Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. KK DENGAN


POST OPERASI TOTAL TIROIDEKTOMI DI RUANG ICU
RSUD KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh :

TRY RISKA YULIANTI

160510020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

TANGERANG SELATAN

2016
LAPORAN PENDAHULUAN

STRAUMA DAN POST OPERASI TIROIDEKTOMI

I. DEFINISI STRAUMA
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai
struma nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya
nodul, disebut struma nodosa Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih
dari 2x ukuran normal. Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang
biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah
bertahun-tahun folikel tumbuh semakin membesar dengan membentuk kista dan
kelenjar tersebut menjadi noduler.

II. KLASIFIKASI STRAUMA

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu:


A. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
B. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul
tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila penangkapan
yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal
ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat apabila penangkapan
yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian
tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
C. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.
Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu:
1. Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan
3. Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III : terlihat pada jarak jauh
D. Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma

1
nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
2. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi,
kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu
dan penurunan kemampuan bicara.
3. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih suka
udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-
debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare,
haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
4. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa
diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa
toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan
medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa multinodular toxic). Struma
nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara

2
hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien
meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut
dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
5. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic
yang dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa
nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai simpel struma
nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.

III. ETIOLOGI STRAUMA


Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium. Defisiensi
yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang
besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar. Penyebab lainnya
karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium, konsumsi goitrogen
yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan
hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher.

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah
respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap
individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel
yang sama terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat
bervariasi. Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan
sel-sel sangat sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Sel-sel akan bereplikasi
menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang
tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh
nodul-nodul.

IV. PATOFISIOLOGI STRAUMA

3
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar,
yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid
Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3,
ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar
300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan
dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup
dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG STRAUMA


Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH.
2. Pemeriksaan radiologi.
a. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran
struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen pada
leher lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk
kelainan (kista, adenoma, kemungkinan karsinoma, tiroiditis), tetapi belum
dapat membedakan dengan pasti ganas aau jinak.
Manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid :
1) Untuk menentukan jumlah nodul.

4
2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
4) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah.
3. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tentang ukuran, bentuk, lokasi dan
yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi
Nal peoral dan setelah 24 jam secara fotografikditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk
yaitu:
a. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.
b. Nodul panas bila penangkapa yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
c. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan tiroid yang lain.
4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy).
Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi menggunakan jarum suntik no 22-27. Pada kista juga dapat dihisap cairan
secukupnya sehingga dapat mengecilkan nodul.
5. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat
dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus
pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila
perbedaan panas dengan sekitanya >0,90C dan dingin apabila<0,90C .
6. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini diukur peninggian tiroglobuln (Tg) serum. Kadar Tg serum
normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.

II. DEFINISI TIROIDEKTOMI


Tiroidektomi adalah operasi untuk mengangkat sebagian dan seluruh kelenjar
tiroid. Tiroidektomi merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat kelenjar tiroid, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi parsial atau
total dapat dilaksanakan sebagai terapi terhadap pasien dengan kanker tiroid,
hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, reaksi obat terhadap zat-zat anti-tiroid, wanita
hamil yang tidak dapat ditanggulangi dengan obat, pasien yang tidak ingin terapi

5
radiasi dan goiter yang besar yang tidak berespon terhadap obat antitiroid. Tipe dan
luas operasi bergantung pada hasil diagnosis, tujuan pembedahan serta prognosis.

III. KLASIFIKASI TIROIDEKTOMI


A. Tiroidektomi Total
Kelenjar tiroid diangkat seluruhnya yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus
termasuk istmus. Biasanya dilakukan pada kasus-kasus malignasi. Pengobatan
tiroid akan sangat dibutuhkan sepanjang hidupnya. Klien yang menjalani tindakan
ini harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar dosisnya beragam pada
setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan aktifitas
B. Tiroidektomi Parsial
5/6 dari kelenjar tiroid diangkat ketika obat antitiroid tidak mampu untuk
mengoreksi hipertiroid atau terapi RAI merupakan suatu kontraindikasi. Lobus
kiri atau kanan yang mengalami pembesaran akan diangkat dan diharapkan
kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan
hormone-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.

IV. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI TIROIDEKTOMI


A. Indikasi
1. Karsinoma tiroid yang masih operable
2. Struma endemik, kedua lobus kanan dan kiri patologis semua
B. Kontraindikasi
1. Karsinoma tiroid stadium lanjut (inoperabel)
2. Karsinoma tiroid anaplastik

V. PATOFISIOLOGI TIROIDEKTOMI
Tindakan tiroidektomi yang dilakukan adalah membuat sayatan di area leher
bagian depan atau bagian kelenjar tiroid dihilangkan. Dalam membuat sayatan harus
berhati-hati untuk menghindari kerusakan saraf disekitar atau pembuluh darah dileher.
Apabila terjadi keruskan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan udem
laringeal yang akan meningkatkan terjadinya resiko tinggi penurunan curah jantung.
Selain itu, pernafasan menjadi stridor, obstruksi jalan nafas yang akhirnya membuat
bersihan jalan nafas tidak efektif. Nyeri dapat terjadi dari edema jaringan yang
disebabkan karena terputusnya saraf simpatis dari kerusakan jaringan yang terjadi
akibat tindakan tiroidektomi. Dari insisi yang dilakukan pada tindakan ini akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Kurang pengetahuan pasien dan keluarga
dapat terjadi karena kurangnya informasi dalam perawatan luka setelah tindakan
pembedahan dilakukan. Seseorang yang telah melakukan tiroidektomi akan
mengalami hambatan dalam berkomunikasi karena terjadi keruskan pada laringeal

6
yang menyebabkan perubahan tekanan atau penyaringan suara, suara menjadi lemah,
ketidakmampuan berbicara. Resiko cedera dapat terjadi akibat gangguan produksi
hormon yang menurun.

VI. PATHWAY

Strauma

Uninodosa Multinodosa Diffusa

Curiga ganas

FNA FNA Toksika Non toksika

Terapi hingga Terapi


Jinak Ganas Jinak eutiroid hormonal
(ekstrak tiroid)
FS
Patologis Patologis medikamentosa
Jinak Ganas seluruhnya sebagian
Mengecil

lugolisasi Tetap
Lobektomi total Faktor Faktor Lobektomi
prognostik prognostik total
Lobektomi subtotal baik jelek Lobektomi
subtotal Indikasi
operasi
Lobektomi Tiroidektomi
total total
Tidak indikasi
operasi

Luka post operasi Hipokalsemia Hematom atau Perdarahan/edem/


cedera pada saraf peradangan daerah
laringeus insisi
Terputusnya Resiko cidera
kontinuitas Peningkatan
7
jaringan produksi sekret
v Nyeri Cedera pita Edema glotis
suara/ edema
Akumulasi sekret
Port dentri kuman Sulit bernafas
Hambatan
komunikasi Obstruksi jalan
Resiko Infeksi Pola nafas tidak
verbal nafas
efektif

Bersihan jalan Gangguan


nafas tidak ventilasi
efektif

VII. PENATALAKSANAAN POST OPERASI TIROIDEKTOMI


Pasien dipindahkan dan dibalikan dengan hati-hati untuk menyangga kepala
serta menghindari rengangan pada jahitan luka. Posisi yang paling nyaman bagi
pasien adalah semifowler dengan kepala ditinggikan dan disangga dengan bantal.
Analgesik diberikan seperti yang diresepkan untuk mengurangi nyeri. Pasien dapat
diberi oksigen untuk memudahkan pernafasan. Perawat harus mengantisipasi
kekhawatiran pasien dan memberitahukan bahwa pemberian oksigen akan membantu
pernafasan serta memberikan kelembaban.
Cairan infus diberikan selama periode pascaoperatif, air dapat diberikan lewat
mulut setelah keluhan mual berkurang. Biasanya terdapat sedikit kesulitan untuk
menelan, cairan dingin dan es lebih mudah diminum dibandingkan cairan lainnya.
Pasien sering lebih menyukai makanan lunak dari pada makanan cair dalam periode
ini.
Kasa penutup luka bedah harus dikaji secara periodik dan dikuatkan kembali
pemasangannya jika diperlukan. Apabila pasien berada pada posisi berbaring, bagian
samping dan posterior leher serta kasa disebelah anterior leher harus di observasi
untuk mendeteksi perdarahan. Disamping memantau denyut nadi dan tekanan darah
untuk menemukan indikasi perdarahan internal, perawat harus waspada terhadap
berbagai keluhan seperti sensasi tertekan atau rasa penuh pada tempat insisi. Gejala
tersebut dapat menunjukkan perdarahan serta pembentukan hematom subkutan.
Kesulitan pada pernafasan terjadi akibat edema glotis, pembentukan hematom
atau cedera pada saraf laringeus kambuhan. Komplikasi ini menyebabkan
diperlukannya tindakan untuk mempertahankan saluran nafas. Karena itu,
perlengkapan untuk trakeostomi harus selalu tersedia disamping tempat tidur pasien,

8
dan dokter bedah dipanggil begitu terdapat petunjuk pertama adanya distres
pernafasan.
Anjurkan kepada pasien untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan suara, namun
saat pasien berbicara setiap perubahan harus dicatat karena dapat menunjukkan
adanya cedera pada saraf laringeus kambuhan yang terletak tepat dibelakang tiroid
dan disebelah trakea.
Meja yang diletakan dekat dengan pasien dapat memudahkan pasien untuk
mengambil barag-barang yang diperlukan seperti kertas tisu, air, tempat
ludah/muntahan karena barang-barang tersebut harus diletakkan pada tempat yang
mudah terjangkau agar pasien tidak pelu memutar kepala untuk mencarinya.
Pasien dianjurkan untuk sesegera mungkin turun dari tempat tidur dan
mengonsumsi makanan yang mudah untuk dimakan. Diet yang baik seimbang tinggi
kalori diberikan untuk mempercepat kenaikan berat badan. Jahitan operasi atau skin
clips biasanya diangkat pada hari kedua.

VIII. KOMPLIKASI TIROIDEKTOMI


A. Perdarahan.
Resiko ini minimum tetapi harus hati-hati dalam mengamankan hemostasis
dengan penggunaan diam yang bijaksana. Perdarahan selau mungkin terjadi
setelah tiroidektomi. Bila ia timbul biasanya ia suatu kedaruratan bedah, tempat
diperlu secepat mungkin dekompresi leher segera dan mengembalikan pasien ke
kamar operasi.
B. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan
tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah
yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi.
C. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. dapat menimbulkan paralisis sebagian
atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan
kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada
nervus laryngeus superior.
D. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan. Hal ini dirujuk pada throtoxic storm, yang sekarang jarang terlihat
karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif
dalam pasien yang dioperasi karena tirotoksikosis.
E. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Juga komplikasi ini tidak boleh terlihat
dalam klinik bedah saat ini. Antibiotika tidak diperlukan sebagai profilaksis.
Perhatian bagi hemostasis adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi

9
berventilasi tepat dengan peralatan yang baik dan ligasi harus disertai dengan
infeksi yang dapat diabaikan.
F. Hipoparatiroidisme
Hipokalsemia transien dapat terjadi 1-2 hari pasca-bedah. Oedema pada paratiroid
karena manipulasi dapat menambah terjadinya hipoparatiroidism transien. Bila
timbul gejala klinis seperti parestesi, kram, kejang, perlu diberi terapi dengan
pemberian pelan intravena kalsium glukonat 10% sebanyak 10 ml, disertai
kalsium per-oral. Terjadinya hipoparatiroidism permanen bila kelenjar paratiroid
terambil sebanyak 2 buah atau lebih, atau terjadi kerusakan vaskularisasinya.
G. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hiptroidisme setelah reseksi bedah
tiroid jarang terlihat saat ini. Perlu diperhatikan dengan pemeriksaan klinik dan
biokimia yang tepat pasca bedah. Namun, hipotiroidisme setelah tiroidektomi
total adalah konsekwensi logis yang terjadi karena penderita tidak lagi memiliki
jaringan tiroid sama sekali.

IX. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Primer
Airway
Dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat edema glotis, pembentukan
hematom atau cedera pada saraf laringeus. Selain itu, dapat ditemukan
suara pernafasan menjadi stridor.
Breathing
Dapat ditemukan ukuran nafas normal sampai penurunan frekuensi
pernafasan.
Circulation
Dapat terjadi perubahan TTV
Disability
Keadaan composmentis namun kondisinya lemah, terdapat nyeri yang
mengharuskan klien untuk memperhatikan pergerakannya terutama pada
bagian kepala.
Exsposure
Terdapatnya luka post operasi pada bagian leher

B. Pengkajian Sekunder
1. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang
berubah.

10
2. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
3. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
4. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung
akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek
anestesi yang hilang.
5. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
6. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
7. Nutrisi
Kehilangan nafsu makan karena sakit pada daerah tenggorokan.
8. kenyamanan
terdapat nyeri pada luka post operasi pada bagian kepala-leher, dapat terjadi
peningkatan suhu akibat adanya pembengkakan/edema laring.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi trakea, pembengkakan,
perdarahan, spasme laringeal
KH:
- Mempertahankan jalan nafas paten
- Mencegah aspirasi

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Pernafasan secara normal
a. Pantau frekuensi pernafasan,
kadang-kadang cepat, tetapi
kedalaman dan kerja pernafasan
berkembangnya distres pada
pernafasan merupakan indikasi
kompresi trakea karena edema
atau perdarahan.
b. Ronkhi merupakan indikasi
b. Auskultasi suara nafas, catat
adanya obstruksi/spasme
adanya ronkhi
laringeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang
cepat.

11
c. Indikator obstruksi
c. Kaji adanya dispnea, stridor,
trakea/spasme laring yang
gurgling atau sianosis. Perhatikan
membutuhkan evaluasi dan
kualitas suara
intervensi segera
d. Menurunkan kemungkinan
d. Waspadakan pasien untuk
tegangan pada daerah luka
menghindari ikatan pada leher,
karena pembedahan
menyokong kepala dengan bantal
e. Mempertahankan kebersihan
e. Bantu dalam perubahan posisi, jalan nafas dan ventilasi. Batuk
latihan nafas dalam dan batuk tidak dianjurkan dan dapat
efektif sesuai indikasi menimbulkan nyeri yang berat,
tetapi hal tersebut dapat
membersihkan jalan nafas
f. Edema atau nyeri dapat
f. Lakukan penghisapan mulut dan mengganggu kemampuan
trakea sesuai dengan indikasi, catat pasien untuk mengeluarkan dan
warna da karakeristik sputum membersihkan jalan nafas
sendiri
g. Jika terjadi perdarahan, balutan
g. Lakukan penilaian ulang terhadap
arterior mungkin akan tampak
balutan secara teratur terutama
kering karena darah
bagian posterior
tertampung/ terkumpul pada
daerah yang tergantung
h. Merupakan indikasi
h. Selidiki keluhan kesulitan
edema/perdarahan yang
menelan, penumpukan sekresi oral
membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi
i. Pertahankan alat trakeostomi di i. Terkenanya jalan nafas dapat
dekat pasien menciptakan situasi yang
mengancam kehidupan yang
Kolaborasi memerlukan tindakan darurat
j. Menurunkan rasa tidak nyaman
j. Berikan inhalasi uap, udara
karena sakit tenggorokan dan
ruangan yang lembab
edema jaringan dan
meningkatkan pengenceran

12
k. Bantu dengan/persiapkan prosedur: sekresi
k. Mungkin sangat penting untuk
trakeostomi atau pembedahan
mempertahankan jalan nafas
ulang
yang paten jika mengalami
obstruksi oleh edema pada
epiglotis serta perbaikan
pembuluh darah yang
mengalami perdarahan terus
menerus.

2. Pola nafas tidak efektif b.d neuromuskular, peningkatan ekspansi paru,


obstruksi trakeobronkial
KH:
- Menetapkan pola nafas yang normal/efektif
- Bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Mencegah obstruksi jalan
a. Pertahakan jalan nafas pasien
nafas
dengan memiringkan kepala,
hiperekstensi rahang, alian udara
b. Kurangnya suara nafas adalah
faringeal oral
b. Auskultasi suara nafas. indikasi adanya obstruksi oleh
Dengarkan adanya gurgling, mukus atau lidah dan dapat
mengi, crow dan/atau keheningan dibenahi dengan mengubah
setelah ekstubasi posisi atau penghisapan

c. Untuk memastikan efektivitas


c. Observasi frekuensi dan
pernafasan sehingga upaya
kedalaman pernafasan,
perbaikan dapat segera
pemakaian otot bantu pernafasan,
dilakukan
pemakaian otot bantu pernafasan,
retraksi atau pernafasan cuping
hidung, wana kulit dan aliran d. Meningkatnya pernafasan,
udara takikardia atau bradikardia
d. Pantau TTV secara terus-menerus
menunjukkan kemungkinan
terjadinya hipoksia
e. Posisi yang benar akan

13
e. Atur posisi pasien mendorong ventilasi pada
lobus paru bagian bawah dan
menurunkan tekanan pada
diagfragma
f. Obstruksi jalan nafas dapat
terjadi karena adanya darah
f. Lakukan penghisapan lendir
atau mukus dalam tenggorok
atau trakea
g. Untuk meningkatkan dan
Kolaborasi
memaksimalkan pengambilan
g. Berikan tambahan oksigen
oksigen
h. Kedua obat ini bekerja secara
h. Berikan obat-obatan IV seperti alami dalam siklus dan dpresi
Nalokson atau doksapram pernafasan
i. Penggunaan mesin bantu
i. Berikan/pertahankan alat bantu
pernafasan dipertahankan
pernafasan (ventilator)
untuk jangka waktu tertentu
tergantung pada penyebab
depresi pernafasan

3. Hambatan komunikasi verbal b.d cedera pita suara, kerusakan saraf laring,
edema jaringan, nyeri

KH:
- Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
dipahami

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Suara serak dan sakit
a. Kaji fungsi bicara secara
tenggorokan akibat edema
periodik, anjurkan untuk tidak
jaringan atau kerusakan
bicara terus menerus
karena pembedahan pada
saraf laringeal dan berakhir
dalam beberapa hari.
Kerusakan saraf permanen

14
dapat terjadi (jarang) yang
menyebabkan paralisis pita
b. Pertahankan komunikasi yang
suara dan/atau penekanan
sederhana, beri pertanyaan yang
trakea
hanya memerlukan jawaban ya
b. Menurunkan kebutuhan
atau tidak
berespon, mengurangi bicara
c. Memberikan metode komunikasi
alternatif yang sesuai, seperti
c. Memfasilitasi ekspresi yang
papan tulis, kertas tulis/papan
dibutuhkan
gambar. Tempatkan infus pada
daerah yang tidak mengurangi
gangguan komunikasi dengan
tulisan
d. Antisipasi kebutuhan sebaik d. Menurunkan ansietas dan
mungkin. Kunjungi pasien secara kebutuhan pasien untuk
teratur berkomunikasi
e. Beritahu pasien untuk terus e. Mencegah pasien bicara yang
membatasi bicara daan jawablah dipaksakan untuk
bel panggilan dengan segera menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan
bantuan
f. Meningkatkan kemampuan
f. Pertahankan lingkungan yang
mendengarkan komunikasi
tenang
perlahan dan menurunkan
kerasnya suara yang harus
diucapkan pasien untuk dapat
didengarkan

4. Nyeri b.d interupsi, manipulasi bedah terhadap jaringan/otot, edema pasca


operasi
KH:
- Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
- Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan yang tepat terhadap situasi

Intervensi Rasional
Mandiri

15
a. Kaji tanda-tanda adanya nyeri a. Bermanfaat dalam
baik verbal maupun nonverbal, mengevaluasi nyeri,
catat lokasi, intensitas (skala 0- menentukan pilihan itervensi,
10), dan lamanya menentukan efektivitas terapi
b. Letakkan pasien dalam posisi b. Mencegah hiperekstensi leher
semifowler dan sokong dan melindungi intergritas
kepala/leher dengan bantal garis jahitan
pasir/bantal kecil
c. Mencegah stres pada garis
c. Pertahankan leher/kepala dalam
jahitan dan menurunkan
posisi netral dan sokong selama
ketegangan otot
perubahan posisi. Instruksikan
pasien menggunakan tangannya
untuk menyokong leher selama
pergerakkan dan untuk
menghindari hiperekstensi leher
d. Pertahankan bel pemanggil dan d. Membatasi ketegangan, nyeri
barang yang sering digunakan otot pada daerah operasi
dalam jangkauan yang mudah
e. Berikan minuman yang sejuk atau
e. Menurunkan nyeri tenggorok
makanan yang lunak seperti es
tetapi makanan lunak
krim atau sejenisnya
ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan
f. Membantu untuk
f. Anjurkan pasien untuk
memfokuskan kembali
menggunakan teknik relaksasi,
perhatian dan membantu
seperti imajinasi, musik lembut,
pasien untuk mengatasi
relaksasi progesif
nyeri/rasa tidak nyaman
secara lebih efektif
Kolaborasi
g. Menurunkan nyeri dan rasa
g. Berikan obat analgetik sesuai
tidak nyaman, meningkatkan
kebutuhan
istirahat
h. Berikan es jika ada indikasi h. Menurunkan edema jaringan
dan menurunkan persepsi
terhadap nyeri

16
5. Resiko infeksi b.d insisi pembedahan
KH:
- Bebas dari tanda-tanda infeksi

Intervensi Rasional
1. Gunakan teknik mencuci tangan a. Membantu mencegah atau
dengan cermat dan penggunaan membatasi penyebaran infeksi
universal precaution (sarung
tangan, masker dll) sesuai
b. Mengetahui tingkat resiko
kebutuhan
2. Observasi tanda-tanda gejala terjadinya infeksi
c. Rembesan dapat menandakan
infeksi
3. Inspeksi balutan terhadap eksudat hematom, gangguan penyatuan
atau rembesan jahitan
d. Demam pasca operasi,
leukositosis dan
4. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
takikardiamenunjukkan infeksi
darah putih
e. Anemia, diabetes dapat
meningkatkan resiko infeksi
5. Tinjau ulang Hb/Ht, perhatikan
dan perlambatan penyembuhan
adanya kondisi yang
f. Pemberian antibiotik mencegah
mempredisposisikan klien pada
timbulnya infeksi
infeksi luka post operasi
g. Agar tidak terjadi infeksi dan
6. Kolaborasi terapi antibiotik
terpapar oleh kuman atau
bakteri
7. Lakukan perawatan luka secara
berkala dengan teknik steril

17
ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF CARE UNIT

I. IDENTITAS MAHASISWA
Nama mahasiswa : Try Riska Yulianti
NPM : 160510020
Ruang/RS : ICU
Tgl pengkajian : 8 November 2016

II. IDENTITAS
A. Identitas Klien
1. Initial klien : Ny. KK
2. Usia : 24 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Status perkawinan : menikah
5. Pekerjaan : karyawan
6. Pendidikan terakhir : SMA
7. Alamat : kp. masjid, tegal kunir
8. Diagnosa medis : post operasi total tiroidektomi
9. Hari rawat di ICU : hari ke-1

B. Identitas Penanggung Jawab


1. Initial keluarga klien : Tn.N
2. Usia : 26 tahun
3. Status perkawinan : menikah
4. Hub. dengan klien : suami
5. Pekerjaan : karyawan
6. Pendidikan terakhir : SMA
7. Alamat : kp. masjid, tegal kunir

III. KELUHAN UTAMA DAN RIWAYAT PENYAKIT


A. Keluhan utama
Nyeri

B. Riwayat Penyakit Sekarang

18
Klien terlihat meringis saat diam atau bergerak sedikit. Skala nyeri 7 dari 10
dengan menggunakan VAS scale. Nyeri disebabkan karena luka post operasi total
tiroidektomi pada daerah bagian leher. Nyeri yang dirasakan klien membuat klien
menjadi gelisah sehingga sering terbangun saat tidur. Saat ini klien sedang
menjalani perawatan hari ke 1 di ruang ICU atas indikasi observasi intensif pasca
bedah operasi + komplikasi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien menjalani perawatan sebelumnya di ruang SOKA dengan keluhan terdapat
benjolan dileher depan sejak 6 tahun SMRS dan didiagnosa SMNT bilateral
suspek ganas T3N0M0. Selanjutnya klien mendapatkan operasi tiroidektomi total
pada tanggal 7-11-2016.Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki
penyakit DM, hipertensi, asma, kanker, jantung dan belum pernah di rawat di
RS/pelayanan kesehatan sebelumnya. Keluarga klien juga mengatakan bahwa
sebelumnya klien tidak pernah merokok, minum-minuman keras ataupun
penggunaan obat penenang. Klien juga tidak mempunyai alergi.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga klien ada yang menderita penyakit kanker, yaitu ibu klien

Genogram

Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Klien
Riwayat penyakit keluarga

19
IV. PENGKAJIAN PRIMER

Data/Masalah
AIRWAY
Jalan nafas klien tidak paten, terdapat banyak air liur/mukosa pada mulut klien
sampai keluar, terdengar suara gurgling, klien menggunakan alat bantu
pernafasan dengan menggunakan ETT nomer 7,5
BREATHING
Nafas klien spontan tube terpasang O2 T-piece 3 liter/menit, frekuensi nafas:
11x/mnt, perkembangan dada simetris, irama nafas reguler terdengar suara nafas
ronchi kasar saat dilakukan auskultasi.
CIRCULATION
Tekanan darah klien 126/83 mmHg, nadi teraba kuat dan reguler dengan
frekuensi nadi 97x/mnt, suhu tubuh klien 37,70C, akral hangat, conjungtiva
terlihat pucat dan kulit bagian muka terlihat pucat, CRT 3 dtk, bunyi jantung lup
dup saat diauskultasi, intake: 1499, output: 1260, balance cairan + 239, produksi
urin:580/7jam, produksi drain: 100 cc. saturasi oksigen 100%.
DISABILITY
Kesadaran compos mentis, GCS E:4 M:6 V:T (terpasang ETT), pupil: isokor
kanan dan kiri tampak miosis bila terkena cahaya dengan ukuran masing-masing
2 (mm), kekuatan otot kanan 5/5, kiri 5/5.
EXPOSURE & EQUIPMENT
Terdapat luka post operasi tiroidektomi tertutup kassa bersih, pada bagian leher
depan terpasang drain, terpasang infus pada lengan sebelah kiri dan terpasang
foley catheter, terpasang NGT.

V. PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Keadaan Saat Ini
1. Keadaan umum: sakit berat
2. Kesadaran: CM
3. BB: 52kg, TB : 160 cm, IMT: 19,8 kg/m2
4. TTV

5. Teknan darah: 126/83mmHg Suhu: 37,70C


Nadi: 97x/menit GCS E:4 M:6 V:T (terpasang ETT)
Pernafasan: RR: 11x/menit

B. Review Of System
1. Sistem kardiovaskuler
Teknan darah: 126/83 mmHg, nadi teraba kuat dan reguler 97 x/mnt, suhu
37,70C, tidak tampak pembesaran di area jantung saat di inspeksi pada bagian
dada klien, suara jantung lupdup, saat diperkusi suara jantung dullnes.

20
2. Sistem Respirasi
Nafas spontan, terpasang ETT T-piece 3 liter/menit, pengembangan dada
simetris, tidak ada otot penggunaan bantu pernafasan, pernafasan cuping
hidung tidak ada, suara nafas ronkhi kasar.

3. Sistem Integumen
Kulit klien pada bagian muka terlihat pucat, CRT 3 detik, terdapat luka insisi
post operasi tiroidektomi di bagian leher depan.

4. Sistem Gastrointestinal
Gigi klien lengkap tidak ada yang berlubang, lidah bersih, banyak pengeluaran
air liur, tenggorokan mengalami gangguan menelan, tidak ada mual dan
muntah, klien menggunakan NGT.

5. Sistem Endokrin
Terdapat luka post operasi tiroidektomi pada bagian leher, tidak ada
pembengkakan lainnya pada bagian tubuh klien, bentuk abdomen cembung.

6. Sistem Urologi
Klien BAK dengan penggunaan alat bantu DC dengan warna urin kuning.
Balance Diuresis: 1,8 cc/kg BB. Intake: 1499, output: 1260, balance cairan +
239, produksi urin: 580/7jam.

7. Sistem Neurologi
Klien dapat melihat dengan jelas dan tidak menggunakan alat bantu
pengelihatan, klien dapat mendengar dengan baik, klien tampak tidak dapat/
sulit bicara karena post op tiroidektomi dan menggunakan ETT

8. Sistem muskuloskeletal
Kemampuan melakukan ADL yaitu bantuan sebagian, klien dalam posisi tirah
baring (semifowler), kekuatan otot kanan: 5/5 dan kiri 5/5.

9. Sistem Reproduksi
Klien seorang wanita dewasa muda yang belum mengalami menopause dan
dalam keadaan tidak hamil, serta tidak mempunyai masalah pada bagian organ
reproduksinya.

C. Pola Aktivitas
1. Keamanan dan Kenyamanan
- Klien tampak berorientasi dengan baik dan kooperatif namun klien terlihat
lemah.
- Klien sering tertidur selama dirawat namun klien sering terbangun saat
tidur, terdapat nyeri dengan skala nyeri 7 dari 10 dengan menggunakan
VAS scale.

21
P: luka post operasi tiroidektomi
Q: berat
R: leher
S: skala 7
T: saat diam dan bergerak

2. Nutrisi
Klien mendapatkan makan di ruang ICU dengan diet cair yang diberikan yaitu
6 x 200 (putih telur dicampur dalam mc), penggunaan alat bantu menggunakan
NGT, jenis makanan yang diberikan yaitu cair atau berupa susu.

3. Komunikasi
Klien mengisyaratkan keinginanya dengan gerakan tubuh. Klien ingin
membersihkan cairan di mulutnya, klien sering memberitahukan dengan
menggunakan isyarat.

4. Sosial
Klien tinggal bersama suami dan anaknya, setiap kali jam besuk suami klien
tampak sering mengunjungi dan melihat dari tempat yang telah disediakan.

5. Spiritual
Klien beragama islam

VI. PENGKAJIAN TERTIER


A. Temuan Hasil Laboratorium

Tgl/jam pemeriksaan: 08-11-2016


Pemeriksaan Hasil Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,0 gr/dl 11,7-15,5
Leukosit 25,00 x 10^3/Ul 3,60-11,00
Hematokrit 36% 35-47
Trombosit 307 x 10^3/Ul 140-440

KIMIA
ELEKTROLIT
Calcium total 9,2 mg/dl 8,8-10,2

B. Temuan Hasil Pemeriksaan lainnya


Hasil pemeriksaan dokter dengan laringoscope terdapat odema laring

C. Therapy

Nama obat Dosis Rute Indikasi

22
NaCL 0,9% Per 8 jam Infus
Ceftriaxone 1x2 gr Bolus Antibiotik
Keterolac 3x30 gr Bolus Anti nyeri
Dexa Metasone 3x5 mg Bolus Anti inflamasi
Vit B complex 3x2 tablet melalui NGT Menambah energi
Vit C 2x50 mg melalui NGT Mengatasi
peradangan
Zink 1x1 tablet melalui NGT Mempercepat
penyembuhan luka
VII. ANALISA DATA

Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan
1 Ds: menggunakan ETT Perdarahan/edem/ Bersihan jalan
Do: peradangan daerah insisi nafas tidak
a. terdengar suara efektif
gurgling
b. tampak terdapat
banyak air Penggunaan ETT
liur/mukosa pada
mulut klien sampai
keluar Peningkatan produksi sekret
c. Klien tampak
mengisyaratkan
untuk membersihkan
Akumulasi sekret
cairan di mulutnya
d. Hasil pemeriksaan
dokter dengan
laringoscope: odema Obstruksi jalan nafas
laring

Gangguan ventilasi

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

2 Ds: menggunakan ETT Tiroidektomi total Nyeri


Do:
a. Luka post operasi
tiroidektomi total Luka post operasi
b. Skala nyeri 7
c. Sering terbangun saat
tidur Terputusnya kontinuitas
d. TD : 126/83mmH jaringan
e. Nadi : 97x/mnt

Nyeri
3 Ds: menggunakan ETT Hematom atau cedera pada Hambatan

23
Do: saraf laringeus komunikasi
a. Klien post operasi verbal
tiroidektomi total
b. Skala nyeri 7 Penggunaan ETT
c. Hasil pemeriksaan
dokter dengan
laringoscope: odema
laring Odema laring
d. Terpasang ETT
e. Klien mengisyaratkan
keinginanya dengan Hambatan komunikasi
gerakan tubuh verbal

4 Ds: menggunakan ETT Tiroidektomi total


Do:
a. post operasi
tiroidektomi total
Gangguan pada daerah
b. Menggunak tenggorokan
an NGT

c. tenggoroka Penggunaan NGT


n mengalami
gangguan menelan
d. BB: 52kg,
TB : 160 cm, IMT: Perubahan nutrisi pasca
19,8 kg/m2 bedah
5 Ds: menggunakan ETT Tiroidektomi total Resiko Infeksi
Do:
a. Luka post operasi
tiroidektomi tertutup Luka post operasi
kassa bersih
b. Leukosit: 25,00 x
10^3/Ul Terputusnya kontinuitas
c. Suhu 37,70C jaringan

Port dentri kuman

Resiko infeksi

24
6 Ds: menggunakan ETT Kelemahan/kondisi fisik Resiko
Do: tidak stabil kerusakan
a. klien terlihat integritas kulit
lemah/lemas
b. kemampuan Di rawat di ruang ICU
melakukan ADL yaitu
bantuan sebagian
c. klien dalam posisi Immobilisasi
tirah baring
(semifowler)
Resiko kerusakan integritas
kulit

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d mukus dalam jumlah berlebihan, dan edema
daerah insisi
2. Nyeri b.d luka post operasi tiroidektomi
3. Hambatan komunikasi verbal b.d edema dan penggunaan ETT
4. Perubahan nutrisi b.d faktor biologis dan ketidakampuan menelan makanan
5. Resiko infeksi b.d insisi pembedahan
6. Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilitas fisik

25
IX. INTERVENSI

26
No Diagnosa Tujuan (KH) Intervensi Rasional
1 Bersihan Setelah dilakukan 1. Kaji kepatenan jalan nafas dan monitor 1. Mengetahui tingkat gangguan yang
jalan nafas asuhan keperawatan frekuensi pernafasan terjadi dan membantu menentukan
2. Kaji adanya suara nafas tambahan
tidk efektif 2x24 jam diharapkan intervensi yang akan diberikan
(snoring, gurgling, stidor) 2. Suara nafas tambahan dapat menjadi
terjadi kepatenan jalan
3. Auskultasi suara nafas, catat adanya
indikator gangguan kepatenan jalan nafas
napas, dengan kriteria
ronkhi
yang akan berpengaruh terhadap
hasil: 4. Bersihkan sekret dari mulut dan
kecukupan pertukaran udara
a. Tidak ada sumbatan/ trakea/selang ETT. Lakukan
3. Ronkhi merupakan indikasi adanya
secret pada jalan penghisapan/ suction sesuai keperluan
obstruksi/spasme laringeal yang
5. Monitor status oksigen pasien sebelum,
nafas
membutuhkan evaluasi dan intervensi
b. Tidak ada suara saat dan setelah suction
6. Bantu dalam perubahan posisi yang cepat.
nafas tambahan
4. Mencegah obstruksi atau aspirasi.
c. Frekuensi nafas
Penghisapan dapat diperlukan bila klien
dalam batas normal
tidak mampu mengeluarkan sekret
12-24x/mnt
sendiri. Waktu tindakan suction yang
tepat membantu melapangkan jalan nafas
pasien
5. Mengetahui adanya perubahan nilai
sat.O2 dan status hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa
dihentikan.
6. Mempertahankan kebersihan jalan nafas
dan ventilasi.
3 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan 1. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
asuhan keperawatan skala penilaian nyeri pasien dan membantu menentukan
2. Monitor tekanan darah dan nadi pasien
2x24 jam diharapkan intervensi yang akan diberikan
3. Bantu klien dalam mempertahankan
2. Nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta
nyeri berkurang/
posisi kepala dan leher dengan benar
TD dan nadi meningkat 27
terkontrol, dengan 4. Pertahankan lingkungan yang tenang,
3. Posisi kepala dan leher yang benar dapat
kriteria hasil: kurangi stressor
mengurangi tekanan/nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik
a. Melaporkan 4. Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien
X. IMPLEMENTASI

TTD
No Hari/tgl Implementasi Respon Evaluasi
Ners
1 8 November 1. Melihat ada atau tidak sumbatan a. Pasien menganggukan TRY S: menggunakan ETT
2016 kepala ketika ditanya O:
pada jalan nafas dan menghitung
(16.00) apakah sudah merasa a. Tidak terdengar suara gurgling
pernafasan pasien setelah dilakukan suction
nyaman pada
2. Mendengarkan suara nafas pasien b. Klien masih terpasang ETT T-
tenggorannya / sekret
(gurgling) pice 3 liter/menit
sudah berkurang
3. Mendengarkan menggunakan c. Telah dilakukan suction melalui
sehabis dilakukan
mulut dan selang ETT
stetoskop adanya suara nafas pada suction d. Sat. O2: 100%
b. Air liur tampak e. Frekuensi nafas: 17 x/menit
bagian dada/paru-paru pasien
berkurang terlihat dari A: masalah teratasi sebagian
(adanya ronkhi kasar) tidak ada pengeluaran
4. Melakukan suction pada mulut dan P: lanjutkan intervensi
air liur berlebihan dari 1. Kaji kepatenan jalan nafas dan
ETT, menyediakan tisu dan plastik mulut klien
c. Posisi pasien 450 monitor frekuensi pernafasan
didekat pasien untuk membersihkan 2. Kaji adanya suara nafas
air liur yang keluar dari mulut pasien tambahan (snoring, gurgling,
5. Melihat sat.O2 pada layar monitor
stidor)
pasien ketika ingin melakukan 3. Auskultasi suara nafas, catat
suction, sedang dilakukan suction adanya ronkhi
dan setelah dilakukan suction 4. Bersihkan sekret dari mulut

28
6. Pasien diposisikan dalam bentuk dan trakea/selang ETT.
posisi semifowler Lakukan penghisapan/ suction
sesuai keperluan
5. Monitor status oksigen pasien
sebelum, saat dan setelah
suction
6. Bantu dalam perubahan posisi
2 8 November 1. Melihat dan menilai ekspresi wajah a. Klien terlihat nyaman TRY S: menggunakan ETT
2016 dengan menggunakan O:
pasien yang mengindikasikan
(16.40) bantal a. Skala nyeri 6
adanya nyeri yang berat dengan b. Klien mengurangi b. Tekanan darah: 122/78 mmHg
c. Nadi: 82 x/mnt
menggunakan VAS scale gerakan pada bagian
d. Klien terlihat masih suka
2. Melihat dan mencatat perubahan leher/kepala untuk
terbangun saat sedang tidur
tekanan darah dan nadi pasien yang mengurangi nyeri
A: masalah teratasi sebagian
c. Klien tertidur lebih
terpasang dalam monitor P: lanjutkan intervensi
lama setelah pemberian
3. Menyanggah kepala pasien dengan 1. Kaji tingkat nyeri dengan
obat
menggunakan bantal menggunakan skala penilaian
4. Membatasi jam kunjungan dan
nyeri
menempatkan pengunjung pada 2. Monitor tekanan darah dan nadi
tempat yang telah disediakan pasien
5. Melakukan pemberian keterolac atas 3. Bantu klien dalam
petunjuk dokter (3x30 gr) secara mempertahankan posisi kepala
bolus dan leher dengan benar
4. Pertahankan lingkungan yang
tenang, kurangi stressor
5. Kolaborasi pemberian analgetik

29
3 8 November 1. Melihat cara mengungkapkan/ a. Klien tampak TRY S: menggunakan ETT
2016 menggunakan isyarat O:
menyampaikan keinginan pasien
(17.00) dengan mengangguk/ a. Klien membatasi untuk bicara
2. Memberikan pertanyaan-pertanyaan
b. Klien menggunakan bahasa non
melambaikan tangan
singkat seperti apakah klien merasa verbal untuk berkomunikasi
(dadah) untuk
sesak? Apakah klien ingin di A: masalah teratasi sebagian
menjawab pertanyaan
P: lanjutkan intervensi
suction? Apakah klien merasa iya atau tidak
1. Kaji fungsi bicara secara
b. Ketika ada keinginan
sakit/nyeri?
klien yang ingin periodik
3. Menganjurkan pasien untuk
disampaikan namun tak 2. Pertahankan komunikasi yang
memberikan jawaban singkat dengan dimengerti, klien sederhana, beri pertanyaan yang
menganggukan kepala atau menuliskannya di
hanya memerlukan jawaban ya
mengancungkan jempol untuk kertas
atau tidak
jawaban ya dan melambaikan 5. Antisipasi kebutuhan sebaik
tangan (dadah) untuk jawaban mungkin. Kunjungi pasien
tidak serta memberikan kertas jika secara teratur
6. Beritahu pasien untuk terus
klien ingin menyampaikan sesuatu
4. Infus terpasang pada tangan sebelah membatasi bicara
7. Pertahankan lingkungan yang
kiri
5. Duduk di depan pasien dan datang tenang
menghampiri pasien setiap pasien
mengisyaratkan sebuah panggilan
6. Berkata kepada pasien agar tidak
terlalu banyak berbicara dahulu
7. Membatasi jam kunjungan dan
menempatkan pengunjung pada

30
tempat yang telah disediakan

4 8 November 1. Menjelaskan kepada pasien a. Pasien terlihat tidak TRY S: menggunakan ETT
2016 lebih segar O:
pentingnya mencukupi
(17.15) a. Klien terlihat lebih segar
kebutuhan nutrisi b. Klien dapat makan tanpa harus
2. Melihat catatan dari ahli gizi mengalami masalah dengan
mengenai jumlah nutrisi dan menelan karena makan melalui
NGT
kandungan kalori yang telah
3. Memberikan vitamin C(2x50 A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
mg) melalui NGT 2. Monitor jumlah nutrisi dan
4. Berikan Zink 1x1 tablet melalui
kandungan kalori
NGT 3. Anjurkan pasien untuk
5. Memberikan diet cair yang telah
meningkatkan protein dan
ditetapkan ahli gizi 6 x 200
vitamin C
(putih telur dicampur dalam mc) 4. Anjurkan pasien untuk
melalui NGT meningkatkan intake Fe
6. Melakukan pengaturan diet 5. Berikan makanan yang terpilih
terhadap klien dengan ahli gizi (sudah konsultasi dengan ahli
dan mengetahui jumlah kalori gizi)
dan nutrisi yang dibutuhkan

31
pasien

5 8 November 1. Melakukan cuci tangan pada 5 a. Tidak ada rembesan TRY S: menggunakan ETT
2016 pada balutan luka O:
momen dan menggunakan sarung
(17.30) klien a. Suhu :36,8
tangan dan masker ketika bertemu b. Klien teraba hangat b. Luka post op tertutup kassa
pasien c. Klien terlihat meringis bersih
2. Melihat apakah ada tanda kemerahan c. Hb: 12,0 gr/dl
d. Leukosit: 25,00 x 10^3/Ul
pada luka operasi, apakah ada A: masalah teratasi sebagian
pembengkakan P: lanjutkan intervensi
3. Melihat ada rembesan atau tidak 1. Gunakan teknik mencuci tangan
pada kassa yang terdapat luka post dengan cermat dan penggunaan
operasi universal precaution (sarung
4. Mengukur suhu tubuh pasien dan
tangan, masker dll) sesuai
menghitung denyut nadi pasien serta
kebutuhan
melakukan pengambilan darah untuk 2. Observasi tanda-tanda gejala
melakukan pemeriksaan infeksi
3. Inspeksi balutan terhadap
laboratorium untuk melihat leukosit
5. Melihat hasil laboratorium nilai eksudat atau rembesan
4. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel
Hb/Ht.
6. Melakukan pemberian ceftriaxone darah putih
6. Kolaborasi terapi antibiotik
atas petunjuk dokter secara bolus
7. Lakukan perawatan luka secara
berkala dengan teknik steril

32
6 8 November 1. Melihat kondisi kulit pasien dan a. Tidak ada TRY S: menggunakan ETT
2016 kemerahan/lesi pada O:
mencari tahu adanya kemerahan/lesi
kulit pasien a. Tidak ada lesi/kemerahan pada
2. Melihat pergerakan yang b. Kulit pasien tampak kulit
dilakukan pasien selama tirah baring lembab setelah b. Kulit lembab
pemberian baby oil A: masalah teratasi sebagian
3. Membersihkan kulit dengan
c. Posisi pasien berubah P: lanjutkan intervensi
baby oil setiap 2 jam 1. Monitor kulit akan adanya
4. Melakukan perubahan posisi kemerahan
pasien miring kanan/miring kiri 2. Monitor aktivitas dan
5. Melakukan message kulit dan mobilisasi pasien
menyanggah kulit yang tertekan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
dengan bantal bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam
sekali
5. Lakukan perawatan pada kulit
yang tertekan

XI. CATATAN PERKEMBANGAN

33
Dx Hari/tgl Catatan Perkembangan hari ke-1
1 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Pengeluaran air liur/sekret berkurang tidak sampai keluar dari mulut
b. Tidak terdengar suara gurglig
c. Klien masih terpasang ETT T-pice 3 liter/menit
d. Frekuensi nafas: 20 x/menit
e. Sat.O2: 100%
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
2 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Skala nyeri 5
b. Tekanan darah: 120/81 mmHg
c. Nadi: 78 x/mnt
d. Klien terlihat mulai tenang meskipun kadang terlihat meringis
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
3 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Klien membatasi untuk bicara
b. Klien menjawab pertanyaan dengan isyarat non verbal yang telah di ajarkan
c. Klien menyampaikan keinginanya dengan bahasa nonverbal baik dengan tulisan atau gerakan tubuh
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
4 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Klien terlihat lebih segar
b. Klien dapat makan melalui NGT
A: masalah teratasi sebagian

34
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang

5 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT


O:
a. Suhu :36,6 0C
b. Luka post op tertutup kassa bersih
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang
6 9 oktober 2016 S: menggunakan ETT
O:
a. Tidak ada lesi/kemerahan pada kulit
b. Kulit lembab
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dihentikan pasien pindah ruang

35
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for positive
outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier

Doenges, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed 3. Jakarta: EGC

Lewinski, A. (2002). The problem of goitre with particular consideration of goitre resulting
from iodine deficiency (I): Classification, diagnostics and treatment.

Nurarif, Amin H & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Ed Revisi. Mediaction: Jogjakarta

Rehman, SU., Hutchison, FN., Basile, JN. (2006). Goitre in Older Adults. Journal of Aging
Health. 2 (5). 823 831. USA : Medical Center and Medical University of South
Carolina.

Roy, H. (2011). Short textbook of surgery : with focus on clinical skills. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publishers

Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar keprawatan medikal bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta

Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular goiter. Journal of best
practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa : Elsevier.

36

Anda mungkin juga menyukai