Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Siti Ratna Nurpiyah, S.Kep

NIM.4006200058

PROGRAM PROFESI NERS

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

2021
RESIKO BUNUH DIRI

I. Resiko Bunuh Diri


a. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2009).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Keliat, 2011).

b. Tanda dan Gejala


Data Subyektif
1) Mengatakan hidupnya tidak berguna
2) Ingin mati
3) Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Mengatkaan ada yang menyuruh bunuh diri
6) Mengatakan lebih baik mati saja
7) Mengatakan sudah bosan hidup
Data Obyektif
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Ada bekas percobaan bunuh diri
4) Perubahan kebiasaan hidup
5) Perubahan perangai
c. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2) Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
3) Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan
yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau
kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan
atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

d. Klasifikasi

Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori


 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

e. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Mal-


adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

Keterangan :
1) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin,
dan kesadaran diri meningkat.
2) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi
yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara
sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi
sedikit, dan menggigit jari.
5) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.
f. Faktor Predisposisi
1) Teori genetik dan biologis
 Genetik, riwayat keluarga dengan bunuh diri berpengaruh terhadap
perilaku mencederai diri sendiri. Sedangkan bayi yang dilahirkan
kembar memiliki resiko lebih tinggi melakukan bunuh diri
 Hubungan neurokimia, neurotransmitter yang berkaitan dengan perilaku
bunuh diri adalah dopamine, norepinefrin, asetilkolin, asam amino dan
GABA
 Diagnosis psikiatri, lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa
yang membuat individu berisiko bunuh diri adalah gangguan mood,
skizofrenia, gangguan kecemasan, dan penyalahgunaan zat.
2) Faktor psikologi
 Kebencian terhadap diri sendiri, merupakan hasil bentuk penyerangan
atau kemarahan terhadap orang lain yang tidak diterima yang
dimanifestasikan atau ditujukan pada diri sendiri
 Kepribadian yang implusif, mudah depresi dan putus asa
 Teori psikodinamik, depresi terjadi karena kehilangan sesuatu yang
sangat dicintai, rasa keputus asaan, kesepian, dan kehilangan harga diri
3) Faktor sosial budaya
 Faktor sosial , faktor sosial yang mengarah pada bunuh diri adalah
kemiskinan, pernikahan yang hancur, pengangguran, struktur keluarga,
kontrol sosial yang kurang, kehilangan, kurangnya dukungan sosial,
peristiwa kehidupan yang negatif, dan penyakit kronis
 Faktor budaya, yaitu faktor spiritual, nilai yang dianut oleh keluarga,
pandangan terhadap perilaku yang menyebabkan kematian, berdampak
pada angka kejadian bunuh diri

g. Faktor Presipitasi (biologi, psikologi, social)


Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui
media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri.
Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
Stuart Menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadikan yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan didepan umum, kehilangan pekerjaan,
atau ancaman. Selain itu mengtahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu
semakin rentan melakukan untuk bunuh diri.

h. Mekanisme Koping
Iskandar (2012) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
a. Penyangkalan
Penyangkalan menjadi tindakan menolak untuk mengakui adanya stimulus
yang menjadi penyebab terjadinya rasa cemas. Jika individu menolak tentang
kenyataan, maka ia akan beranggapan jika hal tersebut tidak ada atau menolak
pengalaman yang tidak menyenangkan agar bisa melindungi dirinya sendiri
b. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan diri dimana individu akan
berusaha untuk mencari alasan yang baik demi menjelaskan ego dan jenis
emosi yang dimiliki. Rasionalisasi ini nantinya akan membantu individu
tersebut untuk membenarkan tingkah laku spesifik sekaligus melemahkan rasa
kekecewaan yang terjadi
c. Intelektualisasi
Jika seorang individu memakai mekanisme pertahanan diri intelektualisasi,
maka nantinya indivdu tersebut akan menghadapi sebuah situasi yang
semestinya bisa menimbulkan perasaan sangat tertekan dengan cara analitik,
intelektual dan juga agar menjauh dari sebuah persoalan.
Individu akan menghadapi sebuah situasi yang lebih bermasalah sehingga
situasi tersebut akan menjadi pelajaran atau karena individu tersebut ingin
mengetahui apa yang sebenarnya sehingga tidak terlalu terlibat dalam persoalan
tersebut secara emosional.
Dengan mekanisme intelektualisasi tersebut, individu bisa mengurangi
pengaruh tidak menyenangkan untuk dirinya sendiri sebagai cara mengatasi
stres dan depresi dan sekaligus memberikan kesempatan untuk dirinya agar
lebih bisa meninjau masalah lebih obyektif.
d. Regresi
Regresi adalah respon umum untuk individu yang sedang berada dalam frustasi
anak atau juga bisa terjadi jika individu mendapat tekanan yang kembali ke
metode perilaku khas untuk individu yang lebih muda. Nantinya, individu
tersebut akan memberikan respon seperti layaknya individu yang usianya lebih
muda.

II. Proses Terjadinya Masalah


Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu,
adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus
mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka
selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang
salah) tentang bunuh diri.
III. Data Fokus Pengkajian
Tanyakan pada klien atau keluarga tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan (kegagalan, kehilangan/perpisahan/kematian, trauma selama tumbuh
kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu.

IV. Masalah Keperawatan


Resiko bunuh diri

V. Analisa Data

Data Masalah
DS : Resiko bunuh diri
Klien mengatakan pernah melakukan
percobaan bunuh diri
DO :
Klien terlihat murung dan lusuh

VI. Diagnosa Keperawatan


Resiko bunuh diri
VII. Intervensi Keperawatan

Diagnose Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Resiko Bunuh Diri Pasien mampu : Setelah ….x pertemuan, SP I SP 1
- Mengidentifikasi pasien dapat menjelaskan - Identifikasi benda-benda
benda-benda yang pentingnya : yang dapat - Mengawasi tindakan pasien agar tidak
dapat - Mengidentifikasi membahayakan pasien melakukan tindakan bunuh diri
membahayakan benda-benda yang - Amankan benda-benda - Agar pasien tidak melakukan
- Mengendalikan dapat yang dapat percobaan bunuh diri
dorongan bunuh diri membahayakan membehayakan pasien - Mengawasi pasien agar teratur dan
- Mengidentifikasi - Mengendalikan - Lakukan kontak tepat minum obat
aspek positif dorongan bunuh diri treatment - Agar pasien bisa mengendalikan
- Menghargai diri - Mengidentifikasi - Ajarkan cara dirinya dari percobaan bunuh diri
sendiri sebagai aspek positif mengendalikan dorongan Agar pasien merasa tidak sendirian dan
individu yang - Menghargai diri bunuh diri terhindar dari peasaan ingin bunuh diri
berharga sendiri sebagai - Latih cara
- Mengidentifikasi individu yang mengendalikan dorongan
koping yang berharga bunuh diri
konstruktif dan - Mengidentifikasi
Resiko Bunuh Diri mampu koping yang SP 2 SP 2
menerapkannya konstruktif dan - Evaluasi SP1 - Agar pasien menggali potensi
- Membuat rencana mampu - Identifikasi aspek positif diri yang positif
masa depan yang menerapkannya pasien - Berfikir positif dapat
realistis dan mampu - Membuat rencana - Dorong pasien untuk membantu klien
melakukan kegiatan masa depan yang berpikir positif terhadap mengidentifikasi,menerima,dan
realistis dan mampu diri sendiri mengawasi perasaannya
melakukan kegiatan - Dorong pasien untuk - Pasien menjadi lebih
menghargai diri sendiri bersemangat dan menghargai dirinya.
sebagai individu yang
berharga

Resiko Bunuh Diri SP 3 SP 3


- Evaluasi kegiatan SP1
dan 2 - Untuk mengetahui jenis coping
- Identifikasi pola koping yang digunakan sehingga pasien
yang biasa diterapkan dapat menyelesaikan masalahnya
- Nilai pola koping yang - Agar pasien bisa menentukan
biasa dilakukan koping mana yang cocok dengan
- Identifikasi pola koping pasien
yang konstruktif - Pasien bisa menentukan koping
- Dorong pasien yang sifatnya membangun atau
menerapkan pola koping memperbaiki diri agar terhindar
yang konstruktif dalam dari perasaan ingin bunuh diri
kegiatan harian
Agar pasien melakukan kesehariannya
dengan lebih baik dari sebelumnya
Resiko Bunuh Diri SP 4 SP 4
- Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu - Perawat menjadi fasilitaor untuk
(SP1,2&3) membuat rencana masa depan
- Buat rencana masa depan pasien agar hidup pasien lebih
yang realistis bersama terarah
pasien - Agar pasien tidak putus asa
- Identifikasi cara Agar pasien dapat menguangi ketegangan
mencapai rencana masa dengan cara melakukan hal-hal positif
depan yang realistis untuk masa depannya
- Beri dorongan pasien
melakukan kegiatan
dalam rangka meraih
masa deoan yang
realisitis

Resiko Bunuh Diri Keluarga mampu : Setelah ….x pertemuan SP 1 SP 1


Merawat pasien dengan keluarga mampu: - Identifikasi masalah yang
resiko bunuh diri - Merawat pasien dirasakan keluarga dalam - Perawat menjdi fasilitator untuk
- Menjelaskan merawat pasien mengetahui permasalahan yang ada
pengertian, tanda - Jelaskan pengertian, - Agar keluarga pasien paham
dan gejala serta tanda dan gejala, resiko mengenai bunuh diri,sehingga bisa
perilaku bunuh diri bunuh diri dan jenis mengawasi dan mencegah anggota
- Melakukan perilaku bunuh diri yang keluarganya yang akan bunuh diri
langsung cara dialami pasien serta - Keluarga mampu merawat dengan
merawat pasien proses terjadinya aik di rumah
- Membuat jadwal - Jelaskan tentang cara-
aktivitas di rumah cara merawat pasien
dan mampu resiko bunuh diri
Resiko Bunuh Diri melakukan follow SP 2 SP 2
up - Evaluasi SP 1
- Mampu mempraktekan
cara merawat pasien - Agar keluarga mampu merawat
dengan resiko bunuh diri anggota keluarganya dengan
- Latih keluarga resiko bunuh diri sehingga
melakukan cara merawat keadaannya membaik
langsung kepada pasien - Agar pasien merasa aman dan
resiko bunuh diri merasa tidak sendirian

Resiko Bunuh Diri SP 3 SP 3


- Evaluasi kemampuan SP
2 - Untuk mengarahkan kegiatan yang
- Bantu keluarga membuat postif sehingga tidak ada pikiran
jadwal aktivitas di rumah untuk bunuh diri
termasuk minum obat Agar pasien membaik dan tidak ada
- Jelaskan folloe up pasien perasaan bunuh diri
setelah pulang
Daftar Pustaka

DEPKES RI. 2009. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Depkes

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat A. Budi, Akemat. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku AJar Kesehatan Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai