Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN JIWA: GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Disusun Oleh :

Ester Ronauli Sihotang


2010721066

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (masalah utama)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

II. Proses terjadinya masalah (tinjauan teori)


A. Definisi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak
ada (Yudi Hartono, 2012). Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana
klien merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada atau sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman (Sutejo, 2018). Halusinasi
adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai gangguan
respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (NANDA,
2015).
B. Penyebab
Ganguan otak karena kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik, gangguan
jiwa, seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikosis yang dapat
menimbulkan halusinasi, dan pengaruh lingkungan sosio-budaya, sosio-budaya yang
berbeda menimbulkan presepsi berbeda atau orang yang berasal dari sosio-budaya
yang berbeda.
Menurut Yudi Hartono (2012) Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti (Biologis, Psikologis dan Sosial Budaya)
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan seperti:
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan citim
limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar,daya
ingat dan berbicara
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal neonatus dan
kanak kanak
b. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis
diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan orientasi realitas
adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan
dari keluarga, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau
bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat bisa berupa konflik dalam
rumah tangga merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.
c. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas
seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang terisolir disertai stres
yang menumpuk.
C. Rentang Respon Neurobiologis
Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori, sehingga halusinasi
merupakan gangguan dari respons neurobiologi. Oleh karena itu, secara keseluruhan,
rentang respon halunisasi mengikuti kaidah tentang respon neurobiologi.
Rentang respon neurobiologis meliputi kontinum dari respon adaptif, ke respon
maladaptif. Gejala-gejala gangguan jiwa berada di ujung maladaptif kontium ini.
Rentang respon neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis, persepsi
akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan terciptanya
hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu respon maladaptif meliputi adanya
waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak terorganisasi dan isolasi
sosial: menarik diri.

Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Perilaku kadang 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat menyimpang pikir : waham
3. Emosi yang 2. Ilusi 2. Halusinasi
konsisten dengan 3. Emosi tidak stabil 3. Ketidakmamuan
pengalaman 4. Perilaku aneh untuk mengalami
4. Perilaku sesuai 5. Menarik diri
emosi
5. Hubungan sosial
4. Isolasi sosial
yang harmonis.
D. Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa. Sekitar 70% halusinasi
yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar/suara, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku klien dan menanyakan
secara verbal apa yang sedang dialami klien (Sutejo, 2018).
Indera Karakteristik
Penglihatan Rangsangan visual dalam bentuk kilatan cahaya,
(Halusinasi Optik) gambar geometris, tokoh kartun, atau adegan atau
bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan dapat
menyenangkan atau menakutkan, seperti monster.
Pendengaran Mendengar kegaduhan atau suara. Suara yang berkisar
(Halusinasi Akustik) dari kegaduhan atau suara sederhana, suara berbicang
tentang klien, menyelesaikan percakapan antara dua
orang atau lebih tentang orang yang berhalusinasi.
Pikiran mendengar dimana klien mendengar suara yang
berbicara pada klien dan perintah yang memberitahu
klien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang
berbahaya.
Penciuman Mencium tidak enak, busuk, dan tengik seperti darah,
(Halusinasi Olfaktorik) urin atau feses; kadang-kadang bau menyenangkan.
Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang, dan demensia.
Gustatory Merasakan tidak enak, kotor, busuk seperti darah, urin,
(Halusinasi Pengecap) dan feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
(Halusinasi Taktil) yang jelas. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati, atau orang lain. Merasakan seperti diraba-
raba, dicolek, ditiup, dirambati ulat.

E. Tingkat Halusinasi
Intensitas halusinasi meliputi empat tingkat, mulai dari tingkat I sampai tingkat IV
(Sutejo, 2018).
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I. Comforting 1. Klien mengalami 1. Tersenyum
Ansietas sedang. perasaan yang 2. Menggerakkan bibir
Halusinasi merupakan mendalam seperti tanpa suara
seusatu yang ansietas, kesepian, 3. Menggerakkan mata
menyenangkan. rasa bersalah, takut. dengan cepat
Memberi rasa nyaman. 2. Mencoba untuk 4. Respons verbal yang
memikirkan hal yang lambat jika sedang asyik
menyenangkan untuk 5. Diam dan konsentrasi
meredakan ansietas.
3. Pikiran dan
pengalaman sensori
masih ada dalam
kontrol kesadaran
(jika ansietas
dikontrol).

Fase II. Condeming 1. Pengalaman sensori 1. Peningkatan sistem saraf


Ansietas berat. menakutkan. otak, tanda-tanda
Halusinasi 2. Mulai merasa ansietas, seperti
menyebabkan rasa kehilangan kontrol. peningkatan denyut
antipati. 3. Merasa dilecehkan jantung, pernapasan dan
Menyalahkan. oleh pengalaman tekanan darah
sensori tersebut. 2. Rentang perhatian
4. Menarik diri dari menyempit
orang lain. 3. Konsentrasi dengan
pengalaman sensori
4. Kehilangan kemampuan
NON PSIKOTIK membedakan halusinasi
dan realita
Fase III. Controlling 1. Klien menyerah, 1. Perintah halusinasi ditaati
Ansietas Berat. berhenti melakukan 2. Sulit berhubungan
Pengalaman sensori perlawanan dan dengan orang lain
menjadi berkuasa dan menerima 3. Rentang perhatian hanya
tidak dapat ditolak lagi pengalaman beberapa detik atau menit
sensorinya. 4. Gejala fisik ansietas berat
2. Isi halusinasi menjadi berkeringat, tremor, dan
atraktif. tidak mampu mengikuti
3. Merasa kesepian bila perintah
pengalaman sensori
berakhir

PSIKOTIK
Fase IV. Conquering 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku panik
Panik. menjadi ancaman jika 2. Berpotensi untuk
Umumnya menjadi klien tidak mengikuti membunuh atau bunuh
melebur dengan perintah. diri
halusinasinya 2. Halusinasi dapat 3. Tindakan kekerasan
berlangsung selama agitasi, menarik diri,
beberapa jam atau atau katatonia
hari 4. Tidak mampu
merespons perintah
terhadap lebih dari satu
PSIKOTIK orang

F. Pengkajian Keperawatan
Proses terjadinya halusinasi pada klien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart (2013) yang meliputi stressor dari faktor predisposisi
dan presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah :
a. Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis, meliputi adanya faktor herediter
gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala,
dan riwayat pengunaan NAPZA.
b. Faktor Psikologis
Pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan
yang berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan rendah, dan
kegagalan dalam hubungan social (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
2. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam
keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau, tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
klien serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien serta
ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi adalah:
a. Data Subjektif
Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
mengatakan bahwa klien :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
b. Data Objektif
Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
melakukan hal-hal berikut :
1) Bicara atau tertawa sendiri.
2) Marah-marah tanpa sebab.
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu.
4) Menutup telinga.
5) Menunjuk-nunjuk kea rah tertentu.
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah.
10) Muntah.
11) Menggaruk-garuk permukaana kulit.
4. Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa. Sekitar 70% halusinasi
yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar/suara, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku klien dan
menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami klien.
Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu halusinasi pendengaran,
halusinasi penglihatan, halusinasi pengecapan, halusinasi penciuman, dan
halusinasi perabaan. Data objektif dikaji dengan cara mengobservasi perilaku
klien, sedangkan data subjektif dikaji melalui wawancara dengan klien. Berikut ini
merupakan deskripsi kelima jenis halusinasi:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi  Mengarahkan  Mendengar suara
Dengar/Suara telinga pada sumber atau bunyi gaduh
(Auditoryhearing suara  Mendengar suara
voice or sound  Marah-marah tanpa yang menyuruh
Hallucinations) sebab yang jelas untuk melakukan
 Berbicara atau sesuatu yang
tertawa sendiri berbahaya
 Menutup telinga  Mendengar suara
yang mengajak
bercakap-cakap
 Mendengar suara
orang yang sudah
meninggal
Halusinasi  Ketakutan pada  Melihat makhluk
penglihatan (visual sesuatu atau objek tertentu, bayangan,
Hallucinations) yang dilihat seseorang yang
 Tatapan mata tajam sudah meninggal,
menuju tempat sesuatu yang
tertentu menakutkan atau
 Menunjuk kea rah hantu, cahaya
tertentu
Halusinasi  Adanya tindakan  Klien seperti sedang
Pengecapan mengecap sesuatu, merasakan makanan
(Gustatory gerakan atau rasa tertentu,
Hallucinations) mengunyah, sering atau mengunyah
meludah, atau sesuatu
muntah
Halusinasi  Adanya gerakan  Mencium bau dari
Penciuman cuping hidung bau-bauan tertentu,
(Olfactory karena mencium seperti bau mayat,
Hallucinations) sesuatu atau masakan, feses, bayi,
mengarahkan atau parfum
hidung pada tempat  Klien sering
tertentu mengatakan bahwa ia
mencium suatu bau
 Halusinasi
penciuman sering
menyertai klien
demensia, kejang,
atau penyakit
serebrovaskular
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk  Klien mengatakan
(Tactile permukaan kulit ada sesuatu yang
Hallucinations)  Klien terlihat menggerayangi
menatap tubuhnya tubuh, seperti tangan,
dan terlihat serangga, atau
merasakan sesuatu makhluk halus
yang aneh seputar  Merasakan sesuatu di
tubuhnya permukaan kulit,
seperti rasa yang
sangat panas dan
dingin, atau rasa
tersengat aliran
listrik

5. Mengkaji waktu
Perawat perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh klien. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan intervensi khusus
pada waktu terjadinya halusinasi. Selain itu, pwngkajian tersebut digunakan untuk
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, sehingga klien
tidak larut dengan halusinasinya. Pengetahuan tentang frekuensi terjadinya
halusinasi dapat dijadikan andasan perencanaan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi.
Skema. Latihan mengkaji isi, waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi.

“ Apakah Bapak/Ibu mendengar ataun melihat sesuatu ?”


“Apakah pengalaman ini terus-menerus terjadi atau sewktu-waktu saja ?”
“Kapan Bapak/Ibu mengalami hal itu ?”
“Berapa kali sehari Bapak/Ibu mengalami hal itu ?”
“Pada keadaan apa terdengar suara itu ? apakah pada waktu anda sendiri ?”
“Bagus, Bapak/Ibu mau menceritakan semua ini ?”

6. Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi


Dalam tujuannya untuk megetahui dampak halusinasi pada klien dan respons klien
ketika halusinasi itu muncul, perawat dapat menanyakan kepada klien hal yang
dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat menanyakan
kepada keluarga atau orang terdekat klien. Selain itu, perawat dapat
mengobservasi
Peragakan dampakberikut
percakapan halusinasi
untukterhadap klien
mengkaji jika gangguan
respons tersebut
klien terhadap muncul.:
halusinasi
“Apa yang
Skema. Bapak/Ibu
Latihan rasakan
mengkaji jika suara-suara
isi, waktu, frekuensi,itu muncul
dan situasi?munculnya
Apa Bapak/Ibu
halusinasi.
lakukan jika mengalami halusinasi ? “
Jika klien sedang dengan halusinasinya, lanjutkan dengan :
“ Bagaimana dengan kegiatan Bapak/Ibu sehari-hari, apakah terganggu ?”
Jika klien mengatakan takut dengan halusinasinya, lanjutkan dengan :
“Apakah yang Bapak/Ibu lakukan, apakah berhasil suara-suara itu hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu
muncul?”
7. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegasi
atau kreativitas yang tinggi. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang
penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan
untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan. Merupakan suatu
evaluasi terhadap pilihan koping pada strategi seseorang. Strategi seseorang yang
digunakan seperti keterlibatan dalam hubungan yang lebih luas seperti dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti kesenian,
musik/tulisan. (Stuart, 2006)
1) Personal ability : Kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
2) Social support : Dukungan dari lingkungan terdekat klien.
3) Material aset : Dukungan material yang dimiliki pasien (ekonomi,
pendidikan, asuransi, dan transportasi, jarak mencapai
pelayanan kesehatan )
4) Positif belief : Keyakinan pasien akan kesembuhannya.

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
1) Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan
untuk menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari
tinggal sedikit, sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2) Proyeksi
Dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
3) Menarik diri
Klien sulit mempercayai oranglain dan asyik sendiri dengan stimulus internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

III. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain, dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi:


Halusinasi

Gangguan konsep diri: harga dri rendah


kronis

IV. Analisa Data

No Data Masalah
1. Data Subjektif : Gangguan Persepsi
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan. Sensori (SDKI D.0085
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap. Hal 190)
c. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.

Data Objektif :
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. Mengarahkan telinga ke arah tertentu.
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk kea rah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.

V. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi b.d gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan penghiduan, gangguan perabaan, penyalahgunaan zat d.d mendengar suara
bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu, menyatakan kesal, distorsi sensori,
menyendiri, melamun, melihat ke satu arah, bicara sendiri
VI. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi
Menurut Sutejo (2018)

Diagnosa Perencanaan
Rasional
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Halusinasi TUM: 1. Klien menunjukkan tanda-tanda 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan Hubungan saling
(lihat/ dengar/ Klien tidak percaya kepada perawat : menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: percaya merupakan
penciuman/ mencederai diri a. Ekspresi wajah bersahabat. a. Sapa klien dengan ramah baik verbal dasar untuk
raba/ kecap) sendiri, orang lain,b. Menunjukkan rasa senang. maupun non verbal. memperlancar interaksi
dan lingkungan. c. Ada kontak mata. b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan yang selanjutnya akan
d. Mau berjabat tangan. tujuan perawat berkenalan. dilakukan.
TUK 1: e. Mau menyebutkan nama. c. Tanyakan nama lengkap dan nama
Klien dapat f. Mau menjawab salam. panggilan yang disukai klien.
membina hubungan g. Mau duduk berdampingan d. Buat kontrak yang jelas.
saling percaya dengan perawat. e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
h. Bersedia mengungkapkan setiap kali interaksi.
masalah yang dihadapi. f. Tunjukan sikap empati dan menerima apa
adanya.
g. Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien.
i. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien.
TUK 2 : 1. Klien dapat menyebutkan: 1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara Selain untuk membina
Klien dapat a. Isi bertahap hubungan saling
mengenal b. Waktu 1.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan percaya, kontak sering
halusinasinya c. Frekunsi halusinasinya (dengar/ lihat/ penciuman/ dan singkat akan
d. Situasi dan kondisi yang raba/ kecap) memutus halusinasi.
menimbulkan halusinasi 1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya dengan Mengenal perilaku
cara: klien pada saat
a. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa halusinasi terjadi dapat
yang sedang dialaminya memudahkan perawat
b. Katakan bahwa perawat percaya klien dalam melakukan
mengalami hal tersebut, namun perawat intervensi
sendiri tidak mengalaminya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau Mengenal halusinasi
menghakimi). memungkinkan klien
c. Katakan bahwa ada klien lain yang menghindari faktor
mengalami hal yang sama. timbulnya halusinasi.
d. Katakan bahwa perawat akan membantu
klien.

2. Klien dapat mengungkapkan 2.1 Diskusikan dengan klien: Pengetahuan tentang


bagaumana perasaannya a. Situasi yang menimbulkan atau tidak waktu, isi, dan
terhadap halusinasi tersebut menimbulkan halusinasi (jika sendiri, frekuensi munculnya
jengkel, atau sedih) halusinasi dapat
b. Waktu dan frekuensi terjadinya mempermudah perawat
halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau
sering dan kadang-kadang)
2.2 Diskusikan dengan klien tentang apa yang Mengidentifikasi
dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, pengaruh halusinasi
takut, seding, dan senang), beri kesempatan pada klien.
pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : 1. Klien menyebutkan tindakan 1.1 Identifikasi bersama klien cara atau tindakan Usaha untuk memutus
Klien dapat yang biasanya dilakukan untuk yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, halusinasi, sehingga
mengontrol mengendalikan halusinasinya. marah, menyibukan diri dll). halusinasi tidak
halusinasinya 1.2 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan muncul kembali.
klien. Jika bermanfaat beri pujian kepada Penguatan dapat
klien. meningkatkan harga
diri klien.
2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara baru
2. Klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya: Memberikan alternatif
mengontrol halusinasi a. Menghardik/ mengusir/ tidak pilihan untuk
memerdulikan halusinasinya. mengontrol halusinasi.
b. Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasinya muncul
c. Membuat dan melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari yang telah di susun.

3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi Meningkatkan


“Pergi! Saya tidak mau mendengarkan kamu, pengetahuan klien
3. Klien dapat mendemonstrasikan saya mau mencuci piring/ bercakap-cakap dalam memutus
cara menghardik/ mengusir/ dengan suster” halusinasi.
tidak memeduikan halusinasinya 3.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
3.3 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan Harga diri klien
dan minta klien mengulanginya meningkat
3.4 Susun jadwal latihan klien untuk mengisi Memberi klien
jadwal kegiatan (Self-evaluation) kesempatan untuk
mencoba cara yang
telah dipilih
4.1 Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas Memudahkan klien
kelompok, orientasi realita, stimulasi dalam mengendalikan
4. Klien dapat mengikuti terapi persepsi. halusinasi
aktivitas kelompok.
Stimulasi persepsi
5.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan dapat mengurangi
waktu minum obat, serta manfaat obat perubahan interpretasi
5. Klien dapat mendemonstrasikan tersebut (prinsip 5 benar: benar orang, benar realitas akibat adanya
kepatuhan minum obat untuk obat, benar dosis, benar waktu, dan benar halusinasi
mencegah halusinasi cara pemberian)
5.2 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat Dengan mengetahui
yang diminum (wanra, nama, besarnya) prinsip penggunaan
5.3 Diskusikan proses minum obat: obat, maka kemandirian
a. Klien meminta obat kepada perawat (jika klien dalam pengobatan
dirumah sakit). Kepada keluarga (jika dapat ditingkatkan
dirumah)
b. Klen memeriksa obat sesuai dengan Dengan menyebutkan
dosisnya dosis, frekuensi, dan
c. Klien meminum obat pada waktu yang caranya, klien
tepat melaksanakan program
5.4 Anjutkan klien untuk bicara dengan dokter pengobatan
mengenai manfaat dan efek samping obat
yang dirasakan Menilai kemampuan
klien dalam
pengobatannya sendiri
Dengan mengetahui
efek samping, klien
akan tahu apa yag harus
dilakukan setelah
minum obat.

TUK 4 : 1. Keluarga daat menyebutkan 1.1 Diskusikan dengan keluarga (pada saat Untuk meningkatkan
Keluarga dapat pengertian,tanda gejala, dan pertemuan keluarga/ kunjungan rumah): pengetahuan seputar
merawat klien tindakan untuk mengendalikan a. Gejala halusinasi yang dialami klien. halusinasi dan
dirumah dan halusinasi b. Cara yang dapat dilakukan klien dan perawatannya pada
menjadi sistem keluarga untuk memutus halusinasi. pihak keluarga.
pendukung yang c. Cara merawat anggota keluarga yang
efektif untuk klien halusinasi di rumah (beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama, jika klien sedang
sendiri dirumah, lakukan kontak dalam
telepon.
d. Beri informasi waktu kontrol ke rumah
sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat
diatasi di rumah.

2. Keluarga dapat menyebutkan 2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, Dengan menyebutkan
jenis, dosis, waktu pemberian, dosis, waktu pemberian, manfaat, dan efek dosis, Frekuensi, dan
mafaat, serta efek samping obat. saping obat caranya, keluarga
2.2 Anjurkan kepada keluarga untuk berdiskusi melaksanakan program
dengan dokter tentang manfaat dan efek pegobatan
samping obat. Dengan mengetahui
efek samping, keluarga
akan tau apa yang harus
dilakukan setelah
minum obat
FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Menurut SDKI, SLKI, SIKI
Diagnosis
Kriteria Hasil Intervensi
Data Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
SDKI.0085, Gangguan Setelah dilakukan tindakan SIKI.09286, 1. Manajemen Halusinasi
1. Mendengar suara-suara Hal.190 Persepsi keperawatan selama........... Hal. 178 a. Monitor perilaku yang
atau kegaduhan. Sensori diharapkan masalah isolasi mengindikasi halusinasi
2. Mendengar suara yang
sosial dapat teratasi dengan b. Monitor isi halusinasi
mengajak bercakap-
cakap. kriteria hasil : c. Diskusikan perasaan dan respon
3. Mendengar suara SLKI.09083, 1. Persepsi Sensori terhadap halusinasi
menyuruh melakukan Hal.93 a. Verbalisasi d. Hindari perdebatan tentang
sesuatu yang mendengarkan bisikan validasi halusinasi
berbahaya. meningkat e. Anjurkan memonitor sendiri
4. Melihat bayangan, b. Verbalisasi melihat situasi terjadinya halusinasi
sinar, bentuk geometris,
bayangan menngkat f. Anjurkan berbicara pada orang
bentuk kartun, melihat
hantu atau monster. c. Verbalisasi merasakan yang dipercya untuk memberi
5. Mencium bau-bauan sesuatu melalui indra dukungan dan umpan balik
seperti bau darah, urine, perabaan meningkat korektif terhadap halusinasi
feses, kadang-kadang d. Verbalisasi merasakan g. Ajarkan pasien dan keluarga
bau itu menyenangkan. sesuatu melalui indra mengontrol halusinasi
6. Merasakan rasa seperti penciuman meningkat h. Kolaborasikan pemberian obat
darah, urine, atau feses.
e. Verbalisasi merasakan antipsikotik dan antiansietas, jika
7. Merasa takut atau
senang dengan sesuatu melalui indra perlu
halusinasinya. pengecapan meningkat
f. Distrosi sensori SIKI.08241, 2. Minimalisasi Rangsangan
DO: meningkat HaL. 233 a. Periksa status mental, status
1. Bicara atau tertawa g. Respon sesuai stimulus sensori, dan tingkat kenyamanan
membaik b. Jadwalkan aktivitas harian dan
h. Orientaasi membaik waktu istirahat
sendiri. SLKI.09090, 2. Status Orientasi c. Ajarkan cara meminimalisasi
2. Marah-marah tanpa Hal.123 a. Perilaku sesuai realita stimulus
sebab. membaik d. Kolaborasikan pemberian obat
3. Mengarahkan telinga b. Isi pikir sesuai realita yang mempengaruhi persepsi
ke arah tertentu. membaik stimulus
4. Menutup telinga.
c. pembicaraan membaik SIKI.08248, 3. Teknik Menenangkan
5. Menunjuk-nunjuk kea
rah tertentu. d. Kemamuan mengambil Hal. 414 a. Identifikasi masalah yang dialami
6. Ketakutan pada keputusan membaik b. Buat kontrak dengan pasien
sesuatu yang tidak e. Proses pikir membaik c. Ciptakan ruangan yang tenang
jelas. dan aman
7. Mencium sesuatu d. Anjurkan mendegarkan musik
seperti sedang yang lembut atau musik yang
membaui bau-bauan
disukai
tertentu.
8. Menutup hidung. e. Anjurkan berdoa, berdzikir,
9. Sering meludah. membaca kitab suci, sesuai
10. Muntah. agama
11. Menggaruk-garuk f. Anjurkan melakukan teknik
permukaana kulit. menenangkan hingga perasaan
menjadi tenang dan halusinasi
perlan menghilang
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai