Diajukan untuk memenuhi tugas pada Stase Keperawatan Jiwa dalam Program
Pendidikan Profesi Ners
Disusun Oleh :
YUDI TUBAGJA SIREGAR
231FK09072
1
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI
2
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian).
h. Menanyakan tentang obat dosis mematikan.
i. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
mengasibngkan diri).
j. Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam
menyalahginakan alkohol).
k. Kesehatan fisik ( biasanya pada kliemn dengan penyakit kronis atau terminal)
l. Pengangguran.
m. Kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam karir.
n. Umur 15- 19 tahun atau di atas 45 tahun.
o. Status perkawinan ( mengalami kegagalan dalam perkawinan).
p. Pekerjaan.
q. Konflik interpersonal.
r. Latar belakang keluarga.
s. Orientasi seksual.
t. Sumber-sumber personal.
u. Sumber-sumber sosial.
v. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
w. Mandi / hygiene.
( Fitria, 2009 )
2. Rentang Respon
a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja
3
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita,
2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1) Upaya bunuh diri (scucide attempt)
Sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu
sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah
tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin
akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2) Isyarat bunuh diri (suicide gesture)
Bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang
lain.
3) Ancaman bunuh diri (suicide threat)
Suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa
seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi
atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
4
3. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
4. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
5
5. Sumber Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam
kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
6. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
6
2. Data yang perlu dikaji :
a. Data Subyektif :
Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.menyatakan ingin bunuh diri atau ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
b. Data Obyektif :
Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls, ada
isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri
C. Risiko Bunuh Diri (Sdki.D.0135)
Risiko bunuh diri merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai
berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
a. Fakor Risiko
Faktor risiko untuk masalah risiko bunuh diri adalah:
b. Luaran
7
Kontrol diri meningkat diberi kode L.09076 dalam SLKI.
Contoh:
c. Intervensi
MANAJEMEN MOOD (I. 09289)
8
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
9
PENCEGAHAN BUNUH DIRI (I.14538)
Pencegahan bunuh diri adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien merugikan diri sendiri
dengan maksud mengakhiri hidup.
Observasi
Terapeutik
10
Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan (mis: orang
yang dihubungi, ke mana mencari bantuan)
Pastikan obat ditelan
Edukasi
Kolaborasi
d. Diagnosa Terkait
11
11. Risiko hipotermia
12. Risiko hipotermia perioperatif
13. Risiko infeksi
14. Risiko jatuh
15. Risiko luka tekan
16. Risiko mutilasi diri
17. Risiko perilaku kekerasan
18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
19. Risiko termoregulasi tidak efektif
20. Termoregulasi tidak efektif
D. Rencana tindakan
Diagnosa : risiko bunuh diri
Tujuan umum :
Klien tetap aman dan selamat.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Perkenalkan diri dengan klien.
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
12
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
b. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri.
Tindakan :
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
Tindakan :
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll).
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6. Klien dapat menggunakan dukungan social.
Tindakan :
a. Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
7. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
Tindakan :
a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis,
cara, waktu).
13
b. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
c. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Tindakan Keperawatan 7 Diagnosis.
Jakarta: Salemba Medika.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
15