Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I. Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Direja (2011) berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu
pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus
(Fitria, 2012).
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan
rangsangan eksternal ( dunia luar ). Klien member persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
(Kusumawati & Hartono, 2012).
2. Etiologi
Penyebab halusinasi menurut Fitria (2012) dibagi menjadi faktor
predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi : faktor perkembangan, sosiokultural,
biokimia, psikologis dan genetic.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.

2) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy
ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan,
seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi
atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Mekanisme Koping
a. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
4. Rentang Respon Neurobiologis
Trimelia (2011) menyatakan bahwa berbagai respon perilaku klien
yang terkait dengan fungsi otak disebut dengan respon neurobiologist.
Gangguan respons neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori
persepsi halusinasi. Gangguan respons neurobiologist atau respons
neurobiologist yang maladatif ini terjadi karena adanya :
a. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
b. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
c. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya.
Rentang respon neurobiologis ( Direja, 2011) dapat digambarkan sebagai
berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham
- Persepsi Akurat proses pikir - Halusinasi
- Emosi Konsisten terganggu - Kerusakan proses
dengan - Ilusi emosi
pengalaman - Emosi berlebihan - Perilaku tidak
- Perilaku cocok - Perilaku yang terorganisasi
- Hubungan social tidak biasa - Isolasi sosial
harmonis - Menarik diri

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis


Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut , adapun bagian dari respon adaptif meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.

b. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan , adapun respon maladatif meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
5) Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri.
d. Menggerakkan bibir tanpa suara.
e. Penggerakan mata yang cepat.
f. Respon verbal yang lambat.
g. Menarik diri dari orang lain.
h. Berusaha untuk menghindari orang lain.
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j. Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m. Sulit berhubungan dengan orang lain.
n. Ekspresi muka tegang.
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q. Tampak tremor dan berkeringat.
r. Perilaku panik.
s. Agitasi dan kataton.
t. Curiga dan bermusuhan.
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
v. Ketakutan.
w. Tidak dapat mengurus diri.
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang (Damaiyanti,
2012)
6. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati,
2012) yaitu sebagai berikut:
a. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya :
Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu
merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons
lebih dari satu orang.

7. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif


Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif
pada klien dengan halusinasi menurut (Direja, 2011).

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa -Mendengar suara-
(Klien mendengar sendiri. suara atau
suara/bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa kegaduhan.
hubungannya dengan sebab. -Mendengar suara
stimulus yang - Mendekatkan telinga yang mengajak
nyata/lingkungan). ke arah tertentu. bercakap-cakap.
- Menutup telinga. -Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan,
(Klien melihat gambaran arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas/samar terhadap - Ketakutan pada geometris, kartun,
adanya stimulus yang nyata sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
dari lingkungan dan orang jelas. monster.
lain tidak melihatnya).

Halusinasi Penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan


(Klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan urine, feses, dan
tertentu tanpa stimulus yang tertentu. terkadang bau-bau
nyata). - Menutup hidung. tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa
(Klien merasakan sesuatu - Muntah. seperti darah, urine,
yang tidak nyata, biasanya atau feses.
merasakan rasa makanan
yang tidak enak).

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk -Mengatakan ada


(Klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di
pada kulitnya tanpa ada permukaan kulit.
stimulus yang nyata). -Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan
(Klien merasakan badannya yang dianggapnya badannya melayang
bergerak dalam suatu bergerak sendiri. di udara.
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul yang dianggapnya menjadi mengecil
dalam tubuhnya). berubah bentuk dan setelah minum soft
tidak normal seperti drink.
biasanya.

8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Fitria (2012) Pengobatan harus secepat mungkin, disini
peran keluarga sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan
klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
a. Farmakoterapi
1) Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada
penderita Schizofrenia yang menahun, hasilnya lebih baik jika
mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat
dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan
Schizofrenia dan mempermudah kontak dengan klien.
9. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien
bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Diharapkan
klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a. Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu
menikmati dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan
tubuh.
3) Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam
kehidupan.
4) Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5) Terapi kelompok
Group Therapy (Terapi kelompok), Terapeutik Group (Terapi
terapeutik), Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas
Kelompok)
6) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
( home like atmosphere).
III. Pohon Masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip sebab
dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria,
2012).

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 1. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Sumber : Damaiyanti (2012)


Masalah keperawatan yang perlu dikaji (Damaiyanti, 2012):
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
a. Data Subjektif
Mengatakan mendengar suara-suara, melihat bayangan, merasa ada
binatang yang menyentuh tubuhnya, merasa badannya melayang,
merasa perutya kecil setelah minum soft-drink, mencium aroma yang
sebenarnya tidak ada, merasa menelan darah atau urine yang
sebenarnya tidak ada.
b. Data Objektif
Bicara sendiri, tertawa sendiri, memegang bagian tubuh, menunjuk
atau menatap ke arah lain sambil berbicara atau senyum-senyum
sendiri, menggaruk-garuk kulit, mengendus benda-benda atau
lingkungan sekitar, tampak gelisah, menutup hidung, sering meludah.
2. Isolasi Sosial
a. Data Subjektif
Pasien tidak mau menjawab pertanyaan, menjawab pertanyaan
dengan sepatah dua patah kata.
b. Data Objektif
Kontak mata kurang, sering menunduk, mengurung diri, tidak mau
bergaul maupun berkenalan, tidak mau menjawab pertanyaan, suara
kecil hampir tak terdengar.
3. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
a. Data Subjektif
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang, Klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah, Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya.
b. Data Obyektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai, tangan mengepal, ekspresi marah saat membicarakan
orang, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
4. Harga Diri Rendah Kronis
a. Data Subjektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data Objektif
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
Rumusan Masalah Keperawatan ( Fitria, 2012) :
a) Resiko tinggi perilaku kekerasan
b) Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
c) Kerusakan interaksi sosial: isolasi sosial
d) Harga diri rendah

IV. Diagnosa keperawatan


Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi menurut Fitria (2012).
1. Risiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi berhubungan dengan isolasi
sosial
3. Kerusakan interaksi sosial : isolasi sosial berhubungan dengan harga
diri rendah
4. Harga diri rendah kronis.
V. Rencana Keperawatan
Dx Perencanaan
No
Tgl Keperawata Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dx
n
Perubahan TUM :
Persepsi Klien dapat mengontrol 1. Ekspresi wajah bersahabat 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
sensori: atau mengendalikan menunjukan rasa senang ada mengungkapkan prinsip komunikasi
Halusinasi halusinasi yang kontak mata. Mau berjabat terapentik.
dialaminya tangan, mau menyebutkan a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
nama, mau menjawab salam, maupun non verbal
Tuk 1 : klien mau duduk berdampingan b. Perkenalkan diri dengan sopan
Klien dapat membina dengan perawat, mau c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
hubungan saling mengungkapkan masalah yang panggilan yang disukai klien
percaya dihadapi. d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikp simpati dan menerima apa
adanya
g. Beri perhatian pada kebutuhan dasar
klien

TUK 2 : 2. Klien dapat menyebutkan 2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara
Klien dapat mengenal waktu, isi, frekunsi dan situasi bertahap
halusinasinya yang menimbulkan halusinasi 2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinsinya; bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang kekiri/ke kanan/ ke
depan seolah-olah ada teman bicara
2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya :
Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi,
a. Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan :
apa apa yang dikatakan
c. Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa klien lain juga ada
seperti klien
e. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
Jika Klien tidak sedang berhalusinasi klari
fikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi.
2.4. Diskusikan dengan klien :
 Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi ( jika sendiri,
jengkel / sedih)
 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi, siang sore, dan malam atau sering
dan kadang-kadang)
2. Klien dapat mengungkapkan 2.5. Diskusikan dengan klien bagaimana
perasaan terhadap halusinasi perasaannya jika terjadi halusinasi
nya (marah/takut, sedih, senang) dan beri
kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : 3. Klien dapat menyebutkan 3.1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan
Klien dapat mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
halusinasinya dilakukan untuk mengendali- marah, menyibukan diri dll)
kan halusinasinya, Klien dapat
menyebutkan cara baru, Klien 3.2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan
dapat memilih cara mengatasi klien, jika bermanfaat beri pujian
halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien,
Klien dapat melaksanakan3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/
cara yang telah dipilih untuk mengontrol timbulnya halusinasi :
 Katakan : “saya tidak mau dengar/lihat
mengendalikan halusinasinya,
Klien dapat mengikuti terapi kamu” (pada saat halusinasi terjadi)
aktivitas kelompok  Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota keluarga) untuk
bercakap cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar / dilihat
 Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar
halusinasi tidak sempat muncul
 Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa
jika tampak bicara sendiri
3.4 Bantu Klien memilih dan melatih cara
memutus halusinasi secara bertahap
3.5 Beri
kesempatan untuk melakukan cara yang
dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika
berhasil
3.6 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
TUK 4 : 4. 4.1 Anjurkan Klien untuk memberitahu keluarga
Kilen dapat dukungan Keluarga dapat membina jika mengalami halusinasi
dari keluarga dalam hubungan saling percaya 4.2 Diskusikan dengan keluarga )pada saat
mengontrol dengan perawat, Keluarga keluarga berkunjung/pada saat kunjungan
halusinasinya dapat menyebutkan rumah)
pengertian, tanda dan  Gejala halusinasi yang di alami klien
tindakan untuk mengendali  Cara yang dapat dilakukan klien dan
kan halusinasi keluarga untuk memutus halusinasi
 Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, berpergian
bersama
 Beri informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai orang lain
TUK 5 : 5. Klien dan keluarga dapat 5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dosis,efek samping dan manfaat obat
memanfaatkan obat dan efek samping obat,
dengan baik Klien dapat mendemontrasi 5.2 Anjurkan Klien minta sendiri obat pada
kan penggunaan obat dgn perawat dan merasakan manfaatnya
benar, Klien dapat informasi
tentang manfaat dan efek 5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang
samping obat, Klien manfaat dan efek samping obat yang
memahami akibat berhenti dirasakan
minum obat tanpa
konsultasi, Klien dapat 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
menyebutkan prinsip 6 konsultasi
benar penggunaan obat
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan
prinsip 5 (lima) benar
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Halusinasi Pasien Keluarga

SP I p SP I k
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
b. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien merawat pasien
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi terjadinya
f. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
g. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
h. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.

SP II p SP II k
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
b. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan halusinasi
dengan orang lain b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
c. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan kepada pasien halusinasi
harian.

SP III p SP III k
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. a. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
b. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang termasuk minum obat (discharge planning)
biasa dilakukan pasien). b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
c. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP IV p
a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
b. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum
obat (prinsip 5 benar minum obat).
c. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1.


Yogyakarta : Graha Ilmu.

Damaiyanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba
Medika.

Keliat, Budi Anna. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN


(Basic Course). Jakarta: EGC.

Kusumawati & Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info


Media.

Anda mungkin juga menyukai