Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUJUH KASUS GANGGUAN JIWA : WAHAM, HALUSINASI, ISOLASI SOSIAL,


HARGA DIRI RENDAH, PERILAKU KEKERASAN, DEFISIT PERAWATAN DIRI,
DAN RISIKO BUNUH DIRI

Diajukan untuk memenuhi tugas pada Stase Keperawatan Jiwa dalam Program
Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh :
YUDI TUBAGJA SIREGAR
231FK09072

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA PDSKU TASIKMALAYA
2024

1
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin
“suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti
pembunuhan. Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku
pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu
yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Dia
mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan bunuh
diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama
sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk
masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan.
(Maris dkk., 2000).
Risiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan.
(Stuart, 2006).
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Tanda Dan Gejala.
a. Mempunyai ide unutk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan unutk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersaah dan keputusasaan.

2
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian).
h. Menanyakan tentang obat dosis mematikan.
i. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
mengasibngkan diri).
j. Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam
menyalahginakan alkohol).
k. Kesehatan fisik ( biasanya pada kliemn dengan penyakit kronis atau terminal)
l. Pengangguran.
m. Kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam karir.
n. Umur 15- 19 tahun atau di atas 45 tahun.
o. Status perkawinan ( mengalami kegagalan dalam perkawinan).
p. Pekerjaan.
q. Konflik interpersonal.
r. Latar belakang keluarga.
s. Orientasi seksual.
t. Sumber-sumber personal.
u. Sumber-sumber sosial.
v. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
w. Mandi / hygiene.
( Fitria, 2009 )

2. Rentang Respon
a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja

3
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita,
2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1) Upaya bunuh diri (scucide attempt)
Sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan itu
sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah
tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin
akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2) Isyarat bunuh diri (suicide gesture)
Bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang
lain.
3) Ancaman bunuh diri (suicide threat)
Suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa
seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi
atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

4
3. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
4. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

5
5. Sumber Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam
kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
6. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

7. Pathways/ Pohon Masalah


Bunuh Diri

Risiko Bunuh Diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Gangguan Persepsi Sensori


Harga Diri Rendah Halusinasi

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian Lengkap Sesuai Kasus
1. Masalah Keperawatan :
a. Resiko mencederai diri
b. Perilaku bunuh diri
c. Koping maladaptif

6
2. Data yang perlu dikaji :
a. Data Subyektif :
Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.menyatakan ingin bunuh diri atau ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
b. Data Obyektif :
Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls, ada
isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Bunuh Diri
C. Risiko Bunuh Diri (Sdki.D.0135)
Risiko bunuh diri merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai
berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
a. Fakor Risiko
Faktor risiko untuk masalah risiko bunuh diri adalah:

1. Gangguan perilaku (mis: euphoria mendadak setelah depresi, perilaku


mencari senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat
surat warisan)
2. Demografi (mis: lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,
pengangguran)
3. Gangguan fisik (mis: nyeri kronis, penyakit terminal)
4. Masalah sosial (mis: berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan
hubungan yang penting, isolasi sosial)
5. Gangguan psikologis (mis: penganiayaan masa kanak-kanak, riwayat bunuh
diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit
psikiatrik, penyalahgunaan zat)

b. Luaran

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk


diagnosis risiko bunuh diri adalah “kontrol diri meningkat”.

7
Kontrol diri meningkat diberi kode L.09076 dalam SLKI.

Kontrol diri meningkat berarti meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan


atau mengatur emosi, pikiran, dan perilaku dalam menghadapi masalah.

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa kontrol diri meningkat adalah:

1. Verbalisasi keinginan bunuh diri menurun


2. Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
3. Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
4. Verbalisasi rencana bunuh diri menurun

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka kontrol diri


meningkat, dengan kriteria hasil:

1. Verbalisasi keinginan bunuh diri menurun


2. Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
3. Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
4. Verbalisasi rencana bunuh diri menurun

c. Intervensi
 MANAJEMEN MOOD (I. 09289)

Intervensi manajemen mood dalam Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI) diberi kode (I.09289).

Manajemen mood adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk


mengidentifikasi dan mengelola keselamatan, stabilisasi, pemulihan, dan
perawatan gangguan mood (keadaan emosional yang bersifat sementara)

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen mood berdasarkan


SIKI, antara lain:

8
Observasi

 Identifikasi mood (mis: tanda, gejala, Riwayat penyakit)


 Identifikasi risiko keselamatan diri atau orang lain
 Monitor fungsi kognitif (mis: konsentrasi, memori, kemampuan membuat
keputusan)
 Monitor aktivitas dan tingkat stimulasi lingkungan

Terapeutik

 Fasilitasi pengisian kuesioner self-report (mis: beck depression inventory,


skala status fungsional), jika perlu
 Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan dengan cara yang tepat
(mis: sandsack, terapi seni, aktivitas fisik)

Edukasi

 Jelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya


 Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan dan rehabilitasi, jika perlu
 Anjurkan rawat inap sesuai indikasi (mis: risiko keselamatan, deficit
perawatan diri, sosial)
 Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood (mis: situasi stres, masalah
fisik)
 Ajarkan memonitor mood secara mandiri (mis: skala tingkat 1 – 10,
membuat jurnal)
 Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah baru

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat, jika perlu


 Rujuk untuk psikoterapi (mis: perilaku, hubungan interpersonal, keluarga,
kelompok), jika perlu

9
 PENCEGAHAN BUNUH DIRI (I.14538)

Intervensi pencegahan bunuh diri dalam Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14538).

Pencegahan bunuh diri adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk
mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien merugikan diri sendiri
dengan maksud mengakhiri hidup.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan bunuh diri


berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

 Identifikasi gejala risiko bunuh diri (mis: gangguan mood, halusinasi,


delusi, panik, penyalahgunaan zat, kesedihan, gangguan kepribadian)
 Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
 Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis: barang pribadi, pisau
cukur, jendela)
 Monitor adanya perubahan mood atau perilaku

Terapeutik

 Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri


 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh
diri
 Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau (mis:
tempat tidur dekat ruang perawat)
 Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu (mis: rapat staf, pergantian
shift)
 Lakukan intervensi perlindungan (mis: pembatasan area, pengekangan
fisik), jika diperlukan
 Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa sekarang dan masa depan

10
 Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan (mis: orang
yang dihubungi, ke mana mencari bantuan)
 Pastikan obat ditelan

Edukasi

 Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain


 Anjurkan menggunakan sumber pendukung (mis: layanan spiritual,
penyedia layanan)
 Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang
terdekat
 Informasikan sumber daya masyarakat dan program yang tersedia
 Latih pencegahan risiko bunuh diri (mis: latihan asertif, relaksasi otot
progresif)

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai indikasi


 Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA
 Rujuk ke pelayanan kesehatan mental, jika perlu

d. Diagnosa Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori


keamanan dan proteksi adalah:

1. Gangguan integritas kulit/jaringan


2. Hipertermia
3. Hipotermia
4. Perilaku kekerasan
5. Perlambatan pemulihan pascabedah
6. Risiko alergi
7. Risiko cedera
8. Risiko cedera pada ibu
9. Risiko cedera pada janin
10. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan

11
11. Risiko hipotermia
12. Risiko hipotermia perioperatif
13. Risiko infeksi
14. Risiko jatuh
15. Risiko luka tekan
16. Risiko mutilasi diri
17. Risiko perilaku kekerasan
18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
19. Risiko termoregulasi tidak efektif
20. Termoregulasi tidak efektif

D. Rencana tindakan
Diagnosa : risiko bunuh diri
Tujuan umum :
Klien tetap aman dan selamat.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Perkenalkan diri dengan klien.
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri.
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan :
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.

12
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
b. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan
untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri.
Tindakan :
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif.
Tindakan :
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll).
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6. Klien dapat menggunakan dukungan social.
Tindakan :
a. Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
7. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
Tindakan :
a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis,
cara, waktu).

13
b. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
c. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.

 Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Tindakan Keperawatan 7 Diagnosis.
Jakarta: Salemba Medika.

 Boyd MA, Hihart MA. 1998. Psychiatric nursing : contemporary practice.


Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher.

 Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC.

 Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.

 Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung.
 PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
 PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
 PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

15

Anda mungkin juga menyukai