Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Oleh :
ARIS FANIL HADI
21218173

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2019
0
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No. 10, Tanah Kusr– Kebayoran Lama Utara – Jakarta Selatan 12240
Telp. (021) 7234122, 7207184, Fax. (021) 7234126
Website : www.stikes-pertamedika.ac.id

Email : stikes pertamedika@gmail.com

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama) : Halusinasi


A. Pengertian
Gangguan sensori persepsi adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok
menjalani atau beresiko mengalami perubahan dalam jumlah dan pola atau
interpretasi terhadap stimulus yang masuk (Carpenito Lynda Juall, 2002).
Menurut Hawari (2002), halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi panca indra
tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indera.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada.
Pasien gangguan jiwa mengalami mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.
Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak
dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Buku Paket Keperawatan Jiwa, Dines Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan,
2005 ) :

1
1. Fase pertama ( Comforting ) 
Pasien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan kesepian, yang memuncak
yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal
yang menyenangkan. Cara itu hanya menolong sementara.

2. Fase kedua ( Condemning )


Kecemasan meningkat berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal.
Pemikiran internal menjadi menonjol.

3. Fase ketiga ( Controling) 


Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol pasien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya atas halusinasinya.

4. Fase keempat ( Consquering) 


Pasien terpacu dan tidak berdaya melepaskan diri. Halusinasi yang sebelumnya
menyenangkan berubah menjadi mengancam memerintah, memarahi mengejek
sehingga pasien tidak dapat berhubungan dengan orang lain.
Karena sibuk dengan halusinasinya. Pasien mungkin berada dalam dunia yang
menakutkan. Jika tidak dilakukan intervensi secara cepat dan tepat halusinasinya
dapat menjadi kronik.

C. Tanda dan gejala


1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata yang cepat
4.  Respon verbal yang lambat
5.  Menarik dan menghindar dari orang lain
6. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
7. Peningkatan system saraf otonom yang memunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernapasan dan peningkaatan tekanan darah
8. Penyempitan kemampuan berkonsentrasi
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangna kemampuan untuk
membedakan antara suara halusinasi dan realitas

2
10. Lebih cernderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya
11. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
12. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik
13. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidak mampuan
untuk mengikuti petunjuk
14. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel, dan marah
15. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
16. Curiga bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.

2. Faktor Sosial Budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti
delusi dan halusinasi

3. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.

4. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas,
serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar, serta
bentuk sel kortikal dan limbik.

3
5. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua
orang tua skizofrenia

B. Faktor presipitasi
1. Stresor Sosial Budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi

2. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi

3. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.

4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubaan proses pikir, afektif persepsi, motorik dan sosial.

C. Klasifikasi Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Obyektif Data Subjektif

 Bicara atau tertawa sendiri  Mendengar suara-suara


Halusinasi dengar/suara  Marah-marah tanpa sebab atau kegaduhan
 Mengarahkan telinga ke arah  Mendengar suara yang
4
tertentu mengajak bercakap-cakap
 Menutup telinga  Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya

Halusinasi penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,


tertentu bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu yang kartun, melihat hantu, atau
tidak jelas monster

Halusinasi penciuman  Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan


membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
 Menutup hidung feses, dan kadang-kadang
bau itu menyenangkan

Halusinasi pengecapan  Sering meludah  Merasakan rasa seperti


 Muntah darah, urine, atau feses

Halusinasi perabaan  Menggaruk-garuk permukaan  Mengatakan ada serangga


kulit di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat
listrik

D. Tahapan Halusinasi

Level Karakteristik Halusinasi Perilaku Pasien

Tahap I a. Mengalami ansietas, kesepian, a. Tersenyum/ tertawa


a. Memberi rasa rasa bersalah dan ketakutan. sendiri.
nyaman. b. Mencoba berfokus pada b. Menggerakkan bibir
b. Tingkat ansietas pikiran yang dapat tanpa suara.
sedang menghilangkan ansietas. c. Pergerakkan mata yang
c. Secara umum c. Pikiran dan pengalaman cepat.
halusinasi sensori masih ada dalam d. Respon verbal yang
merupakan suatu kontrol kesadaran (jika lambat.
kesenangan. kecemasan dikontrol) e. Diam dan berkonsentrasi.

Tahap II a. Pengalaman sensori a. Peningkatan sistem saraf


a. Menyalahkan menakutkan otak, tanda-tanda ansietas,
b. Tingkat kecemasan b. Merasa dilecehkan oleh seperti peningkatan denyut
berat secara umum pengalaman sensori tersebut. jantung, pernafasan, dan
halusinasi c. Mulai merasa kehilangan tekanan darah
menyebabkan kontrol b. Rentang perhatian
perasaan simpati d. Menarik diri dari orang lain menyempit
5
c. Konsentrasi dengan
NON PSIKOTIK pengalaman sensori
d. Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dengan realitas.

Tahap III a. Klien menyerah dan menerima a. Perintah halusinasi ditaati


a. Mengontrol pengalaman sensorinya b. Sulit berhubungan dengan
b. Tingkat kecemasan b. Isi halusinasi menjadi atraktif orang lain
berat c. Kesepian bila pengalaman c. Rentang perhatian hanya
c. Pengalaman sensori berakhir. beberapa detik atau menit
halusinasi tidak d. Gejala fisika ansietas berat
dapat ditolak lagi. PSIKOTIK berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mengikuti
perintah

Tahap IV a. Pengalaman sensori menjadi a. Perilaku panik


a. Menguasi tingkat ancaman b. Potensial tinggi untuk
kecemasan panik b. Halusinasi dapat berlangsung bunuh diri atau membunuh
b. Secara umum diatur selama beberapa jam atau hari c. Tindakan kekerasan agitasi,
dan dipengaruhi oleh (jika tidak diintervensi) menarik diri, atau katatonia
halusinasi/pengalama d. Tidak mampu berespons
n sensorisnya. PSIKOTIK terhadap perintah yang
kompleks
e. Tidak mampu berespon
terhadap lebih dari satu
oarang

E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

 Pikiran Logis  Kadang proses piker  Gangguan proses


 Persepsi akurat tidak terganggu berpikir/ waham
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Emosi tidak stabil  Kesukaran proses emosi
 Perilaku cocok  Perilaku tidak biasa  Perilaku tidak
 Hubungan sosial  Menarik diri teroganisasi
hamonis  Isolasi sosial

Gambar. Rentang Respon Neurobiologi

6
F. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik termasuk :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktifitas hidup sehari – hari.
2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi.
3. Menarik diri.

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


A. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain,


dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Data subjektif :
1. Klien mengatakan mendengar suara-suara
2. Klien mengatakan melihat gambaran yang tidak jelas
3. Klien mengatakan mencium bau
4. Klien merasakan makan sesuatu
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Data objektif :
7
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien marah tanpa sebab
3. Klien menyendiri dan melamun
4. Disorientasi

C. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungab dengan
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

D. Rencana tindakan Keperawatan


Terlampir

E. Evaluasi
1. Pasien mempercayai kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut :
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi pasien di rumah
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah pasien
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien

F. Daftar Pustaka
 Keliat, Budi Anna. 2004. Keperawatan Jiwa : Katalog dalam terbitan. Jakarta :
EGC.
 Stuart, Gail Wiscarz. 2007. Buku saku keperawatan jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC.
 Yusuf Ah, Fitryasari, Rizky, Nihayati, Hanik. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salembe Medika

Anda mungkin juga menyukai