Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


TINDAKAN KEPERAWATAN RISIKO BUNUH DIRI

Disusun oleh :
Khamidatul Istikanah ( 7121010 )

PROGRAM STUDI ILMU DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2023 – 2024

1
Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan

Resiko Bunuh Diri

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri
merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk
semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

B. Macam macam bunuh diri menjadi 4 jenis yaitu :


1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa
kepentingan individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu
yang satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki
integritas yang kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu
yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada
tipe bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi
ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa
berlebihan

C. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan

2
Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 DiagnosisKeperawatan Jiwa Berat bagi
Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diriadalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensiyang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalammenghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi

3
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebutmenjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakanbunuh diri. Perilaku bunuh
diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupunbudaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klienmelakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkankeinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatanmasyarakat
lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan
diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.

D. Rentang Respon Protektif Diri


Respon adaptif Respon
maladaptif

Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan


diri destruktif langsung bunuh diri
diri

4
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Keterangan :
a) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,
yakin, dan kesadaran diri meningkat.
b) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang
yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan
perilaku.
c) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian,
seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat
dalam rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
d) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk
melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh,
melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
e) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan.

E. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

5
Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya
motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan
bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri.
Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah
keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius. Sesekali pasien
berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu
diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri.
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan untuk
melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi
Kurangnya respon positif
Kematian

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

6
( Stuart & Sundeen , 2006 )
Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah
metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien
pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi
sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang
dilakukan umumnya tidak mematikan karena mengalami ambivalensi
kematian. Individu ini masih memiliki kemampuan untuk hidup, ingin
diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap
ini dinamakan “crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang
mematikan, namun masih ada yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa
percobaan bunuh diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh
diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebelumnya. Suicide ini merupakan pilihan terakhir utnuk mengatasi
kesedihan yang mendalam

7
G. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis.
Hal yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri
dituliskan dalam tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke
dalam faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.

8
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan
mereka sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan
berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri,
nilailah apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara
impulsif dan tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk
ditemukan. (contohnya, apakah pasien sendirian dan apakah pasien
memberitahukan orang lain?), dan reaksi pasien karena diselamatkan
(apakah pasien kecewa atau merasa lega?), dan apakah faktor-faktor
yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien
dengan gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan
jika keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika
pengobatan dapat dimulai secara cepat. Selain hal tersebut, perawatan di
rumah sakit mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan
abstinensia dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda
psokologis dari putus alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang
tinggi adanya gangguan depresif berat. Semua pasien yang berusaha
bunuh diri oleh alkohol atau obat harus dinilai kembali jika mereka
sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius,
karena mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang
kacau dengan letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari
konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan
rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah yang mencetuskan
krisis dan bagaimana mereka biasanya berperan. Keterlibatan keluarga
atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin membantu dalam
menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang
menyebabkan mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak

9
mempengaruhi perilaku tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan
manfaat dari rehabilitasi jangka panjang, dan periode singkat stabilisassi
mungkin diperlukan, tetapi tidak ada pengobatan jangka pendek yang
dapat diharapkan mengubah perjalanannya secara bermakna.

I. Terapi Aktivitas Kelompok (Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009)


1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui
hubungan interpersonaldalam kelompok. Pada model ini juga
menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,merupakan akibat dari
tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu
dankelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist.
Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan
dipelajari.

J. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah


1. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor
fisik/ penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah
terapi psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
2. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk
kembali ke masyarakat serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai
diri sendiri atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari
(bila ada) harus dalam keadaan terkunci

10
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan
menyapa pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan
keperawatan atau kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau
merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat
pada pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru
bagi masa depannya.

11
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Bunuh Diri

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan
keluarga (pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat
adalah mengkaji factor resiko, factor predisposisi, factor presipitasi, tanda dan
gejala, dan mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi
beberapa hal yaitu :
a) Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali lipat
dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai,
berpisah, atau janda memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar dari pada
orang menikah ( Jacobs, dkk dalam townsend 2009 )
b) Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh wanita,
tetapi tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria.
Jumlah bunuh diri yang sukses dilakukan pria adalah sekitar 70 %.
Sedangkan wanita 30% ( townsend 2009 )
c) Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American journal of
psychiatry, pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya
berafiliasi dengan agama cenderung mencoba bunuh diri daripada
rekan-rekan non religious mereka (dervic, dkk.via townsend 2009)

d) Status social ekonomi


Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh
diri lebih tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan sadock,
2007 )

12
e) Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang kulit
putih berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh
penduduk asli amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan
asia amerika ( pusat nasional statistic kesehatan dalam townsend 2009
)
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai factor resiko
bunuh diri.
a. Factor resiko versi hatton, valente, dan rink (1977 dalam yusuf, dkk,
205)
No Perilaku dan gejala Rendah Sedang Tinggi

1 Cemas Rendah sedang Tinggi atau


panik

2 Depresi Rendah sedang Berat

3 Isolasi-menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,


yang samar, tidak berdaya, putus putus asa,
menarik diri asa, menarik diri menarik diri,
protes pada diri
sendiri

4 Fungsi sehari hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
pada semua beberapa semua aktivitas
aktivitas aktivitas

5 Sumber sumber beberapa sedikit Kurang

6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar


konstruktif konstruktif destruktif

7 Orang penting/dekat beberapa Sedikit atau Tidak ada


hanya satu

8 Pelayanan psikiatri Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negatif


yang lalu positif memuaskan terhadap
pertolongan

9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil


tak stabil)

10 Pemakai alkohol dan Tidak sering sering Terus menerus


obat

11 Percobaan bunuh diri Tidak, atau yang Dari tidak Dari tidak
sebelumnya tidak fatal sampai dengan sampai berbagai

13
cara yang agak cara yang fatal
fatal

12 Disorientasi dan Tidak ada sedikit Jelas atau ada


disorganisasi

13 Bermusuhan Tidak atau tidak beberapa Jelas atau ada


sedikit

14 Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan


kadang ada dipikirkan konstan
pikiran tidak ada kadang kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan rencana
merencanakan yang spesifik

2. Factor predisposisi
a) Factor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat keluarga
tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri dengan
bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi ini
terlepas dari transmisi gangguan kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku
bunuh diri tampaknya di mediasi oleh transimi kecendrungan agresi
impulsive, sifat yang mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih
tinggi untuk bertindak atas pemikiran bunuh diri
b) Factor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan
stressor

3. Factor social budaya


Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon inndividu yang merasa terpisah dan terlepas dari
arus utama masyarakat
b. Bunuh diri altruistik
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan
diintegraskan kedalam kelompok. Kelompok ini sering di atur oleh

14
ikatan budaya, agama, atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat,
sehingga individu bersedia mengorbankan untuk kelompoknya tersebut
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan
seseorang ( misalnya oerceraian, kehilangan pekerjaan ) yang
mengganggu perasaan keterkaitan dengan kelompok
4. Factor presipitasi
Factor pencetus resiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan
yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang
menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi. Data yang
digunakan adalah data subjektif dan objektif

a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam

15
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui
wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan klien saat ini?
2. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
3. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh
diri? lakukannya?Sudah berapa kali? Kapan terakhir
melakukannya? Dengan apa klien melakukan percobaan bunuh
diri? apa yang menyebabkan klien ingin melakukan percobaan
bunuh diri?
7. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh
diri?
Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah:
a. Klien tampak murung
b. Klien tidak bergairah
c. Klien tampak banyak diam
d. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pohon masalah

Diagnosis : Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga diri rendahn

C. Perencanaan

16
Perencanaa meliputi penentuan diagnosisi keperawatan, tujuan dan intervensi
keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawata pada keadaan
gawat darurat adalah sbg berikut :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan
menangani setress, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri
sebegai pemecah masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan kerisis yang tibab
tiba (dirumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

17
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

STRATEGI PELAKSANAAN 1

Masalah utama : Resiko bunuh diri

A. Kondisi Klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

C. Tujuan
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting

18
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien

e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan

3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:


a) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas
masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara
menyelesaikan masalah yang lebih baik.

SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

1. Orientasi:
a. Salam Terapeutik
Assalamu’alaikum…“perkenalkan nama saya bruther Saeful Hamzah, senang
dipanggil epul saya mahasiswa AKPER KHARISMA KARAWANG “.Nama
bapak siapa senang dipanggil apa ?
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan dan kabar bapak hari ini?, bagaimana tidur bapak
semalam?”
c. Kontrak
“Bagaimana pak kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang benda-benda
apa saja yang dapat membahayakan diri bapak, serta bagaimana cara
mengendalikan dorongan bunuh diri?”, dimana kita akan bicara?, bagaimana
kalau di taman pak?”, berapa lama kita akan berbincang-bincang?”,
bagaimana kalau waktu berbimcang-bincang kita selama 15 menit?”, apakah
bapak setuju?”

19
d. Tujan
“Tujuan pembicaraan kita adalah agar bapak tahu benda-benda apa saja yang
dapat membahayakan diri bapak, serta bapak dapat mengetahui cara
mengendalikan dorongan bunuh diri”.

2. Fase kerja
“Bapak, apakah bapak tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri bapak?,
coba sebutkan apa saja benda-benda tersebut!. Bagus sekali sekali bapak, bapak
tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri bapak. Apakah salah satu benda
tersebut ada dikamar bapak?, kalau ada benda tersebut jangan bapak dekati atau
pegang ya pak. Apa bapak sering mendengar bisikan yang mendorong bapak
untuk melakukan bunuh diri?, apa yang bapak lakukan ketika suara-suara itu
datang? “Bapak, bagaimana kalau saya ajarkan cara-cara lain untuk mengusir
suara-suara itu, apakah bapak mau?, “pak, kalau suara-suara itu ada, bapak tutup
kedua telinga rapat-rapat, seperti ini pak, dan katakana dengan keras, JAUHI
SAYA, PERGI KAMU !!! KAMU PALSU. “Coba bapak lakukan seperti yang
saya ajarkan tadi, iya pak seperti itu, bagus…

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif (respon klien)
“Bagaimana perasaan bapak setelah bapak mengetahui benda-benda yang
dapat membahayakan diri bapak, dan mengetahui cara mengusir suara-suara
yang menyuruh bapak melakukan bunuh diri?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba bapak ulangi lagi apa yang saya ajarkan tadi”, iya begitu pak…
c. Rencana tindak lanjut
“Bapak, selama kitak tidak bertemu, bila bapak melihat benda-benda yang
dapat membahayakan bapak, segera jauhi, dan jika bapak mendengar suara-

20
suara itu kembali, segera bapak usir dengan cara yang sudah kita pelajari tadi
ya pak”.
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang bapak saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi
pak?,bagaimana kalau besok?, baiklah besok kita akan membahas tentang cara
berfikir positif tentang diri sendiri dan mengahargai diri sebagai individu yang
berharga. Tempatnya mau dimana pak? Bagaimana kalau di taman pak?, baik
besok kita dari jam 08.30- 08.45 WIB. Apakah bapak setuju?, baiklah pak
selamat beristirahat”.

STRATEGI PELAKSANAAN 2

1. Kondisi Klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

3. Tujuan
1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien dapat berfikir positif terhadap dirinya sendiri.
3. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
4. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya

21
5. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
4. Tindakan Keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik.

SP 2 : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

1. Orientasi
a. Salam terapetik
“Selamat pagi bapak, masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?”, bagaimana dengan tidur bapak
semalam?”
c. Kontrak
“Bapak masih ingat dengan kontrak kita kemarin?, kita akan berbincang-
bincang tentang cara berfikir positif tentang diri sendiri dan mengahargai diri
sebagai individu yang berharga, bagaimana kalau kita berbincang-bincang

22
ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin?, apa bapak mau?, berapa lama
kita akan berbicara?, bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita kemarin
juga yang telah di tentukan?, apakah bapak setuju?”.
d. Tujuan
“Tujuan pembicaraan kita adalah agar bapak lebih berfikir positif terhadap diri
bapak sendiri, dan bapak lebih menghargai diri sendiri”.

2. Fase kerja
“Apa yang bapak tidak sukai dari anggota tubuh bapak?, bisa bapak jelaskan
alasan bapak tidak suka dengan bagian anggota tubuh tersebut?, jadi kalau bapak
merasa anggota tubuh tersebut tidak bapak sukai, coabalah dari sekarang bapak
mulai mencoba menyukainya, contoh : bapak bisa menulis dengan tekhnik yang
berbeda, lihat pak seperti saya!”, coba bapak lakukan seperti saya tadi, ya begitu
pak….bagus…!!!

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya senang
jika bapak mulai sekarang mencoba menyukai anggota tubuh bapak yang
bapak anggap tidak suka”.
b. Evaluasi objektif
“Coba bapak lakukan kembali apa yang sudah kita bicarakan tadi, dan tekhnik
cara menulis”.
c. Rencana tindak lanjut
“Bapak, selama kitak tidak bertemu, bapak bisa melakukan tekhnik menulis
yang seperti saya ajarkan tadi”.
d. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang bapak saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi
pak?,bagaimana kalau besok?, baiklah besok kita akan membahas tentang cara

23
melakukan hal yang baik ketika sedang mengalami masalah. Bagaimana kalau
di taman lagi pak?, baik besok kita dari jam 08.30- 08.45 WIB. Apakah bapak
setuju?, baiklah pak selamat beristirahat”.

STRATEGI PELAKSANAAN 3

1. Kondisi Klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan
Pasien tidak dapat mencapai masa depan yang realistis
4. Tindakan Keperawatan
1) Membuat rencan amasa depan yang realistis bersama pasien
2) Mengidentifikasi cara mencapai masa depan yang realistis
3) Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa
depan realistis

SP 3 : komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperwatan

1. Orientasi
a. Salam Terapeutik

24
“ selama pagi bapak, masih ingat dengan saya ?”
b. Evaluasi Validasi
” Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”, bagaimana dengan tidur bapak
semalam ?”.
c. Kontrak
” Bapak masih ingat dengan kontrak kita kemarin ?, kita akan berbincang-
bincang tentang bagaimana cara bapak melakukan hal yang baik ketika
sedang mengalami masalah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang
ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin?, apa bapak mau?, berapa
lama kita akan berbicara?, bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita
kemarin juga yang telah di tentukan?, apakah bapak setuju?”.
d. Tujuan
“Tujuan pembicaraan kita adalah supaya bapak dapat merencenakan masa
depan yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan bapak dapat mencapai
masa depan yang nyata”
2. Fase Kerja
“Bapak, apa keinginan bapak dari dulu sampai sekarang?, apalagi pak?,
apakah masih ada?. Sampai saat ini sudah ada keinginan bapak yang sudah
tercapai?, wah hebat…..yang belum tercapainya pak?.
“Harapan bapak sangat bagus sekali, bapak bisa berusaha semampu bapak
dengan cara yang sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa. Kegagalan bukan akhir
dari sebuah harapan pak, namun cobaan yang nantinya akan membawa bapak
ke arah yang bapak harapkan selama ini. Jadi, selalu berusaha menjadi yang
terbaik ya pak, kejar cita-cita bapak sampai dapat dan ingat, kejar harapan itu
sesuai kemampuan bapak”.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif

25
“Bagaimana perasaan bapak setelah apa yang kita bicarakan tadi?, saya
senang jika bapak melakukan apa yang sudah tadi kita bicarakan”.
b. Evaluasi objektif
“Coba bapak sebutkan kembali apa yang seharusnya kita lakukan ketika
kita menginginkan sesuatu! Pintar sekali bapak ini….”.
c. Rencana tindak lanjut
“Bapak, selama kita tidak bertemu, bapak bisa melakukan hal seperti tadi
untuk mencapai keinginan bapak yang nyata, bapak mesti lebih sabar,
lebih giat, ikhtiar dan berdoa. Jangan sampai menyerah ya pak”.
“Sukses buat bapak…. “.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aditomo, A., & Sofia, R. (2014). Perfeksionisme, Harga Diri, Dan


Kecenderungan Depresi Pada Remaja Akhir. Jurnal Psikologi, NO.1(114).
(online). (https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/70334) diakses pada
tanggal 22 Mei 2017.

Baradero, M., Mary, W.D., & Anastasia, M. (2015). Kesehatan Mental Psikiatri:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Copel, L.C. (2017). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Eka, V. (2014). Hari Pencegahan bunuh diri sedunia, (online),


(http://www.depkes.go.id/article/view/201409170003/10-september-
haripencegahan-bunuh-diri-sedunia.html) diakses 10 Desember 2016.

Fahrul, Alwiya, M., & Ingrid, F. (2014). Rasionalitas penggunaan antipsikotik pada
pasien skizofrenia. Jurnal of Natural Science, Vol. 3 (2)
(online),(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ejurnalfmipa/article/do
wnload/2981/2056.pdf) diakses pada tanggal 10 Desember 2016.

Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika

Hidayat, A.A.A. (2010). Metoda Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.


Surabaya: Health Books Publishing.

Jannah,S.R. (2017). Tinjauan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Pasien


Dengan Bunuh Diri. Idea Nursing Journal, 1(1), 32-38. (online).

27
(http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/download/6347/5214) diakses
pada tanggal 22 Mei 2017.

28

Anda mungkin juga menyukai