JAKARTA
Disusun oleh :
JAKARTA
1. Pengertian Triage
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan
dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada. Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji
keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
2. Tipe Triage
Ada beberapa Tipe triage, yaitu :
a. Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat daruratan.
Triage yang terdapat pada setiap rumah sakit berbeda-beda, tapi secara umum ditujukan untuk
mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat keakutan dengan tujuan untuk
memberikan evaluasi dini dan perawatan yang tepat. Perawatan yang paling intensif dberikan
pada pasien dengan sakit yang serius meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.
c. Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif sesegera mungkin
ketika korban bencana sangat membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari memberikan
perawatan intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan perawatan terbaik untuk jumlah
yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang terluka yang memiliki kesempatan untuk
bertahan hidup lebih besar dengan intervensi medis yang cepat. Pada disaster triage dilakukan
identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih dahulun tanpa muncul resko
dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat bertahan. Prioritasnya ditekankan pada
transportasi korban dan perawatan berdasarkan level luka.
d. Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan aturan medis
biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling baik karena jika gagal
untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada kesehatan dan kesejahteraan
populasi yang lebih besar.
iii. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam
menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan
pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes
diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang
tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).
d) Dead
Digunakan ketika pasien benar-benar sudah mati atau mengalami luka dan mematikan
seperti luka tembak di kepala (Departement Emergency Hospital Singapore, 2009). Prioritas
adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi
pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway/ jalan nafas, Breathing/ pernafasan, Circulation/ sirkulasi), jika tidak ditolong segera
maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
Klasikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya.
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya
Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
Nyeri hebat
Perdarahan aktif
Stupor / mengantuk
Disorientasi
Gangguan emosi
Dispnea saat istirahat
Diaforesis yang ekstrem
Sianosis
Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang dikenal, yaitu:
1. METTAG (Triage tagging system) = Sistem METTAG merupakan suatu pendekatan untuk
memprioritisasikan tindakan.
Sistem METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang sejenis, bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.
2. Sistem triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban
yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60 detik, meliputi pengamatan
terhadap ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan
c. mati.
4. Proses Triage
Proses triage mencakup dokumentasi hal-hal berikut :
Waktu dan datangnya alat transportasi
Keluhan utama ( misalnya : “ apa yang membuat Anda datang kemari”)
Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
Penentuan pemberian perawatan kesehatan yang tepat
Penempatan diarea pengobatan yang tepat ( misalnya : cardiac persus trauma, perawatan
mirror versus perawatan kritis)
Permulaan intervensi ( misalnya : balutan steril, es pemakaian bidai, prosedur diagnostic
seperti pemeriksaan sinar-x, elektrokardiogram (EKG), atau gas darah arteri (GDA)
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang
perawatan yang tepat. Saat pasien masuk ke UGD, perawat harus mengidentifikasi 3 aspek
penting yaitu, airway (jalan nafas), Breating (pola nafas) dan Circulation (sirkulasi). Untuk
mencapai tujuan itu, perawat harus menyelesaikan dengan cepat dan tepat dengan waktu tidak
lebih dari 5 menit. Pada umumnya, triage dimulai dengan pengkajian pada pasien dan
dilanjutkan dengan pegkajian berdasarkan prioritas kegawatdaruratan pasien.
c. Langkah ketiga Penilaian sirkulasi. Penolong melakukan penilaian sirkulasi dengan cara
memeriksa pengisian kapiler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan di atas kuku
ujung jari korban, ujung jari di bawah kuku akan menjadi pucat. Bila tekanan di lepas
maka ujung jari akan menjadi merah kembali. Hitung berapa lama waktu yang diperlukan
untuk menjadi merah, bila ternyata 2 detik atau lebih berikan warna MERAH bila kurang
dari 2 detik maka lanjutkan ke langkah keempat. Adakalanya keadaan gelap sehingga
sulit menilai pengisian kapiler. Metode alternatif yang dapat digunakan khusus pada
keadaan ini adalah dengan memeriksa nadi radialis. Bila tidak ada korban dinyatakan
MERAH, bila ada maka dilanjutkan ke langkah keempat.
d. Langkah keempat Penilaian mental. Bila penolong mencapai tahap ini maka berarti
korban masih bernafas secara adekuat dan perfusinya masih baik. Pada langkah keempat
ini penolong memeriksa status mental korban. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
meminta korban untuk mengikuti perintah sederhana, misalnya “buka mata”, “gerakan
jari” dan lainnya. Ketidakmampuan mengikuti perintah sederhana ini berarti bahwa status
mental korban dianggap tidak normal. Korban diberikan label MERAH. Bila ternyata
korban masih mampu mengikuti perintah sederhana maka korban diberi warna KUNING.
Pemeriksaan penderita pada triage ini selesai setelah kita memberikan tanda triage pada
korban . Tindakan selanjutnya setelah melakukan START adalah segera membawa
korban sesuai dengan skala prioritasnya ke fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak
berarti harus membawa segera dari lokasi, namun pada beberapa keadaan dapat disiapkan
suatu rumah sakit lapangan atau daerah triage, yang merupakan area kemana para korban
dibawa sebelum dievakuasi lebih lanjut ke rumah sakit..
5. Dokumentasi Triage
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga
dan penting. Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan
sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau
yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan
dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim
kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi,
perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan
melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika
terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.
(Anonimous,2002).
Dalam Dokumentasi triage terdiri dari lima yaitu pengkajian, diagnosa,intervensi, implementasi
dan evaluasi.
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
S: data subjektif
O: data objektif
P: rencana keperawatan
Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi:
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
4. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
5. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka
Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK Unud
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. Instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago..
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical
care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina
Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.