Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan

yang nyata. (Kusumawati dan Yudi, 2010)


Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya

rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health

Nursing, 1997). Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek,

gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari

luar yang terjadi pada semua system pengindraan dan hanya dirasakan oleh klien

tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak

ada secara nyata (Erlinafsiah, 2010)


Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak

terdapat stimulus.Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi

pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan (Varcarolis, 2006 dalam

Yosep, 2009).
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa

stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu

tanpa ada objek/rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk

membedakan rangsang internal pikiran dan rangsang eksternal (Trimeilia, 2011)


Menurut penulis halusinasi adalah suatu persepsi yang salah oleh sistem

penginderaan terhadap objek / rangsangan yang dirasakan oleh klien berupa

pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman tetapi tidak dapat

dibuktikan secara nyata


Halusinasi pendengaran adalah suatu bentuk yang paling sering terjadi pada

gangguan persepsi dengan klien gangguan jiwa (Schizoprenia).Bentuk halusinasi

ini bisa berupa suara-suara ribut dan mendengung.Tetapi paling sering berupa

kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku

klien, sehingga klien manghasilkan respon tertentu (Erlinafsiah, 2010).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara yang membicarakan,

mengejek, menertawakan, mangancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu

(kadang-kadang hal yang berbahaya).Perilaku yang muncul adalah mengarahkan

telinga pada sumber suara, berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa

sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit dan ada gerakan tangan (Trimeilia,

2011).

2.2 Klasifikasi Halusinasi


Tabel 2.1

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara


sendiri atau kegaduhan
Halusinasi dengar / suara
Marah-marah tanpa sebab Mendengar suara yang
mengajak bercakap-
Mengarahkan telinga cakap
kearah tertentu
Mendengar suara
Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan Menunjuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar,
tertentu bentuk, geometris,
bentuk kartun, melihat
Ketakutan pada sesuatu hantu, atau monster
yang tidak jelas
Halusinasi Penciuman Menciumi seperti sedang Membaui bau-bauan
membaui bau-bauan seperti bau darah, urine
tertentu feses, dan kadang-
kadang bau itu
Menutup hidung menyenangkan

Halusinasi Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti


darah, urine, atau feses.
Muntah

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada


permukaan kulit serangga dipermukaan
kulit

Merasa seperti tersengat


listrik

2.3 Etilologi
2.3.1 Faktor predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal

yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir

dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya

sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif

2. Faktor Sosial Budaya


Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa

disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga

timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi


3. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau

peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir

dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi


4. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan

orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran

ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik


5. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan

pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada

keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,

serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia


2.3.2 Faktor presipitasi
1. Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas

keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari

kelompok dapat menimbulkan halusinasi

2. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta

zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas

termasuk halusinasi.
3. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai

terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan

berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan

koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan


4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi

realitas berkaitan dengan perubahan proses piker, afektif persepsi,

motorik, dan sosial


2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Stuart & Sundeen (1998), Carpenito (1997) dikutip oleh Trimeilia

(2011), data subyektif dan obyektif klien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Respon verbal lamban atau diam
5. Diam yang dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
6. Terlihat bicara sendiri
7. Menggerakkan bola mata dengan cepat
8. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
9. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain
10. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
11. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
12. Perubahan prilaku dan pola komunikasi
13. Gelisah, ketakutan, ansietas
14. Peka rangsang
15. melaporkan adanya halusinasi

2.5 Pohon Masalah

Berikut ini pohon masalah menurut Trimeilia (2011):

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Penurunan motivasi


Sensori: Halusinasi
Pendengaran
Isolasi Sosial Penurunan Motivasi

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping Individu Tidak Efektif


Gambar 2.1 Pohon Masalah Halusinasi.
2.6 Rentang Respon Neurobiologis

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan

gangguan pada isi pikiran.Keduanya merupakan gangguan dari respons

neorobiologi.Oleh karena secara keseluruhan, rentang respons halusinasi

mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi.

Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran

logis dan terciptanya hubungan social yang harmonis.Rentang respons yang

paling maladaptive adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial

menarik diri.Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Kadang proses Gangguan


pikir proses
Persepsi akurat tidak terganggu piker/waham
Emosi konsisten Ilusi Halusinasi
dengan pengalaman
Gambar 2.2 Rentang Respon Neurobiologis
Emosi tidak Kesukaran
Perilaku cocok stabil proses emosi
(sumber: AH. Yusuf dkk)
Hubungan sosial Perilaku tidak Perilaku tidak
harmonis biasa terorganisasi

2.7 Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Trimelia (2011) tahapan proses terjadinya halusinasi adalah

sebagai berikut:
1. Tahap I (sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi.
Karakteristiknya:
Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi (missal:
putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah kuliah dan lain-
lain).

Masalah semakin merasa menekan, support system kurang dan persepsi


terhadap masalah sangat buruk.

Sulit tidur terus-menerus sehingga terbiasa menghayal.

Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya


pemecahan masalah.

2. Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima

sebagai sesuatu yang alami.


Karakteristiknya:
Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.

Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya


kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan
tersebut.

Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang


dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa
diatasi.Dalam tahap ini ada kecendrungan individu merasa nyaman dengan
halusinasinya dan halusinasi bisa bersifat sementara.

Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat,
respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang
mengasyikkan.

3. Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu dan secara

umum halusinasi menjijikkan.


Karakteristiknya:
Pengalaman sensori individu menjadi sering dating dan mengalami bias.
Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.Mulai
merasa kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi mengontrolnya.

Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dan objek sumber yang
dipersepsikan individu.

Individu mungkin merasa malu kerena pengalaman sensorinya tersebut


dan menarik dir dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan system syaraf otonom


yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti: pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, konsentrasi
menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.

4. Tahap IV (Controling Severe Level of Anxiety)


Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan

dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa.


Karakteristiknya:
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu.

Klien berusaha melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang.

Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi,


sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya.

Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori atau


halusinasinya tersebut berakhir (dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik).

Perilaku yang muncul: cendrung mengikuti petunjuk isi halusinasi,


kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa detik/ menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti:
berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

5. Tahap V (Councuering Panic Level of Anxiety)


Halusiansi bersifat menaklukkan, halusinasi menjadi lebih rumit dan klien

mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.


Karakteristiknya:
Pengalaman sensori menjadi terganggu.

Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan menakutkan


apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien terasa terancam.

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain dan menjadimenarik diri.

Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau bisa
juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/ kronis (terjadi
gangguan psikotik berat).

Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, resiko membunuh diri


atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk,
agitasi, menarik diri), tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
komplek dan lebih dari satu orang.

2.8 Proses Keperawatan


Menurut Trimeilia (2011) proses keperawatan pada klien halusinasi adalah

sebagai berikut:
2.8.1 Pengkajian
1. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.Selain itu ibu yang pencemas,

overprotektif, dingin, tidak sensitive, pola asuh tidak adekuat, konflik

perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan

individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa

depannya.Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam

nyata menuju alam nyata.


3) Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan realita: dimana terjadi

kemiskinan, konflik sosial budaya dan kehidupan terisolasi yang disertai

strees.

4) Faktor perkembangan
Rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak

mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih

rentan terhadap stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan

yang terganggu
5) Faktor sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa

disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.


a. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress

yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan

suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti

Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan

teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi

ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamin.


b. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cendrung mengalami skizofrenia juga.


2. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Steresor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik yang

maladaftif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang

mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk

secara selektif menanggapi rangsangan.


2) Pemicu gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu

penyakit yang biasanya terdapat pada respon neorobiologis yang

maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan

perilaku individu.
1. Kesehatan seperti, gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat

system syaraf pusat, gangguan proses informasi, kurang olahraga,

alam perasaan abnormal dan cemas.


2. Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam

hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,

tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola

aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan tekanan

pekerjaan.
3. Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusan, kehilangan

motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak

berbeda dengan orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku

agresif dan amuk.


3) Perilaku
Berikut adalah berbagai gangguan fungsi yang akan berpengaruh pada

perilaku klien halusinasi:

1) Fungsi kognitif

(1) Terjadi perubahan daya ingat.

(2) Sukar untuk menilai dan menggunakan memorinya, sehingga

terjadi gangguan daya ingat jangka panjang atau pendek.


(3) Menjadi pelupa dan tidak berminat.
(4) Cara berpikir magis dan primitif.
(5) Perhatian terganggu, yaitu tidak mampu mempertahankan
perhatian, mudah beralih dan konsentrasi buruk.
(6) Isi pikir terganggu, yaitu tidak mampu memproses stimulus

internal dan eksternal dengan baik.


(7) Tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan yang

logis dan koheren, seperti berikut:


a. Kehilangan asosiasi, yaitu pembicaraan tidak ada

hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dank

lien tidak menyadarinya.


b. Tangensial, yaitu pembicaraan yang berbeli-belit tapi tidak

sampai pada tujuan.


c. Inkoheren, yaitu pembicaraan yang tidak nyambung.
d. Sirkumstansial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi

sampai pada tujuan pembicaraan.


e. Flight of ideas, yaitu pembicaraan yang meloncat dari

suatu topic ke topic lainnya, masih ada hubungan yang

tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.


f. Blocking, yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa

gagasan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.


g. Perseverasi, yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali.
2) Fungsi Emosi (mood dan afek)
(1) Mood adalah suasana emosi yang mempengaruhi kepribadian

dan fungsi kehidupan.


(2) Afek adalah ekspresi emosi, seperti ekspresi wajah, gerakan

tubuh dan tangan, nada suara.


(3) Afek yang maladaptif adalah:
a. Afek tumpul, yaitu kurang respon emosional terhadap

pikiran/ pengalaman orang lain, seperti klien apatis.


b. Afek datar, yaitu tidak tampak ekspresi, suara menoton,

tidak ada keterlibatan emosi terhadap stimulus

menyenangkan atau menyedihkan.


c. Afek tidak sesuai, yaitu emosi yang tidak sesuai/

bertentangan dengan stimulus yang ada.


d. Afek labil, yaitu emosi yang cepat berubah-ubah.
e. Reaksi berlebihan, yaitu reaksi emosi yang berlebihan

terhadap suatu kejadian.


f. Ambivalensi, yaitu timbulnya dua perasaan yang

bertentangan pada waktu bersamaan.

3) Fungsi Motorik
(1) Agitasi adalah gerakan motorik yang menunjukkan

kegelisahan.
(2) Tik adalah gerakan gerakan kecil pada otot muka yang tidak

terkontrol.
(3) Grimasen adalah gerakan otot muka yang berubah-ubah yang

tidak dapat dikontrol klien.


(4) Tremor adalah jari-jari yang tampak gemetar ketika klien

menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.


(5) Kompulsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang

seperti berulang-ulang mencuci tangan, mencuci muka,

mandi, mengeringkan tangan dan sebagainya.


4) Fungsi Sosial
(1) Kesepian: seperti perasaan terisolasi, terasing, kosong dan

merasa putus asa, sehingga individu terpisah dengan orang

lain.
(2) Isolasi sosial: terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan

emosional dari lingkungan.


(3) Harga diri rendah: individu mempunyai perasaan yang tidak

berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan

sehingga akan mempengaruhi hubungan interpersonal.

2.9 Masalah Keperawatan

Dari pohon masalah menurut Trimeilia (2011) dapat disimpulkan masalah

keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:

1) Resiko perilaku kekerasan

2) Halusinasi pendengaran

3) Isolasi sosial

4) Harga diri rendah

5) Ketidakberdayaan

6) Penurunan motivasi

7) Koping Individu Tidak Efekti


2.10 Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 2.2

Diagnosa Tujauan Rencana


keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan TUM: Setelah interaksi klien Bina hubungan saling percaya dengan Dalam membina
Klien dapat
Persepsi menunjukkan tanda-tanda menggunakan prinsip komunikasi hubungan saling percaya,
mengontrol
Sensori: percaya kepada perawat: terapeutik: perawat harus konsisten
halusinasinya. 1. Ekpresi wajah bersahabat. 1. Sapa klien dengan baik dan ramah
Halusinasi bersikap terapeutik
TUK I: 2. Menunjukkan rasa sayang. 2. Perkenalkan nama lengkap dan nama
Pendengaran Klien dapat membina 3. Ada kontak mata. kepada klien. Pendekatan
panggilan perawat
4. Mau berjabat tangan.
hubungan saling 3. Jelaskan tujuan pertemuan yang konsisten akan
5. Mau menjawab salam.
4. Tunjukkan sikap empati dan menerima
percaya 6. Mau menyebut nama. membuah hasil. Bila
7. Mau berdampingan dengan klien apa adanya
klien sudah percaya
5. Beri perhatian kepada klien dan penuhi
perawat.
dengan perawat, maka
8. Mau mengutarakan masalah kebutuhan klien
asuhan keperawatan akan
yang dihadapi.
mudah dilaksanakan.
TUK II: Setelah berinteraksi dengan klien: 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku Dengan memberikan hal-
Klien dapat mengenal 1. Klien dapat menyebutkan
isolasi sosial dan tanda-tandanya hal yang dapat membantu
halusinasinya waktu, isi dan frekuensi 2. Adakan kontak singkat dan sering
klien mengenal
timbulnya halusinasi secara bertahap
halusinasinya, klien akan
2. Klien dapat mengungkapkan 3. Observasi prilaku verbal dan nonverbal
bisa mengenal
perasaan terhadap yang berhubungan dengan

16
halusinasinya halusinasinya halusinasinya serta bisa
4. Terima halusinasi sebagai hal yang
mengatasi halusinasinya.
nyata bagi klien dan tidak nyata bagi
perawat
5. Identifikasi bersama klien tentang
waktu munculnya halusinasi, isi
halusinasi dan frekuensi timbulnya
halusinasi
6. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan ketika halusinasi muncul
7. Diskusi dengan klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi
8. Berikan reinforcement positif atau
pujian terhadap kemampuan klien
dalam mengungkapkan perasaannya.

TUK III: Setelah berinteraksi dengan klien: 1. Identifikasi bersama klien tindakan Dengan mengidentifikasi,
Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan
yang biasa dilakukan jika halusinasi merencanakan kegiatan,
mengontrol tindakan yang biasanya
muncul diskusi cara mencegah
halusinasinya dilakukan untuk 2. Beri pujian dan penguatan terhadap
halusinasi, mendorong
mengendalikan halusinasinya tindakan yang positif
klien memilih cara untuk
2. Klien dapat menyebutkan cara 3. Bersama klien merencanakan kegiatan
menghadapai halusinasi
baru untuk mengontrol untuk mencegah terjadinya halusinasi

17
halusinasinya 4. Diskusi cara mencegah timbulnya serta memberikan pujian
3. Klien dapat memilih cara
halusinasi dan mengontrol halusinasi terhadap tindakan yang
mengatasi halusinasinya 5. Dorong klien untuk memilih cara yang
positif maka klien dapat
4. Klien dapat memilih cara
digunakan dalam menghadapi
mengontrol
mengendalikan halusinasinya
halusinasi
halusinasinya.
6. Beri pujian dan penguatan terhadap
pilihan yang benar
7. Diskusi bersama klien hasi upaya yang
telah dilakukan
TUK IV: Setelah berinteraksi dengan 1. Bina hubungan saling percaya dengan Dengan membina
Klien mendapat
keluarga klien: keluarga (ucapkan salam, perkenalkan hubungan saling percaya
dukungan keluarga 1. Keluarga dapat saling percaya
diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dengan keluarga dan
atau memanfaatkan dengan perawat
dan eksplorasi perasaan) diskusi dengan anggota
2. Keluarga dapat menjelaskan
sistem pendukung 2. Diskusi dengan anggota keluarga
keluarga tentang
perasaannya
untuk mengendalikan tentang:
3. Keluarga dapat menjelaskan halusinasi serta
1) Perilaku halusinasi
halusinasinya
cara merawat klien halusinasi 2) Akibat yang akan terjadi jika memberikan pujian
4. Klien dapat
perilaku halusinasi tidak positif kepada keluarga
mendemonstrasikan cara
ditanggapi maka keluarga bisa
perawatan klien halusinasi di 3) Cara keluarga menghadapi klien
mengendalikan
rumah halusinasi
halusinasi yang ada pada
5. Keluarga klien dapat 4) Cara keluarga merawat kien
anggota keluarganya.
berpartisipasi dalam halusinasi

18
perawatan klien halusinasi 5) Dorong anggota keluarga untuk
memberika dukungan kepada klien
untuk mengontrol halusinasinya
3. Anjurkan anggota keluarga secara rutin
dan bergantian menjenguk klien,
minimal satu minggu sekali
4. Berikan reinforcement positif atau
pujian terhadap hal-hal yang telah
dicapai keluarga
TUK V: Setelah berinterkasi dengan klien: 1. Diskusikan dengan klien tentang dosis, Memahami prinsip-
Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan
frekuensi serta manfaat minum obat prinsip tentang obat serta
memanfaatkan obat manfaat, dosis, dan efek 2. Anjurkan klien minta sendiri obat
bisa memanfaatkan obat
dengan baik samping obat perawat dan merasakan manfaatnya
dengan baik, halusinasi
2. Klien dapat 3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter
pada klien akan bisa
mendemonstrasikan tentang manfaat dan efek samping obat
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat terkontrol.
penggunaan obat dengan
tanpa konsultasi dengan dokter
benar
5. Bantu klien menggunakan obat dengan
3. Klien mendapatkan informasi
prinsip lima benar
tentang efek samping obat dan
6. Berikan reinforcement positif atau
akibat berhenti minum obat
pujian
4. Klien dapat menyebutkan
prinsip lima benar

19
penggunaan obat

2.11 Implementasi

Tabel 2.3

No Implementasi Tindakan
1 Bina hubungan saling percaya. 1. Mengucapkan salam terapeutik setiap kali berinteraksi dengan klien.
Dalam membina hubungan saling 2. Berjabat tangan.
3. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang disukai, tanyakan nama dan
percaya perlu dipertimbangkan
nama panggilan klien.
agar pasien merasa aman dan
4. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
nyaman saat berinteraksi dengan 5. Membuat kontrak: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama klien akan dikerjakan dan
perawat. tempatnya dimana.
6. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
7. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan.

2 Melatih klien mengontrol Menghardik halusinasi


Menghardik halusiansi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi

20
halusinasi yang muncul, sehingga halusinasi tersebut terputus. Klien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
klien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemapuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya
Tahapan tindakan meliputi:
1) Menjelaskan tujuan menghardik halusinasi
2) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
3) Memperagakan cara halusinasi
4) Meminta klien memperagakan ulang
5) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien
Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika klien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian klien akan beralih dari
halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga halusinai yang muncul
akan terputus dan dicegah untuk tidak muncul lagi. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Tahapan tindakan meliputi:
1) Menjelaskan tujuan menemui orang lain dan bercakap-cakap.
2) Menjelaskan cara menemui orang lain dan bercakap-cakap.
3) Memperagakan cara menemui orang lain dan bercakap-cakap.
4) Meminta klien memperagakan ulang.
5) Memantau penerapan cara ini, menguatkan prilaku klien.
3. Melakukan aktivitas yang terjadwal

21
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas
yang teratur, karena dengan aktivitas yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi. Dengan
beraktivitas secar terjadwal, klien tidak akan mempunyai banyak waktu luang sendiri yang sering
kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusiansi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasinya dengan caraberaktivitas secar teratur dari bangun pagi sampai tidur malam,
tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien.
3) Melatih klien melakukan akltivitas.
4) Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang dilatih. Upayakan klien
mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap prilaku klien yang
positif.
4. Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi, klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai program.Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat
sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mecapai
kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai
program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat:
1) Menjelaskan guna obat.
2) Menjelaskan akibat bila putus obat.
3) Menjelaskan cara mendapatkan obat.

22
4) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar klien, benar
cara, benar waktu, benar dosis).

23
Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperawatan, maka perawat perlu

membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut:
1) Tindakan Keperawatan pada Klien
(1) SP I
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
b. Mengidentifikasi isi halusiansi klien
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
(2) SP II
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan

orang lain
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
(3) SP III
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan

(kegiatan yang bisa dilakukan klien)


c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
(4) SP IV
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2) Tindakan Keperawatan pada Keluarga
(1) SP I
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses

terjadinya halusinasi.
c. Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi.
(2) SP II
a. Melatih keluarga memperaktikkan cara merawat klien dengan halusinasi.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien

halusinasi.
(3) SP III

24
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum

obat (discharge planning).


b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

2.12 Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah

diberikan tindakan keperawatan.Keluarga juga perludievaluasi karena merupakan

sistem pendukung yang penting.

1) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi,

waktu dan frekuensi munculnya halusinasi.


2) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaan ketika halusinasi muncul.
3) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat

cara baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap,

melaksanakan aktivitas yang terjadwal dan patuh minum obat.


4) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya memperaktikkan

empat cara mengontrol halusinasi.


5) Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau

keluarganya untuk mengontrol halusinasinya.


6) Apakah klien dapat mematuhi minum obat.

25

Anda mungkin juga menyukai