Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER NASOFARING


(KNF) DI RUANG KAMBOJA RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH

BERGITA OLIVIA HALI SAMON


NIM. 1302115011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN B


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah


nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001 dalam Nurarif & Kusuma, 2015)

2. Epidemiologi

Penyakit ini banyak ditemukan pada ras cina terutama yang tinggal di daerah
selatan. Ras mongloid merupakan faktor dominan dalam munculnya kanker
nasofaring, sehingga sering timbul di Negara-negara asia bagian selatan. Penyakit ini
juga ditemukan pada orang-orang yang hidup di daerah iklim dingin, hal ini diduga
karena penggunaan pengawet nitrosamine pada makanan-makanan yang mereka
simpan.
Insiden penyakit ini di Indonesia cukup tinggi yaitu 5 dari 100.000 penduduk
Indonesia mengidap penyakit ini. Laki-laki lebih banyak yang terserang dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 2,18:1. KNF banyak diderita penduduk dengan
rata-rata berusia 25 - 60 tahun (kurang lebih 60%) (RS Darmais, 2009). Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo mencatat adanya 100 kasus baru KNF/tahun. Di Rumah Sakit
Hasan Sadikin terdapat 60 kasus baru/tahun.

3. Penyebab

Virus Eipsterin Barr (VEB) dikatakan sebagai penyebab utama kanker


nasofaring. Virus ini dapat masuk dan hidup dalam tubuh manusia dalam jangka
waktu lama tanpa menimbulkan suatu kelainan pada tubuh. Adanya suatu mediator
kebiasaan tertentu yang dilakukan terus-menerus dapat mengaktifkan kerja virus ini.
Mediator-mediator kebiasaan ini, antara lain: (Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Konsumsi ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine
b. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup
c. Sering kontak dengan zat karsinogen (benzopyrenen, benzoantrace, gas kimia,
asap industri, asap kayu, asap rokok, dan beberapa ekstrak tumbuhan.
d. Ras dan keturunan (Malaysia dan Indonesia)
e. Radang kronis nasofaring
f. Profil HLA

4. Stadium
Penggolongan stadium kanker nasofaring adalah sebagai berikut:
a. Tumor size (T)
T0: tidak tampak tumor
T1: tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2: tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga
nasofaring
T3: tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4: tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau
saraf otak
Tx: tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
b. Regional limfe nodes (N)
N0: tidak ada pembesaran kelenjar limfe
N1: terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2: terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat digerakkan
N3: terdapat pembesaran baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar
c. Metastase jauh (M)
M0: tidak ada metastasis jauh.
M1: ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :


1. Stadium I : T1N0M0
2. Stadium II : T2N0M0
3. Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3N0M0
4. Stadium IV : T4 dan N0/ N1 dan M0 atau T1/T2/T3 /T4 dan N2/ N3 dan M0 atau
T1/T2/T3 /T4 dan N0/ N1/N2/ N3 dan M1
5. Patofisiologi

PATHWAY CARCINOMA NASOFARING

Faktor genetik Invasi Virus Epstein Barr Lingkungan:


(EBV) Konsumsi ikan yang diasinkan
dalam waktu yang lama dan
jumlah
Mutasi 6.
gen, putusnya kromosom,
EBV teraktivasi dan berkembangbiak yang tidak sedikit
dan kehilangan
7.sel-sel somatik oleh kehadiran suatu mediator Kurang mengkonsumsi vitamin,
sayur, dan buah segar
Sering kontak dengan zat-zat
yang dianggap karsinogen, seperti
Perubahan genetik dan benzopyrenen, benzoanthracene,
8.
adanya gen HLA EBV menyerang dan menginfeksi tubuh
khususnya bagian telinga dan hidung gas kimia, asap industry, asap
(human leukocyte antigen), kayu, beberapa ekstrak tumbuhan
9. pengkode enzim
gen Merokok dan minum alkohol
sitokrom p4502E (CYP2E1) dalam jangka waktu lama
10.

Proliferasi sel-sel yang abnormal Pertumbuhan sel-sel Terjadi perdangan pada bagian
11. dan tidak abnormal (sel-sel kanker) telinga dan hidung (termasuk
terkontrol nasofaring)

Pengeluaran mediator-
mediator inflamasi Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi

CARCINOMA NASOFARING
Klien bertanya-tanya
Penanganan Ca CARCINOMA NASOFARING Ansietas
1 tentang penyakitnya

Memerlukan O2 dan Penyebaran melalui limfe dan Infiltrasi pada membran basal
nutrisi untuk
12. perkembangan tumor
pembuluh darah
Hiperplasia sel-sel
Metastase ke organ
lain
Hipermetabolik Aliran O2 ke Tumor semakin
seluruh tubuh Ke paru-paru membesar

Pemecahan sumber Metabolisme anaeorob Infiltrasi tumor ke Klien malu Obstruksi Obstruksi Mendesak ujung-ujung
energi berlebih terutama jaringan paru dengan saraf bebas
pada tuba pada laring (free nerve ending)
protein kondisinya eustachius
Produksi ATP untuk Gangguan ekspansi
Albumin13. paru Klien sulit
menghasilkan energi Gangguan Penurunan fungsi menelan makanan Nyeri berlangsung
dalam waktu
Citra pendengaran yang lama
Berat badan Adaptasi tubuh: Tubuh
Intoleransi hiperventilasi
Aktivitas Kerusakan
Ketidakseimbangan menelan
nutrisi kurang dari Ketidakefektifan Nyeri
kebutuhan tubuh pola nafas GSP: Kronis
Pendengaran

Hambatan
komunikasi

Memacu
Hipotalamus pengeluaran
Mempengaruhi
meningkatkan
kerja titik
prostaglandin
termostat
patokanhipotalamus
suhu tubuh Suhu tubuh meningkat Hipertermi
Penanganan Ca
1

Pembedahan Non Pembedahan


Radiasi sinar di daerah nasofaring dan ruang
Pengangkutan jaringan luas sampai parafaringeal serta pada daerah
dengan kulit aliran getah bening leher Radioterapi Kemoterapi
atas dan bawah serta klavikula

Terdapat luka operasi Membunuh sel- Obat-obat kemoterapi


Daerah yang diradiasi juga sel yang berpoliferasi menghambat sinteis DNA
melibatkan rongga mulut, maksila, cepat sel kanker dan sel-sel
mandibula, dan kelenjar saliva yang aktif membelah
Barier pertahanan tubuh
terbuka
Merusak sel normal rongga mulut dengan
menghentikan pertumbuhan sel-sel secara cepat dan
mencegah reproduksi sel-sel di dalam mulut 2 3 4 5
Risiko
Infeksi

Mukositis Kerusakan pada kelenjar saliva

inflamasi pada mukosa mulut berupa


eritema dan adanya ulser Penurunan sekresi dan
perubahan komposisi saliva Kerusakan menelan

Pengeluaran mediator
Nyeri akut inflamasi dan nyeri
Terganggunya lubrikasi Kesulitan dalam menelan dan
mukosa rongga mulut mengunyah makanan
2 3 4 5

Pada sel-sel di sumsum Pada sel-sel Pada sel epitel kulit yang Mukosa GI yang aktif
tulang belakang yang rambut yang aktif aktif yang membelah juga membelah
aktif membelah juga membelah juga dihambat juga dihambat
dihambat dihambat

Mempengaruhi mukosa
Rambut menjadi rapuh Deskuamasi kulit lambung
Supresi sumsum tulang & pertumbuhan
terhambat

Kerusakan Lambung stres


Integritas Kulit
Produksi WBCProduksi RBC Produksi Rambut menjadi
menurun menurun trombosit rontok bahkan sampai Mempengaruhi pusat mual
menurun botak muntah di hipotalamus

PK PK PK Klien malu
Leuko Trombosito Mempengaruhi
Anemia dengan keadaan
penia peni lambung untuk
rambutnya
meningkatkan
produksi HCL
Sistem antibodi
menurun
Gangguan Citra Nausea
Tubuh

Risiko
Infeksi
5. Klasifikasi

a. Menurut Histopatologi

1) Well differentiated epidermoid carcinoma.


Keratinizing
Non keratinizing
2) Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
Transitional
Lymphoepithelioma
3) Adenocystic carcinoma
(Nurarif & Kusuma, 2015)

b. Menurut bentuk dan cara tumbuh

1) Ulseratif
2) Eksofilik: Tumbuh keluar seperti polip.
3) Endofilik: Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan
sekitar (creeping tumor)
(Nurarif & Kusuma, 2015)

c. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

1) Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Deferensiasi baik sampai sedang

Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan)

2) Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Paling banyak variasinya

Menyerupai karsinoma transisional


3) Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell
Carsinoma, varian sel spindel.

Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.


(Nurarif & Kusuma, 2015)

6. Gejala Klinis

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu


antara lain :
a. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan karena rapuhnya mukosa
hidung sehingga mudah terjadi perdarahan atau sumbatan hidung karena
pertumbuhan tumor ke dalam rongga dan menutupi koana, gejalanya: pilek
kronis, secret kental, gangguan penciuman (Nurarif & Kusuma, 2015).
b. Gangguan pada telinga
Terjadi penyumbatan oleh tumor pada muara tuba eustachius sehingga
menimbulkan gejala: seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai
rasa nyeri di telinga (otalgia). Terkadang juga muncul sebagai otitis media
serosa sampai perforasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
c. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga
dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik
dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
d. Gejala Lanjut/Limfadenopatiservikal
Sel-sel kanker menyebar melalui pembuluh limfe dan mencapai kelenjar-
kelenjar limfe dan bertahan di sana. Sel kanker ini kemudian bertumbuh dan
membesar dan tampak benjolan di leher samping, lama kelamaan tidak
dirasakan dan berkembang masuk ke dalam otot sehingga sulit digerakkan
(Nurarif & Kusuma, 2015).

7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang.

a. Nasofaringoskopi
b. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
c. Biopsi multiple dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan
mulut
d. Radiologi: rontgen toraks, rontgen kepala, CT-Scan daerah kepala dan
leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang
tersembunyi pun akan ditemukan, dan bone scantigraphy bila dicurigai ada
metastase ke tulang.
e. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus E-B.
f. Pemeriksaan neuro-oftalmologi: untuk mengetahui perluasan tumor ke
jaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi ke saraf otak .
(Nurarif & Kusuma, 2015)

8. Penatalaksanaan

a. Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan utama. Sebelumnya persiapan pasien
dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati
terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad
untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000
rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif
sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada
metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik.
Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
b. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8);
Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide
(2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada
kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi
hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
c. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
d. Pengobatan tambahan
Pemberian Tetrasiklin, faktor transfer, interferon, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
e. Perawatan paliatif
Diberikan pada pasien yang menjalani radiasi. Bila mulut kering nasihatkan
pasien untuk makan makanan berkuah, banyak minum dan mengunyah
bahan yang asam untuk merangsang produksi air liur.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek
dengan riwayat kanker payudara.
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan
makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging
dan ikan).
d. Aktivitas : Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
a. Sirkulasi : Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan
tekanan.
b. Integritas ego : Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan,
menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi,
menarik diri, marah.
c. Eliminasi : Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi
urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
d. Makanan/cairan : Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan
berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
e. Neurosensori : Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus.
f. Nyeri/kenyamanan : Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga
(otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
g. Pernapasan : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan.
h. Keamanan : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
i. Seksualitas : Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan.
j. Interaksi sosial : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan nutrisi.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, imunitas tubuh
menurun
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya berhubungan dengan
misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan inefektif reflek menelan
g. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Bersihan jalan nafas tidakSetelah dilakukan askep .... jam statusAirway Management/Manajemen jalan nafas
efektif b.d sekresirespirasi: terjadi kepatenan jalanBebaskan jalan nafas.
berlebihan nafas dengan kriteria : Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Tidak ada panas Identifikasi apakah klien membutuhkan insertion airway
Cemas tidak ada Jika perlu, lakukan terapi fisik (dada).
Obstruksi tidak ada Auskultasi suara nafas, catat daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi.
Respirasi dalam batas normal 16-20x/mnt. Berikan bronkhodilator, jika perlu.
Pengeluaran sputum dari jalan nafas. Atur pemberian O2, jika perlu.
Atur intake cairan agar seimbang.
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea.
10. Monitor status pernafasan dan oksigenasi.

Airway Suctioning/Suction jalan nafas


12. Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning.
13. Lakukan suction pada endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
2 Nyeri akut b/d agen injuriSetelah dilakukan askep .. jam klienManajemen nyeri :
fisik menunjukkan tingkat kenyamanan dan level1. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri: klien terkontrol dg kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi.
Klien melaporkan nyeri berkurang skala2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
nyeri 2-3. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat sebelumnya.
dan tidur 4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Vital sign dalam batas normal (TD 120/80 pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :
12. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
13. Cek riwayat alergi.
14. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
15. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
16. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
17. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep . jam klienManajemen Nutrisi
nutrisi kurang darimenunjukanstatus nutrisi adekuat dibuktikanKaji pola makan klien.
kebutuhan tubuh b/ddengan BB stabil tidak terjadi malnutrisi,Kaji adanya alergi makanan.
intake nutisi in adekuat,tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat Kaji makanan yang disukai oleh klien.
faktor biologis Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Risiko infeksi b/dSetelah dilakukan askep jam tidakKontrol infeksi
imunitas tubuh primerterdapat faktor risiko infeksi pada klien1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
menurun, prosedurdibuktikan dengan status imune klien adekuat: 2. Batasi pengunjung bila perlu.
invasive bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal3. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
(4-11.000) 4. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
5. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
6. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
7. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
8. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
9. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan.
10. berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


11. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
12. Monitor hitung granulosit dan WBC.
13. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
14. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
15. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
16. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
17. Ambil kultur jika perlu.
18. Dorong istirahat yang cukup.
19. Monitor perubahan tingkat energi.
20. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
21. Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
22. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
23. Laporkan kecurigaan infeksi.
24. Laporkan jika kultur positif.
5 Kurang pengetahuanSetelah dilakukan askep ........Teaching : Dissease Process
tentang penyakit danjam, pengetahuan klien meningkat dengan1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit.
perawatan nya b/d kurangkriteria hasil : 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin.
terpapar dg informasi,1. Klien/keluarga mampu menjelaskan3. Sediakan informasi tentang kondisi klien.
terbatasnya kognitif kembali penjelasan yang telah dijelaskan. 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang
2. Klien/keluarga kooperatif saat dilakukan perkembangan klien.
tindakan. 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit.
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan.
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi.
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan.
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi.
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit.
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada.
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan.
14. kolaborasi dg tim yang lain.
6 Risiko aspirasi b/dSetelah dilakukan askep . jam tidak terjadi Aspiration precaution
inefektifnya reflekaspirasi/Aspiration terkontrol 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan.
menelan Kriteria Hasil : 2. Monitor status paru.
Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi 3. Pelihara jalan nafas.
normal (16-20x/mnt). 4. Monitor vital sign.
Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa5. Lakukan suction jika diperlukan.
terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral 6. Cek nasogastrik sebelum makan.
hygien. 7. Hindari makan kalau residu masih banyak.
Menghindari faktor risiko. 8. Potong makanan kecil kecil.
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak9. Haluskan obat sebelum pemberian.
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas10. Naikkan kepala 30-45 derajat pada saat dan setelah makan.
abnormal 11. Jika pasien menunjukkan gejala mual muntah, posisikan klien miring.
12. Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah / menelan
8 Harga diri rendah b/d Setelah dilakukan askep . jam klienPeningkatan harga diri
perubahan gaya hidup menerima keadaan dirinya dengan kriteria: 1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri.
Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan 2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan.
diri. 3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain.
Menjaga postur yang terbuka. 4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
Menjaga kontak mata. 5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
Komunikasi terbuka. 6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
mendengarkan dalam kelompok. 8. Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya.
Menerima kritik yang konstruktif. 9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya.
Menggambarkan kebanggaan terhadap diri 10. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi.
11. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
12. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
13. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
14. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri.
15. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
16. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
17. Monitor tingkat harga diri
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification


(NIC), Fifth Edition. St. Louis : Mosby Year Book

Herdman, T. H. (2011). Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2012


2014 (NANDA). Jakarta : EGC ( terjemahan Sumarwati, dkk, 2011)

Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth


Edition. St. Louis : Mosby Year Book

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction Publishing

Parkway Cancer Centre. (2014). Apa itu Kanker Nasofaring? (Online).


(www.parkwaycentre.com. Diakses pada tanggal 5 April 2015)

Rumah Sakit Darmais Pusat Kanker Nasional. (2009). Kanker Nasofaring. (Online).
(www.darmais.co.id. Diakses pada tanggal 5 April 2015)

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. (2013). Mengenal Lebih Lanjut tentang
Kanker Nasofaring. (Online). (www.rsmtp.co.id. Diakses pada tanggal 5 April
2015)

Anda mungkin juga menyukai