Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan

Resiko Bunuh Diri

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri merupakan salah satu dari 20
penyebab utama kematian secara global untuk semua umur dan hampir satu juta orang
meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

B. Macam macam bunuh diri menjadi 4 jenis yaitu :


1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa kepentingan individu
lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu
dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang kuat,
misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu yang
bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada tipe bunuh
diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan
C. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk
7 DiagnosisKeperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari
resiko bunuh diriadalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensiyang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalammenghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui ekaman gelombang otak
Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakanbunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupunbudaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klienmelakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkankeinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatanmasyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,
dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang
tanpa memberikan koping alternatif.
D. Rentang Respon Protektif Diri
Respon adaptif Respon maladaptif
Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan bunuh diri
diri destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh


dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

Keterangan :
a) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
b) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
c) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang
berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan
perilaku yang menimbulkan stres.
d) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.
e) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

E. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk
bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan
gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, adanya percobaan
bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus mendapatkan perhatian serius.
Sesekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu,
perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri.
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen , 2006 )


Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah metode
yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian,
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri
yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan
untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya tidak mematikan
karena mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki kemampuan
untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental.
Tahap ini dinamakan “crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati
dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang mematikan, namun masih ada
yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh
diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini merupakan pilihan terakhir
utnuk mengatasi kesedihan yang mendalam

G. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang
paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri dituliskan dalam tabel
di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam faktor yang berhubungan
dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka
sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan  berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah apakah
usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan tentukan
letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan. (contohnya, apakah pasien
sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan reaksi pasien karena
diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega?), dan apakah faktor-faktor
yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan gangguan
depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika keluarganya dapat
mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat dimulai secara cepat.
Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia
dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psokologis dari putus
alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan depresif
berat. Semua pasien yang berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat harus dinilai
kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang kacau dengan
letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi
empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan bertanggung
jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana mereka biasanya
berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin
membantu dalam menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan
mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak mempengaruhi perilaku
tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan manfaat dari rehabilitasi jangka panjang,
dan periode singkat stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi tidak ada pengobatan
jangka pendek yang dapat diharapkan mengubah perjalanannya secara bermakna.

I. Terapi Aktivitas Kelompok (Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009)


1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan
interpersonaldalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat
tingkah laku anggota,merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist
bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota
dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan
dipelajari.

J. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah


1. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor fisik/
penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi psikoaktif,
intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
2. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk kembali ke
masyarakat serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri
atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila ada)
harus dalam keadaan terkunci
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan mudah
dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan menyapa
pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau
kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan
pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat pada
pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru bagi masa
depannya.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan


Resiko Bunuh Diri

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan keluarga
(pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat adalah mengkaji factor
resiko, factor predisposisi, factor presipitasi, tanda dan gejala, dan mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi beberapa hal
yaitu :
a) Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali lipat dari orang
yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai, berpisah, atau janda
memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar dari pada orang menikah ( Jacobs, dkk
dalam townsend 2009 )
b) Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh wanita, tetapi
tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria. Jumlah bunuh diri
yang sukses dilakukan pria adalah sekitar 70 %. Sedangkan wanita 30%
( townsend 2009 )
c) Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American journal of psychiatry, pria
dan wanita depresi yang menganggap dirinya berafiliasi dengan agama
cenderung mencoba bunuh diri daripada rekan-rekan non religious mereka
(dervic, dkk.via townsend 2009)

d) Status social ekonomi


Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh diri lebih
tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan sadock, 2007 )
e) Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang kulit putih
berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh penduduk asli
amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan asia amerika ( pusat
nasional statistic kesehatan dalam townsend 2009 )
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai factor resiko bunuh diri.
a. Factor resiko versi hatton, valente, dan rink (1977 dalam yusuf, dkk, 205)
No Perilaku dan gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah sedang Tinggi atau panik
2 Depresi Rendah sedang Berat
3 Isolasi-menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
yang samar, tidak berdaya, putus putus asa,
menarik diri asa, menarik diri menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4 Fungsi sehari hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
pada semua beberapa semua aktivitas
aktivitas aktivitas
5 Sumber sumber beberapa sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang penting/dekat beberapa Sedikit atau Tidak ada
hanya satu
8 Pelayanan psikiatri yang Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negatif
lalu positif memuaskan terhadap
pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10 Pemakai alkohol dan Tidak sering sering Terus menerus
obat
11 Percobaan bunuh diri Tidak, atau yang Dari tidak Dari tidak sampai
sebelumnya tidak fatal sampai dengan berbagai cara
cara yang agak yang fatal
fatal
12 Disorientasi dan Tidak ada sedikit Jelas atau ada
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau tidak beberapa Jelas atau ada
sedikit
14 Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan
kadang ada dipikirkan konstan
pikiran tidak ada kadang kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan rencana
merencanakan yang spesifik

2. Factor predisposisi
a) Factor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat keluarga tentang
perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri dengan bunuh diri sepanjang
siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi ini terlepas dari transmisi gangguan
kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh diri tampaknya di mediasi oleh
transimi kecendrungan agresi impulsive, sifat yang mengarahkan klien ke
kecenderungan yang lebih tinggi untuk bertindak atas pemikiran bunuh diri
b) Factor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan, kemarahan,
keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan stressor

3. Factor social budaya


Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon inndividu yang merasa terpisah dan terlepas dari arus utama
masyarakat
b. Bunuh diri altruistik
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan diintegraskan
kedalam kelompok. Kelompok ini sering di atur oleh ikatan budaya, agama, atau
politik, dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga individu bersedia mengorbankan
untuk kelompoknya tersebut
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang
( misalnya oerceraian, kehilangan pekerjaan ) yang mengganggu perasaan
keterkaitan dengan kelompok
4. Factor presipitasi
Factor pencetus resiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang
menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan
data hasil wawancara dan observasi. Data yang digunakan adalah data subjektif dan
objektif

a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara
dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan klien saat ini?
2. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
3. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
lakukannya?Sudah berapa kali? Kapan terakhir melakukannya? Dengan
apa klien melakukan percobaan bunuh diri? apa yang menyebabkan klien
ingin melakukan percobaan bunuh diri?
7. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?

Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah:
a. Klien tampak murung
b. Klien tidak bergairah
c. Klien tampak banyak diam
d. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pohon masalah

Diagnosis : Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga diri rendah

Anda mungkin juga menyukai