Oleh :
160510020
TANGERANG SELATAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
I. DEFINISI STRAUMA
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai
struma nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya
nodul, disebut struma nodosa Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih
dari 2x ukuran normal. Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang
biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah
bertahun-tahun folikel tumbuh semakin membesar dengan membentuk kista dan
kelenjar tersebut menjadi noduler.
1
nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
2. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi,
kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu
dan penurunan kemampuan bicara.
3. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-
debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare,
haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
4. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa
diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa
toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma
nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
2
hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien
meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut
dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
5. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic
yang dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa
nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma
nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah
respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap
individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel
yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat
bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan
sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Sel-sel akan bereplikasi
menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang
tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh
nodul-nodul.
3
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar,
yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid
Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3,
ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar
300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan
dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup
dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
4
2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
4) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
3. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tentang ukuran, bentuk, lokasi dan
yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi
Nal peoral dan setelah 24 jam secara fotografikditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk
yaitu:
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.
b. Nodul panas bila penangkapa yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan tiroid yang lain.
4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy).
Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi menggunakan jarum suntik no 22-27. Pada kista juga dapat dihisap cairan
secukupnya sehingga dapat mengecilkan nodul.
5. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat
dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus
pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila
perbedaan panas dengan sekitanya >0,90C dan dingin apabila<0,90C .
6. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini diukur peninggian tiroglobuln (Tg) serum. Kadar Tg serum
normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
5
radiasi dan goiter yang besar yang tidak berespon terhadap obat antitiroid. Tipe dan
luas operasi bergantung pada hasil diagnosis, tujuan pembedahan serta prognosis.
V. PATOFISIOLOGI TIROIDEKTOMI
Tindakan tiroidektomi yang dilakukan adalah membuat sayatan di area leher
bagian depan atau bagian kelenjar tiroid dihilangkan. Dalam membuat sayatan harus
berhati-hati untuk menghindari kerusakan saraf disekitar atau pembuluh darah dileher.
Apabila terjadi keruskan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan udem
laringeal yang akan meningkatkan terjadinya resiko tinggi penurunan curah jantung.
Selain itu, pernafasan menjadi stridor, obstruksi jalan nafas yang akhirnya membuat
bersihan jalan nafas tidak efektif. Nyeri dapat terjadi dari edema jaringan yang
disebabkan karena terputusnya saraf simpatis dari kerusakan jaringan yang terjadi
akibat tindakan tiroidektomi. Dari insisi yang dilakukan pada tindakan ini akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Kurang pengetahuan pasien dan keluarga
dapat terjadi karena kurangnya informasi dalam perawatan luka setelah tindakan
pembedahan dilakukan. Seseorang yang telah melakukan tiroidektomi akan
mengalami hambatan dalam berkomunikasi karena terjadi keruskan pada laringeal
6
yang menyebabkan perubahan tekanan atau penyaringan suara, suara menjadi lemah,
ketidakmampuan berbicara. Resiko cedera dapat terjadi akibat gangguan produksi
hormon yang menurun.
VI. PATHWAY
Strauma
Curiga ganas
lugolisasi Tetap
Lobektomi total Faktor Faktor Lobektomi
prognostik prognostik total
Lobektomi subtotal baik jelek Lobektomi
subtotal Indikasi
operasi
Lobektomi Tiroidektomi
total total
Tidak indikasi
operasi
8
dan dokter bedah dipanggil begitu terdapat petunjuk pertama adanya distres
pernafasan.
Anjurkan kepada pasien untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan suara, namun
saat pasien berbicara setiap perubahan harus dicatat karena dapat menunjukkan
adanya cedera pada saraf laringeus kambuhan yang terletak tepat dibelakang tiroid
dan disebelah trakea.
Meja yang diletakan dekat dengan pasien dapat memudahkan pasien untuk
mengambil barag-barang yang diperlukan seperti kertas tisu, air, tempat
ludah/muntahan karena barang-barang tersebut harus diletakkan pada tempat yang
mudah terjangkau agar pasien tidak pelu memutar kepala untuk mencarinya.
Pasien dianjurkan untuk sesegera mungkin turun dari tempat tidur dan
mengonsumsi makanan yang mudah untuk dimakan. Diet yang baik seimbang tinggi
kalori diberikan untuk mempercepat kenaikan berat badan. Jahitan operasi atau skin
clips biasanya diangkat pada hari kedua.
9
berventilasi tepat dengan peralatan yang baik dan ligasi harus disertai dengan
infeksi yang dapat diabaikan.
F. Hipoparatiroidisme
Hipokalsemia transien dapat terjadi 1-2 hari pasca-bedah. Oedema pada paratiroid
karena manipulasi dapat menambah terjadinya hipoparatiroidism transien. Bila
timbul gejala klinis seperti parestesi, kram, kejang, perlu diberi terapi dengan
pemberian pelan intravena kalsium glukonat 10% sebanyak 10 ml, disertai
kalsium per-oral. Terjadinya hipoparatiroidism permanen bila kelenjar paratiroid
terambil sebanyak 2 buah atau lebih, atau terjadi kerusakan vaskularisasinya.
G. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi bedah
tiroid jarang terlihat saat ini. Perlu diperhatikan dengan pemeriksaan klinik dan
biokimia yang tepat pasca bedah. Namun, hipotiroidisme setelah tiroidektomi
total adalah konsekwensi logis yang terjadi karena penderita tidak lagi memiliki
jaringan tiroid sama sekali.
B. Pengkajian Sekunder
1. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang
berubah.
10
2. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
3. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
4. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung
akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek
anestesi yang hilang.
5. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
6. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
7. Nutrisi
Kehilangan nafsu makan karena sakit pada daerah tenggorokan.
8. kenyamanan
terdapat nyeri pada luka post operasi pada bagian kepala-leher, dapat terjadi
peningkatan suhu akibat adanya pembengkakan/edema laring.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi trakea, pembengkakan,
perdarahan, spasme laringeal
KH:
- Mempertahankan jalan nafas paten
- Mencegah aspirasi
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Pernafasan secara normal
a. Pantau frekuensi pernafasan,
kadang-kadang cepat, tetapi
kedalaman dan kerja pernafasan
berkembangnya distres pada
pernafasan merupakan indikasi
kompresi trakea karena edema
atau perdarahan.
b. Ronkhi merupakan indikasi
b. Auskultasi suara nafas, catat
adanya obstruksi/spasme
adanya ronkhi
laringeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang
cepat.
11
c. Indikator obstruksi
c. Kaji adanya dispnea, stridor,
trakea/spasme laring yang
gurgling atau sianosis. Perhatikan
membutuhkan evaluasi dan
kualitas suara
intervensi segera
d. Menurunkan kemungkinan
d. Waspadakan pasien untuk
tegangan pada daerah luka
menghindari ikatan pada leher,
karena pembedahan
menyokong kepala dengan bantal
e. Mempertahankan kebersihan
e. Bantu dalam perubahan posisi, jalan nafas dan ventilasi. Batuk
latihan nafas dalam dan batuk tidak dianjurkan dan dapat
efektif sesuai indikasi menimbulkan nyeri yang berat,
tetapi hal tersebut dapat
membersihkan jalan nafas
f. Edema atau nyeri dapat
f. Lakukan penghisapan mulut dan mengganggu kemampuan
trakea sesuai dengan indikasi, catat pasien untuk mengeluarkan dan
warna da karakeristik sputum membersihkan jalan nafas
sendiri
g. Jika terjadi perdarahan, balutan
g. Lakukan penilaian ulang terhadap
arterior mungkin akan tampak
balutan secara teratur terutama
kering karena darah
bagian posterior
tertampung/ terkumpul pada
daerah yang tergantung
h. Merupakan indikasi
h. Selidiki keluhan kesulitan
edema/perdarahan yang
menelan, penumpukan sekresi oral
membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi
i. Pertahankan alat trakeostomi di i. Terkenanya jalan nafas dapat
dekat pasien menciptakan situasi yang
mengancam kehidupan yang
Kolaborasi memerlukan tindakan darurat
j. Menurunkan rasa tidak nyaman
j. Berikan inhalasi uap, udara
karena sakit tenggorokan dan
ruangan yang lembab
edema jaringan dan
meningkatkan pengenceran
12
k. Bantu dengan/persiapkan prosedur: sekresi
k. Mungkin sangat penting untuk
trakeostomi atau pembedahan
mempertahankan jalan nafas
ulang
yang paten jika mengalami
obstruksi oleh edema pada
epiglotis serta perbaikan
pembuluh darah yang
mengalami perdarahan terus
menerus.
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Mencegah obstruksi jalan
a. Pertahakan jalan nafas pasien
nafas
dengan memiringkan kepala,
hiperekstensi rahang, alian udara
b. Kurangnya suara nafas adalah
faringeal oral
b. Auskultasi suara nafas. indikasi adanya obstruksi oleh
Dengarkan adanya gurgling, mukus atau lidah dan dapat
mengi, crow dan/atau keheningan dibenahi dengan mengubah
setelah ekstubasi posisi atau penghisapan
13
e. Atur posisi pasien mendorong ventilasi pada
lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada
diagfragma
f. Obstruksi jalan nafas dapat
terjadi karena adanya darah
f. Lakukan penghisapan lendir
atau mukus dalam tenggorok
atau trakea
g. Untuk meningkatkan dan
Kolaborasi
memaksimalkan pengambilan
g. Berikan tambahan oksigen
oksigen
h. Kedua obat ini bekerja secara
h. Berikan obat-obatan IV seperti alami dalam siklus dan dpresi
Nalokson atau doksapram pernafasan
i. Penggunaan mesin bantu
i. Berikan/pertahankan alat bantu
pernafasan dipertahankan
pernafasan (ventilator)
untuk jangka waktu tertentu
tergantung pada penyebab
depresi pernafasan
3. Hambatan komunikasi verbal b.d cedera pita suara, kerusakan saraf laring,
edema jaringan, nyeri
KH:
- Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
dipahami
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Suara serak dan sakit
a. Kaji fungsi bicara secara
tenggorokan akibat edema
periodik, anjurkan untuk tidak
jaringan atau kerusakan
bicara terus menerus
karena pembedahan pada
saraf laringeal dan berakhir
dalam beberapa hari.
Kerusakan saraf permanen
14
dapat terjadi (jarang) yang
menyebabkan paralisis pita
b. Pertahankan komunikasi yang
suara dan/atau penekanan
sederhana, beri pertanyaan yang
trakea
hanya memerlukan jawaban ya
b. Menurunkan kebutuhan
atau tidak
berespon, mengurangi bicara
c. Memberikan metode komunikasi
alternatif yang sesuai, seperti
c. Memfasilitasi ekspresi yang
papan tulis, kertas tulis/papan
dibutuhkan
gambar. Tempatkan infus pada
daerah yang tidak mengurangi
gangguan komunikasi dengan
tulisan
d. Antisipasi kebutuhan sebaik d. Menurunkan ansietas dan
mungkin. Kunjungi pasien secara kebutuhan pasien untuk
teratur berkomunikasi
e. Beritahu pasien untuk terus e. Mencegah pasien bicara yang
membatasi bicara daan jawablah dipaksakan untuk
bel panggilan dengan segera menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan
bantuan
f. Meningkatkan kemampuan
f. Pertahankan lingkungan yang
mendengarkan komunikasi
tenang
perlahan dan menurunkan
kerasnya suara yang harus
diucapkan pasien untuk dapat
didengarkan
Intervensi Rasional
Mandiri
15
a. Kaji tanda-tanda adanya nyeri a. Bermanfaat dalam
baik verbal maupun nonverbal, mengevaluasi nyeri,
catat lokasi, intensitas (skala 0- menentukan pilihan itervensi,
10), dan lamanya menentukan efektivitas terapi
b. Letakkan pasien dalam posisi b. Mencegah hiperekstensi leher
semifowler dan sokong dan melindungi intergritas
kepala/leher dengan bantal garis jahitan
pasir/bantal kecil
c. Mencegah stres pada garis
c. Pertahankan leher/kepala dalam
jahitan dan menurunkan
posisi netral dan sokong selama
ketegangan otot
perubahan posisi. Instruksikan
pasien menggunakan tangannya
untuk menyokong leher selama
pergerakkan dan untuk
menghindari hiperekstensi leher
d. Pertahankan bel pemanggil dan d. Membatasi ketegangan, nyeri
barang yang sering digunakan otot pada daerah operasi
dalam jangkauan yang mudah
e. Berikan minuman yang sejuk atau
e. Menurunkan nyeri tenggorok
makanan yang lunak seperti es
tetapi makanan lunak
krim atau sejenisnya
ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan
f. Membantu untuk
f. Anjurkan pasien untuk
memfokuskan kembali
menggunakan teknik relaksasi,
perhatian dan membantu
seperti imajinasi, musik lembut,
pasien untuk mengatasi
relaksasi progesif
nyeri/rasa tidak nyaman
secara lebih efektif
Kolaborasi
g. Menurunkan nyeri dan rasa
g. Berikan obat analgetik sesuai
tidak nyaman, meningkatkan
kebutuhan
istirahat
h. Berikan es jika ada indikasi h. Menurunkan edema jaringan
dan menurunkan persepsi
terhadap nyeri
16
5. Resiko infeksi b.d insisi pembedahan
KH:
- Bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Gunakan teknik mencuci tangan a. Membantu mencegah atau
dengan cermat dan penggunaan membatasi penyebaran infeksi
universal precaution (sarung
tangan, masker dll) sesuai
b. Mengetahui tingkat resiko
kebutuhan
2. Observasi tanda-tanda gejala terjadinya infeksi
c. Rembesan dapat menandakan
infeksi
3. Inspeksi balutan terhadap eksudat hematom, gangguan penyatuan
atau rembesan jahitan
d. Demam pasca operasi,
leukositosis dan
4. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
takikardiamenunjukkan infeksi
darah putih
e. Anemia, diabetes dapat
meningkatkan resiko infeksi
5. Tinjau ulang Hb/Ht, perhatikan
dan perlambatan penyembuhan
adanya kondisi yang
f. Pemberian antibiotik mencegah
mempredisposisikan klien pada
timbulnya infeksi
infeksi luka post operasi
g. Agar tidak terjadi infeksi dan
6. Kolaborasi terapi antibiotik
terpapar oleh kuman atau
bakteri
7. Lakukan perawatan luka secara
berkala dengan teknik steril
17
ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF CARE UNIT
I. IDENTITAS MAHASISWA
Nama mahasiswa : Try Riska Yulianti
NPM : 160510020
Ruang/RS : ICU
Tgl pengkajian : 8 November 2016
II. IDENTITAS
A. Identitas Klien
1. Initial klien : Ny. KK
2. Usia : 24 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Status perkawinan : menikah
5. Pekerjaan : karyawan
6. Pendidikan terakhir : SMA
7. Alamat : kp. masjid, tegal kunir
8. Diagnosa medis : post operasi total tiroidektomi
9. Hari rawat di ICU : hari ke-1
18
Klien terlihat meringis saat diam atau bergerak sedikit. Skala nyeri 7 dari 10
dengan menggunakan VAS scale. Nyeri disebabkan karena luka post operasi total
tiroidektomi pada daerah bagian leher. Nyeri yang dirasakan klien membuat klien
menjadi gelisah sehingga sering terbangun saat tidur. Saat ini klien sedang
menjalani perawatan hari ke 1 di ruang ICU atas indikasi observasi intensif pasca
bedah operasi + komplikasi.
Genogram
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Klien
Riwayat penyakit keluarga
19
IV. PENGKAJIAN PRIMER
Data/Masalah
AIRWAY
Jalan nafas klien tidak paten, terdapat banyak air liur/mukosa pada mulut klien
sampai keluar, terdengar suara gurgling, klien menggunakan alat bantu
pernafasan dengan menggunakan ETT nomer 7,5
BREATHING
Nafas klien spontan tube terpasang O2 T-piece 3 liter/menit, frekuensi nafas:
11x/mnt, perkembangan dada simetris, irama nafas reguler terdengar suara nafas
ronchi kasar saat dilakukan auskultasi.
CIRCULATION
Tekanan darah klien 126/83 mmHg, nadi teraba kuat dan reguler dengan
frekuensi nadi 97x/mnt, suhu tubuh klien 37,70C, akral hangat, conjungtiva
terlihat pucat dan kulit bagian muka terlihat pucat, CRT 3 dtk, bunyi jantung lup
dup saat diauskultasi, intake: 1499, output: 1260, balance cairan + 239, produksi
urin:580/7jam, produksi drain: 100 cc. saturasi oksigen 100%.
DISABILITY
Kesadaran compos mentis, GCS E:4 M:6 V:T (terpasang ETT), pupil: isokor
kanan dan kiri tampak miosis bila terkena cahaya dengan ukuran masing-masing
2 (mm), kekuatan otot kanan 5/5, kiri 5/5.
EXPOSURE & EQUIPMENT
Terdapat luka post operasi tiroidektomi tertutup kassa bersih, pada bagian leher
depan terpasang drain, terpasang infus pada lengan sebelah kiri dan terpasang
foley catheter, terpasang NGT.
V. PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Keadaan Saat Ini
1. Keadaan umum: sakit berat
2. Kesadaran: CM
3. BB: 52kg, TB : 160 cm, IMT: 19,8 kg/m2
4. TTV
B. Review Of System
1. Sistem kardiovaskuler
Teknan darah: 126/83 mmHg, nadi teraba kuat dan reguler 97 x/mnt, suhu
37,70C, tidak tampak pembesaran di area jantung saat di inspeksi pada bagian
dada klien, suara jantung lupdup, saat diperkusi suara jantung dullnes.
20
2. Sistem Respirasi
Nafas spontan, terpasang ETT T-piece 3 liter/menit, pengembangan dada
simetris, tidak ada otot penggunaan bantu pernafasan, pernafasan cuping
hidung tidak ada, suara nafas ronkhi kasar.
3. Sistem Integumen
Kulit klien pada bagian muka terlihat pucat, CRT 3 detik, terdapat luka insisi
post operasi tiroidektomi di bagian leher depan.
4. Sistem Gastrointestinal
Gigi klien lengkap tidak ada yang berlubang, lidah bersih, banyak pengeluaran
air liur, tenggorokan mengalami gangguan menelan, tidak ada mual dan
muntah, klien menggunakan NGT.
5. Sistem Endokrin
Terdapat luka post operasi tiroidektomi pada bagian leher, tidak ada
pembengkakan lainnya pada bagian tubuh klien, bentuk abdomen cembung.
6. Sistem Urologi
Klien BAK dengan penggunaan alat bantu DC dengan warna urin kuning.
Balance Diuresis: 1,8 cc/kg BB. Intake: 1499, output: 1260, balance cairan +
239, produksi urin: 580/7jam.
7. Sistem Neurologi
Klien dapat melihat dengan jelas dan tidak menggunakan alat bantu
pengelihatan, klien dapat mendengar dengan baik, klien tampak tidak dapat/
sulit bicara karena post op tiroidektomi dan menggunakan ETT
8. Sistem muskuloskeletal
Kemampuan melakukan ADL yaitu bantuan sebagian, klien dalam posisi tirah
baring (semifowler), kekuatan otot kanan: 5/5 dan kiri 5/5.
9. Sistem Reproduksi
Klien seorang wanita dewasa muda yang belum mengalami menopause dan
dalam keadaan tidak hamil, serta tidak mempunyai masalah pada bagian organ
reproduksinya.
C. Pola Aktivitas
1. Keamanan dan Kenyamanan
- Klien tampak berorientasi dengan baik dan kooperatif namun klien terlihat
lemah.
- Klien sering tertidur selama dirawat namun klien sering terbangun saat
tidur, terdapat nyeri dengan skala nyeri 7 dari 10 dengan menggunakan
VAS scale.
21
P: luka post operasi tiroidektomi
Q: berat
R: leher
S: skala 7
T: saat diam dan bergerak
2. Nutrisi
Klien mendapatkan makan di ruang ICU dengan diet cair yang diberikan yaitu
6 x 200 (putih telur dicampur dalam mc), penggunaan alat bantu menggunakan
NGT, jenis makanan yang diberikan yaitu cair atau berupa susu.
3. Komunikasi
Klien mengisyaratkan keinginanya dengan gerakan tubuh. Klien ingin
membersihkan cairan di mulutnya, klien sering memberitahukan dengan
menggunakan isyarat.
4. Sosial
Klien tinggal bersama suami dan anaknya, setiap kali jam besuk suami klien
tampak sering mengunjungi dan melihat dari tempat yang telah disediakan.
5. Spiritual
Klien beragama islam
KIMIA
ELEKTROLIT
Calcium total 9,2 mg/dl 8,8-10,2
C. Therapy
22
NaCL 0,9% Per 8 jam Infus
Ceftriaxone 1x2 gr Bolus Antibiotik
Keterolac 3x30 gr Bolus Anti nyeri
Dexa Metasone 3x5 mg Bolus Anti inflamasi
Vit B complex 3x2 tablet melalui NGT Menambah energi
Vit C 2x50 mg melalui NGT Mengatasi
peradangan
Zink 1x1 tablet melalui NGT Mempercepat
penyembuhan luka
VII. ANALISA DATA
Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1 Ds: menggunakan ETT Perdarahan/edem/ Bersihan jalan
Do: peradangan daerah insisi nafas tidak
a. terdengar suara efektif
gurgling
b. tampak terdapat
banyak air Penggunaan ETT
liur/mukosa pada
mulut klien sampai
keluar Peningkatan produksi sekret
c. Klien tampak
mengisyaratkan
untuk membersihkan
Akumulasi sekret
cairan di mulutnya
d. Hasil pemeriksaan
dokter dengan
laringoscope: odema Obstruksi jalan nafas
laring
Gangguan ventilasi
Nyeri
3 Ds: menggunakan ETT Hematom atau cedera pada Hambatan
23
Do: saraf laringeus komunikasi
a. Klien post operasi verbal
tiroidektomi total
b. Skala nyeri 7 Penggunaan ETT
c. Hasil pemeriksaan
dokter dengan
laringoscope: odema
laring Odema laring
d. Terpasang ETT
e. Klien mengisyaratkan
keinginanya dengan Hambatan komunikasi
gerakan tubuh verbal
Resiko infeksi
24
6 Ds: menggunakan ETT Kelemahan/kondisi fisik Resiko
Do: tidak stabil kerusakan
a. klien terlihat integritas kulit
lemah/lemas
b. kemampuan Di rawat di ruang ICU
melakukan ADL yaitu
bantuan sebagian
c. klien dalam posisi Immobilisasi
tirah baring
(semifowler)
Resiko kerusakan integritas
kulit
25
IX. INTERVENSI
26
No Diagnosa Tujuan (KH) Intervensi Rasional
1 Bersihan Setelah dilakukan 1. Kaji kepatenan jalan nafas dan monitor 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
jalan nafas asuhan keperawatan frekuensi pernafasan terjadi dan membantu menentukan
2. Kaji adanya suara nafas tambahan
tidk efektif 2x24 jam diharapkan intervensi yang akan diberikan
(snoring, gurgling, stidor) 2. Suara nafas tambahan dapat menjadi
terjadi kepatenan jalan
3. Auskultasi suara nafas, catat adanya
indikator gangguan kepatenan jalan nafas
napas, dengan kriteria
ronkhi
yang akan berpengaruh terhadap
hasil: 4. Bersihkan sekret dari mulut dan
kecukupan pertukaran udara
a. Tidak ada sumbatan/ trakea/selang ETT. Lakukan
3. Ronkhi merupakan indikasi adanya
secret pada jalan penghisapan/ suction sesuai keperluan
obstruksi/spasme laringeal yang
5. Monitor status oksigen pasien sebelum,
nafas
membutuhkan evaluasi dan intervensi
b. Tidak ada suara saat dan setelah suction
6. Bantu dalam perubahan posisi yang cepat.
nafas tambahan
4. Mencegah obstruksi atau aspirasi.
c. Frekuensi nafas
Penghisapan dapat diperlukan bila klien
dalam batas normal
tidak mampu mengeluarkan sekret
12-24x/mnt
sendiri. Waktu tindakan suction yang
tepat membantu melapangkan jalan nafas
pasien
5. Mengetahui adanya perubahan nilai
sat.O2 dan status hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa
dihentikan.
6. Mempertahankan kebersihan jalan nafas
dan ventilasi.
3 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan 1. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
asuhan keperawatan skala penilaian nyeri pasien dan membantu menentukan
2. Monitor tekanan darah dan nadi pasien
2x24 jam diharapkan intervensi yang akan diberikan
3. Bantu klien dalam mempertahankan
2. Nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta
nyeri berkurang/
posisi kepala dan leher dengan benar
TD dan nadi meningkat 27
terkontrol, dengan 4. Pertahankan lingkungan yang tenang,
3. Posisi kepala dan leher yang benar dapat
kriteria hasil: kurangi stressor
mengurangi tekanan/nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik
a. Melaporkan 4. Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien
X. IMPLEMENTASI
TTD
No Hari/tgl Implementasi Respon Evaluasi
Ners
1 8 November 1. Melihat ada atau tidak sumbatan a. Pasien menganggukan TRY S: menggunakan ETT
2016 kepala ketika ditanya O:
pada jalan nafas dan menghitung
(16.00) apakah sudah merasa a. Tidak terdengar suara gurgling
pernafasan pasien setelah dilakukan suction
nyaman pada
2. Mendengarkan suara nafas pasien b. Klien masih terpasang ETT T-
tenggorannya / sekret
(gurgling) pice 3 liter/menit
sudah berkurang
3. Mendengarkan menggunakan c. Telah dilakukan suction melalui
sehabis dilakukan
mulut dan selang ETT
stetoskop adanya suara nafas pada suction d. Sat. O2: 100%
b. Air liur tampak e. Frekuensi nafas: 17 x/menit
bagian dada/paru-paru pasien
berkurang terlihat dari A: masalah teratasi sebagian
(adanya ronkhi kasar) tidak ada pengeluaran
4. Melakukan suction pada mulut dan P: lanjutkan intervensi
air liur berlebihan dari 1. Kaji kepatenan jalan nafas dan
ETT, menyediakan tisu dan plastik mulut klien
c. Posisi pasien 450 monitor frekuensi pernafasan
didekat pasien untuk membersihkan 2. Kaji adanya suara nafas
air liur yang keluar dari mulut pasien tambahan (snoring, gurgling,
5. Melihat sat.O2 pada layar monitor
stidor)
pasien ketika ingin melakukan 3. Auskultasi suara nafas, catat
suction, sedang dilakukan suction adanya ronkhi
dan setelah dilakukan suction 4. Bersihkan sekret dari mulut
28
6. Pasien diposisikan dalam bentuk dan trakea/selang ETT.
posisi semifowler Lakukan penghisapan/ suction
sesuai keperluan
5. Monitor status oksigen pasien
sebelum, saat dan setelah
suction
6. Bantu dalam perubahan posisi
2 8 November 1. Melihat dan menilai ekspresi wajah a. Klien terlihat nyaman TRY S: menggunakan ETT
2016 dengan menggunakan O:
pasien yang mengindikasikan
(16.40) bantal a. Skala nyeri 6
adanya nyeri yang berat dengan b. Klien mengurangi b. Tekanan darah: 122/78 mmHg
c. Nadi: 82 x/mnt
menggunakan VAS scale gerakan pada bagian
d. Klien terlihat masih suka
2. Melihat dan mencatat perubahan leher/kepala untuk
terbangun saat sedang tidur
tekanan darah dan nadi pasien yang mengurangi nyeri
A: masalah teratasi sebagian
c. Klien tertidur lebih
terpasang dalam monitor P: lanjutkan intervensi
lama setelah pemberian
3. Menyanggah kepala pasien dengan 1. Kaji tingkat nyeri dengan
obat
menggunakan bantal menggunakan skala penilaian
4. Membatasi jam kunjungan dan
nyeri
menempatkan pengunjung pada 2. Monitor tekanan darah dan nadi
tempat yang telah disediakan pasien
5. Melakukan pemberian keterolac atas 3. Bantu klien dalam
petunjuk dokter (3x30 gr) secara mempertahankan posisi kepala
bolus dan leher dengan benar
4. Pertahankan lingkungan yang
tenang, kurangi stressor
5. Kolaborasi pemberian analgetik
29
3 8 November 1. Melihat cara mengungkapkan/ a. Klien tampak TRY S: menggunakan ETT
2016 menggunakan isyarat O:
menyampaikan keinginan pasien
(17.00) dengan mengangguk/ a. Klien membatasi untuk bicara
2. Memberikan pertanyaan-pertanyaan
b. Klien menggunakan bahasa non
melambaikan tangan
singkat seperti apakah klien merasa verbal untuk berkomunikasi
(dadah) untuk
sesak? Apakah klien ingin di A: masalah teratasi sebagian
menjawab pertanyaan
P: lanjutkan intervensi
suction? Apakah klien merasa iya atau tidak
1. Kaji fungsi bicara secara
b. Ketika ada keinginan
sakit/nyeri?
klien yang ingin periodik
3. Menganjurkan pasien untuk
disampaikan namun tak 2. Pertahankan komunikasi yang
memberikan jawaban singkat dengan dimengerti, klien sederhana, beri pertanyaan yang
menganggukan kepala atau menuliskannya di
hanya memerlukan jawaban ya
mengancungkan jempol untuk kertas
atau tidak
jawaban ya dan melambaikan 5. Antisipasi kebutuhan sebaik
tangan (dadah) untuk jawaban mungkin. Kunjungi pasien
tidak serta memberikan kertas jika secara teratur
6. Beritahu pasien untuk terus
klien ingin menyampaikan sesuatu
4. Infus terpasang pada tangan sebelah membatasi bicara
7. Pertahankan lingkungan yang
kiri
5. Duduk di depan pasien dan datang tenang
menghampiri pasien setiap pasien
mengisyaratkan sebuah panggilan
6. Berkata kepada pasien agar tidak
terlalu banyak berbicara dahulu
7. Membatasi jam kunjungan dan
menempatkan pengunjung pada
30
tempat yang telah disediakan
4 8 November 1. Menjelaskan kepada pasien a. Pasien terlihat tidak TRY S: menggunakan ETT
2016 lebih segar O:
pentingnya mencukupi
(17.15) a. Klien terlihat lebih segar
kebutuhan nutrisi b. Klien dapat makan tanpa harus
2. Melihat catatan dari ahli gizi mengalami masalah dengan
mengenai jumlah nutrisi dan menelan karena makan melalui
NGT
kandungan kalori yang telah
3. Memberikan vitamin C(2x50 A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
mg) melalui NGT 2. Monitor jumlah nutrisi dan
4. Berikan Zink 1x1 tablet melalui
kandungan kalori
NGT 3. Anjurkan pasien untuk
5. Memberikan diet cair yang telah
meningkatkan protein dan
ditetapkan ahli gizi 6 x 200
vitamin C
(putih telur dicampur dalam mc) 4. Anjurkan pasien untuk
melalui NGT meningkatkan intake Fe
6. Melakukan pengaturan diet 5. Berikan makanan yang terpilih
terhadap klien dengan ahli gizi (sudah konsultasi dengan ahli
dan mengetahui jumlah kalori gizi)
dan nutrisi yang dibutuhkan
31
pasien
5 8 November 1. Melakukan cuci tangan pada 5 a. Tidak ada rembesan TRY S: menggunakan ETT
2016 pada balutan luka O:
momen dan menggunakan sarung
(17.30) klien a. Suhu :36,8
tangan dan masker ketika bertemu b. Klien teraba hangat b. Luka post op tertutup kassa
pasien c. Klien terlihat meringis bersih
2. Melihat apakah ada tanda kemerahan c. Hb: 12,0 gr/dl
d. Leukosit: 25,00 x 10^3/Ul
pada luka operasi, apakah ada A: masalah teratasi sebagian
pembengkakan P: lanjutkan intervensi
3. Melihat ada rembesan atau tidak 1. Gunakan teknik mencuci tangan
pada kassa yang terdapat luka post dengan cermat dan penggunaan
operasi universal precaution (sarung
4. Mengukur suhu tubuh pasien dan
tangan, masker dll) sesuai
menghitung denyut nadi pasien serta
kebutuhan
melakukan pengambilan darah untuk 2. Observasi tanda-tanda gejala
melakukan pemeriksaan infeksi
3. Inspeksi balutan terhadap
laboratorium untuk melihat leukosit
5. Melihat hasil laboratorium nilai eksudat atau rembesan
4. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
Hb/Ht.
6. Melakukan pemberian ceftriaxone darah putih
6. Kolaborasi terapi antibiotik
atas petunjuk dokter secara bolus
7. Lakukan perawatan luka secara
berkala dengan teknik steril
32
6 8 November 1. Melihat kondisi kulit pasien dan a. Tidak ada TRY S: menggunakan ETT
2016 kemerahan/lesi pada O:
mencari tahu adanya kemerahan/lesi
kulit pasien a. Tidak ada lesi/kemerahan pada
2. Melihat pergerakan yang b. Kulit pasien tampak kulit
dilakukan pasien selama tirah baring lembab setelah b. Kulit lembab
pemberian baby oil A: masalah teratasi sebagian
3. Membersihkan kulit dengan
c. Posisi pasien berubah P: lanjutkan intervensi
baby oil setiap 2 jam 1. Monitor kulit akan adanya
4. Melakukan perubahan posisi kemerahan
pasien miring kanan/miring kiri 2. Monitor aktivitas dan
5. Melakukan message kulit dan mobilisasi pasien
menyanggah kulit yang tertekan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
dengan bantal bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam
sekali
5. Lakukan perawatan pada kulit
yang tertekan
33
Dx Hari/tgl Catatan Perkembangan hari ke-1
1 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Pengeluaran air liur/sekret berkurang tidak sampai keluar dari mulut
b. Tidak terdengar suara gurglig
c. Klien masih terpasang ETT T-pice 3 liter/menit
d. Frekuensi nafas: 20 x/menit
e. Sat.O2: 100%
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
2 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Skala nyeri 5
b. Tekanan darah: 120/81 mmHg
c. Nadi: 78 x/mnt
d. Klien terlihat mulai tenang meskipun kadang terlihat meringis
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
3 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Klien membatasi untuk bicara
b. Klien menjawab pertanyaan dengan isyarat non verbal yang telah di ajarkan
c. Klien menyampaikan keinginanya dengan bahasa nonverbal baik dengan tulisan atau gerakan tubuh
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
4 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Klien terlihat lebih segar
b. Klien dapat makan melalui NGT
A: masalah teratasi sebagian
34
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
35
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for positive
outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier
Lewinski, A. (2002). The problem of goitre with particular consideration of goitre resulting
from iodine deficiency (I): Classification, diagnostics and treatment.
Nurarif, Amin H & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Ed Revisi. Mediaction: Jogjakarta
Rehman, SU., Hutchison, FN., Basile, JN. (2006). Goitre in Older Adults. Journal of Aging
Health. 2 (5). 823 831. USA : Medical Center and Medical University of South
Carolina.
Roy, H. (2011). Short textbook of surgery : with focus on clinical skills. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publishers
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar keprawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta
Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular goiter. Journal of best
practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa : Elsevier.
36