Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DI RUANG


RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Disusun Oleh :

ERLINA DWI JAYANTI

(183.0039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TA. 2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

1. KASUS (MASALAH UTAMA)


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi.

2. PROSES TERJADINYA MASALAH


2.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persensi sensori, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015).
2.2 Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir / delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Perilaku disorganisasi
pengalaman atau kurang Isolasi sosial
Perilaku sesuai Perilaku aneh dan tidak
Hubungan sosial biasa
Menarik diri

Gambar 1.1 Rentang Respon Neurobiologis


Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
PT Refikasi Aditama.
2.3 Etiologi
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), halusinasi dapat disebabkan oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi, yakni sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
mudah frustasi, keluarga menyebabkan klien tidak dapat mandiri sejak
dini, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor biologis
Adaya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang diasuh oleh orang tua schizophrenia cenderung
mengalami schizophrenia.
b. Faktor presipitasi
1) Dimensi fisik, seperti kelelhan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional, meliputi perasaan cemas yang berlebihan atas
dasar problem yang tidak dapat diatasi.
3) Dimensi intelektual, ditunjukkan adanya penurunan fungsi ego.
4) Dimensi sosial, adanya gangguan interaksi sosial.
5) Dimensi spiritual, seperti kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu.
2.4 Proses Terjadinya Masalah
Psikopatologi dari halusinasi belum diketahui. Banyak teori yang diajukan
yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain.
Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan di otak normal dibombardir
oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan
akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal
atau patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan
dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai
dengan keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena
kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan
sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal (Damaiyanti
& Iskandar, 2015).
2.5 Klasifikasi dan Tanda Gejala Halusinasi
Tabel 1.1 Klasifikasi Halusinasi (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015).
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
 Bicara atau tertawa sendiri.  Mendengar suara-suara/
 Marah-marah tanpa sebab.  Mendengar suara yang
 Mengarahkan telinga ke mengajak bercakap-cakap.
Halusinasi dengar
arah tertentu.  Mendengar suara menyuruh
 Menutup telinga. melakukan sesuatu yang
berbahaya.
 Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,
Halusinasi tertentu. bentuk geometris, bentuk
penglihatan  Ketakutan pada sesuatu kartun, hantu atau monster.
yang tidak jelas.
 Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan seperti
Halusinasi membauai bau-bauan bau darah, urine, feses, dan
penciuman tertentu. kadang-kadang bau itu
 Menutup hidung. menyenangkan.
Halusinasi  Sering meludah.  Merasakan rasa seperti darah,
pengecapan  Muntah. urine, atau feses.
 Menggaruk-garuk  Mengatakan ada serangga di
permukaan kulit. permukaan kulit.
Halusinasi perabaan
 Merasa seperti tersengat
listrik.

2.6 Tahapan Halusinasi


Tabel 1.2 Tahapan Halusinasi (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I : Sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari
Fase awal seseorang sebelum lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya
muncul halusinasi banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi sedangkan support
sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II : Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya
Halusinasi secara umum ia perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
terima sebagai sesuatu yang dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
alami. kecemasan. Sensorinya dapat di kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.
Stage III : Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan
Secara umum halusinasi sering mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi
mendatangi klien. mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien
mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas
waktu yang lama.
Stage IV : Controlling Severe Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
Level of Anxiety abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Fungsi sensoti menjadi tidak bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase
relevan dengan kenyataan. gangguan psikotik.

Stage V : Conquering Panic Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa


Level Of Anxiety terancam dengan datangnya suara-suara atau perintah
Klien mengalami gangguan yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
dalam menilai lingkungannya. berlangsung selama minimal empat jam atau seharian
bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeurik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

3. A. POHON MASALAH
Risiko perilaku kekerasan
Effect

Gangguan persepsi sensori : halusinasi
Core Problem

Isolasi sosial
Causa

Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
PT Refikasi Aditama.

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah, masalah keperawatan yang diangkat menurut
Damaiyanti & Iskandar (2012), diantaranya:
a. Harga diri rendah kronik;
b. Koping individu tidak efektif;
c. Isolasi sosial.
2. Data Yang Perlu Dikaji
Data yang perlu dikaji menurut Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2015),
diantaranya:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal sehingga meningkatkan stress dan ansietas yang
dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
2) Faktor sosial budaya
Perasaan seperti disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak
dapat diatasi sehingga timbul delusi dan halusinasi.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal tidak harmonis dan peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas yang
berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga
terjadi halusinasi.
4) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal.
5) Faktor genetia
Keluarga yang memiliki riawayat skizofrenia.
b. Faktor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting,
atau diasingkan dari kelompok dapat meningkatkan stress dan
kecemasan sehingga timbulnya halusinasi.
2) Faktor biokimia
Dopamin, neropinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga
berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas.
4) Perilaku.
Gangguan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses
pikir, afektif persepsi, motorik dan sosial.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenali jenis halusinasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Tabel 1.3 Rencana Keperawatan HargaGangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
(Damaiyanti & Iskandar, 2012)
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 1. Mendiskusikan maslah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien klien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien 2. Menjelaskan pengertian, tand gejala
5. Mengidentifikasi situasi yang dan jenis halusinasi yang dialami
menimbulkan halusinasi klien beserta proses terjadinya
6. Mengidentifikasi respon klien terhadap 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien
halusinasi halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi cara merawat klien dengan
dengan cara bercakap-cakap dengan oang halusinasi
lain 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam merawat langsung kepada klien
jadwal kegiatan harian halusinasi
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi aktivitas dirumah termasuk minum
dengan melakukan kegiatan yang biasa obat
dilakukan klien 2. Menjelaskan follow up klien setelah
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam pulang
jadwal kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratut
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Yusuf, Fitriyasari & Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai