Anda di halaman 1dari 60

KANKER NASOFARING

A. Pengertian
a. Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
nasofaring. Tumor ini bermula dari fosa rosenmuller dan dapat menyebar
ke dalam atau ke luar nasofaring serta bermetastasis ke kelenjar limfe di
leher.
b. Kanker nasofaring merupakan kanker ganas yang terdapat di daerah
nasofaring, yaitu bagian dari faring/ tenggorokan yang terletak diantara
fosa rosemuller yang merupakan daerah transtional dimana sel epitel
kuboid berubah menjadi sel skuamosa. Kanker ini biasanya berasal dari
epitel atau mukosa yang melapisi permukaan nasofaring
{F.Dubrulle,2007}
c. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. Pembagian Karsinoma Nasofaring

Klasifikasi histopatologi Ca Nasofaring

Berdasarkan gambaran histopatologi, kanker nasofaring di klasifikasikan ke


dalam 3 golongan :

1. Keratinizing skuamosa cell carsinoma atau kanker sel skuamosa dengan


keratisasi.
2. Non Keratinizing carsinoma atau kanker tidak berkreatin dengan sebagai
sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih
kearah diferensiasi baik.

1
3. Undifferentiated carcinoma atau kanker yang sangat heterogen, sel ganas
membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas.

Klasifikasi Histopatologi menurut WHO

a. Tipe 1
 Karsinoma sel skuamosa
 Deferensiasi baik sampai sedang
 Sering eksofilik [tumbuh dipermukaan]
b. Tipe 2
 Karsinoma non kreatinisasi {KNK }
 Paling banyak pariasinya
 Menyerupai karsinoma transsisional
c. Tipe 3
 Karsinoma tanpa deferensiasi
 Seperti antara lain limfoepitelioma,karsinoma anaplastik, “clear cell
carsinoma”, varian sel spindel.
 Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik
 Indonesia dan cina.

Menurut Bentuk dan cara tumbuh terbagi 3, yaitu :

1) Ulseratif.
2) Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
3) Endosifilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi

Penentuan Stadium

TUMOR SIZE {T}


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas

2
pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tenggkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES {N}
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat
digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran,baik homolateral,kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH {M}
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

 Stadium I : T1 No dan Mo
 Stadium II : T2 No dan Mo
 Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
 Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan
Mo atau T1/T2/T3/T4 dan No/N1/N2/N3/N4 dan M1

C. Etiologi

Secara etiologi, penyebab kanker nasofaring belum jelas. Namun penyebab


resiko terjadinya kanker nasofaring yaitu :

1. Virus.
Virus Epstein-Barr Virus {EBV} di duga sebagai penyebab utama kanker
nasofaring. EVB merupakan virus DNA yang telah diyakini sebagai agen

3
penyebab beberapa penyakit keganasan. Virus tersebut dapat menetap di
dalam tubuh tanpa menimbulkan suatu gejala klinis. Kadar DNA EBV
juga berkolerasi dengan respon dan terapi kanker yang menunjukkan
bahwa EBV bisa jadi merupakan penyebab bebas dalam terjadinya kanker
nasofaring.
2. Keturunan atau Herediter.
Dalam keluarga dengan riwayat terkena kanker, terutama kanker
nasofaring, besar kemungkinan untuk terkena kanker nasofaring daripada
orang yang tak ada riwayat kanker dalam keluarganya.Suatu penelitian
menemukan adanya perubahan genetik pada ras cina. Penelitian tersebut
tentang Human Leucoyte Antigen [HLA]. Perubahan genetik tersebut
menyebabkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol. Perubahan
ini sebagian besar akibat dari mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan
sel-sel somatic.
3. Makanan.
Penelitian di cina selatan menunjukkan bahwa orang yang lebih sering
mengkonsumsi makanan, di dalam hal ini biasanya ikan, yang di awetkan
dengan cara diasinkan lebih rentan terkena kanker nasofaring. Serta
makanan yang mengandung pengawet dalam makanan kalengan.
4. Lingkungan.
Untuk faktor lingkungan, kemungkinan yang dapat menjadi pemicu adalah
debu, asap rokok, uap zat kimia, ikan yang diasinkan, asap kayu bakar,dan
obat-obat traditional.
5. Paparan terhadap bahan karsinogenik.
Di duga bahan karsinogenik juga dapat memicu timbulnya kanker
nasofaring dari uap zat kimia yang berbahaya.
6. Kebiasaan merokok.
7. Konsumsi Alkohol.

4
D. Patofisiologi
Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada
penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan
protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai
tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B.
EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom
virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang
berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi
dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan
sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

5
 Geografis
Virus Epstein-Barr Virus
 Jenis Kelamin
 Pekerjaan
 Infeksi
Pertumbuhan sel abnormal
 Gaya hidup
 Makanan yang
diawetkan Karsinoma nasofaring
 Genetik

Metastase sel sel kanker ke Penekanan pada tuba


Pertumbuhan dan kelenjar getah bening eustacius
perkembangan sel-sel melalui aliran limfe
kanker di kelenjar getah Penyumbatan muara tuba
bening
Menembus kelenjar dan
mengenai otak di Gangguan pendengaran
Benjolan massa pada leher
bagian samping bawahnya

Kelenjar melekat pada otot


dan sulit di gerakkan

Nyeri Indikasi kemoterapi

Resiko perubahan membram Perangsangan elektrik zona


Supresi sumsum tulang
mukosa oral pencetus kemoreseptor di
ventrikel IV otak
Gangguan pembuluh sel
Iritasi mukosa mulut darah merah

stomatitis Leukosit, trombosit,eritrosit


Mual dan muntah

Anoreksia Immunosupresi
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko infeksi
Merusak sel-sel epitel kulit

Kerusakan pada kulit kepala


Iritasi traktus GI
Kerusakan intergritas kulit

Aloplesia
Rangsangan
 Diare 6
Gangguan HDR  Konstipasi
E. Manifestasi Klinik
a. Epistaktis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah perdarahan.
b. Sumbatan hidung.sumbatan hidung menetap karena pertumbuhan ke
dalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya pilek
kronik,ingus kental,gangguan penciuman.
c. Kataralis/ okulasi tuba eustachii : tumor mula-mula dofosa rosen
muler,pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba
berdengung,rasa penuh, kadang sampai gangguran pendengaran.
d. Ototis media serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.
e. Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel
tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjer membesar dan tampak
benjolan di leher bagian samping, lama kelamaaan karena tidak dirasakan
kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit untuk di
gerakkan

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Nasofaringoskopi.
2. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
3. Biopsi Multiple
4. Radiologi : thorak PA, foto tenggkorak, tomografi, ct-scan, bone
scantigraphy{bila dicurigai metastase tulang}
5. Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi ke saraf
otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.

G. Penatalaksanaan
1) Radioterapi merupakan pengobatan utama.
Radioterapi masih tetap merupakan modalitas terapi primer untuk kanker
nasofaring regional yang membesar. Ini disebabkan lokasi nasofaring
berdekatan dengan struktur yang penting, serta sifat infiltrasi kanker
nasofaring, sehingga pembedahan sulit dilakukan. Selain itu kanker

7
nasofaring memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun
kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya.
Pada pasien kanker nasofaring stadium dini (stadium I dan II) terapi
pilihan adalah radioterapi definitif. Pada kanker nasofaring stadium lanjut
(stadium III dan IV) pemberian kemoterapi dikombinasikan dengan
radioterapi.
Dosis radiasi untuk tumor primer diberikan 65-75 Gy dan pada kelenjar
leher 65-70 Gy. Dosis untuk terapi profilaksis pada leher dengan kelenjar
negatif adalah 50-60 Gy. Dosis radiasi perfraksi yang diberikan adalah 200
cGy DT (dosis tumor) diberikan 5 kali seminggu untuk tumor primer
maupun kelenjar. Setelah itu radiasi dilanjutkan untuk tumor primer
sehingga dosis total adalah 6000-7000cGy.
Dengan pemberian radioterapi saja telah berhasil mengontrol tumor T1
dan T2 pada 75-90& kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus.
Kontrol kelenjar leher mencapai 90% pada kasus N0 dan N1, tapi tingkat
kontrol berkurang menjadi 70% pada kasus N2 dan N3.
Ada 2 cara utama pemberian radioterapi, yaitu
1. Radiasi eksterna / teleterapi
Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan
di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi.
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer di daerah nasofaring dan
ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas
dan bawah serta klavikula.
2. Radiasi interna / brakiterapi
Sumber radiasi dimasukkan ke dalam rongga nasofaring pada tempat
tumor berada atau berdekatan dengan tumor guna memberikan dosis
maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cedera yang
serius pada jaringan sehat di sekitarnya. Terapi ini diberikan pada
kasus yang telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi
masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuh lokal.

Setelah diberikan terapi radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa


respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah
bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian
respon radiasi berdasarkan kriteria WHO, yaitu :1
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening
yang besar
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau
lebih
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap

8
- Progressive disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25%
atau lebih
Radioterapi memegang peranan penting pada perawatan kanker
nasofaring. Daerah yang diradiasi melibatkan keseluruhan nasofaring
dan kelenjar getah bening pada leher. Tidak dapat dihindari, daerah
yang diradiasi juga melibatkan rongga mulut, maksila, mandibula, dan
kelenjar saliva. Bagaimanapun, radioterapi ini memberikan manfaat
pada jaringan, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak dapat
dihindarkan.
Rongga mulut mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan
radioterapi, sebab radioterapi yang digunakan untuk merusak sel
kanker juga dapat merusak sel normal rongga mulut dengan
menghentikan pertumbuhan sel-sel secara cepat dan mencegah
reproduksi sel-sel di dalam mulut, sehingga akan sulit bagi jaringan
mulut untuk mengadakan perbaikan. Sebagai hasilnya, komplikasi oral
dapat terjadi seperti mukositis, kandidiasis, xerostomia, dysgeusia,
karies gigi, osteoradionekrosis, dan nekrose pada jaringan lunak.

2) Kemoterapi .
Pemberian kemoterapi pada kanker nasofaring diindikasikan pada kasus
penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-
kasus residif. Kemoterapi dapat diberikan sebelum (neoadjuvan), selama
(concurrent) atau setelah (adjuvan) pemberian kemoterapi. Regimen
keomterapi aktif antara lain: cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU), doxorubicin,
epirubicin, bleomycin, mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca.
Dasar pemberian kemoterapi neoadjuvan/ induksi kemoterapi dengan
radioterapi ada 2. Pertama: reduksi sitotoksik tumor primer dan kelenjar
dapat meningkatkan kontrol lokoregional. Kedua: eradikasi mirometastase
sistemik pada stadium dini dapat mengurangi relaps metastasis jauh.
Pemberian kemoterapi saat siklus radioterapi (concominant) menawarkan
potensi sensitivitas tumor terhadap radiasi dan juga kemungkinan eradikasi
mikrometastase. Akan tetapi juga menawarkan peningkatan resiko
toksisitas. Tujuan kemoterapi adjuvan yang diberikan setelah radioterapi
adalah untuk mengurangi tingginya tingkat kegagalan terhadap metastase
jauh.
Sampai sekarang regimen dengan dasar platinum merupakan standart
kemoterapi pada pasien kanker nasofaring dengan metastase, terapi lini
pertama yang paling banyak digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-
FU, yang mencapai rasio respon 66%-76%. Kombinasi platinum dengan
bahan baru seperti gemcitabine atau paclitaxel telah menunjuukan respon

9
yang baik. Adapun efek samping dari kemoterapi antara lain : efek toksix
pada sumsum tulang dan dapat mengakibatkan neutropenia,
trombositopenia, anemia, infeksi telinga tengah, sinusitis, faringitis, diare,
perdarahan ulkus gastrointestinal(melena, hematemesis), stomatitis, mual
muntah, alopesia, sterilitas(kemandulan sementara atau permanen).

3) Pembedahan
Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan kanker
nasofaring. Terbatas diseksi leher radikal untuk mengontrol kelenjar yang
radioresisten dan metastase leher setelah radioterapi, pada pasien tertentu
pembedahan penyelamatan (salvage treatment) dilakukan pada kasus
rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa metastase jauh. Populasi
yang rentan sebelum infeksi virus Epstein Barr untuk mencegah terjadinya
kanker nasofaring. Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan jika masih
ada sisa kelenjar paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan
syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan hilang yang dibuktikan
dengan pemeriksaan radiologik dan serologik, serta tidak ditemukannya
metastasis jauh.

H. Komplikasi

Sel sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah yang
mengenai organ tubuh yang lertaknya

Prognosis

Prognosis kanker nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal


dan metastasenya. Kanker skuamosa berkreatinasi cenderung lebih agresif
daripada non keratinasi. Prognosis buruk jika dijumpai limfadenopati,stadium
lanjut, dan tipe histologik kanker skuamosa berkeratinasi. Prognosis dapat
lebih buruk jika stadium sudah lebih lanjut, usia lebih dari 40 tahun, laki-laki,
dan ras cina.

10
Dari laporan terbaru Dickson menemukan rasio karsinoma nasofaring selama
5 tahun dari 1969 sampai 1973, Dickson membuat pengamatan sebagai
berikut (Saputra, 2006):

Karsinoma sel skuamosa tanpa pertandukan mempunyai prognosis lebih baik


dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa dengan pertandukan.Angka
bertahan hidup jika tumor terbatas pada nasofaring dengan atau tanpa kelenjar,
angka bertahan hidup meningkat sampai 45%.Pasien-pasien yang disinar
dengan 6000 rads atau lebih dapat bertahan hidup 5 tahun tanpa melihat
stadium.

11
Asuhan Keperawatan Kanker Nasofaring

Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses


keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan
secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1. PENGKAJIAN
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/
istri.
b. Alasan Dirawat

Pasien mengeluh ada benjolan di sekitar kepala dan leher, pusing, bersin-
bersin, batuk, suara perlahan-lahan mulai hilang, dan berat badan terus
menurun.
c. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Dahulu

Otitis media serosa, mengkonsumsi ikan asin, asap rokok, kekurangan


vitamin C dan vitamin A.

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Adanya rasa penuh pada telinga sampai tuli konduksi, pembesaran


kelenjar getah bening pada leher, sumbatan pada hidung, pilek,
eistaksis, diplopia, paresis, enoftalmus dan ptosis.

d. Pengkajian Fungsional Gordon


 Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit
yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya

12
pasien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada
stadium lanjut, pasien biasanya kurang mengetahui penyebab
terjadinya serta penanganannya dengan cepat.
 Pola Nutrisi Metabolik
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit.
Biasanya pasien akan mengalami penurunan berat badan akibat
inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
 Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya
pasien tidak mengalami gangguan eliminasi.
 Pola aktivitas latihan
Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya pasien
mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
 Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit, berapa lama
pasien tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami perubahan pada
pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti
nyeri, ansietas.
 Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran pasien, apakah pasien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji
bagaimana pasien dalam berkomunikasi. Biasanya pasien mengalami
gangguan pada indra penciuman.
 Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya. Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan
merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.

13
 Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan
selama dirawat di Rumah Sakit. Dan bagaimana hubungan social
pasien dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering
tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
 Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan. Apakah ada
perubahan kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami
gangguan pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
 Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan pasien saat ada masalah. Apakah pasien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres. Biasanya
pasien akan sering bertanya tentang pengobatan.
 Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi
penyakitnya. Apakah ada pantangan agama dalam proses
penyembuhan pasien. Biasanya pasien lebih mendekatkan diri pada
Tuhan Yang Maha Kuasa.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
2) Pemeriksaan THT
 Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
 Rinoskopia anterior
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga
hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole
negatif.
 Rinoskopia posterior
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak
agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.

14
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
 Faringoskopi dan laringoskopi
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring;
reflek muntah dapat menghilang.
 X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi atau destruksi jaringan saraf
Definisi : NOC NIC
Pengalaman sensori dan  Pain Level Pain Management
emosional yang tidak  Pain Control
menyenangkan yang muncul  Comfort Level  Lakukan pengkajian nyeri
akibat kerusakan jaringan yang secara komprehensif
aktual atau potensial atau Kriteria Hasil termasuk
gambaran dalam hal kerusakan lokasi,karakteristik,durasi
sedemikian rupa (international  Mampu mengontrol ,frekuensi,kualitas dan
Association for the study of pain): nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
awitan yang tiba-tiba atau lambat nyeri,mampu  Observasi reaksi
dari intensitas ringan hingga berat menggunakan tahnik nonverbal dari
dengan akhir yang dapat nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan.
diantisipasi atau diprediksi dan mengurangi  Gunakan tehnik
berlangsung < 6 bulan nyeri,mencari komunikasi teraupetik
bantuan). untuk mengetahui
Batasan karakteristik :  Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien.
nyeri berkurang  Kaji kultur yang
Perubahan selera dengan menggunakan mempengaruhi respon
makan,perubahan tekanan manajemen nyeri.
darah,perubahan frekuensi nyeri(skala,intensitas,f  Evaluasi bersama pasien
jantung, perubahan frekuensi rekuensi dan tanda dan tim kesehatan lain
pernapasan, laporan isyarat, nyeri). tentang ketdakefektifan
diaforesis, perilaku distraksi  Menyatakan rasa kontrol nyeri masa
(mis,berjalan mondar-mandir nyaman setelah nyeri lampau.
mencari orang lain, aktivitas yang berkurang.  Bantu pasien dan
berulang), mengekspresikan keluarga untuk mencari
perilaku dan menemukan
(mis,gelisah,merengek,menangis), dukungan.
masker wajah (mis,mata kurang  Kontrol lingkungan yang
bercahaya,tampak dapt mempengaruhi nyeri
kacau,gerakkan mata berpencar
 Kurangi faktor presipitasi
atau tetap pada satu fokus
nyeri
meringis),sikap melindungi
 Pilih dan lakukan
nyeri,fokus menyempit,indikasi
nyeri yang dapat penanganan nyeri
(interpersonal, non
diamati,perubahan posisi untuk
menghindari nyeri,sikap tubuh farmakologi, dan

15
melindungi,dilatasi farmakologi)
pupil,melaporkan nyeri secara  Kaji tipe dan sumber
verbal,gangguan tidur. nyeri untuk menentukan
intervensi.
Faktor yang berhubungan :  Ajarkan tentang tehnik
non farmakologi.
Agen cedera (mis,biologis,zat
 Evaluasi keefektifan
kimia, fisik,psikologis)
kontrol nyeri.
 Tingkatkan istirahat.
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.

Analgesic Administration
 Tentukan
lokasi,karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
 Cek instruktur dokter
tentang jenis obat,dosis
dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Pilih analgesik yang di
perlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
 Tentukan analgesik
pilihan,rute
pemberian,dosis portal.
 Pilih rute pemberian.
 Monitor vital sign.
 Berikan analgesik tepat
waktu.
 Evaluasi efektivitas
analgesik,tanda dan
gejala.

16
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Batasan karakteristik : NOC NIC
Kram abdomen, nyeri abdomen,  Nutritional status : Nutrition Management
menghindari makanan, berat BB  Nutritional status : food  kaji adanya alergi
20 % atau lebih dibawah berat and fluid makanan.
 Anjurkan pasien untuk
badan ideal, kerapuhan kapiler,  Nutritional status: meningkatkan intake Fe,
diare, kehilangan rambut nutrien intake protein, dan Vit.C
berlebihan, bising usus hiperaktif,  Weight control  Berikan substansi gula.
 Yakinkan diet dimakan
kurang makan, kurang informasi, Kriteria Hasil mengandung serat tinggi
untuk mencegah
kurang minat paa makanan,  Adanya peningkatan
konstipasi.
penurunan BB dengan asupan BB sesuai dengan  Anjurkan pasien membuat
adekuat, kesalahan konsepsi, tujuan. catatan makanan harian.
 Berikan informasi tentang
kesalahan informasi, membran  BB ideal sesuai dengan kebutuhan nutrisi.
miukosa pucat, ketidakmampuan TB  Kaji kemampuan pasien
memakan makanan,tonus otot dalam memenuhi
 Mampu kebutuhan nutrisi.
menurun, mengeluh gangguan mengidentifikasi  Berikan makanan pilihan
sensasi rasa, mengeluh asupan (konsultasi dengan gizi)
kebutuhan nutrisi
 Kolabirasi dengan ahli
makanan kurang dari RDA, cepat  Tidak ada tanda-tanda gizi untuk menentukan
kenyang setelah malnutrisi. jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
makan,sariawan,steatora,kelemah  Menunjukkkan
an otot mengunyah,kelemahan peningkatan fungsi Nutritional Monitoring
otot menelan. pengecapan dan  BB pasien dalam
Faktor yang berhubungan : batas normal.
menelan.
 Monitor adanya
Faktor biologis,faktor  Tidak terjadi penurunan penurunan BB
ekonomi,ketidakmampuan untuk BB
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
mengabsorbsi dilakukan.
nutrien,ketidakmampuan untuk  Monitor interaksi
anak atau orang tua
mencerna makanan, selama makan.
ketidakmampuan menelan  Monitor lingkungan
makanan, faktor psikologis selama makan.
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan.

17
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi.
 Monitor tugor
kulit,kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah.
 Monitor mual dan
muntah.
 Monitor kadar
albumin, total protein,
HB,dan kadar Ht.
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
 Monitor pucat,
kemerahan,dan
kekeringan jaringan
konjungtiva,.
 Monitor kalori dan
intake nutrisi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder


imunosupresi
Batasan karakteristik : NOC NIC
Faktor- faktor resiko :  Immune status. Infection Control
 Penyakit kronis.  Knowledge :  Bersihkan lingkungan
Diabetes melitus. infection control. setelah di pakai pasien
Obesitas.
 Pengetahuan yang tidak  Risk control. lain.
cukup untuk menghindari Kriteria Hasil  Gunakan sabun
pemanjanan patogen.
 Pertahanan tubuh primer  Klien bebas dari antimikroba untuk
yang tidak adekuat. tanda dan gejala mencuci tangan.
Gangguan peritalsis.
Kerusakan integritas infeksi.  Cuci tangan setiap
kulit.  Mendeskripsikan sebelum dan sesudah
Perubahan sekresi Ph.
Penurunan kerja proses penularan melakukan tindakan
sililaris. penyakit,faktor yang keperawatan.
Pecah ketuban dini.
Pecah ketuban lama. mempengaruhi  Gunakan baju dan sarung
Merokok. penularan serta tangan sebagai pelindung.
Statis cairan tubuh.
Trauma jaringan. penatalaksannya.  Pertahankan lingkungan
 Ketidak adekuatan  Menunjukkan aseptik selama
pertahanan sekunder.

18
Penurunan kemampuan untuk pemasangan alat.
hemoglobin.
mencegah timbulnya  Tingkatkan intake nutrisi.
Immunosupresi.
Supresi respon infeksi.  Monitor tanda dan gejala
inflamasi.
 Jumlah leukosit infeksi.
 Vaksinasi tidak adekuat.
 Pemajanan terhadap patogen dalam batas normal.  Ajarkan cara menghindari
lingkungan meningkat. infeksi.
Wabah
 Prosuder invasif.  Berikan terapi antibiotik
 Malnutrisi. bila perlu proteksi
terhadap infeksi.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek


radiasi kemoterapi
Batasan karakteristik : NOC NIC
 Kerusakan lapisan kulit  Tissue integrity : skin and Pressure Management
(dermis). mucous membranes.  Anjurkan pasien untuk
 Gangguan permukaan  Hemodyalis akses. menggunakan pakaian yang
kulit (epidermis). Kriteria Hasil longgar.
 Invasi struktur tubuh.  Integritas kulit yang baik  Hindari kerutan pada tempat
Faktor yang berhubungan : bisa dipertahankan tidur.
 Eksternal. (sensasi, elastisitas,  Mobilisasi pasien (ubah posisi
temperatur, hidrasi, Px dua jam sekali).
◙ Zat kima, Radiasi.
◙ Usia yang ekstrim.
pigmentasi).  Monitor kulit akan adanya
 Tidak ada luka/lesi pada kemerahan.
◙ Kelembapan.
kulit.  Oleskan lotion/minyak/baby
◙ Faktor mekanik (bekas
 Perfusi jaringan baik. oil pada daerah tertekan.
luka robekan).
 Menunjukkan pemahaman  Monitor aktivitas dan
◙ Medikasi.
dalam proses perbaikan mobilisasi pasien.
◙ Lembab.
kulit dan mencegah  Monitor status nutrisi.
◙ Imobilitasi fisik.
terjadinya cedera
 Mandikan pasien dengan
 Internal. berulang.
sabun dan air hangat.
◙ Perubahan status  Mampu melindungi kulit
Insision site care
cairan. dan mempertahankan
 Bersihkan, pantau, dan
◙ Perubahan pigmentasi. kelembaban kulit dan
tingkatkan proses penyembuhan

19
◙ Perubahan tugor perawatan alami pada luka yang ditutup dengan
◙ Faktor perkembangan. jahitan atau straples.

◙ Kondisi  Monitor proses kesembuhan area


insisi.
ketidakseimbangan
 Monitor tanda gejala infeksi pada
nutrisi
area insisi.
◙ Penurunan imonulogi.
 Bersihkan area sekitar jahitan
◙ Penurunan sirkulasi.
menggunakan lidi kapas steril.
◙ Kondisi gangguan
 Gunakan preparat antiseptic
metabolik. sesuai program.
◙ Gangguan sensasi  Ganti balutan pada interval waktu
◙ Tonjolan tulang yang sesuai
Dialysis Acces Maintance

5. Gangguan harga diri berhubungan dengan efek samping radioterapi


Batasan karakteristik : NOC NIC
 Evaluasi diri bahwa ◙ Body image, disiturbed. Self Esteem Management
individu tidak mampu ◙ Coping, ineffective.  Tunjukkan rasa percaya
menghadapi peristiwa. ◙ Personal identity, diri pasien untuk
 Perilaku bimbang. disturibed. mengatasi situasi.
 Perilaku asertif. ◙ Self esteem  Dorong pasien
 Secara verbal melaporkan situasional,low. mengidentifikasi
situasional saat ini Kriteria Hasil kekuataan dirinya.
terhadap harga diri. ◙ Adaptasi terhadap  Ajarkan keterampilan
 Ekspresi ketunandayaan fisik. perilaku yang positif.
ketidakberdayaan. ◙ Penyesuaian dengan  Buat statment positif
 Ekspresi ketidakgunaan. kehilangan aktual atau terhadap pasien.
 Verbalisasi meniadakan kehilangan yang akan  Monitor frekuensi
diri. terjadi. komunikasi verbal pasien
Faktor yang berhubungan : ◙ Penyesuaian psikososial. yang negatif.
 Perilaku tidak selaras ◙ Menunjukkan penilaian  Dukung pasien untuk
dengan nilai. pribadi tentang harga menerima situasi.
 Perubahan perkembangan. diri.  Kaji alasan untuk
 Gangguan citra tubuh. ◙ Mengungkapkan

20
 Gangguan fungsional. penerimaan diri. mengkritik atau
 Kegagalan. ◙ Komunikasi terbuka. menyalahkan diri sendiri.
 Kurang penghargaan. ◙ Mengatakan optimisme Conseling
 Kehilangan. tentang masa depan.  Menggunakan proses
 Penolakkan. ◙ Menggunakan strategi pertolongan interaktif
 Perubahan peran sosial. koping efektif. yang berfokus pada
kebutuhan,
masalah,perasaan pasien
dan orang terdekat
untuk meningktkan atau
mendukung pemecahan
masalah
Coping Enchsncement
Body image Enhancement

6. Konstipasi berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi


Batasan karakteristik : NOC NIC
◙ Nyeri abdomen  Bowel elimination. Constipation / Impaction
◙ Nyeri abdomen dengan  Hydration. Management
dan tanpa resistensi otot. Kriteria Hasil  Monitor tanda dan gejala
◙ Anoreksia.  Mempertahankan bentuk konstipasi.
◙ Perubahan pola defekasi. feses lunak.  Monitor bising usus.
◙ Distensi abdomen.  Bebas dari  Monitor feses; frekuensi,
◙ Rasa rektal penuh. ketidaknyamanan dari konsistensi, dan volume.
◙ Keletihan. konstipasi.  Identifikasi faktor
◙ Feses keras.  Mengidentifikasi indikasi penyebab dan kontribusi
◙ Rasa tertekan di rektal. untuk mencegah konstipasi.
◙ Bising usus hipoaktif. konstipasi  Mendorong meningkatkan
◙ Sakit kepala.  Feses lunak dan berbentuk asupan cairan
◙ Nyeri pada saat defekasi
 Anjurkan klien dan
◙ Sering flatus.
keluarga untuk diet tinggi
Faktor yang berhubungan :

21
 Fungsional. serat.
◙ Kelemahan otot  Kolaborsikan pemberian
abdomen. laksatif.
◙ Kebiasaan
mengabaikan dorongan
defekasi.
◙ Ketidakadekuatan
toileting.
◙ Kurang aktivitas fisik.
◙ Kebiasaan defekasi
tidak teratur.
◙ Perubahan lingkungan
saat ini
 Psikologis.
◙ Depresi, stres emosi.
◙ Konfusi mental.
 Farmakologis.
◙ Antasida mengandung
aluminium.
◙ Antidepresan.
◙ Antikolinergik.
◙ Garam bismuth.
◙ Kalsium karbonat.
◙ Simpatomimemik.
 Mekanis.
◙ Ketidakseimbangan
elektrolit.
◙ Penyakit hirschprung
◙ Obesitas
◙ Obstruksi pasca bedah.
◙ Kehamilan.
◙ Gangguan neurologist.
◙ Rektoral,tumor

22
 Fisiologis.
◙ Perubahan pola makan.
◙ Perubahan makanan.
◙ Penurunan motilitas
traktus gastrointestinal
◙ Dehidrasi.

23
KANKER LAMBUNG

A. Pengertian

Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang muncul paling sering


sebagai massa ireguler dengan penonjolan ulserasi sentral yang dalam ke
lumen dan menyerang lumen dinding lambung.

B. Etiologi

Penyebab dari kanker lambung masih belum diketahui, akan tetapi,


sejumlah faktor dihubungkan dengan penyakit tersebut juga dipercaya bahwa
faktor eksogen dalam lingkungan seperti bahan kimia karsinogen, virus
onkogenik mungkin mengambil bagian penting dalam karsinoma lambung.
Karena lambung mempunyai kontak lama dengan makanan.Ada yang timbul
sebagai hubungan dengan konsumsi gram yang meningkat.Ingesti nitrat dan
nitrit dalam diet tinggi protein telah memberikan perkembangan dalam teori
bahwa senyawa karsinogen seperti nitrosamine dan nitrosamide dapat
dibentuk oleh gerak pencernaan.

C. Patofisiologi

Beberapa faktor dipercaya menjadi precursor kanker yang mungkin, yaitu


polip, anemia pernisiosa, prostgastrektomi, gastritis artofi kronis dan ulkus
lambung tidak mempengaruhi individu menderita kanker lambung, tetapi
kanker lambung mungkin ada bersamaan dengan ulkus lambung dan tidak
ditemukan pada pemeriksaan diagnostik awal.
Tumor mungkin menginfiltrasi dan menyebabkan penyempitan lumen
yang paling sering di antrum.Infiltrsi dapat melebar ke seluruh lambung,
menyebabkan kantong tidak dapat meregang dengan hilangnya lipatan normal
dan lumen yang sempit, tetapi hal ini tidak lazim.Desi polipoid juga mungkin

24
timbul dan menyebabkan sukar untuk membedakan dari polip benigna dengan
X-ray.
Kanker lambung mungkin timbul dari penyebaran tumor superficial yang
hanya melibatkan permukaan mukosa dan menimbulkan keadaan granuler
walaupun hal ini jarang.Kira-kira 75% dari karsinoma ditemukan 1/3 distal
lambung, selain itu menginvasi struktur lokal seperti bagian bawah dari
esofagus, pankreas, kolon transversum dan peritonium.Metastase timbul pada
paru, pleura, hati, otak dan lambung.

D. Gejala Kanker Lambung

Gejala awal kanker lambung


1. Perut bagian atas tidak nyaman : gejala ini dirasakan oleh semua penderita
kanker lambung, lebih dari 70% gejala awal kanker lambung adalah
penderita merasakan bagian atas perut tidak nyaman ini merupakan gejala
umum yang sering terjadi. Pada saat tenang biasanya akan timbul,
sebalikya disaat melakukan aktifitas rasa tidak nyaman itu menghilang,
hasil dari penyesuaian makanan dan minuman tidak efektif.
2. Nyeri, perut terasa panas / terbakar : menunjukkan penderita kanker
lambung stadium awal didalam aktivitas hidupnya sering merasakan
lambung tidak nyaman. Nyeri atau perut terasa sakit, dengan meminum
obat rasa sakit dapat diatasi. Beberapa penderita kanker lambung setelah
saat memasukkan makanan akan timbul gejala distensi abdomen, sendawa
dan lainnya. Dengan timbulnya gejala ini setelah dilakukan deteksi
kemungkinan dapat terjadi kesalahan diagnosa menjadi radang lambung.
3. Penurunan berat badan dan cepat lelah: gejala ini dalam waktu singkat
muncul dan disertai dengan penurunan nabsu makan. Penurunan nabsu
makan merupakan salah satu gejala awal dari kanker lambung, karena
tidak merasakan sakit pada bagian lambung maka penderita tidak terlalu
memperhatikan.

25
4. Jika penderita kanker lambung telah terjangkit cukup lama, maka penderita
kanker lambung dalam aktifitas hidupnya dapat timbul gejala pendarahan
gastrointestinal. Gejala yang paling sering timbul adalah hematemesis
(muntah darah), melena ( pengeluaran feses atau tinja yang berwarna
hitam seperti ter dan berisi darah yang telah dicerna), olkutisme darah.
Gejala Kanker stadium lanjut
Kanker lambung stadium lanjut dari beberapa gejala merupakan perluasan dari
gejala awal, oleh karena itu ada beberapa gejala stadium lanjut yang dapat kita
prediksi.
1. Kurus dan kurang darah
2. Pada perut atas penderita kanker lambung stadium lanjut terasa nyeri dan
terus berlangsung lebih lama, dan biasanya tidak mudah membaik.
3. Kemungkinan metastase pada kanker lambung stadium lanjut cukup besar,
biasanya bisa menyebar ke daerah sekitar yang berdekatan seperti
pankreas, hati, usus besar dan dengan mudah bisa menyebar ke getah
bening sampai sekitar kelenjar getah bening dan kelenjar getah bening
yang letaknya jauh, beberapa di supraklavikula kiri teraba kelenjar getah
bening keras tidak aktif. Penyebaran juga dapat melalui sirkulasi darah
sampai sampai ke hati, paru, otak tulang, ovarium dan sebagainya. Dengan
demikian timbul adanya effuse abdomen, penyakit kuning, pembengkakan
hati dan gejala lainnya. Bisa juga menyebabkan perforasi lambung,
pendarahan, nekrosis, obstruksi, dan komplikasi lain. Gejala lain dari
kanker stadium lanjut abdomen atas terasa sakit, nabsu makan menurun,
menjadi kurus, lemah, mual, muntah, melena atau penegeluasan fases yang
berwarna hitam dan berisi darah yang telah dicerna.
4. Gejala lainnya
Mungkin disaat makanan masuk ke tubuh bagian Cardia kanker lambung
dapat dirasakan tidak lancar.Makanan dapat masuk tetapi menyebabkan
disfagia dan regurgitasi.Kanker lambung menyebabkan timbulnya gejala
perforasi akut, seluruh bagian perut terasa sakit, radang

26
peritoneum.Beberapa dari penderita kanker lambung mungkin muncul
gejala diare, sembelit, dan demam.
Gejala kanker lambung stadium lanjut tampak sangat jelas, oleh karena itu
menyebabkan pasien sangat menderita.Mendeteksi serta melakukan
pemeriksaan dan pengobatan secara dini dapat memperoleh hasil
pengobatan yang jauh lebih baik.

E. Faktor-Faktor Resiko

Masalah lingkungan dan nutrisi dapat mempengaruhi perkembangan dari


kanker lambung. Makan makanan tinggi nitrat dan nitrit makanan yang telah
diasinkan, tidak adanya makanan segar dan jumlah vit. C, A dan E yang
kurang dalam diet, tampaknya meningkatkan insiden tumor lambung.Perokok
dan pengguna alkohol berhubungan dengan perkembangan dari penyakit
ini.Pekerja dalam industri tertentu juga mengalami kejadian kanker lambung
yang tinggi. Pekerjaan ini meliputi pabrik nikel, penambangan batu bara,
pengolahan tambaga dan karet, asbestos. Status ekonomi yang rendah
merupakan faktor resiko yang nyata dan mungkin dapat menjelaskan pengaruh
pekerjaan dan makanan. Ras dan usia juga merupakan faktor resiko.

F. Cara Mendiagnosa Kanker Lambung

Prosedur tes yang dilakukan untuk mendiagnosa kanker perut adalah sebagai
berikut:
a. Gastroskopi – prosedur ini merupakan prosedur yang paling sering
dilakukan untuk mendeteksi kanker lambung. Saat melakukan tes ini,
dokter memasukkan endoskop (sebuah selang kecil flexible yang memiliki
kamera dan senter) melalui mulut pasien masuk ke dalam perut, sehingga
dokter dapat melihat apa saja yang terdapat di dalamnya.
b. Biopsi – Prosedur ini dilakukan saat gastroskopi dilakukan. Pada saat
biopsi, dokter mengambil sebagian kecil jaringan dari perut/lambung yang

27
terlihat abnormal, yang kemudian jaringan tersebut akan
dipelajari/diperiksa dengan mikroskop.
c. CT Scan dan scan ultrasound menghasilkan gambar bagian dalam tubuh
untuk melihat apakah telah terjadi penyebaran kanker ke bagian lainnya.
d. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan untuk infeksi Helicobacter
pylori. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, yang
meliputi tes pernafasan, tes darah, dan tes laboratorium lainnya.
e. Pengobatan
f. Kanker lambung biasanya diobati dengan lebih dari satu cara yang
meliputi:
g. Bedah
h. Prosedur ini adalah satu-satunya cara yang efektif untuk mengatasi kanker
lambung. Pada saat pembedahan, dokter akan mengangkat sebagian dari
seluruh lambung. Pada beberapa pasien dengan kanker yang sudah tidak
dapat ditolong lagi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi komplikasi
yang timbul akibat kanker, seperti terhambatnya saluran lambung atau
pendarahan akibat kanker
i. Radioterapi
j. Setelah pembedahan, radioterapi dapat saja diaplikasikan bersamaan
dengan kemoterapi untuk membunuh sisa-sisa kanker yang berukuran
kecil, yang tidak terlihat maupun tidak dapat diangkat saat dilakukan
pembedahan.Pada pasien dengan kanker lambung stadium lanjut,
radioterapi sangat berguna untuk menghilangkan penghalang dalam
lambung.Radioterapi juga dapat digunakan sebagai upaya untuk
menghentikan pendarahan yang disebabkan kanker namun tidak dapat
diatasi melalui pembedahan.
k. Kemoterapi
l. Kemoterapi adalah penggunaaan obat-obatan yang dapat membantu
membunuh sel kanker dan menyusutkan ukuran tumor.Prosedur ini dapat
diberikan setelah pembedahan, baik tersendiri maupun sebagai kombinasi
dengan radioterapi.Kemoterapi juga dapat diaplikasikan sebagai upaya

28
untuk mengurangi efek dari gejala yang timbul atau memperpanjang
peluang hidup pasien dengan kanker lambung stadium lanjut yang tidak
dapat diatasi melalui pembedahan.
m. Terapi terarah
n. Sekitar 1 dari 5 kanker lambung memiliki terlalu banyak protein yang
mempercepat pertumbuhan, disebut HER2, pada permukaan sel-sel
kanker.Tumor dengan tingkat HER2 yang tinggi disebut HER2-
positif.Trastuzumab (Herceptin) merupakan antibodi buatan manusia yang
diarahkan untuk mengatasi protein HER2. Pemberian Trastuzumab yang
dikombinasikan dengan kemoterapi dapat memperpanjang masa hidup
pasien yang terdiagnosa kanker stadiumlanjut dengan tingkat HER2-
positif

G. Pencegahan Kanker Lambung

Walau penyebab pasti kanker lambung belum dapat diketahui, ada


beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi resiko terkena
kanker lambung.
Di beberapa negara berkembang, penggunaan kulkas untuk menyediakan
bahan makanan yang segar, dibandingkan mengkonsumsi bahan makanan
yang diasinkan, telah membantu menekan angka kanker lambung dalam
beberapa tahun belakangan ini.
Berikut adalah hal-hal yang dapat Anda lakukan:
 Mengkonsumsi lebih banyak sayuran serta buah-buahan
 Mengurangi konsumsi garam atau makanan yang diasap
 Berhenti merokok
 Mempelajari riwayat medis pribadi Anda serta melakukan gastrokopi
secara regular bila Anda pernah terkena infeksi Helicobacter pylori

29
Asuhan Keperawatan Kanker Lambung

1. PENGKAJIAN
Pengkaian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan
anoreksia terjadi pada hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung.
Keluhan gastrilointestinal yang lazim biasanya adalah nyeri epigastrium, berat
badan menurun dengan cepat, melena,dan anemia; pada kondisi ini biasanya
sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening, regional, paru, otak,
tulang,dan ovarium.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang
pernah diderita seperti ulkus peeptikum atau gastritis kronis yang disebabkan
oleh infeksi.H.pylori. pengkajian pengkajian perilaku/ kebiasaan yang
mendukung peningkatan risiko penyakit ini, seperti konsumsi alkohol dan
tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan (seperti daging bakar
atau ikan asin).Perawat juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan
selama ada riwayat penyakit tersebut.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat
setelah pasen mendapat informasi mengenai kondisi kanker lambung. Perawat
juga mengkaji pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker;
meliputi radiasi, kemoterapi,dan pembedahan gastrektomi. Pengkajian
tersebut memberikan informasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai
dengan kondisi pasien.
Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan
diagnosis, tetapi pada pemeriksaan gastointestinal akan didapatka adanya
anoreksia, penurunan berat badan,pasien terlihat kurus.
Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah
pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

Diagnosa Keperawatan
1. Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
kemampuan batuk menurun, nyeri pasca bedah.

30
Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk
menuru, nyeri pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pembedahan gastrektomi, kebersihan jalan
napas pasien tetap optimal.
Kriteria evaluasi :
 Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
 Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
 Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
 RR dalam batas optimal 12-20 x/menit.
Intervensi Rasional
Kaji dan monitor jalan napas. Deteksi awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya. Salah satu cara
untuk mengetahui apakan pasien
bernapas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan di atas
hidung dan mulut pasien, untuk
marasan hembusan napas. Gerak toraks
dan diafragma tidak selalu menandakan
pasien bernapas.
Beri oksigen 3 liter/ menit. Pemberian oksigen dilakukan pada fase
awal pascabedah. Pemenuhan oksigen
dapat membantu meningkatksn PaO2 di
cairan otak, yang akan memengaruhi
pengaturan pernapasa.
Instruksikan pasien untuk napas dan Pada pasien pascabedah dengan tingkat
melakukan batuk efektif. toleransi yang baik, pernapasan
diafrgma dapat meningkatkan ekspansi
paru. Berbagai tindakan dilskuksn
untuk memperbesar ekspansi dada dan
pertukaran gas.

31
Sebagai contoh, minta pasien untuk
menguap atau melakukan inspirasi
maksimal.
Batuk juga didorong untuk
melonggarkan sumbatan mucus. Bantu
pasien mengatasi ketakutannya bahwa
ekskresi dari batuk dapat menyebabkan
insisi bedah akan terbuka.
Bersihkan secret pada jalan napas dan Kesulitan bernapas dapat terjadi akibat
lakukan suctioning apabilan secret lender yang berlebihan.
kemampuan mengevakuasi tidak Mengganti posisi pasien dari satu sisi
efektif. ke sisi lainnya memungkinkan cairan
yang terkumpul untuk keluar adri sisi
mulut. Jika gigi pasien menutup, mulut
dapat dibuka hati-hati secara manual
dengan spatel lidah yang di bungkus
kassa.
Mucus yang menyumbat atau trakea
dihisap dengan ujung pengisap
faringeal atau kateter nasal yang
dimasukkan ke dalam nasofaring atau
orofaring.
Evaluasi dan monitor kebersihan Apabila tingkat toleransi pasien tidak
intervensi pembersihan jalan napas. optimal, lakukan kolaborasi dengan tim
medic untuk segera dilakukan terapi
endoskopi atau pemasangan tamponade
balon.

2. Aktual/ risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat.

32
Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
intake makanan tidak adekuat
Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien non bedah dan setelah 7x24 jam
pascabedah asupan nutrisi dapat optimal dilakukan.
Kriteria evaluasi :
 Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
 Terjadi penurunan gejala refluks esophagus, meliputi odinofagia
berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
 Berat badan pada hari ketujuh pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi Rasional
Intervensi non bedah :
1. Anjurkan pasien makan dengan
1. Agar makanan dapat lewat dengan
perlahan dan mengunyah makanan mudah ke lambung.
dengan seksama. 2. Beberapa pasien mungkin mengatasi
2. Evaluasi adanya makanan dan alergi terhadap beberapa komponen
kontraindikasi terhadap makanan. makanan tertentu dann beberapa
penyakit lain, seperti diabetes mellitus,
hipertensi, Gout, dan lainnya
memberikan manifestasi terhadap
persiapan komposisi makanan yang
3. Sajikan makanan dengan cara yang akan diberikan.
menarik. 3. Membantu merangsang nafsu makan.
4. Fasilitasi pasien memperoleh diet
biasa yang disukai pasien ( sesuai
4. Mempertimbangkan keinginan
indikasi). individu dapat memperbaiki asupan
5. Pantau intake atau output , anjurkan nutrisi.
untuk timbang berat badan secara
5. Berguna mengatur keefektifan nutrisi
periodic ( sekali seminggu). dan dukungan cairan.
6. Lakukan dan anjurkan perawatan
mulut sebelum dan sesudah makan
6. Menurunkan rasa tidak enak karena

33
serta sebelum dan sesudah intervensi/ adanya sisa makanan atau bau obat
pemeriksaan peroral. yang dapat merangsang pusat muntah.
Intervensi pascabedah :
1. Kaji kondisi dan toleransi
1. Parameter penting adalah dengan
gastrointestinal pascagastrektomi. melakukan auskultasi bising usus.
Apabila didapatkan bising usus artinya
fungsi gastrointestinal sudah pulih
setelah anestesi umum.
2. Lakukan perawatan mulit. 2. Intervensi ini untuk menurunkan
risiko infeksi oral.
3. Masukkan 10-20 ml cairan sodium
3. Pembersihan ini selain untuk enjaga
klorida setiap sif melalui selang kepatenan selang nasogastrik juga untuk
nasogastrik. meningkatkan penyembuhan pada area
pascagastrektomi.
4. Berikan nurtisi cair melalui selang
4. Pemberian nutrisi cair dilakukan
nasogastrik atau atas instruksi medis. untuk memenuhi asupan nutrisi melelui
gastrointestinal. Pemberian nutrisi
melalui nasogastrik harus
dikolaborasikan dengan tim medis yang
5. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai merawat pasien.
jenis nutrisi yang akan digunakan
5. Ahli gizi harus terlibat dalam
pasien. penentuan komposisi dan jenis makanan
yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhan individu.
6. Hindari makan 3 jam sebelum tidur. 6. Intervensi untuk mencegah terjadinya
refluks.

3. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.


Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan mengunakan

34
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi relaksasi dan terapi nonfarmakologi
dan noninvasive. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri.
1. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.1. Pendekatan PQRST dapat secara
komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 ( dari skala 0-4) ini merupakan
peringatan yang perlu di waspadai
karena merupakan manifestasi klinik
dari komplikasi pascabedah
esofagektomi.
2. Istirahatkan pasien pada saat nyeri
2. Istirahat, secara fisiologis akan
muncul. menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk kebutuhan
metabolisme basal.
3. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam
3. Meningkatkan asupan oksigen
pada saat nyeri muncul. sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia intestinal.
4. Anjurkan teknik distraksi pada saat
4. Distraksi ( pengalihan perhatian)
nyeri. dapat menurunkan stimulasi internal.
5. Untuk mengontrol nyeri pasien harus
5. Rawat pasien diruang intensif. dirawat di ruang intensif. Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal. Pembatasan pengunjung
membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen
jaringan perifer.

35
6. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
6. Lakukan manajemen sentuhan. – berupa sentuhan dukungan psikologis
–dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan pasien Pengetahuan akan membantu
mengenai sebab-sebab nyeri dan mengurangi nyeri dan dapat membantu
mengembangkan berapa lama nyeri mengembangkan kepatuhan pasien
akan berlangsung terhadap rencana terapi.
Tindakan kolaborasi
Analgetik intravena Analgetik diberikan untuk membantu
menghambat stimulus nyeri ke pusat
persepsi nyeri di korteks serebri
sehingga nyeri dapat berkurang.

Evaluasi
Kriteria evaluasi yang di harapkan pada pasien kanker lambung setelah mendapat
intervensi keperawatan adalah sebagai berikut
a. Terpenuhinya informasi mengenai pemeriksaan diagnostik, intervensi
kemoterapi, radiasi, dan keadaan pembedahan.
b. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
c. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
d. Terjadi penurunan respons nyeri.
e. Tidak terjadi infeksi pascabedah.
f. Kecemasan pasien berkurang.

36
KANKER REKTUM

A. Pengertian
a. Kanker rektum adalah gangguan pertumbuhan seluler yang terjadi
padarektum atau keganasan/maligna pada daerah rektum. Keganasan ini
banyak terjadidimulai dari usia 40 tahun dan mencapai puncaknya pada
usia 60 tahun Kankeradalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan gangguanpertumbuhan seluler dan merupakan kelompok
penyakit dan bukan hanyapenyakit tunggal.
b. Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid
besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke
sekitar usus sebagai cincin anular (Price and Wilson, 1994, hal 419).

B. Etiologi

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi dari karsinoma


rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui
penyebabnya. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan
adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi
protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi

Faktor resiko dari karsinoma rektum, yaitu :

1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk
menjadi kanker kolortektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan
sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel
mukosa,adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju
transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi
tumor supresi gen, dan kroosomal delection memungkinkan perkembangan

37
dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan
invasif karsinoma.
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
 Ulseratif Kolitis
Ulsersstif kolitis merupakan faktor resiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.
Resiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada
usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan
keaktifan ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2 % pada10 tahun, 8%
pada 20 tahun, dan 18 % pada 30 tahun. Pendekatan yang
direkomendasikan untuk seseorang dengan tinggi dari kanker korektal
pada ulseratif kolitis dengan menggunakan kolonskopi untuk menemukan
kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang
durasinya lebih dari 8 tahun. Sebuah studi prospektif menyimpulkan
bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat essensial untuk
pasien yang didiagnosa displasia yang berhubungan dengan dengan
massa atau lesi, yang penting dari analisa mendemonstrasikan bahwa
diagnosis tidak menyingkarkan adanya invasif kanker.
 Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk
menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan
dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul
pada penyakit crohn’s sekitar 20 %. Pasien dengan striktur kolon
mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang
terjadi fibrosis. Telah juga dilaporkan bahwa squamous sel kanker dan
adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s
disease.

38
3. Faktor Genetik
Riwayat keluarga
Sekitar 15 % dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan
riwayat kaker kolerektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan
keluarga terdekat yang mempunyai riwayat kanker kolorektal
kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker
kolorektal pada keluarganya.
4. Diet
Masyarakat yang tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukkan adanya hubungan antara serat dengan kanker kolorektal.
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko
lebih tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk
yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan
risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena faktor kolorektal di amerika
dihubungkan dengan pemakaian rokok pemakaian alkohol juga
menujukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada beberapa penelitian telah menujukkan hubungan antara aktifitas,
obesitas, dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan
terhadap hewan,pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik
menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang
menunjukkan hubungan yang berkebalikkan antara aktifitas fisik dengan
terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik
akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

39
6. Usia
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker
kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal
meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia
50 tahun atau lebih, dan hanya 3 % dari kolorektal muncul pada orang
dengan usia dibawah 40 tahun. 55 % kanker terdapat pada usia lebih dari
65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang dari
65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65
tahun. Populasi dari semua kanker pada orang usia lanjut lebih dari (65
tahun) pria dan wanita adalah 61 % dan 56%. Frekuensi kanker pada pria
berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada
wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192/100.000 orang/tahun) bila
dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 tahun).

C. Staging.
The America Joint Committe on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM
staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(stadium I-IV).
a. Stadium 0
Pada stadium ini, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum,yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
b. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menebus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak
menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum.
Disebut juga Dukes A rectal cancer.
c. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

40
d. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati,paru,atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

CT Staging System for Rectal cancer *modified from Thoeni (radiologi,1981)

Stadium Deskripsi
T1 Masa polypoid Intraluminal ; tidak ada penebalan pada
dinding rectum.
T2 Penebalan dinding rektum >6 mm; tidak ada perluasan ke
perirectal.
T3a Penebalan dinding rektum dan invasi ke otot dan organ
yang berdekatan.
T3b Penebalan dinding rektum dan invasi ke pelvic atau
dinding abdominal.
T4 Metastase jauh, biasanya ke liver atau adrenal
TNM (Modified Dukes Classification system)

TNM Modified Deskripsi


stadium Dukes stadium
T1 N0 A
M0
T2 N0 B1
M0
T3 N0 B2
M0
T2 N1 C1
M0
T3 N1 C2
M0
T4 C2
Any T,MI D

41
D. Patofisiologi.

Tumor dapat berupa massa polipod besar, yang tumbuh ke dalam


lumendan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi
anular lebihsering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan polipoid atau
lesi yang datarlebih sering terdapat pada sekum dan kolon ascendens. Secar
histolgis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri
atas epitel kelenjar) dandapat mensekresi mucus yang jumlahnya berbeda-
beda.Tumor atau kanker dapat menyebar

1. Secara infiltrate langsung ke strukturyang berdekatan, seperti ke dalam


kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe kekelenjar limfe perikolon dan mesokolon;
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hatikarena kolon mengalirkan darah ke
system portal.

Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma


rektum sebagai berikut :
Polip jinak pada kolon atau rektum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer

42
menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :

1. Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta


2. Hematogen terutama ke hati
3. Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)
misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat
mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain :
 Perubahan pada kebiasaan bab atau adanya darah pada feses dan berlendir.
 Diare, konstipasi, atau merasa bahwa isi perut tidak benar kosong saat
BAB.
 Feses yang lebih kecil dari biasanya.
 Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut.
 Nyeri pada perut.
 Peneurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
 Mual dan muntah.
 Rasa letih dan lesu.
 Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah gluteus.

F. Diagnosa Penunjang
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya :
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carsinoma Embrionik
Antigen) dan uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan
di jaringan.

43
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat di palpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang
terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan
menggaung.
3. Dapat pula dengan Barium Enema,yaitu cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto X-Ray pada
traktus gastrointestinal bawah.
4. Sigmoidscopy, yaitu sebuah prosuder untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidscopy dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip
atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
5. Colonoscopy, yaitu sebuah prosuder untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
colonoscope masukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat ambil untuk biopsi.
6. Biopsi jika ditemukan tumor dari salh satu pemeriksaan di atas, biopsi
harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan
jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95 % dari kanker usus
besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuaomosa, carcinoid tumor,
adenosquamous carcinoma, dan undifferentiated tumor.

G. Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal yang digunakan
antara lain ialah :
1. Pembedahan.
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam
stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena
kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien
rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan

44
kemoterapi.penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, digunakan terutama pada stadium II dan III.
Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun
sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa
pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan
untuk membunuh sel kanker yang tertinggal.Tipe pembedahan yang di
pakai antara lain:
a) Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada staduim paling dini, tumor
dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan
polypectomy.
b) Reseksi : jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu
dilakukan anastomosis. Juga dilakukan pengambilan limfonodi di
sekitar rektum lalu diindefikasikan apakah limfonodi tersebut juga
mengandung sel kanker.

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi


abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rektum, mesorektum
dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosuder ini merupakan
pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan
kolostomipermanen. Jarak anatara pinggir bawah tumor dan garis dentate
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan operasi.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan


menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau
koloanal rendah.Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada
karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti,antara
lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan
tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan adanya kelenjar ganas
pararektal.

Indikasi dan kontraindikasi eksesi lokal kanker rektum :

Indikasi Kontraindikasi
 Tumor terbatas, berada 8  Tumor tidak jelas.
cm dari garis dentate.  Termasuk T3 yang
 T1 atau T2 yang dipastikan dipastikan dengan
dengan pemeriksaan ultrasound.
ultrasound.  Termasuk poorly
 Termasuk well- differented secara histologi

45
diffrentiated atau
moderately well differented
secara histologi
 Ukuran kurang dari 3-4 cm.

2. Radiasi.
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai terapi tambahan untuk
pemebedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melalui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi,radiasi
yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan
resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29 %. Pada penanganan metastase jauh, radiasi telah berguna
mengurangi efek lokal dari metastatis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable
3. Kemoterapi.
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), di
pertimbangankan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol (stadium II lanjut dan stadium III).
Terapi standarnya ialah dengan fluorouracial, (5-FU) di kombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-
FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin). Protokol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15
% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10 %
H. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuahn dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar

46
kolon yang menyebebkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan
mengakibatkan pembentukkan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat
menimbulkan syok.

I. Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut:
a. Stadium I : 72 %
b. Stadium II : 54 %
c. Stadium III : 39 %
d. Stadium IV :7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat
berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal
lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30 % pasien, biasanya
pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi, dan kemampuan untuk memperoleh batas-batas negatif tumor.

J. Asuhan Keperawatan
Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses
keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan
diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi
pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.

K. Pengkajian
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/
istri.

47
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh ada benjolan pada anus dan nyeri pada anus.
c. Riwayat Kesehatan
o Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya rasa benjolan dan nyeri pada anus serta setiap BAB feses
bercampur darah dan berlendir .
o Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien mempunyai penyakit polip atau penyakit lainnya seperti
hiprtensi, diabetes melitus, dan hemoroid.
d. Pengkajian Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit
yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya
pasien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada
stadium lanjut, pasien biasanya kurang mengetahui penyebab
terjadinya serta penanganannya dengan cepat.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit.
Biasanya pasien akan mengalami penurunan berat badan akibat
inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.
3. Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya
pasien mengalami gangguan eliminasi.
4. Pola aktivitas latihan
Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya pasien
mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
5. Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit, berapa lama
pasien tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami perubahan pada
pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti
nyeri, ansietas.

48
6. Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran pasien, apakah pasien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji
bagaimana pasien dalam berkomunikasi.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya. Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan
merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
8. Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan
selama dirawat di Rumah Sakit. Dan bagaimana hubungan social
pasien dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering
tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan. Apakah ada
perubahan kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami
gangguan pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
10. Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan pasien saat ada masalah. Apakah pasien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres. Biasanya
pasien akan sering bertanya tentang pengobatan.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi
penyakitnya. Apakah ada pantangan agama dalam proses
penyembuhan pasien. Biasanya pasien lebih mendekatkan diri pada
Tuhan Yang Maha Kuasa.

49
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital.
2) Pemeriksaan fisik
 Kepala dan leher
 Pasien tamapak anemis.
 Tidak terdapat ikterus.
 Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan dada.
 Kardiovaskular : S1S2 tunggal-reguler
 Pulmo : Vesikuler.
 Pemeriksaan abdomen.
 Inspeksi : distensi (-)
 Auskultasi : Bising Usus normal.
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan tidaka ada massa.
 Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen.
 Pemeriksaan anal-perinial.
 Inspeksi : terdapat benjolan, permukaan benjolan tidak rata,
dan adanya perdarahan.
 Palpasi : permukaan benjolan tidak rata, immobile, nyeri.
 Rectal touche.

50
L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi dan
tindakan pembedahan
Definisi : NOC NIC
Pengalaman sensori dan  Pain Level Pain Management
emosional yang tidak  Pain Control
menyenangkan yang muncul  Comfort Level  Lakukan pengkajian nyeri
akibat kerusakan jaringan yang secara komprehensif
aktual atau potensial atau Kriteria Hasil termasuk
gambaran dalam hal kerusakan lokasi,karakteristik,durasi
sedemikian rupa (international  Mampu mengontrol ,frekuensi,kualitas dan
Association for the study of pain): nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
awitan yang tiba-tiba atau lambat nyeri,mampu  Observasi reaksi
dari intensitas ringan hingga berat menggunakan tahnik nonverbal dari
dengan akhir yang dapat nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan.
diantisipasi atau diprediksi dan mengurangi  Gunakan tehnik
berlangsung < 6 bulan nyeri,mencari komunikasi teraupetik
bantuan). untuk mengetahui
Batasan karakteristik :  Melaporkan bahwa pengalaman nyeri pasien.
nyeri berkurang  Kaji kultur yang
Perubahan selera dengan menggunakan mempengaruhi respon
makan,perubahan tekanan manajemen nyeri.
darah,perubahan frekuensi nyeri(skala,intensitas,f  Evaluasi bersama pasien
jantung, perubahan frekuensi rekuensi dan tanda dan tim kesehatan lain
pernapasan, laporan isyarat, nyeri). tentang ketdakefektifan
diaforesis, perilaku distraksi  Menyatakan rasa kontrol nyeri masa
(mis,berjalan mondar-mandir nyaman setelah nyeri lampau.
mencari orang lain, aktivitas yang berkurang.  Bantu pasien dan
berulang), mengekspresikan keluarga untuk mencari
perilaku dan menemukan
(mis,gelisah,merengek,menangis), dukungan.
masker wajah (mis,mata kurang  Kontrol lingkungan yang
bercahaya,tampak
dapt mempengaruhi nyeri
kacau,gerakkan mata berpencar
 Kurangi faktor presipitasi
atau tetap pada satu fokus
nyeri
meringis),sikap melindungi
 Pilih dan lakukan
nyeri,fokus menyempit,indikasi
penanganan nyeri
nyeri yang dapat
(interpersonal, non
diamati,perubahan posisi untuk
menghindari nyeri,sikap tubuh farmakologi, dan
melindungi,dilatasi farmakologi)
pupil,melaporkan nyeri secara  Kaji tipe dan sumber
verbal,gangguan tidur. nyeri untuk menentukan
intervensi.
Faktor yang berhubungan :  Ajarkan tentang tehnik
non farmakologi.
Agen cedera (mis,biologis,zat  Evaluasi keefektifan
kimia, fisik,psikologis) kontrol nyeri.
 Tingkatkan istirahat.

51
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.

Analgesic Administration
 Tentukan
lokasi,karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat.
 Cek instruktur dokter
tentang jenis obat,dosis
dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Pilih analgesik yang di
perlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
 Tentukan analgesik
pilihan,rute
pemberian,dosis portal.
 Pilih rute pemberian.
 Monitor vital sign.
 Berikan analgesik tepat
waktu.
 Evaluasi efektivitas
analgesik,tanda dan
gejala.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Batasan karakteristik : NOC NIC
Kram abdomen, nyeri abdomen,  Nutritional status : Nutrition Management
menghindari makanan, berat BB  Nutritional status : food  kaji adanya alergi
20 % atau lebih dibawah berat and fluid makanan.
 Anjurkan pasien untuk
badan ideal, kerapuhan kapiler,  Nutritional status: meningkatkan intake Fe,
diare, kehilangan rambut nutrien intake protein, dan Vit.C
berlebihan, bising usus hiperaktif,  Weight control  Berikan substansi gula.
 Yakinkan diet dimakan
kurang makan, kurang informasi, Kriteria Hasil mengandung serat tinggi
untuk mencegah
kurang minat paa makanan,  Adanya peningkatan
konstipasi.
penurunan BB dengan asupan BB sesuai dengan  Anjurkan pasien membuat

52
adekuat, kesalahan konsepsi, tujuan. catatan makanan harian.
kesalahan informasi, membran  BB ideal sesuai dengan  Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
miukosa pucat, ketidakmampuan TB  Kaji kemampuan pasien
memakan makanan,tonus otot  Mampu dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi.
menurun, mengeluh gangguan mengidentifikasi  Berikan makanan pilihan
sensasi rasa, mengeluh asupan kebutuhan nutrisi (konsultasi dengan gizi)
 Kolabirasi dengan ahli
makanan kurang dari RDA, cepat  Tidak ada tanda-tanda gizi untuk menentukan
kenyang setelah malnutrisi. jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
makan,sariawan,steatora,kelemah  Menunjukkkan
an otot mengunyah,kelemahan peningkatan fungsi Nutritional Monitoring
otot menelan. pengecapan dan  BB pasien dalam
Faktor yang berhubungan : menelan. batas normal.
 Monitor adanya
Faktor biologis,faktor  Tidak terjadi penurunan penurunan BB
ekonomi,ketidakmampuan untuk BB  Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
mengabsorbsi
dilakukan.
nutrien,ketidakmampuan untuk  Monitor interaksi
mencerna makanan, anak atau orang tua
selama makan.
ketidakmampuan menelan  Monitor lingkungan
makanan, faktor psikologis selama makan.
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan.
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi.
 Monitor tugor
kulit,kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah.
 Monitor mual dan
muntah.
 Monitor kadar
albumin, total protein,
HB,dan kadar Ht.
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
 Monitor pucat,
kemerahan,dan
kekeringan jaringan

53
konjungtiva,.
 Monitor kalori dan
intake nutrisi

3. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi dan efek kemoterapi


Batasan karakteristik : NOC NIC
◙ Nyeri abdomen  Bowel elimination. Constipation / Impaction
◙ Nyeri abdomen dengan  Hydration. Management
dan tanpa resistensi otot. Kriteria Hasil  Monitor tanda dan gejala
◙ Anoreksia.  Mempertahankan bentuk konstipasi.
◙ Perubahan pola defekasi. feses lunak.  Monitor bising usus.
◙ Distensi abdomen.  Bebas dari  Monitor feses; frekuensi,
◙ Rasa rektal penuh. ketidaknyamanan dari konsistensi, dan volume.
◙ Keletihan. konstipasi.  Identifikasi faktor
◙ Feses keras.  Mengidentifikasi indikasi penyebab dan kontribusi
◙ Rasa tertekan di rektal. untuk mencegah konstipasi.
◙ Bising usus hipoaktif. konstipasi
 Mendorong meningkatkan
◙ Sakit kepala.  Feses lunak dan berbentuk asupan cairan
◙ Nyeri pada saat defekasi
 Anjurkan klien dan
◙ Sering flatus.
keluarga untuk diet tinggi
Faktor yang berhubungan :
serat.
 Fungsional.
 Kolaborsikan pemberian
◙ Kelemahan otot
laksatif.
abdomen.
◙ Kebiasaan
mengabaikan dorongan
defekasi.
◙ Ketidakadekuatan
toileting.
◙ Kurang aktivitas fisik.
◙ Kebiasaan defekasi
tidak teratur.
◙ Perubahan lingkungan
saat ini

54
 Psikologis.
◙ Depresi, stres emosi.
◙ Konfusi mental.
 Farmakologis.
◙ Antasida mengandung
aluminium.
◙ Antidepresan.
◙ Antikolinergik.
◙ Garam bismuth.
◙ Kalsium karbonat.
◙ Simpatomimemik.
 Mekanis.
◙ Ketidakseimbangan
elektrolit.
◙ Penyakit hirschprung
◙ Obesitas
◙ Obstruksi pasca bedah.
◙ Kehamilan.
◙ Gangguan neurologist.
◙ Rektoral,tumor
 Fisiologis.
◙ Perubahan pola makan.
◙ Perubahan makanan.
◙ Penurunan motilitas
traktus gastrointestinal
◙ Dehidrasi.

4. Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia

Batasan Karakteristik : NOC NIC


 Gangguan konsentrasi. ◙ Endurance. Energy
 Penurunan performa. ◙ Concentration. Management
 Kurang minat terhadap ling ◙ Energy  Observasi
sekitar. conservation. adanya
 Peningktan kebutuhan ◙ Nutritional status : pembatasan
istirahat. energy

55
 Instropeksi. klien dalam
 Kurang energi. Kriteria Hasil : melakukan
 Letargi. ◙ Memverbalisasikan aktivits.
 Lesu. peningkatan energy  Dorong untuk
Faktor yang berhubungan: dan merasa lebih mengungkapka
 Psikologis baik. n perasaan
o Ansietas, status ◙ Menjelaskan terhadap
penyakit. penggunaan energy
keterbatasan.
o Peningkatan kelemahan untuk mengatasi
kelelahan.  Kaji faktor
fisik. penyebab
o Malnutrisi, kondisi fisik ◙ Kecemasan
menurun. kelemahan.
buruk.
o Membosankan,stres ◙ Glukosa darah  Monitor nutrisi
adekuat. dan sumber
 Fisiologis
◙ Kualitas hidup energy yang
o Anemis, status
meningkat. adekuat.
penyakit.
◙ Istirahat cukup.  Monitor pola
o Peningkatan kelemahan
fisik. ◙ Mempertahankan tidur, lamanya
o Malnutrisi, kondisi fisik kemampuan untuk tidur pasien.
konsentrasi.
buruk.  Bantu aktivitas
o Kehamilan,deprivasi sehari-hari
tidur. sesuai
 Lingkungan dengankebutuh
o Kelembapan, suhu, an.
cahaya, kebisingan.  Tingkatkan
 Situasional tirah baring dan
o Peristiwa hidup negatif. pembatasan
o pekerjaan aktivitas.
 Konsultasikan
dengan ahli
gizi untuk
meningkatkan
asupan
makanan yang
berenergi
tinggi.
Activity Terapy
Energy
Management.
Nutrition
Management

56
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
Batasan karakteristik: NOC NIC
 Perubahan status ◙ Fluid balance Fluid management
mental. ◙ Hydration.  Pertahankan catatan
 Penurunan tekanan ◙ Nutritional status intake dan output.
darah, nadi,volume  Monitor status
nadi. Kriteria Hasil : dehidrasi.
 Penurunan turgor ◙ Mempertahankan  Monitor vital sign.
kulit. urine output sesuai
 Monitor masukan
 Penurunan haluaran dengan usia,BB, BJ
makanan/cairan
urine. urine, dan HT normal.
◙ Tanda tanda vital harian.
 Membram mukosa
kering. dalam batas normal.  Dorong masukkan
 Haus. ◙ Tidak ada tanda oral.
 Kelemahan. dehidrasi, elastisitas  Dorong kelurga
Faktor yang turgor kulit baik, untuk membantu
berhubungan: membran mukosa pasien makan
 Kehilangan cairan lembab, tidak ada rasa  Kolaborasi
aktif. haus yang berlebihan. pemberian cairan
 Kegagalan IV.
mekanisme regulasi. Hypovolemia
Management
 Monitor status
cairan intake dan
ouput.
 Monitor tingkat Hb
dan Hematokrit.
 Monitor tanda-
tanda vital.
 Monitor berat
badan.
 Dorong pasien
untuk menambah
intake oral.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah,pembentukkan


stoma, efek radiasi kemoterapi
Batasan karakteristik : NOC NIC
 Kerusakan lapisan kulit  Tissue integrity : skin and Pressure Management
(dermis). mucous membranes.  Anjurkan pasien untuk
 Gangguan permukaan  Hemodyalis akses. menggunakan pakaian yang
kulit (epidermis). Kriteria Hasil longgar.
 Invasi struktur tubuh.  Integritas kulit yang baik  Hindari kerutan pada tempat

57
Faktor yang berhubungan : bisa dipertahankan tidur.

 Eksternal. (sensasi, elastisitas,  Mobilisasi pasien (ubah posisi

◙ Zat kima, Radiasi. temperatur, hidrasi, Px dua jam sekali).

◙ Usia yang ekstrim. pigmentasi).  Monitor kulit akan adanya


 Tidak ada luka/lesi pada kemerahan.
◙ Kelembapan.
kulit.  Oleskan lotion/minyak/baby
◙ Faktor mekanik (bekas
 Perfusi jaringan baik. oil pada daerah tertekan.
luka robekan).
 Menunjukkan pemahaman  Monitor aktivitas dan
◙ Medikasi.
dalam proses perbaikan mobilisasi pasien.
◙ Lembab.
kulit dan mencegah  Monitor status nutrisi.
◙ Imobilitasi fisik.
terjadinya cedera  Mandikan pasien dengan
 Internal.
berulang. sabun dan air hangat.
◙ Perubahan status
 Mampu melindungi kulit Insision site care
cairan.
dan mempertahankan
 Bersihkan, pantau, dan
◙ Perubahan pigmentasi.
kelembaban kulit dan tingkatkan proses penyembuhan
◙ Perubahan tugor
perawatan alami pada luka yang ditutup dengan
◙ Faktor perkembangan.
jahitan atau straples.
◙ Kondisi  Monitor proses kesembuhan area
ketidakseimbangan insisi.
nutrisi  Monitor tanda gejala infeksi pada
◙ Penurunan imonulogi. area insisi.
◙ Penurunan sirkulasi.  Bersihkan area sekitar jahitan
◙ Kondisi gangguan menggunakan lidi kapas steril.

metabolik.  Gunakan preparat antiseptic

◙ Gangguan sensasi sesuai program.


 Ganti balutan pada interval waktu
◙ Tonjolan tulang
yang sesuai
Dialysis Acces Maintance

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi dan efek samping


radioterapi
Batasan karakteristik : NOC NIC
 Perilaku menghindari tubuh ◙ Body image. Body image enhancement
individu. ◙ Self esteem.  Kaji secara verbal dan non
 Perilaku memantau tubuh Kriteria hasil : verbal respon klien
individu. ◙ Body image positif. terhadap tubuhnya.

58
 Respon nonverbal terhadap ◙ Mampu  Monitor frekuensi
persepsi perubahan pada tubuh. mengidentifikasi mengkritik diri sendiri.
 Mengungkapkan persepsi yang kekuataan personal.  Jelaskan tentang
mencerminkan perubahan ◙ Mendeskripsikan secara pengobatan, perawatan,
individu dalam penampilan. faktual perubahan kemajuan dan prognosis
Objektif fungsi tubuh. penyakit.
 Perilaku memantau tubuh ◙ Mempertahankan  Dorong klien
individu. interaksi sosial. mengungkapkan
 Perubahan dalam keterlibatan perasaannya.
sosial.  Dorong klien
 Secara sengaja menyembunyikan mengungkapkan
bagian tubuh. perasaannya.
 Kehilangan bagian tubuh.  Identifikasi arti
 Tidak menyentuh bagian tubuh. pengurangan melalui
Subjektif pemakaian alat bantu.
 Depersonalisasi kehilangan  Fasilitasi kontak dengan
melalui kata ganti yang netral. individu lainnya dalam
 Penekanan pada kekuataan yang kelompok kecil
tersisa.
 Ketakutan terhadap reaksi orang
lain.
 Fokus pada penampilan masa
lalu.
 Fokus pada perubahan.
 Mengungkapkan perubahan gaya
hidup.
Faktor yang berhubungan :
 Biofisik, kognitif.
 Budaya, tahap perkembangan.
 Penyakit, cedera.
 SPerseptual,psikososial,spiritual.
 Pembedahan, trauma.
 Terapi penyakit.

59
DAFTAR PUSTAKA

Brunner,dkk.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


W. Sudoyo, Ari, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam.edisi V.
Jakarta: Interna publishing.
W. Tambunan, Gani. 1995. Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia.
Jakarta: EGC.
Nanda NIC-NOC.2013.
Chan,A.T.C, Teo, P.M, dan Johnson,P.J.2002. Nasophryngeal
carcinoma.China: Chinese University of hongkong.
Engram,Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol
1. Jakarta : EGC.
Mansjoer,Arief,dkk.1998.Kapita selekta kedokteran Ed.3, cet 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
Smeltzer,Suzanne C.2001.Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
suddarth ED 8 Vol.3, EGC : Jakarta.

60

Anda mungkin juga menyukai