A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012).
Bunuh diri merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian
secara global untuk semua umur dan hampir satu juta orang meninggal
karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).
Keterangan :
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan
kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi,
penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan
perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan
terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut
cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku
pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit
demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri
Isyarat Bunuh Diri
verbal/nonverbal
Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri
Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif
Bunuh Diri
I. Terapi Modalitas
Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah
1. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari
faktor fisik/ penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini
adalah terapi psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
2. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri,
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat serta mencapai
perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari
(bila ada) harus dalam keadaan terkunci
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan
ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang
cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan
menyapa pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan
keperawatan atau kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau
merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian
terpusat pada pengobatan, serta agar pasien menemukan
harapan baru bagi masa depannya.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Resiko bunuh diri (Riyadi, Surojo
dan Purwanto Teguh, 2009)
a. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan
melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini
juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,
merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist
bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.
J. Komplikasi
1. Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi
2. Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia
3. Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien
dan keluarga (pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh
perawat adalah mengkaji factor resiko, factor predisposisi, factor
presipitasi, tanda dan gejala, dan mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009)
meliputi beberapa hal yaitu :
b. Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali
lipat dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status
bercerai, berpisah, atau janda memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar
dari pada orang menikah ( Jacobs, dkk dalam townsend 2009 )
c. Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh
wanita, tetapi tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan
oleh pria. Jumlah bunuh diri yang sukses dilakukan pria adalah
sekitar 70 %. Sedangkan wanita 30% ( townsend 2009 )
d. Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American journal of
psychiatry, pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya
berafiliasi dengan agama cenderung mencoba bunuh diri daripada
rekan-rekan non religious mereka (dervic, dkk.via townsend 2009)
e. Status social ekonomi
Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat
bunuh diri lebih tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan
sadock, 2007).
f. Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang
kulit putih berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh
penduduk asli amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan
asia amerika (pusat nasional statistic kesehatan dalam townsend
2009)
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai factor
resiko bunuh diri.
a. Factor resiko versi hatton, valente, dan rink (1977 dalam yusuf,
dkk, 205)
2. Factor predisposisi
a. Factor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat
keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh
diri dengan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis
psikiatri. Transmisi ini terlepas dari transmisi gangguan kejiwaan.
Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh diri tampaknya di mediasi
oleh transimi kecendrungan agresi impulsive, sifat yang
mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi untuk
bertindak atas pemikiran bunuh diri
b. Factor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina,
dan stressor
3. Pemeriksaan fisik
Pada pasien resiko bunuh diri biasanya ada bekas percobaan bunuh
diri pada leher dan pergelangan tangan, BB pasien menurun dan klien
tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala
sakit.
5. Factor presipitasi
Factor pencetus resiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan
hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
6. Lingkungan psikososial
Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan
sosial, kejadian kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan, atau bahkan perceraian.kekuatan dukungan sosial sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang teraoeutik, dengan
terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain lain.
7. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dapat menyebabkan sesorang melakukan tindakan
bunuh diri
8. Faktor biokimia
Pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat zat kimia
yang terdapat di dalam otak seperti serotinin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)
9. Sifat kepribadian
Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, implisif dan depresi.
Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah:
1. Klien tampak murung
2. Klien tidak bergairah
3. Klien tampak banyak diam
4. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri
B. Diagnosis Keperawatan
1. Pohon masalah
Perencanaan
Diagnosis
Tujuan
Keperawatan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
(TUK/TUM)
Dx 1 Resiko bunuh diri : TUM Pasien menunjukkan tanda Bina hubungan salaing percaya Kepercayaan dari pasien
Ancaman atau percobaan Pasien tidak tanda percaya kepada dengan prinsip komunikasi merupakan hal yang akan
bunuh diri mencederai diri perawat melalui: terapeutik : memudahkan perawat
sendiri atau tidak a. Ekpresi wajah 1. Sapa pasien dengan nama dalam melakukan
melakukan bunuh bersahabat baik verbal maupun non pendekatan keperawatan
diri b. Menunjukan rasa verbal atau intervensi selanjutnya
senang 2. Perkenalkan diri dengan terhadap pasien
TUK 1 : c. Ada kontak mata sopan
Pesien dapat d. Mau bejabat tangan 3. Tanya nama lengkap pasien
membina hubungan e. Mau menyebutkan dena nama panggilan yang
saling percaya. nama disukai
f. Mau menjawab salam 4. Jelaskan tujuan pertemuan
g. Mau duduk 5. Jujur dan menenpati janji
berdampingan dengan 6. Tunjukan sikap empati dan
perawat menerima pasien apa adanya
h. Mau mengutarakan 7. Berikan perhatian kepada
masalah yang pasien dan perhatikan
dihadapi kebutuhan dasar
TUK 2 : Kriteria evaluasi : 1. Jauhkan pasien dari benda Pasien tidak melakukan
Pasien dapat Pasien dapat terlindung benda yang membahayakan tindakan percobaan bunuh
terlindng dari dari prilaku bunuh diri, 2. Tempatkan pasien di ruangan diri
perilaku bunuh diri yang tenan dan selalu dilihat
oleh perawat
3. Awasi pasien secara ketat
setiap saat
Dx 2 : TUK 1 Pasien tetap dalam 1. Mendiskusikan cara Pasien tidak melakukan
Resiko bunuh diri : isyarat Pasien keadaan aman dan selamat mengatasi keinginan bunuh tindakan percobaan bunuh
bunuh diri perlindungan dari diri, yaitu dengan meminta diri
lingkungannya bantuan dari keluarga atau
teman
c. Menganjurkan pasien
membantu pasien
meminum obat sesuai
prinsip 5 benar
C. Evaluasi
Fitri, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Lp dan SPTK) untuk
7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan.
Jakarta : Penerbt Salemba Medika
Yusuf, Ah, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo &
Istiwidayanti.Jakarta: Erlangga.