Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN INSUFISIENSI AORTA

DAN STENOSIS KATUP

DISUSUN OLEH :

EVA ANA SHOLIHAH

FIFIN HARTIWI

MOHAMAD TAUFIK MULYA ADMAJA

MONICA ANGELEINA

MUHAMMAD ANDRI WAHYUDI

PRAMESTI WIDYA NINGTYAS

TUTI NINGSIH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS NON REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah laporan ini yang

berjudul :‘ Makalah asuhan keperawatan dengan Insufisiensi aorta dan stenosis katup“

Penyusun menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat banntuan Tuhan YME dan

tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun menghanturkan

rasa hormat dan terimah kasih kepada dosen serta teman-teman yang membantu dalam makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses makalah ini masih jauh dari kesempatan

kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah berupaya

dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan baik

dan oleh karenanya, penyusun dengan rendah hati menerima masukan,saran dan usul guna

penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca.

Balikpapan, November 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi tubuh kita karena berfungsi mengantarkan
oksigen, nutrien, dan substansi lain ke jaringan dan membuang sisa metabolisme selular melalui
pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi dan integrasi sistem lainnya. Jantung  terdiri dari
beberapa ruang yang dibatasi oleh katup diantaranya adalah katup atrioventricular  dan katup
semilunar. Katup atrioventricular (mitral dan trikuspid) terbuka dan darah mengalir dari atrium
dengan tekanan yang lebih tinggi ke dalam venrtikel yang relaksasi. Setelah pengisian ventricular,
maka akan dimulai fase sistole. Saat tekanan intraventrikular sistolik meningkat, maka katup
atrioventrikular akan menutup, sehingga mencegah aliran darah kembali ke dalam atrium dan
kemudian kontraksi ventrikular dimulai. Selama fase sistolik, tekanan ventrikular meningkat
menyebabkan katup semilunar (aorta dan pulmonar) terbuka. Saat ventrikel mengeluarkan darah,
maka tekanan intraventrikular menurun dan katup semilunar tertutup sehingga mencegah aliran
balik ke dalam ventrikel. Klien yang mengalami penyakit valvular mengalami aliran balik atau
regurgitasi darah melalui katup yang tidak kompeten, sehingga menyebabkan suara murmur ketika
sedang melakukan auskultasi.
  Gangguan pada katup yang sering selama ini adalah insufisiensi aorta dan stenosis mitral.
insufisiensi aorta adalah sustu keadaan dimana terjadi  refluk (aliran balik) darah dari aorta ke
dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Sedangkan stenosis mitral adalah terhambatnya aliran
darah dalam jantung akibat perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan tidak
membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Insufisiensi aorta disebabkan
karena lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah
tidak bisa menutup lumen aorta dengan selama diastole dan mengakibatkan aliran balik darah dari
aorta ke ventrikel kiri. Selain itu juga bisa disebakan oleh endokarditis, kelainan bawaan atau
penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau robekan aorta
asenden.

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian penduduk dunia, salah
satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit katup jantung antara lain adalah 
stenosis (membuka tidak sempurna) dan insufisiensi (menutup tidak sempurna), ini dapat terjadi
baik pada katup arteroventrikular maupun katup semilunar.

Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang
menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta.

Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang
tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam
daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya
baru muncul setelah usia 70-80 tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan katup akibat demam rematik
masih sering terjadi.

Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi dan pembedahan/ insisi adalah upaya yang terbaik.
Dengan demikian, katup yang mengalami kelainan itu dapat disembuhkan ataupun dikurangi
risiko tinggi semakin parahnya penyakit.

Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa berat,nafsu makan
berkurang, muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai perawat kita harus memahami dan
mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien yang mengalami insufisiensi aorta agar
kita dapat memberikan upaya medikasi yeng terbaik sehingga pasien dapat sembuh atau dapat
mengurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit.

2. Rumusan Masalah
 Bagaimana konsep tentang Stenosis aorta ?
 Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Stenosis aorta ?
 Bagaiman konsep tentang insufisiensi aorta ?
 Bagaimana asuhan keperawatan insufisiensi aorta ?

3. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut :
1. Mampu memahami pengertian penyakit insufisiensi aorta
2. Mampu memahami epidemiologi penyebab penyakit insufisiensi aorta
3. Mampu memahami etiologi penyakit insufisiensi aorta
4. Mampu memahami tanda dan gejala penyakit insufisiensi aorta
5. Mampu memahami patofisiologi penyakit insufisiensi aorta
6. Mampu memahami komplikasi dan prognosis penyakit insufisiensi aorta
7. Mampu memahami pengobatan penyakit insufisiensi aorta
8. Mampu memahami asuhan keperawatan penyakit insufisiensi aorta
9. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Stenosis aorta.
10. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Stenosis aorta.
11. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Stenosis aorta.
12. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Stenosis aorta.
13. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik stenosis aorta.
14. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Stenosis aorta.
15. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi Stenosis aorta.
16. Mahasiwa dapat menjelaskan tentang prognosis Stenosis aorta.
17. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause Stenosis aorta.
18. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien Stenosis aorta.

4. Implikasi
Dengan mengetahui arti, penyebab, tanda dan gejala diharapkan agar perawat lebih fokus dalam
melakukan asuhan keperawatan terutama pada pasien atau klien dengan penyakit insufisiensi aorta
dan stenosis katup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Insufisiensi Aorta dan Stenosis katup


a) Pengertian insufisiensi aorta
Regurgitasi katup aorta adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta selama
diastol. Inkompetensi katup aorta biasanya terjadi setelah demam reumatik. Dengan
kembalinya darah ke ventrikel kiri selama diastol, tekanan diatolik di aorta menurun.
Penurunan tekanan diastolik didalam aorta menyebabkan karakteristik peningkatan tekanan
denyut: perbedaann hasil penngukuran antara tekanan distolik dan diastolik. Regurgitasi aorta
juga meningkatkan volume diastolik ventrikel kiri karena darah masuk ke ventrikel selama
diastol dari atrium kiri dan aorta. Hal ini meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung.
Regurgitasi katup aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, yang dapat menyebabkan
terjadinya gagal jantung kongestif.
b) Pengertian Stenosis Katup

Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta,
yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta
(Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-516). 

Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve).
Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan
dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk
menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-
persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic, 2004;25:185-187). 

Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta.
Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal
sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan
normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah
bisa melewatinya.

Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga
lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri harus
memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.

2. Etiologi Insufisiensi aorta dan Stenosis Katup


a) Etiologi Insufisuensi Aorta
Terdapat dua penyebab utama dari regurgitasi katup aorta, yaitu:
a. Abnormalitas pada katup aorta, yang terdiri atas abnormalitas kongenital, endokarditis,
dan penyakit rheumatic. Penyakit rheumatic dapat menyebabkan penebalan,
deformitas, dan pemendekan katup aorta, sehingga menyebabkan stenosis maupun
insufisiensi aorta. Selain itu, kelainan kongenital yang menunjukkan adanya fenestrasi
dari katup aorta juga dapat menimbulkan AR yang ringan. Prolaps katup aorta dapat
menyebabkan AR kronik yang progresif, dan biasanya terdapat pada VSD atau
degenerasi myxomatosa.
Endokarditis infektif dapat menimbulkan deformasi katup, perforasi, tau erosi katup.
Penyakit sifilis dapat menyebabkan jaringan parut pada katup dan terdapat retraksi.
Ankylosing spondilitis dapat menyebabkan AR karena mempengaruhi dinding aorta
b. Dilatasi aorta, yang terdiri atas aneurisma aorta akibat inflamasi dan sindrom marfan,
diseksi aorta, ekstasia annuloaortikus, dan sifilis. Dilatasi aorta dapat menyebabkan
AR, yang menyebabkan pelebaran annulus aortikus dan pemisahan katup aorta.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan dilatasi aorta yaitu degenerasi kistik
medial pada aorta asendens, dilatasi aorta idiopatik, ekstasia annulortikus,
osteogenesis imperfecta, hipertensi berat.

Terdapat dua jenis AR, yaitu AR akut dan kronik

a. Pada AR akut, ukuran ventrikel kiri normal, namun adanya pertambahan volume darah
dari regurgitasi menyebabkan peningkatan tekanan diastolik pada ventrikel. Tekanan
tersebut mempengaruhi atrium kiri dan trunkus pulmonal, yang menyebabkan dispnea
dan edema pulmonal. Biasanya, AR akut yang berat merupakan indikasi dari
pembedahan yang membutuhkan penggantian katup segera.
b. Pada AR yang kronik, terdapat respon adaptasi dari ventrikel kiri sehingga regurgitasi
dapat berjalan lebih lama. Respon tersebut berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel.
Dilatasi tersebut dapat meningkatkan volume ventrikel kiri sehingga dapat menerima
volume regurgitasi dengan sedikit peningkatan tekanan diastolik. Hal ini dapat
menyebabkan menurunnya tekanan pada atrium kiri dan trunkus pulmonal. Karena
terjadi peningkatan kapasitas volume ventrikel, tekanan pada aorta saat diastolik
berkurang, namun terjadi peningkatan tekanan sistolik karena stroke volume ventrikel
kiri menigkat. Kombinasi peningkatan tekanan sistolik dan penurunan tekanan
diastolik mengakibatkan besar tekanan pulsasi meningkat,yang merupakan gejala dari
AR kronik. Akibat penurunan tekanan diastolik, perfusi arteri koroner menjadi
berkurang, yang dapat menyebabkan penurunan suplai oksigen ke miokardium,
kombinasi ini dengan peningkatan ukuran ventrikel dapat menyebabkan angina.
b) Etiologi Stenosis Katup

Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga menghalangi darah
masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun
yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal
dengan demam rematik.

Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap.

1) Kelainan kongenital

Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup aorta .
sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya mempunyai
dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan dua daun
dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti sampai  ia dewasa
dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan
penanganan medis.

2) Penumpukan kalsium pada daun katup


Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi katup
aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring dengan
aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium pada
katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta
jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasla dari proses kalsifikasi banyak
terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya beru timbul saat klien berusia 70
tahun.

3) Demam rheumatik

Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman atau
bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya kuman
datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka
terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat
menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis
aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup
jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan
katup untuk membuka atau menutup bahkan keduanya.

3. Patofisiologi Insufisiensi Aorta dan Stenosis Aorta


a) Patofisiologi Insufisiensi Aorta
Insufiensi Aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama
diastol dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke aorta ke ventrikel kiri.
Deefek katup ini bisa disebabkan oelh endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti
sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta asenden.
Karena kebocoran katup aorta saat diatol, maka sebagian darah dalam aorta, yang
biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus
mengatasi keduanya, yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri
maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi
untuk mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong
yang lebih dari normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik
meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi
pembuluh darah dan arteri perifer melemas, sehingga tahanan perifer menurun dan tekanan
diastolik turun drastis.

Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.


Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri
tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara
tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi
ventrikel.

b) Patofisiologi Stenosis Aorta

Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan
perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan
ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba
diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri).
Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah
diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya
beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan
menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul timbul akibat kurangnya
aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. 

Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai
terlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka stenosis aorta
sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi  miokard menghadapi stenosis aorta
meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah
pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis
aorta) akan merangtsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron) beserta
mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel
kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis
aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace:
Stress= (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka
hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan
menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan diastolic,penigkatan
kebutuhan miokard dan iskemia miokard .Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan
tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien
trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan
sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,iskemia sub-endokard  yang
menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif).
Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi
ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner,
penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.

Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung memenuhi
peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi penurunan resistensi
perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan baroreseptor karena peningkatan
tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan hipotensi dan sinkop.

Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada stenosis
aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani,foto toraks dan enongkatan
Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan menigkatkan kekakuan seluruh dinding
jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan menyebabkan gisfungsi
diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall stress tidak lagi dinormalisasi
sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel kiri menghasilkan penurunan fraksi
ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut sebagai disfungsi sistolik.

4. Manifestasi Klinis Insufisiensi Aorta dan Stenosis Katup


a) Manisfestasi Klinis Insufisiensi Aorta

Regurgitasi katup aorta yang ringan tidak menimbulkan gejala sebelum murmur
jantung yang khas (setiap kali ventrikel kiri mengalami relaksasi), yang dapat didengar
melalui stetoskop. Pada regurgitasi yang berat, ventrikel kiri mengalirkan sejumlah besar
darah, yang menyebabkan pembesaran ventrikel dan akhirnya menjadi gagal jantung.
Gagal jantung menyebabkan sesak nafas sewaktu melakukan aktivitas atau sewaktu
berbaring terlentang, terutama pada malam hari. Duduk tegak memungkinkan
dialirkannya cairan dari paru-paru bagian atas sehingga pernafasan kembali normal.
Penderita juga mungkin mengalami palpitasi ( jantung berdebar) yang disebabkan oleh
kontraksi yang kuat dari ventrikel yang membesar. Bisa terjadi nyeri dada, terutama pada
malam hari.

Tanda dan gejala dari AR kronik biasanya tidak terlihat akibat adanya kompensasi yang
dilakukan. Namun, beberapa gejala yang sering ditemukan yaitu:

 Dispnea dalam aktivitas


 Kelelahan
 Penurunan toleransi aktivitas fisik
 Sensasi yang tidak nyaman karena palpitasi

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu:

a. Pemeriksaan fisik ; dapat ditemukan bebrapa tanda, yaitu:


Peningkatan dan penjalaran tekanan pulsasi, yang memiliki banyak versi yaitu :
1) Pulsasi bisferiens : pulsasi sistolik ganda pada arteri karotid atau brakialis
2) Pulsasi corrigan : pulsasi “palu air” dengan adanya kolaps atau distensi
3) Tanda de musset
4) Tanda Duroziez : Murmur to-and-froyang dapat terdengar pada auskultasi arteri
femoralis dengan penekanan stetoskop yang ringan (ipd)
5) Tanda Hill : tekanan sistolik pada popliteal lebih tinggi 60 mmHg dari tekanan
sistolik brakialis
6) Tanda Muller : adanya pulsasi sistolik uvula
7) Tanda Quincke : adanya pulsasi kapiler yang terlihat pada bibir atau bantalan
kuku proksimal
8) Tanda Traube : Auskultasi pada artei femoralis yang seperti tembakan pistol
9) Adanya murmur pada diastol awal sepanjang garis sternum kiri, dan terdengar
lebih jelas saat pasien berbaring dan setelah ekspirasi
10) Adanya murmur Austin Flint, yaitu murmur padda middiastolik yang memilki
frekuensi rendah dan terdengar pada apeks kardia; adanya murmur ini sebagai
akibat dari aliran turbulen yang melalui katup mitral selama fase diastol. Bunyi
murmur ini dapat dibedakan dari murmur pada regurgitasi mitral karena pada AR,
tidak terdapat opening snap.
b) Manifestasi Klinis Stenosis Aorta

Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari
stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi
katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan
jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta. Berikut manifestasi
klinis dari stenosis katup aorta :

1) Nyeri dada

Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan akhirnya pada
setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada pasien-pasien
dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang dialami oleh
pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease). Pada keduanya
dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibahwah tulang dada
yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan beristirahat. Pada
pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah
yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-arteri koroner yang menyempit.
Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala
penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal
harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep
aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang
melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina).

Ciri-ciri angina :

 Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah
tulang dada (sternum).
 Nyeri juga bisa dirasakan di:

-       Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.

-       Punggung

-       Tenggorokan, rahang atau gigi

-       Lengan kanan (kadang-kadang).


 Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan
bukan nyeri.

Yang khas adalah bahwa angina:

-       dipicu oleh aktivitas fisik

-       berlangsung tidak lebih dari beberapa menit

-   akan menghilang jika penderita beristirahat.

Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan
tertentu. Angina seringkali memburuk jika:

-       aktivitas fisik dilakukan setelah makan

-       cuaca dingin

-       stres emosional.

2) Pingsan (syncope)

Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya


dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini
menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
(vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu
untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh
karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga
terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut jantung yang tidak teratur
(arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan hidup rata-rata adalah kurang
dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau gejala-gejala syncope.

3) Sesak napas

Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan. Ia
mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan yang
ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang meningkat
pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan yang
meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas terjadi
hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat.
Pasien-pasien dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas
(orthopnea). Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung
yang disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.

5. Pemeriksaan Diagnostik Insufisiensi Aorta dan Stenosis Katup


a) Pemeriksaan Diagnostik Insufisiensi Aorta
1) Elektrokardiogram (EKG)
Hasil EKG pada AR berat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu,
terdapat depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada lead I, Avl, V5, dan V6.
Terdapat left axis deviation atau pemanjangan kompleks QRS.
2) Chest radiograph
3) Echokardiografi Doppler
Teknik ini dapat mendeteksi penyebab dari AR, seperti dilatasi annulus aortikus dan
diseksi aorta. Selain itu, dapat dideteksi adanya penebalan dari katup aorta.
Pemeriksaan ekokardiografik Doppler dapat membantu menentukan derajat penyakit
AR melalui penilaian volume regurgitasi, fraksi regusgitasi, dan melihat arah kembali
darah aorta yang mengalami regurgitasi pada fase distolik.
4) Kateterisasi Jantung
Kateterisasi pada jantung dengan kontras aniografi dapat berguna untuk menilai status
regurgitasi dan fungsi ventrikel kiri
5) Foto polos jantung
Hasil foto polos menunjukkan adanya penurunan dan penggeseran apeks kordis menjadi
ke arah kiri. Pada proyeksi anterior oblik kiri dan lateral, ventrikel menjadi ke arah
posterior dan berada didekat vertebra. Pada kasus penyakit dinding aorta, terdapat
dilatasi aneurisme pada aorta, dan aorta terlihat memenuhi ruang retrosternal pada
proyeksi lateral. Pemeriksaan ekokardiografi dan CT lebih sensitif dalam deteksi
pembesaran aorta.
b) Pemeriksaan Diagnostik Stenosis Katup
1) Electrocardiogram (EKG) 
EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola abnormal pada
EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan menyarankan
diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, kelainan konduksi
elektrik dapat juga terlihat.

2) Chest x-ray

Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang normal.
Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir, cairan di
jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-daerah paru
bagian atas seringkali terlihat.

3) Echocardiography

Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk


memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan
struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang
berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu
echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi
yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian dari
ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk
menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir
area klep aortic.

4) Cardiac catheterization

Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic stenosis.


Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah tuntunan
x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan diukur pada
kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep aortic dapat juga
diukur menggunakan suatu kateter khusus.

6. Komplikasi Insufisiensi Aorta dan Stenosis Katup


a) Komplikasi Insufisiensi Aorta
Perubahan hemodinamika yang mendadak, selain prosedurnya sendiri, menyebabkan
pasien dapat mengalami komplikasi setelah pembedahan. Komplikasi tersebut meliputi
perdarahan, tromboembolisme, infeksi, gagal jantung kongestif, hipertensi, disritmia,
hemolisis, dan sumbatan mekanis.
  70 % klien dengan insufisiensi aorta kronik dapat bertahan 5 tahun, sedangkan 50 % 
mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klien mampu hidup secara
normal, tetapi rentan terhadap endokarditis infekif. Jika timbul gagal jantung , bisa
bertahan 2 tahundan setelah timbul gejala angina biasanya bertahan 5 tahun. Klien dengan
insufisiensi aorta akut dan edema paru memiliki prognosis buruk dan, biasanya harus
operasi
b) Komplikasi Stenosis Katup
 Gagal jantung  
 Hipertensi sisitemik 
 Nyeri dada (angina pectoris) 
 Sesak nafas 
7. Penatalaksanaan Insufisiensi Aorta dan Stenosis Katup
a) Penatalaksanaan Insufisiensi Aorta
1) Pengobatan farmakologis
Digitalis harus diberikan pada insufisiensi berat dan dilatasi jantung meskipun
asimptomatik.insufisiensi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat
pencegahan sekunder dengan antibiotik.
Beberapa pusat penelitian menganjurkan penggunaan propanolol pada dilatasi aorta
akibat sindrom marfan untuk mengurangi pulpasi aorta yang sangat kuat. Pengobatan
vasodilator seperti nifedipine, felodipine, dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi
ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi beban di ventrikel kiri sehingga
dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi miokardium.
2) Pengobatan nonfarmakologi
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk
penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan
berdasarkan umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur
katup. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri
tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala
gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya
pembedahan (Smeltzer, 2001).
b) Penatalaksanaan Stenose Katup

Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik, tetapi begitu
timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus dilakukan operasi
katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Dapat dilakukan reparasi(repair)
atau replace(mengganti katup dengan katup artificial). Penderita asimtomatik perlu dirujuk
untuk pemeriksaan Doppler-Ekokardiografi. Trans-valvular velocity lebih dari 4m/detik
dianjurkan untuk menjalani operasi. Selama katup aorta masih dalam tingkatan
perkembangan, sulit memberikan nasihat operasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Komisurotomi sederhana biasanya kurang menolong. Penyempitan katup bawaan begitu
keras, sehingga dengan melebarkan saja tidak dapat diharapkan hasil yang memuaskan.
Penggantian katup harus dipertimbangkan. Disinilah letak kesukarannya untuk
penggantian katup dengan profesa masih sangat mengerikan. Hal ini merupakan salah satu
alasan mengapa indikasi operasi pada anak dan remaja jika terdapat perbedaan tekanan
lebih dari 70 mmHg pada katup yang menyempit. Dari pihak lain tantangan terhadp
anggapan tersebut bahwa stenosis aorta membahayakan kehidupan. Pembatasan aktifitas
serta larangan berolahraga terpaksa diharuskan, tetapi kemudian akan mengakibatkan hal-
hal yang tidak diinginkan dalam proses perkembangan rohani dan jasmani. Pada saat ini
masih masih tidak diketahui dengan pasti nasib katup buatan tersebut. Lebih mudah
menentukan sikap pada kelainan stenosis subvalvular dari pada membran murni, yaitu
dengan membelah membran diperoleh hasil optimal. Lebih sukar lagi dari pada stenosis
supavalvular yang mortalitas tinggi.

Sekarang terdapat teknik baru, yakni melebarkan daerah yang menyempit dengan kateter
yang dilengkapi dengan balon. Cara ini dilaporkan cukup efektif, meskipun kemungkinan
terjadinya penyempitan kembali sering.

Berikut bebearpa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain:

a) Teknik nonsurgical (tanpa tindakan operatif)


 Balloon Valvuloplasty (valvulotomy).
Seringnya tindakan  yang bertujuan untuk membenarkan kembali katup tanpa
menggantinya merupakan tindakan yang paling sering digunakan. Balloon
valvuloplasty dilakukan dengan kateter tipis dan lembut yang ujungnya diberi balon
yang dapat dikembangkan ketika mencapai katup. Balon yang mengembang
tersebut akan menekan katup yang menyempit sehingga dapat terbuka kembali dan
memungkinkan darah dapat mengalir dengan normal kembali. Balon valvuloplasty
merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan stenosis katup aorta beserta
manifestasi klinis yang timbul karenanya terutama efektif pada infant dan anak-
anak. Bagaimanapun juga pada dewasa metode ini tidak selalu berhasil karena
stenosis dapat muncul kembali setelah dilakukan balon valvuloplasty. Oleh karena
alasan di atas, untuk penyembuhan stenosis katup aorta pada dewasa jarang
dilakukan balon valvuloplasty terkecuali pada klien yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan operasi penggantian katup atau valvuloplasty.

 Percutaneous aortic valve replacement.

Percutaneous aortic valve replacement atau Penempatan kembali katup aorta


percutan merupakan penatalaksanaan yang tersering yang dilakukan pada klien
dengan stenosis katup aorta. Pendekatan terbaru dengan metode ini memungkinkan
untuk melakukan metode ini dengan menggunakan kateter. Metode ini dilakukan
jika terjadi pada klien dengan resiko tinggi timbulnya komplikasi dari stenosis
katup aorta

b) Pembedahan katup aorta dilakukan dengan beberapa metode antara lain :


 Penempatan kembali katup aorta.

Metode ini merupakan metode primer untuk menangani kasus stenosis katup aorta.
Pembedahan dilakukan dengan mengambil katup yang rusak dengan katup mekanik
baru atau bagian dari jaringan katup. Katiup mekanik terbuat dari metal, dapat
bertahan lama tetapi dapat pula menyebabkan resiko penggumpalan darah pada
katup atau daerah yang dekat dengan katup. Oleh karena itu untuk mengatasinya
klien harus mengkonsumsi obat anti koagulan seperti warfarin (caumadin) seumur
hidup untuk untuk mencegah penggumpalan darah. Sedangkan penggantian dengan
katup jaringan ini dapat diambil dari babi, sapi atau berasal dari cadaver manusia.
Tipe lainnya menggunakan jaringan katup yang berasal dari katup pulmonary klien
itu sendiri jika dimungkinkan.

 Valvuloplasty.

Dalam kasus yang jarang ditemui penggunaan metode valvuloplasty lebih baik
untuk dilakukan daripada penggunaan metode balon valvuloplasty. Seperti pada
bayi yang baru lahir yang mengalami kelainan dimana daun katup aorta menyatu.
Dengan menggunakan cara operasi bedah cardiac pada katup aorta untuk
memisahkan daun katup yang menyatu dan meningkatkan kembali aliran darah
yang melewati katup. Atau cara lain dengan memperbaiki katup yaitu
menghilangkan kalsium berlebih yang terdapat pada daerah sekitar katup.
BAB III

PATHWAY

Pathway Insufisiensi Aorta


Pathway Stenosis Katup

Faktor predisposisi - Endokarditis bakterial


- Infeksi streptookok - Defek jaringan
pada faring penyambung sejak lahir Kelainan katup jantung
- Faktor - Ruptur otot dan
sosioekonomi : disfungsi oto pailaris
situasi kehidupan karena aterosklirosis
untuk mendapat koroner Insufiensi katup Stenosis katup

Kelainan Katup mitral Kelainan katup aorta

Stenosis Mitral Insufiensi Mitral Stenosis Aorta Insufiensi


Aorta
Hipertropi atrium kiri Dilatasi ventrikel kanan Beban ventrikel kiri

Dilatasi atrium kiri Hipertrofi ventrikel kiri tekanan untuk Dilatasi ventrikal
mempertahankan kiri
perfusi perifer
Kongesti vena pulmonalis Dilatasi atrium kiri Hipertropi ventrikel
Tekanan akhir kiri
Kongesti paru-paru Hipertrofi atrium kiri diastol meningkat

Hipertensi pulmonalis Kongesti vena pulmonalis Sirkulasi perifer


Edem paru-paru
hiperdinamik
Hipertrofi ventrikel kanan Kongesti paru-paru
Aliran darah kurang
Cianosis pada
Curah jantung menetap Hipertensi arteria pulmonalis
ujung jari dan
Kondisi & kaki
Sesak nafas Denyut jantung cepat Hipertrofi ventrikel kanan pronosis penyakit

Peningkatan Gagal jantung


tekanan atrium kiri
- Gangguan
pertukaran
- gas - Pola nafas tidak efektif
- Pola nafas - Nyeri
tidak efektif - Intoleransi aktivitas
- kecemasan

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Pengkajian Insufisiensi Aorta
1) Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena kerja, palpitasi,
gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, nokturia, keringat malam
hari).
Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial
subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan atrial-
septal, sindrom Marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal, riwayat murmur jantung,
palpitasi, serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa produksi sputum.
Tanda:
 Sistolik TD menurun (AS lambat).
 Tekanan nadi: penyempitan (SA); luas (IA).
 Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan dengan pulsasi
arteri terlihat (IA).
 Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM); secara lateral kuat
dan perpindahan tempat (IA).
 Getaran: Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar (SA),
getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada titik jugular dan
sepanjang arteri karotis (IA).
 Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA).
 Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada S1,
bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi
sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP).
 Kecepatan: takikardi (MVP); takikardi pada istirahat (SM).
 Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat pertama blok
AV (SA). Murmur: bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik
terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur diastolik
(tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar (IA).
3) Integritas ego
Gejala: Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit,
gemetar.
4) Makanan/cairan
Gejala: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan diuretik. Tanda:
Edema umum atau dependen, hepatomegali dan asites (SM, IM), hangat,
kemerahan dan kulit lembab (IA), pernapasan payah dan bising dengan terdengar
krekels dan mengi.
5) Neurosensori
Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina (SA, IA), nyeri dada non-angina/tidak khas (MVP).
7) Pernapasan
Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau
nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan
berbercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal.
8) Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi
(pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut.
9) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.
10) Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari.
Bantuan dengan kebutuhan perawatan diri, tugas-tugas rumah tangga/pemeliharaan,
perubahan dalam terapi obat, susunan perabot di rumah.

b) Pengkajian Stenosis Aorta


 Keluhan Utama     :

Klien dengan stenosis aorta akan mendapatkan nyeri dada (angina), pingsan (syncope)
dan sesak napas yang disebabkan oleh gagal jantung. Pada 4% pada pasien dengan
stenosis aorta, gejala pertama adalah kematian mendadak, biasanya sewaktu pengerahan
tenaga yang berat.

 Riwayat Penyakit Sekarang          :

2 minggu yang lalu klien marasa nyeri dada dan disertai dengan sesak nafas, hingga
akhirnya klien mengalami sinkope, kemudian Suaminya membawanya ke RSUD Dr.
Soetomo

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu     :

Klien pernah dirawat di RS dengan diagnosa typus.

 Riwayat Penyakit Keluarga          :

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab stenosis aorta.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Insufisiensi Aorta
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan
tekanan atrium dan kongesti vena.
2) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard.
3) Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
4) Ansietas berhubungan dengan nyeri yang meningkat.
b) Stenosis Katup
1) Nyeri dada behubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah ke miokardium akibat
sekunder dari aliran darah yang menurun pada arteri koroner.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.
3) Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output
sekunder.
4) Resiko tinggi terhadap ketidakseimbangan volume cairan (kelebihan) berhubungan
dengan peningkatan retensi cairan dan natrium oleh ginjal.
5) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan supplay oksigen dan
kebutuhan oksigen jaringan.
6) Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit jantung.
3. Intervensi Keperawatan
a) Insufisiensi Aorta
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan
tekanan atrium dan kongesti vena.

Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24jam, diharapkan pasien:
1. Menunjukan penurunan nyeri dada pasien
2. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.

Kriteria hasil:
Pasien tidak lagi mengalami nyeri dada saat bernafas dan beraktivitas
Intervensi :
1. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
Rasional : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan
memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi.
Implementasi : Memantau TD, nadi apikal, nadi perifer. R/ Indikator klinis dari
keadekuatan curah jantung.
2. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (misal: berjalan) bila pasien mampu turun dari
tempat tidur atur posisi saat istirahat dengan posisi semi fowler .
Rasional : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan
terhadap cadangan jantung. Posisi semi fowler memudahkan
oksigenasi.
Implementasi : Membantu dengan aktivitas sesuai indikasi (misal: berjalan) bila
pasien mampu turun dari tempat tidur aatur posisi saat istirahat dengan
posisi semi fowler .
3. Berikan oksigen suplemen dan obat-obatan sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi
oksimetri.
Rasional : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk
mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen

Implementasi : Memberikan oksigen suplemen dan obat-obatan sesuai indikasi.


Pantau DGA/nadi oksimetri

2) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard.

Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24jam, diharapkan pasien:
Nyeri pasien hilang/ terkontrol
Kriteria hasil:

Pasien tidak mengalami nyeri dada saat bernafas dan beraktivitas, serta tekanan darah
dan nadi pasien kembali normal.

Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan
skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri,
respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan
atau penurunan frekuensi pernapasan).
Rasional : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku
dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya
ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
Implementasi : Menyelidiki laporan nyeri dada dan membandingkan dengan episode
sebelumnya..
2. Anjurkan pasien berespons tepat terhadap angina (contoh berhenti aktivitas yang
menyebabkan angina, istirahat, dan minum obat antiangina yang tepat). Berikan
lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh kerja
tiba-tiba, stres, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri
dada.
Implementasi : Menganjurkan pasien berespons tepat terhadap angina (contoh
berhenti aktivitas yang menyebabkan angina, istirahat, dan minum
obat antiangina yang tepat). Memberikan lingkungan istirahat dan
batasi aktivitas sesuai kebutuhan..
3. Berikan vasodilator, contoh nitrogliserin, nifedipin (Procardia) sesuai indikasi.
Rasional : Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia (vasodilator)
menurunkan angina sehubungan dengan iskemia miokardia.
Implementasi : Memberikan vasodilator, contoh nitrogliserin, nifedipin (Procardia)
sesuai indikasi.
3) Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.

Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24jam, diharapkan pasien:
Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas
Kriteria hasil:
Pasien tidak lagi mengalami nyeri dada sat bernafas dan beraktivitas
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi
nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri
dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas
dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
Implementasi : Mengkaji toleransi pasien terhadap aktivitas.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas
dan perawatan diri.
Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
Implementasi : Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.

3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.


Rasional : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
Implementasi : Mendorong melakukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Implementasi : Memberikan bantuan sesuai kebutuhan dan menganjurkan
penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan
sebagainya
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.
Implementasi : Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode
aktivitas.
4) Ansietas berhubungan dengan nyeri yang meningkat.

Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24jam, diharapkan pasien:
Tidak tampak cemas
Kriteria hasil:

Pasien tidak lagi merasa cemas dan tidak lagi merasakan nyeri
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
Rasional : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan
evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal.
Implementasi : Memantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan
berulang, gelisah.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi)
Rasional : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi
meningkatkan kemampuan koping.

Implementasi : Memberikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan


punggung, perubahan posisi)

3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status
kesehatan akan datang. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas
dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
Rasional : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian,
meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
Implementasi : Mendorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap
pola hidup dan status kesehatan akan datang. Menganjurkan pasien
melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi
maksimum pada rencana pengobatan.
Rasional : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti
positif dan memberikan rasa kontrol.
Implementasi : Melibatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan
dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
b) Stenosis Aorta
1) Nyeri dada behubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah ke miokardium akibat
sekunder dari aliran darah yang menurun pada arteri koroner.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respons
nyeri dada

Kriteria evaluasi : Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara
objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan
perfusi perifer, urine >600ml/ hari.

Intervensi

1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, lamanya, dan penyebaran

Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian. Lokasi nyeri perikarditis pada bagian substansial
menjalar ke leher dan punggung. Tetapi beda dengan nyeri iskemi
miokard/ infark, nyeri tersebut akan bertambah pada saat inspirasi
dalam, perubahan posisi, dan berkurang pada saat duduk/ bersandar ke
depan.

2. Anjurkan pada klien untuk melaporkan nyerinya dengan segera


Rasional : Nyeri berat dapat ,menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak
pada kematian mendadak.

3. Lakukan manajemen nyeri keperawatan, Atur posisi fisiologis, Istirahatkan klien

Rasional : Posisi fisiologis akan meningkatkan suplai oksigen ke jaringan yang


mengalami iskemi. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer
sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium dan akan meningkatkan suplai
darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan untuk menurunkan
iskemik.

4. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi
Rasional : Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi ketidaknyamanan akibat sekunder dari iskemik.

5. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang dan batasi pengunjung

Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan


pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang akan berada di ruangan.

6. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam


Rasional : Meningkatkan suplai oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat
sekunder dan iskemik jaringan otak.

7. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri


Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dappat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan produksi enddorfin dan enkefalin yang
dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.

8. Lakukan manajemen sentuhan


Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.

2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.


Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal (16- 20x/ menit),
respons batuk berkurang.

1. Auskultasi bunyi napas (crackles)

Rasional : Indikasi adanya edema paru; sekunder akibat dekompensasi jantung


2. Ukur intake dan output cairan

Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan tidak efektifnya perfusi ginjal,


retensi natrium/ cairan, dan penurunan output urine.

3. Timbang berat badan

Rasional : Perubahan tiba- tiba dari berat badan menunjukkan gangguan


keseimbangan cairan.

4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/ 24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

Rasional : Memenuhi kenutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan


pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.

5. Kolaborasi Berikan diet tanpa garam, Berikan diuretik, contoh: Furosemide,


sprinolakton, hidronolakton, Pantau data laboratorium elektrolit kalium

Rasional : Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma


yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
meningkatkan kebutuhan miokardium.Diuretik bertujuan untuk
menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan
sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru. Hipokalemia dapat
membatasi keefektifan terapi.

3) Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output


sekunder.

Data Penunjang : Mengeluh sesak nafas, badan panas, cepat lelah, pusing, mual, nyeri
dada, palpitasiO : BP menurun, MAP abnormal, tachichardi, denyut
lemah, Dyspnea, dysritmia, pulsus paradoks, JVP > 3 cm H2O,
Cyanosis
Kriteria Hasil: Keluhan hilang, ABG normal, pola EKG, isoelektrik, Vital sign dan
cardiac isoenzim dalam batas normal , tanda pulsus paradoks hilang,
cyanosis hilang

Intervensi
1. Evaluasi vital sign

Rasional : Indikasi menunjukkan adanya tanda- tanda penyakit timbul kembali,


missal: RR meningkat/ menurun, TD render atau tinggi,dan lain- lain.

2. Evaluasi bunyi jantung, pericardial friction rub, CVP.

Rasional : Indikasi menunjukkan adanya bunyi jantung yang tidak normal yang bias
menandakan adnya kelainan.

3. Observasi tanda dan gejala yang mungkin merupakan indikasi berkembangnya


kegagalan.

Rasional : Mencegah penyakit memburuk.


4. Observasi tanda – tanda toxicitas digitales

Rasional : Jika ditemukan tanda- tanda tixicitas, segera dihentikan pengobatan


digitalis tersebut agar tidak memperparah penyakit.

5. Pertahankan patensi jalur IV

Bila muncul tanda – tanda tamponade, maka letakkan klien dalam posisi fowler dan
observasi tanda vital sign secara ketat

Kolaborasi dengan team medis untuk tindakan :

-         Oksigenasi konsentrasi 24 % - 25 % dengan kecepatan aliran 2 – 3 liter


permenit

-        Digitalis, diuretic, anti disritmia

-        Antibiotik per parenteral

-        Pericardiocentesis
Rasional :  Kebutuhan cairan pasien terpenuhi, tidak dehidrasi.Posisi semifowler
bias memudahkan klien untuk mendapatkan oksigen untuk bernapas.
Membantu klien untuk memenuhi oksigenasinya. Obat- obat ini dapat
mencegah memprburuk keadaan klien.

4) Resiko tinggi terhadap ketidakseimbangan volume cairan (kelebihan) berhubungan


dengan peningkatan retensi cairan dan natrium oleh ginjal.

Data Penunjang : Berat badan meningkat, Adanya Edema

Kriteria Hasil : Keseimbangan output dan input cairan, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tidak ada edema

1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan, timbang berat badan
tiap hari.

Rasional : Kehilangan berat badan bisa mengindikasi adanya klien kekurangan


cairan.

2. Auskultasi bunyi nafas dan jantung

Rasional : Memantau ada atau tidaknya suara jantung abnormal.


3. Kaji adanya distensi vena jugularis

Rasional : Distensi vena jugularis mengindikasi adanya gagal jantung kanan.


4. Pantau Tekanan Darah

Rasional : Tekanan darah harus diukur pada waktu yang telah ditentukan untuk
menetukan klien syok atau melemahnya kerja jantung.

5. Catat laporan dyspnea, ortopnea, Evaluasi adanya edema

Rasional : Edema menunjukkan ketidakseimbangan cairan.

6. Jelaskan tujuan pembatasan cairan

Rasional : Pembatasan cairan bertujuan agar tidak terjadi retensi cairan.


7. Tindakan Kolaborasi : Berikan diuretik

Rasional : Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan


retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema
paru.

5) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan supplay oksigen dan


kebutuhan oksigen jaringan.

Data Penunjang :

-       Laporan verbal kelemahan atau fatigue

-       Kecepatan jantung abnormal atau TD tidak berespon terhadap aktivitas

-       Ketidaknyamanan kerja atau dyspnea

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : Nadi 20 per
menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, Nyeri dada, kelelahan berat,
berkeringat, pusing dan pingsan
Rasional : memonitor suplai o2 ke seluruh tubuh
2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : melakukan secara bertahap
3. Dorong memajukan aktivitas
Rasional : melakukan aktivitas sevara bertahap
4. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
Rasional : menghubungi perawat jika memerlukan bantuan
6) Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit jantung.

Data Penunjang :

-       Rangsang simpatis, eksitasi, kardiovaskuler, gelisah, insomnia

-       Peningkatan tegangan, ketakutan

-       Peningkatan ketidakberdayaan ; Takut konsekuensi yang tak khusus

-       Ketidakpastian ; Fokus pada diri sendiri


Intervensi :

1. Pantau respon fisik ; contoh palpitasi ; takikardi ; gerakan berulang

Rasional : Mengetahui klien dalam keadaan normal atau tidak.

2. Berikan tindakan kenyamanan

Rasional : Dengan kenyamanan, bias mengurangi kecemasan klien yang


berhubungan dengan penyakitnya.

3. Koordinasikan waktu istirahat dan aktivitas saat senggang tepat untuk kondisi

Rasional : Dengan memanajemen waktu dengan baik, kondisi klien bisa fit saat
beraktivitas.

4. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit efeknya terhadap pola hidup dan status
kesehatan akan datang

Rasional : Sharing atau saling cerita mengenai apa yang dirasakan tentang
penyakitnya pada perawat agar perawat bisa memantau kondisi
psikologis klien.

5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi. Kaji ketidakefektifan koping dengan


stressor
Rasional : Mengetahui klien dalam keadaan stress atau tidak agar koping klien
efektif.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi  refluk (aliran balik) darah dari aorta ke
dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Insufisiensi aorta disebabkan karena lesi peradangan yang
merusak bentuk bilah katup aorta,sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta
dengan selama diastole dan mengakibatkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Selain itu
juga bisa disebakan oleh endokarditis, kelainan bawaan atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya
aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau robekan aorta asenden.

  Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa berat,nafsu makan
berkurang,muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai perawat kita harus memahami dan
mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien yang mengalami insufisiensi aorta agar
kita dapat memberikan upaya medikasi yeng terbaik.

Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve). Sejumlah
dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan dari klep aorta.
Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk menghalangi aliran darah dari
bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang.

Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang paling sering
adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik.

B. Saran
 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Adanya standar khusus dalam format asuhan keperawatan dan memicu pemikiran yang kritis
mahasiswa untuk menangani kecemasan klien sebelum prosedur invasif atau bedah

 Bagi Institusi Pendidikan

Pembuatan kasus pembelajaran akademik lebih bervariatif agar memicu inovasi mahasiswa
untuk memecahkan masalah keperawatan yang muncul pada klien sebelum prosedur invasif
atau bedah
DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa.  2010 .http://www.infokedokteran.com/article/Stenosis-aorta.html. diakses tanggal 22,


Nopember 2010.

Anonymousb. 2010. http://aslikoe.blogspot.com/2009/09/stenosis-katup-aorta.html. diakses tanggal


22, Nopember 2010.

Anonymousc. 2010. http://askep-anak-stenosis-katup-aorta-aortic_25.html. diakses tanggal 22,


Nopember 2010.

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol 2. Edisi
8. Jakarta: EGC.

Syarifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Wahab, Samik A. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta:
EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan denga Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai