkepanjangan dan
child) akibat kegagalan mengalahkan dengan sesame terjadi bersamaan
KB, hamil diluar nikah, orang lain, jenis atau lawan dengan
jenis kelamin yang tidak ketidakberday jenis, tidak keterbatasan
diinginkan, bentuk fisik aan mampu mandiri kemampuan
kurang menawan mengangkat individu untuk
menyebabkan keluarga tidak mampu mengatasi. Ansietas
mengeluarkan komentar- menghadapi terjadi akibat
komentar negative, kenyataan dan berpisah dengan
merendahkan, menarik diri orang terdekat,
menyalahkan anak dari hilang pekerjaan
lingkungan. atau orang yang
dicintai.

Harga Diri Rendah


Kronis
Isolasi Sosial

(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

4. MANIFESTASI KLINIS

a) Tanda dan Gejala


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data objektif meliputi
apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan
diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien lain
atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk,
berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif sukar didapat,
jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan
kata-kata tidak, ya dan tidak tahu.

b) Mekanisme Koping

Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai mekanisme dalam
upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah
hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).

Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain proyeksi, splitting
dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyeksi.

c) Sumber koping

Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-adaptif
meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan
peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya
kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).

5. KOMPLIKASI

Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi,
mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam menentukan
kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.

2. Elektroensefalografik (EEG)

Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi fungsional dan
organik dalam kelainan mental.

3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan
oleh genetik.

4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan struktur
anatomi tubuh.

7. PENATALAKSANAAN

1. Obat anti psikotik

a. Clorpromazine (CPZ)

Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering,


kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik,
agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HLD)

Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi
kehidupan sehari hari.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik


(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

c. Trihexy phenidyl (THP)

Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom


parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)

(http://nophienov.wordpress.com).

2. Therapy Farmakologi

3. Electro Convulsive Therapi

Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock adalah suatu
terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya
ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada
dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT
setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.

ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang
dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti
dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi
farmakologis.

4. Therapy Kelompok

Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist
atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan ganggua
interpersonal.

5. Therapy Lingkungan

Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapat
perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik
maupun kondisi psikologis seseorang (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).

B. LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Faktor Predisposisi

Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial, adalah :

1. Faktor Perkembangan

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dilalui
individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan
pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik sendiri. Apabila tugas ini
tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaktif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon social maladaktif.
Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak
berhasil memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.

2. Faktor Biologis

Genetic merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian,
pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.

3. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini.

4. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung untuk terjadinya gangguan
dalam berhubungan sosial.

Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana
seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan,
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan di luar keluarga.

b. Stressor Presipitasi

Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress sperti kehilangan,
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :

1. Stressor Sosial Budaya


Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain dan factor keluarga seperti
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.

2. Stressor Psikologis

Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial).

c. Perilaku

Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis (kurang
acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak
merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien
tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien
tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang
energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain.
Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

d. Sumber Koping

Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaktif termasuk : keterlibatan
dalam berhubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau tulisan.

e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial
adalah regresi, represi, dan isolasi.

1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain

2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima, secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.

3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan
perilaku (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.82).

Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga.

f. Tanda dan Gejala

a. Gejala Subjektif :

1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.

4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.

5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

7) Klien merasa tidak berguna

8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

9) Klien merasa ditolak.

b. Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.

2) Tidak mengikuti kegiatan.

3) Banyak berdiam diri dikamar.

4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.

5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.

6) Kontak mata kurang.

7) Kurang spontan.

8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).

9) Ekspresi wajah kurang berseri.

10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

11) Mengisolasi diri.

12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

13) Masukan makan dan minuman terganggu.

14) Aktivitas menurun.

15) Kurang energy (tenaga).

16) Rendah diri.

17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya pada posisi tidur) (Iyus
Yosep,2011,Hal.231).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang diangakat adalah :

1. Isolasi Sosial

2. Harga Diri Rendah Kronik

3. Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa I

Isolasi Sosial

Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi Terapeutik

2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

3. Perkenalkan diri dengan sopan

4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

5. Jelaskan tujuan pertemuan

6. Jujur dan menepati janji

7. Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya

8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran

hubungan interaksi selanjutnya (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.86).


Diagnosa II

Harga Diri Rendah Kronis

Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang

dimilikinya

Intervensi :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif

3. Utamakan memberi pujian yang realistik

Rasional : Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realistis,

kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan.

Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya

karna ingin mendapat pujian (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.46).

Diagnosa III

Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi

Tujuan : Klien dapat mengenali halusinasinya

Intervensi :

1. Bantu klien mengenal halusinasinya.

2. Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
3. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.

4. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).

5. Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.

Rasional : Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindarkan

faktor pencetus timbulnya halusinasi (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.63).

4. IMPLEMENTASI

Diagnosa I : Isolasi Sosial

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial

2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan orang lain

3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

4. Mengajarkan klien cara berkenalan

5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berkenalan ke dalam kegiatan harian

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.91).

Diagnosa II : Harga Diri Rendah Kronik


1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.

2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan.

3. Membantu pasien memilih/ menetap kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.50).

Diagnosa III : Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.

2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien.

3. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.

4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien.

5. Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien.

6. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi.

7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi.

8. Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.69).

5. EVALUASI
Diagnosa I : Isolasi Sosial

Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menjawab salam, klien mau berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi (Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.86).

Diagnosa II : Harga Diri Rendah Kronik

1. Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

2. Kemampuan yang dimiliki klien.

3. Aspek positif keluarga.

4. Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien (Mukhripah Damaiyanti dan


Iskandar,2012,Hal.46).

Diagnosa III : Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

1. Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi timbulnya halusinasi.

2. Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.63).

BAB III

TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN

Ruang Rawat : Pusuk Buhit

Tanggal Dirawat : 13 September 2013

Tanggal pengkajian : 23 September 2013

I. IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn. A

Jenis kelamin :Laki-laki

Umur : 29 Tahun

NO .REG : 02-75-23

II. ALASAN MASUK

Klien dibawa ke rumah sakit jiwa oleh keluarganya, karena klien tidak suka bergaul dan lebih
sering menyendiri .

III. FAKTOR PREDISPOSISI

1. pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

Gangguan jiwa ini sudah di alami klien 3 tahun yang lalu dan sudah pernah di rawat pada
tahun 2010 3 bulan , pasien sudah di bawah pulang ke rumah klien tidak pernah control ,
sehingga kambuh lagi dan saat ini di bawa kembali untuk di rawat ke 2 kali nya .

2. pengobatan sebelumnya:

Kurang berhasil

Masalah keperawatan : Regiment teraupetik inefektif

Koping keluarga in efektif

3. pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Pengalaman klien pada masa lalu yang tidak menyenangkan adalah klien mengatakan setelah dia
tamat SMA dan tidak melanjut lagi karena keterbatasan ekonomi sehingga dia terjerumus dalam
pergaulan narkoba yang menyebabkan ketergantungan, klien mengatakan keluarga klien kurang
memperhatikannya setelah dia mengkonsumsi narkoba.
Masalah keperawatan : Koping individu in efektif

harga diri rendah

IV. FISIK

1. Tanda vital : 1. TD : 120/70 mmHg

2. RR : 16X/Menit

3. Pols : 80X/Menit

4. Temp : 36,7C

2. Ukur : TB : 170 cm

BB : 58 Kg

3. Keluhan Fisik : klien mengatakan tidak ada keluhan fisik nya.

Masalah keperawatan : -

4. head to toe: penampilan klien tampak rapi dan bersih. Meskipun berpakaian harus di arahkan
oleh perawat.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram
Ket : Laki-laki

Perempuan

Klien

Laki-laki meninggal

Perempuan meniggal

Tinggal dalam satu rumah

Klien anak kedua dari enam bersaudara, klien tinggal bersama orang tuanya

Masalah keperawatan : tidak ada masalah


2. Konsep Diri

a. Gambaran diri : klien mengatakan menyukai seluruh


anggota tubuhnya

b. Identitas diri :klien belum menikah dan masih tinggal


bersama kedua orang tuanya

c. Peran diri : peran klien dikeluarga sebagai anak kedua dari enam
bersaudara dan klien ingin dapat melaksanakan perannya

d. Ideal diri : klien ingin cepat sembuh, pulang dan berkumpul dengan keluarga

e. Harga diri : klien merasa dirinya sudah tidak beraarti lagi di


lingkungan masyarakat semenjak dia mengkonsumsi narkoba dan keluarga juga sudah tidak lagi
memperdulikannya.

Masalah keperawatan : gangguan konsep diri: harga diri rendah

Koping individu in efektif

3. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang


yang berarti dalam hidupnya adalah orangtua dan keluarganya

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : klien sebelum dirawat di RSJ tidak
mengikuti kegiatan di kelompok ataupun di masyarakat di karenakan diri nya sudah tidak di
percayai lagi karena dia seorang pengkonsumsi narkoba.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: karena keadaan kejiwaannya yang tidak
stabil orang lain selalu mengucilkannya sehingga klien tidak bisa berhubungan dengan orang
lain, klien sering melamun dan menyendiri.

Masalah keperawatan : isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah

4. Spritual

Klien beragama islam dan percaya adanya Tuhan, klien jarang mengikuti sholat

Masalah keperwatan : tidak ada masalah.


VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Penampilan klien tampak rapi dan bersih.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

2. Pembicaraan

Klien berbicara lambat dan sedikit berfikir jika menjawab pertanyaan dari perawat. Dan
terkadang pembicaraannya ngelantur.

Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi verbal

3. Aktivitas motorik

Klien mampu melakukan aktifitas sehari-harinya dengan baik

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

4. Suasana perasaan

Klien merasa sedih atas penyakitnya yang tidak sembuh dan merasa sedih akibat selalu di
kucilkan dan di asingkan oleh keluarga semenjak dia masuk ke rumah sakit jiwa .

Masalah keperawatan : isolasi sosial : harga diri rendah

Koping keluarga in efektif

5. Afek

Sifat klien bersahabat, klien dapat merespon setiap stimulus yang diberikan

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

6. Interaksi selama wawancara

Klien terlihat kurang kooperatif menjawab pertanyaan perawat dan kontak mata nya kurang
kepada perawat dan sering menunduk dan terkadang menolehkan kepalanya ke arah lain .

Masalah keperawatan : isolasi sosial menarik diri

7. Proses pikir
Klien jika akan menjawab pertanyaan terdiam dahulu, seolah-olah sedang merenung lalu mulai
menjawab

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

8. Tingkat kesadaran

Klien dapat mengorientasikan tempat, waktu dan orang dengan jelas saat ditanya dimana klien
sekarang.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

9. Memori

Klien dapat mengingat dengan baik siapa nama ibu kandungnya. Daya ingat klien masih bagus,
jangka pendek dan jangka panjang.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

10. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien mampu berkonsentrasi dan berhitung secara sederhana dan benar

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

11. Kemampuan penilaian

Klien mampu mengambil keputusan bila diberi dua pilihan baik dan buruk

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

12. Daya tilik diri

Klien tidak menunjukkan adanya gangguan daya tilik diri. Klien tidak mengingkari penyakitnya ,
klien tahu bahwa diri nya sekarang dalam proses pengobatan kejiwaan nya .

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

VII. KEBUTUHAN PELAKSANAAN ULANG

1. Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan : klien mampu makan sendiri.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

2. Kegiatan hidup

a. Perawatan diri

Klien mampu mandi, BAB dan ganti pakaian sendiri


Masalah keperawatn : tidak ada masalah

b. Nutrisi

Frekuensi makan klien 3 kali sehari, nafsu makan meningkat, BB meningkat.

c. Tidur

Klien mengatakan diri nya dapat tidur nyenyak.

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

3. Kemampuan klien dalam mengatur pengunaan obat: Klien mampu minum obat dengan
teratur

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

4. Klien memiliki sistem pendukung

Klien mendapat dukungan dari adik ibunya

XII. PENATALAKSANAAN

NO. NAMA OBAT INDIKASI EFEK SAMPING

1. Trifluoperazine 3 x 1 Penenang utama pada Dapat menimbulkan


tablet pasien skizofrenia rasa ngantuk dan
kelesuhan.

Menyebabkan
Untuk klien depresi, gangguan
2. skizofrenia dan dindroma
Haloperidol 3 x 1 pencernaan,
paranoid, untuk perubahan
tablet mencegah timbulnya hematologic ringan.
halusinasi
Menimbulkan rasa
Sebagai penenag pada ngantuk tetapi tidak
pasien skizoprenia mengakibatkan tidur
yang lelap.
3.
Chlorpromazine 2 x 1
tablet

VIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Isolasi sosial : menarik diri

2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

3. Koping keluarga inefektif

4. Regiment teraupetik inefektif

5. Koping individu inefektif

POHON MASALAH

Kerusakan komunikasi verbal


Isolasi Sosial Menarik Diri

Regimen terapeutik inefektif Gangguan Konsep Diri

harga diri rendah

koping keluarga inefektif Koping individu in efektif

B. ANALISA DATA

NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN


1. DS: Isolasi sosial menarik diri

a. Klien mengatakan tidak pernah


mengikuti kegiatan di lingkungan
masyarakat.

b. klien mengatakan dirinya lebih


suka menyendiri.

DO :

a. Klien tampak lebih suka


menyendiri.

DS: .

DO: klien berbicara lambat dan


terbata-bata, klien terlihat menunduk Gangguan komunikasi verbal
dan mengalihkan pandangan

DS :

a. Klien merasa harga dirinya


direndahkan oleh keluarga dan orang
lain

b. Klien merasa diasingkan oleh


keluarga dan orang lain
Harga diri rendah
c. Klien merasa malu dengan
2. keadaannya sekarang

DO :

a.Klien tampak menghindari orang


lain

b.Kontak mata klien tampak singkat

c.Menunduk saat menjawab


pertanyaan
DS :

a. Klien mengatakan pernah dirawat


diruang singgalang dan sibual-buali

DO :

a. Penyakit klien kambuh lagi dan


3. dirawat diruang Pusuk Buhit

b. Pengobatan klien tidak berhasil

DS: Regiment terapeutik inefektif

a. Klien mengatakan pernah memakai


narkoba yang menyebabkan
ketergantungan

b. Klien mengatakan keluarga klien


kurang memperhatikanya

DO :

a. Klien tampak didampingi oleh


saudara ibunya kandung

b. Keluarga klien tidak pernah


menjeguk klien
Koping keluarga in efektif

DS: klien mengatakan dirinya tidak


dapat mengontrol diri dan emosi nya.

DO:

Klien tampak bingung dan pesimis


Koping individu inefektif

4.
5.
6.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. isolasi sosial menarik diri

2. gangguan konsep diri: harga diri rendah


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Tn. H

Di ruang: pusuk Buhit

NO Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi

1. Isolasi sosial menarik SP 1:


diri
Tujuan:

Klien dapat membina Setelah 3x interaksi, klien Bina hubungan sali


hubungan saling percaya menunjukkan tanda-tanda pada mengunakan salam
perawat:
- sapa klien dengan
- ekspresi wajah non verbal

- mau berjabat tangan -perkenalkan nama


perkenalan.
- mau menjawab salam
-tanya nama lengka
- mau duduk berdampingan tujuan perkenalan

- Tanya nama lengk


yang di sukai klien

- buat kontrak yang

-tunjukkan sikap ya
setiap kali berintera

- tunjukkan sikap e
apa adanya.

-beri perhatian pad


kebutuhan dasar kl

- tanyakan pada kli


berinteraksi dengan
- tanyakan apa yan
berinteraksi dengan
SP 2: - klien menyadari masalah isolasi
sosial menarik diri
Tujuan:
- klien menyadari penyebab isolasi - diskusikan keuntu
a. klien menyadari sosial menarik diri banyak teman dan
penyebab isolasi sosial mereka
menarik diri
- Diskusikan kerug
b. klien mengetahui - klien mengetahui keuntungan bila mengurung diri dan
keuntungan berinteraksi memiliki banyak teman orang lain.
dengan orang lain dan
kerugian bila tidak - klien mengetahui kerugian bila tidak
berinteraksi dengan bergaul dengan orang lain.
orang lain.

SP 3:

Tujuan: - jelaskan cara ber

- klien mampu - berikan kesempat


mempraktekkan cara mempraktekkan ca
berkenalan dengan orang lain yang dil
orang - bila klien sudah m
- Klien mengetahui cara berinteraksi
- klien bisa berkenalan ( berkenalan dengan orang lain) tingkatkan jumlah
dengan dua orang atau atau lebih
- klien mampu berkenalan dengan
lebih. - beri pujian untuk
orang lain.
yang telah dilakuka
- klien berinteraksi dengan dua orang
atau lebih - beri dorongan aga
meningkatkkan int

- diskusikan denga
SP 1: dan aspek positif y

- beri pujian yang r


Tujuan: kemampuan yang d

a. klien dapat - hindarkan setiap k


mengidentifikasi negatif.
kemampuan dan aspek
positif yang dimilki. - diskusikan denga
di lakukan.
Gangguan konsep diri: - setelah satu kali berinteraksi klien - bantu klien memi
b. klien dapat dapat menyebutkan kemampuan dan dilatih.
2. Harga diri rendah aspek yang dimiliki.
menetapkan atau
memilih, melatih dan - beri contoh aktifi
menyusun rencana - susun daftar aktif
kegiatan yang sesuai bersama klien.
dengan kemampuan.
- berikan kesempat
- setelah dua kali berinteraksi klien perasaanya setelah
dapat: - yakinkan bahwa k
- menetapkan/ memilih kegiatan yang aktifitas yang di lak
sesuai dengan kemampuan.

- melatih kemampuan

- menyusun rencana kegiatan. - diskusikan denga


SP 2:
yang dimilikinya
Tujuan:
- beri kesempatan k
Klien dapat melatih memperagakan keg
kemampuan kedua yang
masih di milikinya dan -beri pujian atas ke
memasukkannya dalam - beri pujian atas ak
jadwal kegiatan kegiatan lakukan klien setia
harian klien. sesuai dengan tingk
setiap aktivitas.

- setelah 2X interaksi klien mampu


melatih kemampuan kedua yang
masih di milikinya.

- memasukkannya dalam kegiatn


harian klien.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

HARI/TANGGAL STRATEGI PERTEMUAN IMPLEMENTASI EVALUAS


Rabu, 25 Sept 2013 DX 1:

SP 1:

a. membina hubungan saling - Menyapa klien dan S: klien me


percaya. memperkenalkan diri. Selamat pagi pak! dan klien m
Kenalkan nama saya suster E, saya berasal Tn. H dan
dari akper pemko Tanjungbalai, saya akan
dinas selama 2 minggu disini. O: saat ber
sopan, mau
- Menanyakan nama klien dan nama agak tegan
panggilan yang di sukai klien nama terbuka.
bapak siapa? Dan senang di panggil apa?.
A: masalah
- Membuat kontrak interaksi yang percaya sud
jelas. pertemuan.

hari ini kita sudah berkenalan dan P: interven


bagaimana kalau kita berbincang-bincang
sebentar? Maunya dimana dan kapan?.

- Memberikan kesempatan klien


mengungkapkan perasaannya mengenai
hal yang dirasakan selama ini.

- Mendengarkan ungkapan klien


dengan empati

- Membuat kontrak selanjutnya.

besok kita bertemu lagi ya bu!! Kita akan


membicarakan tentang penyakit yang ibu
alami.

- Menanyakan klien tentang


kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.

sebelum disini apakah H aktif mengikuti


kegiatan seperti ibadah? Atau yang
lainnya?.

- Menanyakan pada klien apa yang S: klien me


menyebabkan klien tidak berinteraksi menyendir
dengan orang lain. mau bergau

Kamis. 26 sept 2013 SP 2: mengapa H tidak mengikuti aktivitas O: klien tam


dirumah dan disini H sering menyendiri?. klien tampa
A. menyadari penyebab isolasi perasaanny
sosial: menarik diri.
A: masalah
- Mengucapkan salam terapeutik. dengan ora
selamat pagi H
P: interven
- Kontak membantu
nah sesuai dengan kontrak kita, kalau dengan ora
kita akan berbincang-bincang mengenai
melatih berinteraksi dengan 2 orang atau
lebih. S: klien me
bercakap-c
- Melatih klien berinteraksi dengan sudah men
orang lain, caranya kamu sambut dengan ora
tangannya sambil menyebut nama kamu.
O: klien tam
- Membantu klien berkenalan dengan berbincang
teman satu ruangan.
SP 3: A: masalah
Jumat 27 sept 2013 berinteraks
Membantu klien untuk berkenalan ruangan.
dengan satu orang perawat.
- Mengidentifikasi kemampuan dan P: strategi
aspek positif yang dimiliki klien seperti
menyapu ruangan.

- Mendorong klien mengekspresikan


perasaan mengapa H suka menyapu
ruangan?

- Memberikan pujian yang positif


atas tindakan klien. S: klien me
wah bagus sekali H menyapu ruangan membersih
dapat menjaga kebersihan. O: kontak m
klien tersen

- Mendiskusikan dengan klien A: klien m


aktifitas yang masih bisa di lakukannya. aspek posit
sewaktu di rumah coba H pilih apa
kegiatan yang dapat di kerjakan dirumah, P: interven
baik lah kita akan memasukkan jadwal membahas
merapikan tempat tidur ke dalam jadwal rencana ke
Sabtu, 28 sept 2013 DX 2 kegiatan sehari-hari lakukan kli
kemampua
SP 1:
S: klien me
a. mengidentifikasi aspek positif - Menyusun daftar aktifitas yang memilih da
yang di milikinya. sudah di latih bersama klien yaitu: bangun kegiatan da
tidur merapikan tempat tidur,mandi, kemampua
ibadah (sholat) mengikuti kebersihan
ruangan. Sarapan pagi, minum obat, tidur O: klien tam
siang, mandi sore, makan malam, minum tidur
obat, tidur.
A: masalah
menentuka
lakukannya

P: strategi
- Mendiskusikan kemampuan lain, melatih kli
yang dapat di lakukan misalnya: kemampua
kebersihan ruangan .

- Menggali kegiatan yang di miliki


klien.
apakah di rumah H di libatkan dalam
b. menetapkan memilih, melatih dan melakukan aktifitas keluarga?.
menyusun rencana kegiatan yang
- Memberikan pujian atas
sesuai dengan kemampuan
keberhasilan kerja klien. S: klien me
bagus, satu minggu ini kamu sudah rajin membersih
bekerja. dirumah

O: klien tam

A: masalah
melakukan

P: interven
SP 2:

Sabtu, 28 sept 2013 Melatih klien untuk mampu


melakukan kemampuan yang kedua.
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah kelompok melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan masalah utama
Isolasi Sosial Menarik Diri diruang Pusuk Buhit RSJD Provsu Medan mulai dari tanggal 25
September- 28 September 2013 kelompok menemukan kesenjangan keseanjangan antara konsep
teoritis dengan studi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok, maka dari itu kelompok akan
membahas kesenjangan tersebut. Adapun kesenjangan itu antara lain :

1. Pengkajian

Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan menggunakan format pengkajian perawatan jiwa
yang telah ditetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancaara langsung dengan klien dari
data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data data teoritis dengan apa
yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya dengan
wawancara dengan klien, observasi dan dari pendokumentasian keperawatan diruangan.
Sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut. Dikarenakan selama proses
pengkajian keluarga klien tidak datang menjenguk.

Menurut data teoritis secara umum dari faktor fredisposisi diterangkan bahwa Isolasi Sosial
dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor psiologis, biologis, faktor genetik, faktor sosial
budaya, yang pasti mungkin terlihat dalam perkembangan suatu kelainan psikologis tampak
bahwa individu yang berada pada resiko tinggi terhadap kelainan ini adalah mereka yang
memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama ( orang tua saudara kandung yang lain )
dan dikeluarga hanya klien yang mengalami gangguan jiwa
Dalam melakukan pengkajian, kelompok menemukan hambatan karena tidak mendapat data
laangsung dari keluarga karena selama melakukan pengkajian keluarga belum pernah datang
menjenguk klien.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ada pada teori yaitu Isolasi Sosial : Menarik Diri pada kasus TN.H
kelompok menemukan ada 2 diagnosa keperawatan yaitu :

1. Isolasi sosial menarik diri

2. Harga diri rendah

3.

4. Intervensi

Intervensi adalah sustu rencana tindakan yang disusun untuk mengatasi permasalahan yang
dialami klien . Berikut adalah intervensi yang dibuat :

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

2. Kaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diri dan tanda tandanya.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan nya.

4. Diskusikan dengan klien tentang prilaku menarik diri , tanda tanda dan gejalanya.

5. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

6. Kaji tentang pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang lain.

7. Diskusiksn bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

8. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain

9. Beri dorongan dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain.

Dalam proses pelaksanaan kasus ini kelompok tidak melibatkan keluarga karena selama klien
dirawat keluarga jarang berkunjung ke RSJD Provsu Medan.

5. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dimana segala intervensi keperawatan dilaksanakan untuk
memenuhi semua kebutuhan klien secar a optimal. Kelompok telah melakuakan asuhan
keperawatan sesuai intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yaitu membina
hubungan saling percaya dengan klien , mengkaji pengetahuan klien tentang prilaku menarik diri
dan tanda tanda nya, memberi kesermpatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul, mendiskusikan bersama klien tentang prilaku
menarik diri dan tanda serta gejalanya , memberikan pujian terhadap kemampuan
klienmengungkapkan perasaannya , mengkaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain, serta mendorong dan membantu klien untuk berhubungan
dengan orang lain.

6. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yaang setiap kali berinteraksi menggunakan
analisis SOAP ( Subjektif, Objektif, Analisis, Problem ). Semua tindakan keperawatan dengan
isolasi sosial menarik diri yang dibahas kelompok melalui srategi pelaksanaan dapat
dilaksaakan. Klien dapat membina hubungan saling percaya, klien mengetahui prilaku menarik
diri, tanda dan gejalanya, klien mengetahui manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang
lain, klien mengetahui kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain, klien mampu
berinteraksi dengan orang lain.
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah pemberian asuhan keperwatan jiwa pada Tn. H dengan gangguan Isolasi Sosial
Menarik Diri diruang Pusuk Buhit RSJD Provsu Medan, dapat disimpulkan bahwa :

a. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam asuhan keperawatan perlu membina
hunungan saling percaya antara perawat dengan klien dan merupakan kunci utama dalam proses
selanjutnya.

b. Dukungan dan kepedulian keluarga perlu guna membantu proses penyembuhan klien,
karena klien selalu merasa tidak berarti lagi.

2. Saran

Berikut ini adalah saran yang dapat penulis buat semua pihak agar bisa menjadi lebih baik
dimasa akan datang :

1. Untuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya, binalah hubungan saling percaya dengan
klien agar terjadi komunikasi terapeutik sehingga klien dapat mengungkapkan semua
permasalahannya agar tercapai keberhasilan proses keperawatan.

2. Untuk keluarga klien, sisihkanlah waktu untuk mengunjungi klien selama dirawat di RSJ
dan terimalah klien apa adanya serta berikan dukungan dan perhatian yang dapat mempercepat
proses penyembuhan klien.

Anda mungkin juga menyukai