Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEGAWATDARURATAN TRIAGE

JL. TB SIMATUPANG NO.1 RT 01/05 RAGUNAN PASAR MINGGU

JAKARTA

Disusun oleh :

ESTER RONAULI SIHOTANG 1610711045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAM

JAKARTA
1. Pengertian Triage
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan
dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada. Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji
keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

2. Prinsip dan Tipe Triage


Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala.
Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi,
serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk
luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan
kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien
gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulas terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki
kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan
pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan
pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak
sumber daya medis. (Bagus,2007).

Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :

a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.


b. Dapat mati dalam hitungan jam.
c. Trauma ringan.
d. Sudah meninggal.

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:

a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban


b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag Warna
1. Prinsip dalam pelaksanaan triase :
a. Triase harus cepat dan tepat
Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang mengancam nyawa
merupakan suatu yang sangan penting pada bagian kegawatdaruratan
b. Pemeriksaan harus adekuat dan akurat
Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element penting pada proses
pengkajian
c. Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan
Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat direncanakan jika ada informasi
yang adekuat dan data yang akurat
d. Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi
Tanggung jawab utama dari perawat triase adalah untuk mengkaji daN memeriksa secara
akurat pasien, dan memberikan perawatan yang sesuai pada pasien, termasuk intervensi
terapiutik, prosedur diagnostic, dan pemeriksaan pada tempat yang tepat untuk perawatan
e. Kepuasan pasien tercapai
 Perawat triase harus melaksanakan prinsip diatas untuk mencapai kepuasan pasien
 Perawat triase menghindari penundaan perawatan yang mungkin akan membahayakan
kesehatan pasien atau pasien yang sedang kritis
 Perawat triase menyampaikan support kepada pasien, keluarga pasien, atau teman
(Department Emergency Hospital Singapore, 2009)
Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan yang di berikan oleh perawat di ruang gawat
darurat antara lain :
a) Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus menerapkan
prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi dan memberikan asuhan yang
nyaman untuk klien
b) Cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose keperawatan, tindakan
keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan
c) Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi
masalah biologi dan psikologi klien
d) Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat dan klien
e) System monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan
f) Sisten dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat dan tepat
g) Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.

2. Tipe Triage
Ada beberapa Tipe triage, yaitu :
a. Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system kegawat daruratan.
Triage yang terdapat pada setiap rumah sakit berbeda-beda, tapi secara umum ditujukan untuk
mengenal, mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat keakutan dengan tujuan untuk
memberikan evaluasi dini dan perawatan yang tepat. Perawatan yang paling intensif dberikan
pada pasien dengan sakit yang serius meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.

b. Mass Casualty incident


Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan di suatu tempat bencana
menangani banyak pasien tapi belum mencapai tingat ke kelebihan kapasitas. Perawatan yang
lebih intensif diberikan pada korban bencana yang kritis. Kasus minimal bisa di tunda terlebih
dahulu.

c. Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan intensif sesegera mungkin
ketika korban bencana sangat membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari memberikan
perawatan intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan perawatan terbaik untuk jumlah
yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang terluka yang memiliki kesempatan untuk
bertahan hidup lebih besar dengan intervensi medis yang cepat. Pada disaster triage dilakukan
identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih dahulun tanpa muncul resko
dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat bertahan. Prioritasnya ditekankan pada
transportasi korban dan perawatan berdasarkan level luka.

d. Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding dengan aturan medis
biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan pendekatan yang paling baik karena jika gagal
untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada kesehatan dan kesejahteraan
populasi yang lebih besar.

e. Special Condition triage


Digunakan ketika terdapat faktor lain pada populasi atau korban. Contohnya kejadian yang
berhubungan dengan senjara pemusnah masal dengan radiasi, kontaminasi biologis dan kimia.
Dekontaminasi dan perlengkapan pelindung sangat dibutuhkan oleh tenaga medis. (Oman,
Kathleen S., 2008;2)
Tipe Triage Di Rumah Sakit
a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
 Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
 Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
 Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
 Tidak ada dokumentasi
 Tidak menggunakan protocol
b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
 Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi atau dokter
 Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
 Evaluasi terbatas
 Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama

c. Tipe 3 : Comprehensive Triage


 Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
 4 sampai 5 sistem katagori
 Sesuai protocol

Beberapa tipe sistem triage lainnya :


i. Traffic Director
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan memilih antara status
“mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes diagnostik permulaan yang diintruksikan
dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.

ii. Spot Check


Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif dan
objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas
pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes
diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan tertentu atau di ruang
tunggu. Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.

iii. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam
menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan
pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes
diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang
tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).

3. Klasifikasi dan Penentuan Prioritas


Ada banyak klasifikasi triage yang digunakan, adapun beberapa klasifikasi umum yang dipakai :
a. Three Categories Triage System
Ini merupakan bentuk asli dari system triase, pasien dikelompokkan menjadi :
 Prioritas utama
 Prioritas kedua
 Prioritas rendah
Tipe klasifikasi ini sangat umum dan biasanya terjadi kurangnya spesifitas dan subjektifitas
dalam pengelompokan dalam setiap grup

b. Four Categories Triage System


Terdiri dari :
 Prioritas paling utama (sesegera mungkin, kelas 1, parah dan harus sesegera mungkin)
 Prioritas tinggi (yang kedua, kelas 2, sedang dan segera)
 Prioritas rendah (dapat ditunda, kelas 3, ringan dan tidak harus segera dilakukan)
 Prioritas menurun (kemungkinan mati dan kelas 4 atau kelas 0)

c. Start Method (Simple Triage And Rapid Treatment)


Pada triase ini tidak dibutuhkan dokter dan perawat, tapi hanya dibutuhkan seseorang
dengan pelatihan medis yang minimal. Pengkajian dilakukan dengan sangat cepat selama 60
detik pada bagian berikut :
 Ventilasi / pernapasan
 Perfusi dan nadi (untuk memeriksa adanya denyut nadi)
 Status neurology
Tujuannya hanya untuk memperbaiki masalah-masalah yang mengancam nyawa seperti
obstruksi jalan napas, perdarahan yang massif yang harus diselesaikan secepatnya. Pasien
diklasifikasikan sebagai berikut :
a) The Walking Wounded
Penolong ditempat kejadian memberikan instruksi verbal pada korban, untuk berpindah.
Kemudian penolong yang lain melakukan pengkajian dan mengirim korban ke rumahsakit untuk
mendapat penanganan lebih lanjut
b) Critical/ Immediate
Dideskripsikan sebagai pasien dengan luka yang serius, dengan keadaan kritis yang
membutuhkan transportasi ke rumahsakit secepatnya, dengan criteria pengkajian :
 respirasi >30x/menit
 tidak ada denyut nadi
 tidak sadar/kesadaran menurun
c) Delayed
Digunakan untuk mendeskripsikan pasien yang tidak bisa yang tidak mempunyai keadaan
yang mengancam jiwa dan yang bisa menunggu untuk beberapa saat untuk mendapatkan
perawatan dan transportasi, dengan criteria
 Respirasi <30x/menit
 Ada denyut nadi
 Sadar/ respon kesadaran normal

d) Dead
Digunakan ketika pasien benar-benar sudah mati atau mengalami luka dan mematikan
seperti luka tembak di kepala (Departement Emergency Hospital Singapore, 2009). Prioritas
adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang
mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi
pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway/ jalan nafas, Breathing/ pernafasan, Circulation/ sirkulasi), jika tidak ditolong segera
maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage

Klasikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya.
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya
penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


Klasifikasi Keterangan
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan
jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital
bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu
singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar,
combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak
/ abdomen, laserasi luas, trauma bola mata

Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,


tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
 Nyeri hebat
 Perdarahan aktif
 Stupor / mengantuk
 Disorientasi
 Gangguan emosi
 Dispnea saat istirahat
 Diaforesis yang ekstrem
 Sianosis
 Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang dikenal, yaitu:

1. METTAG (Triage tagging system) = Sistem METTAG merupakan suatu pendekatan untuk
memprioritisasikan tindakan.

a. Prioritas Nol (Hitam) :


1. Mati atau jelas cedera fatal.
2. Tidak mungkin diresusitasi.

b. Prioritas Pertama (Merah) :


Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
1) gagal nafas,
2) cedera torako-abdominal,
3) cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4) shok atau perdarahan berat,
5) luka bakar berat.

c. Prioritas Kedua (Kuning) :


Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat :
1) cedera abdomen tanpa shok,
2) cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3) fraktura mayor tanpa shok,
4) cedera kepala / tulang belakang leher,
5) luka bakar ringan.

d. Prioritas Ketiga (Hijau) :


Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1) cedera jaringan lunak,
2) fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3) cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4) gawat darurat psikologis.

Sistem METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang sejenis, bisa digunakan
sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

2. Sistem triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban
yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60 detik, meliputi pengamatan
terhadap ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan
c. mati.

4. Proses Triage
Proses triage mencakup dokumentasi hal-hal berikut :
 Waktu dan datangnya alat transportasi
 Keluhan utama ( misalnya : “ apa yang membuat Anda datang kemari”)
 Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
 Penentuan pemberian perawatan kesehatan yang tepat
 Penempatan diarea pengobatan yang tepat ( misalnya : cardiac persus trauma, perawatan
mirror versus perawatan kritis)
 Permulaan intervensi ( misalnya : balutan steril, es pemakaian bidai, prosedur diagnostic
seperti pemeriksaan sinar-x, elektrokardiogram (EKG), atau gas darah arteri (GDA)

Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang
perawatan yang tepat. Saat pasien masuk ke UGD, perawat harus mengidentifikasi 3 aspek
penting yaitu, airway (jalan nafas), Breating (pola nafas) dan Circulation (sirkulasi). Untuk
mencapai tujuan itu, perawat harus menyelesaikan dengan cepat dan tepat dengan waktu tidak
lebih dari 5 menit. Pada umumnya, triage dimulai dengan pengkajian pada pasien dan
dilanjutkan dengan pegkajian berdasarkan prioritas kegawatdaruratan pasien.

1. Acccros the Room Assesement (Pengkajian Awal)


Pengkajian awal dimulai ketika perawat gawat darurat bertemu dengan pasien pertama
kali. Perawat gawat darurat melakukan observasi secara teliti, mendengar bunyi abnormal (suara
nafas) dan berhati-hati terhadap bau yang tidak sesuai. Perawat yang telah berpengalaman
mampu menentukan tindakan yang benar dengan hanya melihat keadaan pasien secara umum.
Namun, dalam beberapa kasus perawat perlu melakukan pengkajian yang lengkap sebelum
dibawa ke ruang tindakan sesuai dengan keadaan pasien.
2. The Triage Interview (wawancara triage)
Dalam melakukan pengkajian pada wawancara triage sebaiknya perawat menggunakan
pertanyaan terbuka seperti, “apa yang bisa saya bantu atau apa masalah anda hari ini?”. Dari
pertanyaan tersebut kita akan mendapatkan informasi berdasarkan jawaban pasien. Jika pasien
pernah memiliki riwayat masuk rumah sakit sebelumnya, perawat dapat menanyakan “apa
perubahan yang dialami sekarang atau apa yang mnyebabkan kamu datang kembali”. Jika pasien
datang dengan ambulan, banyak informasi yang dapat dari prehospital (sebelum masuh rumah
sakit) tetapi jawaban penting dari pasien bisa ditanyakan ulang untuk menvalidasi data yang
didapat sebelumnya. (ENA, 2005;68-73)
Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatan pasien di area pengobatan yang tepat,
misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan
tekanan darah atau area pengobatan cepat untuk keluhan minor, seperti sakit tenggorokan tanpa
demam, sakit gigi, atau terkilir. Tanpa memikirkan di mana pasien pertama kali ditempatkan
setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya selama 60
menit. Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang “mendesak” atau “gawat darurat”,
pengkajian ulang dilakukan setiap 15 menit atau lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru tentang kondisi pasien di area
pengobatan. Misalnya, kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor etika pasien tampak mual atau mengalami sesak
napas, sinkop, dan diaphoresis. (Iyer, P, 2004 : 259-260).
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5
menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage
bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian
trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll.
Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut
harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit. Untuk pasien yang
dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15
menit / lebih bila perlu.
Alur dalam proses triase :
 Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
 Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar
ruang triase (di depan gedung UGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam
b. jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya: Tension
pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
c. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa
segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
d. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar
superfisial.
e. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan
organ vital, dsb.
5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning,
hijau, hitam.
6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan
UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan
ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase
merah selesai ditangani.
8. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah. (Rowles, 2007).
Langkah-langkah pelaksanaan START :
a. Langkah pertama korban yang dapat ditunda. Kenali dan kelompokan para korban yang
masih mampu berjalan. Arahkan mereka ke tempat yang sudah ditentukan. Kelompok ini
diberi tanda HIJAU. Biasanya area triage sudah ditentukan, sehingga korban diarahkan
ke sana. Jadi walau mereka masih mampu berjalan jangan biarkan mereka terpencar.
Dalam beberapa keadaan korban dalam kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut
membantu proses pertolongan.

b. Langkah kedua pemeriksaan pernafasan. Sekarang para penolong menghampiri mereka


yang tidak mampu berjalan. Lakukan secara sistematis, jangan melompat dari satu korban
ke korban lainnya, dan jangan menghabiskan waktu terlalu banyak pada satu korban. Hal
pertama yang dilakukan adalah menilai pernafasan penderita. Buka jalan nafas dan nilai
pernafasannya. Korban yang mampu berjalan dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu
mempertahankan jalan nafas pada penderita yang tidak sadar. Bila korban tidak bernafas
buka nafas dengan jalan tekan dahi angkat dagu. Bila tetap tidak bernafas setelah jalan
nafas dibuka maka berikan tanda HITAM. Jika ia bernafas hitung berapa kali
pernafasannya. Bila mencapai 30 kali atau lebih dalam satu menit berikan tanda
MERAH. Jangan hitung selama 30 detik seperti pada penilaian penderita tetapi cukup
selama 5 atau 10 detik saja. ( Bila menggunakan 5 detik hasilnya dikalikan 12 dan bila
menggunakan 10 detik hasilnya kalikan 6 untuk mendapatkan nilai dalam 1 menit). Bila
hasilnya ternyata kurang dari 30 kali permenit lanjutkan ke langkah ketiga.

c. Langkah ketiga Penilaian sirkulasi. Penolong melakukan penilaian sirkulasi dengan cara
memeriksa pengisian kapiler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan di atas kuku
ujung jari korban, ujung jari di bawah kuku akan menjadi pucat. Bila tekanan di lepas
maka ujung jari akan menjadi merah kembali. Hitung berapa lama waktu yang diperlukan
untuk menjadi merah, bila ternyata 2 detik atau lebih berikan warna MERAH bila kurang
dari 2 detik maka lanjutkan ke langkah keempat. Adakalanya keadaan gelap sehingga
sulit menilai pengisian kapiler. Metode alternatif yang dapat digunakan khusus pada
keadaan ini adalah dengan memeriksa nadi radialis. Bila tidak ada korban dinyatakan
MERAH, bila ada maka dilanjutkan ke langkah keempat.

d. Langkah keempat Penilaian mental. Bila penolong mencapai tahap ini maka berarti
korban masih bernafas secara adekuat dan perfusinya masih baik. Pada langkah keempat
ini penolong memeriksa status mental korban. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
meminta korban untuk mengikuti perintah sederhana, misalnya “buka mata”, “gerakan
jari” dan lainnya. Ketidakmampuan mengikuti perintah sederhana ini berarti bahwa status
mental korban dianggap tidak normal. Korban diberikan label MERAH. Bila ternyata
korban masih mampu mengikuti perintah sederhana maka korban diberi warna KUNING.
Pemeriksaan penderita pada triage ini selesai setelah kita memberikan tanda triage pada
korban . Tindakan selanjutnya setelah melakukan START adalah segera membawa
korban sesuai dengan skala prioritasnya ke fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak
berarti harus membawa segera dari lokasi, namun pada beberapa keadaan dapat disiapkan
suatu rumah sakit lapangan atau daerah triage, yang merupakan area kemana para korban
dibawa sebelum dievakuasi lebih lanjut ke rumah sakit..

5. Dokumentasi Triage
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga
dan penting. Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan
sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau
yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan
dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim
kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi,
perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan
melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika
terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.
(Anonimous,2002).
Dalam Dokumentasi triage terdiri dari lima yaitu pengkajian, diagnosa,intervensi, implementasi
dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui keadaan dan menentukanprioritas perawatan


berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, sertafactor-faktor lain yang mempengaruhi
pasien sepanjang sisterm tersebut. Area pengkajian pertama harus selalu pengkajian
systemkardiovasculer dan respirasi, termasuk tanda vital. Pemeriksaan umum dapat
dilakukan secara bersamaandengan pemeriksaan utama, meluas ke area seperti tingkat
kesadaran,kualitas bicara, organisasi pikiran, tampilan umum (msl. pakaian,hygiene,
warna kulit, ekspresi wajah, postur, aktivitas motorik padasaat pasien duduk atau
dilepas pakaiannya, bau kulit atau bau nafasnya),

2. Diagnosa

Setelah melakukan pengkajian perawat harus menentukan diagnosa untuk merencanakan


tindakan keperawatan. Menurut nanda diagnosa keputusan klinik tentang respon individu,
keluarga dan masyarakattentang masalah kesehatan actual atau potensial, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang sesuai.

3. Intervensi

Standar praktik ENA yang berkaitan dengan perencanaan menyatakan “perawat


gawat darurat harus merumuskan rencanaasuhan keperawatan yang komprehensif
untuk pasien UGD dankolaborasi dan perumusan keseluruhan rencana perawatan
pasien”(ENA,1995b).Dalam intervensi di triage elemen penting dari perencanaan
adalahkesiapan. Perawatan harus memastikan alat-alat medis dan suplaibarang-barang
tersebut tersedia dan berfungsi dengan baik sehingga tidak akan terjadi keterlambatan
dalam pemberian perawatan padapasien.

4. Implementasi

Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasimenyatakan,


“perawat gawat darurat harus mengimplementasikanrencana perawatan berdasarkan
data pengkajian, diagnosiskeperawatan, dan diagnosis medis”. (ENA, 1995b) Dalam
implementasi di triage, perawat harus memiliki kompetensidalam memberikan
perawatan di UGD yang mencakup tindakanpenyelamatan nyawa dan alat gerak.
Perawat yang memilikikompetensi harus mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian
khusussesuai yang diindikasikan oleh situasi klinis, dan perawat harusberusaha dan
mendokumentasikan semua upaya tersebut.

5. Evaluasi

Pernyataan standar ENA yang berkaitan dengan evaluasi danmemodifikasi


rencana perawatan berdasarkan respon pasien yangdapat diobservasi dan pencapaian
tujuan pasien”(ENA, 1995b)Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup
dokumentasi:

a. Waktu dan datangnya alat transportasi


b. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
c. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
d. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
e. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versustrauma,
perawatan minor versus perawatan kritis)

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter sertadokumentasi


pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisanrencana perawatan formal (dalam
bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi
tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan
statuspasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secarabersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkanketaatan
pada standar perawatan sebagai pedoman. Perawat harus mengevaluasi secarakontinu
perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untukmenentukan perkembangan
pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien
terhadap intervensi pengobatan danperkembangannya. Proses dokumentasi triage
menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :

S: data subjektif

O: data objektif

A: analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan

P: rencana keperawatan

I: implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

E: evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan


perawatan yang diberikan (ENA,2005)

Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009) :
a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi:
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
4. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
5. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
 diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
 dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
 awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
 maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka
Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Department of Emergency Medicine


Singapore General Hospital

Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadephia USA : Lippincott Williams

ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company

Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Suhartati. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit.Jakarta :


Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan

Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK Unud

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. Instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago..

Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.

Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical
care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.

Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina
Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.

Anda mungkin juga menyukai