Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

ISOLASI SOSIAL

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar: Praktik Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

Deden Farizal Nur

4002160030

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA

BANDUNG

2020
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasienmungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Nurhalimah, 2016).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Yusuf, Ah., dkk. 2015).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain. Pasien merasa
ditolak, tidak diterima, dan tidak mampu membina hubungan yang bererti dengan
orang lain disekitarnya (Keliat, 2011).
Isolasi sosial dapat disimpulkan bahwa keadaan dimana individu mengalami
penurunan atau tidak mampu berinteraksi dengan orang lain. Pasien merasa adanya
penolakan dan merasa kesepian serta tidak dapat membina hubungan dengan orang
disekitarnya.

B. Tanda & Gejala


Objektif
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghindari orang lain, tampak menyendiri, dan memisahkan diri dari orang
lain.
3. Komunikasi kurang/tidak ada, pasien tidak tampak bercakap-cakap dengan
orang lain.
4. Tidak ada kontak mata dan sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar.
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, memutuskan pembicaraan, atau
pergi saat diajak bercakap-cakap.
7. Tidak tampak melakukan kegiatan sehari-hari, perawatan diri kurang, dan
kegiatan rumah tangga tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
Subjektif

1. Pasien menjawab dengan singkat “ya”, “tidak”, “tidak tahu”.


2. Pasien tidak menjawab sama sekali (Yusuf, Ah., dkk. 2015).

C. Rentan Respon
Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons adaptif dan
maladaptif seperti tergambar di bawah ini.

Adaptif Maladaptif

• Menyendiri (solitude) • Manipulasi


• Merasa sendiri
• Otonomi (loneliness) • Impulsif
• Bekerja sama • Menarik diri • Narsisme
(mutualisme) (withdrawal)

• Saling bergantung • Tergantung (dependent)


(interdependence)
(Yusuf, Ah., dkk. 2015).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan
tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian
Adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri

Adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan


orang lain.
c. Ketergantungan (dependen)

Akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri


akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain
diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian
orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan,
bukan pada orang lain.
d. Manipulasi
Adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif
Adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme
Adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk
mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya
egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Trimelia, 2011)
D. Faktor Predisposisi
Dalam Nurhalimah (2016), dijelaskan bahwa faktor predisposisi Isolasi sosial
antara lain:
1. Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak,
yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan
CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan
fungsi otak
2. Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan
yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam
membina hubungan dengan orang lain.Koping individual yang digunakan
pada pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya
maladaptif. Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi
dan proyeksi. Perilaku isolasi sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah
atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasienmerasa tidak pantas berada
diantara orang lain dilingkungannya.
3. Faktor Sosial Budaya

Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial,


sesringkali diakibatkan karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi
rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasiendalam memenuhi
kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang terus menerus,
sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan mengabaikan
hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

E. Faktor Presipitasi
Dalam Nurhalimah (2016), dijelaskan bahwa faktor presipitasi Isolasi sosial
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak.Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau
tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan
konflik antar masyarakat. Selain itu Pada pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat
ditemukan adanya pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan terhadap
gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki serta
mengalami krisis identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai
harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun
lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial
dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.

F. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.
(Damaiyanti, 2012)

Mekanisme koping yang muncul yaitu:

a. Perilaku curiga : regresi, represi


b. Perilaku dependen: regresi
c. Perilaku manipulatif: regresi, represi
d. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
(Prabowo, 2014)

G. Proses Terjadinya Masalah


Individu yang mengalami isolasi sosial seringkali beranggapan bahwa
sumber/penyebab isolasi sosial itu berasal dari lingkungannya. Padahal, rangsangan
primer berupa kebutuhan perlindungan diri, secara psikologis terhadap kejadian
traumatic sehubungan rasa bersalah, marah, sepi, dan takut dengan orang yang
dicintai, tidak dapat dikatakan sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self
estreem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Koping individu
berpengaruh terhadap prilaku. Dukungan sosial dari peningkatan respon
psikososiologis yang adaftif, motifasi berasal dari dukungan keluarga ataupun
individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri pada individu
(stuart & sundeen, 2005).

H. Asuhan Keperawatan
1. Data Fokus Pengkajian
Hubungan sosial berupa:
a. Orang yang berarti bagi pasien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
c. Hambatan hubungan dengan orang lain
d. Masalah keperawatan
2. Masalah Keperawatan
a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Isolasi sosial
c. Perubagan persepsi sensori: halusinasi
3. Analisa data

Symptom Problem
Data objektif: menyendiri, mengurung diri, tidak Isolasi sosial
mampu bercakap-cakap dengan orang lain,
mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak
berinisiatif berhubungan dengan orang lain
Data subjektif: mengatakan malas berinteraksi,
mengatakan orang lain tidak menerima dirinya,
merasa orang lain tidak selevel, curiga dengan
orang lain, mendengar suara-suara/melihat
bayangan, merasa tidak berguna

4. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
5. Intervensi Keperawatan

Perencanaan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Isolasi Pasien mampu : Setelah…..x SP. 1 SP. 1
Sosial 1. Menyadari pertemuan pasien  Identifikasi penyebab :  Untuk menentukan
penyebab mampu : - Siapa yang satu rumah dengan deteksi dini atau langkah
awal sehingga dapat
isolasi sosial  Membina pasien?
mengetahui penyebab
2. Berinteraksi hubungan - Siapa yang dekat dengan pasien? yang terjadi
dengan orang saling percaya Apa sebabnya?
lain  Menyadari - Siapa yang tidak dekat dengan
penyebab pasien? Apa sebabnya?
isolasi sosial,  Tanyakan keuntungan dan kerugian
keuntungan dan  Agar pasien dapat
berinteraksi dengan orang lain :
mengetahui dan
kerugian - Tanyakan pendapat pasien tentang memahami pentingnya
berinteraksi kebiasaan berinteraksi dengan dalam berinteraksi sosial
dengan orang orang lain dengan lingkungan/orang
lain - Tanyakan apa yang menyebabkan sekitar
 Melakukan pasien tidak ingin berinteraksi
interaksi secara dengan orang lain
bertahap - Diskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak
mau bergaul dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial
terhadap kesehatan fisik pasien
 Latih berkenalan  Untuk membantu klien
- Jelaskan kepada klien cara dalam bersosialisasi
berinteraksi dengan orang lain dengan orang/lingkungan
yang ada di sekitar klien
- Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain
- Berikan kesempatan pasien
mempraktekan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan
dihadapan perawat
- Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan satu orang
teman/anggota keluarga
- Bila pasien sudah menunjukkan
kemajuan tingkatkan jumlah
interaksi dengan 2,3,4 orang dan
seterusnya
- Beri pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah dilakukan
pasien
- Siap mendengarkan ekspresi
perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain,
mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan
interaksinya.
 Masukkan dalam jadwal harian  Agar klien dapat
pasien mengingat jadwal yang
sudah disusun bersama.
SP. 2 SP. 2
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1)  Agar klien dapat
mengingat kembali apa
yang sudah diajarkan
 Latih berhubungan sosial secara
dipertemuan sebelumnya
bertahap  Untuk meningkatkan
lebih kemampuan klien
dalam bersosialisasi
dengan lingkungan/orang
yang ada disekitarnya
 Masukkan dalam jadwal kegiatan  Agar klien dapat
pasien melaksanakan cara
berkenalan yang telah
diajarkan
SP. 3 SP. 3
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP. 1  Agar klien dapat
dan 2) mengingat apa yang
sudah diajarkan di
pertemuan sebelumnya
 Latih cara berkenalan dengan 2  Untuk melatih
orang atau lebih kemampuan klien agar
dapat bersosialisi dengan
orang yang lebih banyak
lagi
 Masukkan dalam jadwal kegiatan  Agar klien dapat
pasien melaksanakan cara
berkenalan yang telah
diajarkan
Keluarga Setelah …. SP. 1 SP. 1
mampu : Pertemuan  Identifikasi masalah yang dihadapi  Kemampuan keluarga
Merawat pasien keluarga mampu keluarga dalam merawat pasien dalam mengidentifikasi
isolasi sosial di menjelaskan akan memunkinkan
rumah tentang :  Jelaskan proses terjadinya isolasi keluarga untuk menilai
isolasi sosial
1. Masalah isolasi sosial
 Agar keluarga
sosial dan mengetahui proses
dampaknya terjadinya isolasi sosial
pada pasien yang terjadi kepada
2. Penyebab  Jelaskan tentang cara merawat pasien
isolasi sosial pasien isolasi sosial  Meningkatkan
3. Sikap keluarga pengetahuan keluarga
mengenai cara merawat
untuk
 Latih (stimulasi) cara merawat klien sehinga keluarga
membantu dapat terlibat dalam
pasien perawatan klien
mengatasi  RTL keluarga/jadwal merawat
 Agar keluarga dapat
isolasi sosialnya pasien memahami secara jelas
4. Pengobatan dalam merawat klien
yang  Membantu keluarga
berkelanjutan dalam penjadwalan agar
sesuai dengan rencana
dan mencegah
putus obat,
tempat rujukan
dan fasilitas
kesehatan yang
tersedia bagi
pasien.
SP. 2 SP. 2
 Evaluasi kemampuan keluarga (SP.  Untuk mengetahui
1) sejauh mana kemampuan
keluarga dalam merawat
klien yang sudah
 Latih langsung dalam merawat diajarkan sebelumnya
 Agar keluarga dapat
pasien
merawat klien denga
isolasi sosial secara
langsung sehingga lebih
mudah dipahami dan
dapat langsung
mengaplikasikannya
 RTL keluarga/jadwal keluarga  Agar keluarga dapat
untuk merawat pasien lebih mudah merawat
klien dengan jadwal
yang telah disusun
bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (basic. Course).
Jakarta: EGC.

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan: Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Stuart, GW & Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.

Yusuf, Ah., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai