Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER NASOFARING

A. Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel
nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas
ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. (Munir, 2010)

B. Etiologi
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan,
lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis,
rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial
ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan
timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab
karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring
didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

C. Klasifikasi KNF
1. Histopatologi menurut WHO
a Tipe WHO 1
1) Karsinoma sel skuamosa (KSS)
2) Deferensiasi baik sampai sedang.
3) Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
b Tipe WHO 2
1) Karsinoma non keratinisasi (KNK).
2) Paling banyak variasinya.
3) Menyerupai karsinoma transisional

c Tipe WHO 3
1) Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
2) Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, Clear Cell
Carsinoma, varian sel spindel.
3) Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
2. Menurut bentuk dan cara tumbuh
a Ulseratif
b Eksofilik yaitu tumbuh keluar seperti polip.
c Endofilik yaitu tumbuh di bawah mukosa, agak sedikit lebih tinggi dari
jaringan sekitar (creeping tumor)
3. TNM menurut American Joint Committee on Cancer
a. Primary Tumor (T)
Tx = tidak dapat terkaji
T0 = tidak dapat dibuktikan
Tis = karsinoma in situ
T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T2a = dengan ekstensi parafaringeal
T2b = tanpa ekstensi parafaringeal
T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4 = Tumor menyebar ke endokranium/ mengenai syaraf otak.
b. Regional nodus limfe (N): Nasofaring
Nx = tidak dapat terkaji
N0 = tidak dapat dibuktikan
N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama (unilateral),
dan berukuran kurang/sama dengan 6 cm, diatas fosaa supraklavikula
N2 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada 2 sisi yang berbeda
(bilateral), dan berukuran kurang/sama dengan 6 cm, diatas fosaa
supraklavikula
N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening
N3a = ukuran lebih besar dari 6 cm
N3b = ekstensi hingga fossa suraklavikula


c. Jarak metastasis (M)
Mx = jarak metastasis tidak dapat terkaji
M0 = Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Didapatkan metastasis jauh.

D. Tanda dan gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain
1. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius
(fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius
seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen
laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,
juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang
akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

E. Patofisiologi
KNF adalah tumor ganas yang berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.
Rongga nasofaring diselaputi selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa epitel
skuamosa, epitel torak besilia berlapis semu dan epitel transisional. Di dalam lamina
propria mukosa sering terdapat limfosit, di submukosa terdapat kelenjar serosa dan
musinosa. Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan KNF. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita
KNF. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein
tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan
virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam
mendiagnosa KNF, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B.
Lokasi predileksi KNF adalah dinding lateral nasofaring (terutama di resesu
faringeus) dan dinding superoposterior. Tingkat keganasan KNF tinggi, tumbuh
infiltratif, dapat langsung menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: ke
atas dapat langsung merusak basis cranial, juga dapat melalui foramen sfenotik,
foramen ovale, foramen spinosum, kanalis karotis internal atau sinus sphenoid dan
selula etmoidal posterior, lubang saluran atau retakan alamiah menginfiltrasi
intracranial, mengenai saraf cranial; ke anterior menyerang rongga nasal, sinus
maksilaris, selula etmoidales anterior, kemudian ke dalam orbita, juga dapat melalui
intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis pterigoideus, resesus
pterigopalatina lalu ke orbita; ke lateral tumor dapat menginfiltrasi celah parafaring,
fossa intratemporal dan kelompok otot mengunyah; ke posterior menginfiltrasi
jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra servikal; ke inferior mengenai orofaring,
bahkan laringofaring.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan
tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi
virus E-B.
3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal
dengan Xylocain 10 %.
4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
5. Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran tubuh,
khususnya jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan
CT Scan dalam mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan penyebarannya
yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe
6. Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil untuk
menentukan apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini
menggambarkan bila tulan sehat maka pada kamera akan tampak berwarna abu-
abu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
7. Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil
wajah dan fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala.
8. Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah.
9. Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang
digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam
tubuh. Substansi radioaktif yang berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh
pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner, yang akan menghasilkan gambar.

G. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen, penyakit paru
kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan
fibrosis pada jaringan paru.
2. Pemeriksaan fisik
Meliputi tanda-tanda vital. Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea,
hemoptisis karena erosi kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak
sedap akibat akumulasi sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi
saluran pernapasan berulang, nyeri karena penekanan saraf oleh tumor, disfagia,
edema daerah muka, leher dan lengan.
3. Pengkajian kebutuhan dasar
a Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan
b Sirkulasi
Gejala :JVD (obstruksi vena cava)
Tanda : Takikardi, jari tabuh
c Integritas ego
Gejala : perasaan takut, takut hasil pembedahan
Tanda : Menolak keganasan
d Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, nyeri bahu tangan, nyeri tulang sendi, nyeri abdomen
hilang timbul

e Keamanan
Deman, kemerahan, kulit pucat.
f Pernafasan
Gejala : Batuk ringan/perubahan pola batuk dari biasanya, nafas pendek,
bekerja terpasang polutan, debu industri, serak (paralisis pita suara), riwayat
merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan bekerja, peningkatan premitus taktil,
krekels pada pada inspirasi atau ekspirasi, mengi menetap, penyimpangan
trahkeal.
g Seksualitas
Ginekomastia, (ca sel besar), amenore/impoten
h Penyuluhan/pembelajaran
Faktor resiko kanker pada keluarga
i Nutrisi /cairan
Penurunan BB, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, kesulitan
menelan, haus, kurus, kerempeng, edema wajah, glukosa dalam urine.
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia
j Eliminasi
Diare hilang timbul, peningkatan frekwensi bak/ jumlah urine.
k Stres koping
Takut, cemas, tanda tanda kehilangan, faktor stress (perubahan peran atau
keuangan), cara mengatasi stress (keyakinan/religius).

H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan agens cedera fisik,penekan jaringan saraf oleh sel-
sel kanker
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan status
organ sekunder metastase tumor
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat:
kerusakan integritas kulit trakeostomi.
5. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terapi.
6. Harga diri rendah b.d perubahan penampilan
I. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agens cedera fisik,penekan jaringan saraf oleh sel-
sel kanker
NIC :
a Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
d Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
e Kurangi faktor presipitasi nyeri
f Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
g Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
h Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
i Tingkatkan istirahat
j Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
k Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan gangguan status
organ sekunder metastase tumor
a. Tentukan ketajaman pendengaran, apakah satu atau dua telinga terlibat .
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan.
c. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
a Kaji adanya alergi makanan
b Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
c Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
d Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
e Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
f Monitor lingkungan selama makan
g Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
h Monitor turgor kulit
i Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
j Monitor mual dan muntah
k Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
l Monitor intake nuntrisi
m Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
n Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
o Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
p Kelola pemberan anti emetik:.....
q Anjurkan banyak minum
r Pertahankan terapi IV line
s Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
4. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat:
kerusakan integritas kulit trakeostomi.
NIC :
a Pertahankan teknik aseptif
b Batasi pengunjung bila perlu
c Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
e Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
f Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
g Tingkatkan intake nutrisi
h Berikan terapi antibiotik:.................................
i Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
j Pertahankan teknik isolasi k/p
k Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
l Monitor adanya luka
m Dorong masukan cairan
n Dorong istirahat
o Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

5. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terapi.
a. Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
b. Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari
orifisium tubuh
c. Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi
halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang
sulit dikunyah
d. Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu
rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum,
mempertahankan masukan cairan
e. Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.
6. Harga diri rendah b.d perubahan penampilan
NIC :
Body image enhancement
a. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
f. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil













DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;2000
2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
3. Mansjoer, Arif, dll.2002. Kapita Selekta Kedokteran.Ed.3.Jil.1.Jakarta: FKUI
4. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC
5. Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC.
















LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER NASOFARING
Disusun untuk memenuhi tugas praktek Keperawatan Medikal Bedah




Oleh :
SUPAR
22020110130087




PRAKTIK KLINIK TAHAP AKADEMIK DALAM KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013




PATHWAY CARSINOMA NASOFARING
Mata kabur diplopi
a
tinitus
Mual-muntah,
Kekeringan
mukosa, Iritasi
mukosa
gastrointestinal


alopesia Gg konsep diri: HDR
Pembesaran
k. limfe
Penekanan jar. Sy
o/ sel-sel kanker
Nutrisi kurang dr
kebutuhan
nyeri
Perub persepsi sensori
pilek
Kerusakan
jaringan
Tx. radiasi
Post radioterapi
Sist
haemopoetik
tergg
Menekan
bone narrow
trombositopeni
Resti perdarahan
Gejala hidung
Hidung
tersumbat
epistaksi
s

Kekeringan kelenjar rambut
Gejala
pendengaran
Karsinoma nasofaring
Pertumbuhan sel abnormal
Gejala mata
Hilang
pendengaran
Susah
menelan
Nyeri
kpl
Gejala tumor
lain
Gejala saraf
Resti
infeksi
- geografis -pekerjaan - gaya hidup
- jenis kelamin - sosek - genetik
- infeksi - makanan yang diawetkan

Virus Eistein
Barr

Anda mungkin juga menyukai