Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun untuk memenuhi tugas PKK Keperawatan Jiwa

Disusun oleh:

Gesti Augina Mulyandari

P1337420220007

3A

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO

PROGRAM DIPLOMA III

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2022
I. TEORI

1. Definisi

Halusinasi merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon


neurobiologist maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori
sebagai hal yang nyata dan meresponnya (Pardede, 2020).
Halusinasi adalah persepsi sensorik tanpa adanya rangsangan eksternal.
Efek dari halusinasi adalah hilangnya diri sosial yang dalam hal ini dapat
membunuh diri sendiri, membunuh orang lain, bahkan merusak lingkungan.
Meminimalkan efek halusinasi membutuhkan perawatan yang tepat. Dengan
meningkatnya jumlah halusinasi, menjadi jelas bahwa peran perawat adalah
membantu pasien mengelola halusinasi mereka (Maulana et al., 2021).

2. Etiologi

Etiologi halusinasi menurut (Wulandari & Pardede, 2022) antara lain:


a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat
berakhir dengan ganggguan persepsi. Pasien mungkin menekan
perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
2. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul gangguan seperti delusi dan halusinasi.
3. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis, serta
peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas
berat berakhir dengan pegingkaran terhadap kenyataan, sehingga
terjadi halusinasi.
4. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, perubahan besar,
serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1) Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
3) Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realistis. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Faktor Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan sosial.

3. Klasifikasi

Menurut (Putri, 2022) halusinasi terbagi menjadi 4 jenis yaitu:


1. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran merupakan mendengar suara atau bunyi yang
serderhana seperti kebisingan, suara bercakap-cakap, sehingga klien
berespon terhadap suara dan bunyi tersebut.

2. Halusinasi penglihatan
Halusinasi penglihatan merupakan gangguan penglihatan yang
stimulus visual dalam bentuk klitan cahaya, gambar geometris, dapat dilihat
dari kontak mata kurang, senang menyendiri, dan sulit berkonsentrasi.
3. Halusinasi penghidu
Halusinasi penghidu merupakan gangguan penciuman bau yang
biasanya ditandai dengan membaui aroma seperti darah, urine dan fases
terkadang membaui aroma segar.
4. Halusinasi pengecapan
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses.
5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah kulit
seperti ulat.

4. Manifestasi Klinis

Menurut (Hulu & Pardede, 2022) tanda dan gejala halusinasi penting
diketahui oleh perawat agar dapat menempatkan masalah halusinasi antara lain:
1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kaimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur sosial kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Respon yang tidak sesuai
11. Suka marah dengan tiba- tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab
12. Sering melamun
5. Tahap-Tahap Halusinasi
Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat
dipengaruhi oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut (Hulu & Pardede, 2022), halusinasi terjadi
melalui beberapa tahap, antara lain:
a. Tahap 1: Sleep disorder
Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul halusinasi.
Individu merasa banyak masalah sehingga ingin menghindar dari orang lain
dan lingkungan karena takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah (missal: putus cinta, turun jabatan, bercerai, dipenuhi hutang dan
lain-lain). Masalah semakin terasa sulit dihadapi karena berbagai stressor
terakumulasi sedangkan support yang di dapatkan kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sehingga akan menyebabkan individu
tersebut sulit tidur dan akan terbiasa menghayal. Individu akan menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan masalah.
b. Tahap 2: Comforting Moderate Level of Anxiety
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum
individu menerimanya dengan sesuatu yang alami. Individu mengalami
emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa dan ketakutan sehingga individu mencoba untuk memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada penanganan pikiran untuk
mengurangi kecemasan tersebut. Dalam tahap ini, ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi ini bersifat sementara
c. Tahap 3: Condmning Severe Level of Anxiety
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering mendatangi
klien. pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami
bias sehingga pengalaman sensori tersebut mulai bersifat menjijikan dan
menakutkan. Individu mulai merasa kehilangan kendali, tidak mampu
mengontrol dan berusaha untuk menjauhi dirinya dengan objek yang
dipersepsikan individu. individu akan merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan akhirnya menarik diri dengan orang lain dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Tahap 4: Controling Severe level of Anxiety
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi
tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi
penguasa. Halusinasi menjadi lebih menonjol, menguasai, dan mengontrol
individu sehingga mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Hingga akhirnya individu tersebut menjadi tidak berdaya dan
menyerah untuk melawan halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai
dirinya. Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman
sensoria atau halusinasinya tersebut berakhir. Dari sinilah dimulainya fase
gangguan psikotik.
e. Tahap 5: Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan atau
menguasai, halusinasi menjadi lebih rumit dan individu mengalami
gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya menjadi
terganggu dan halusinasi tersebut berubah mengancam, memerintah, dan
menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya sehingga klien mulai
terasa mengancam.

6. Rentang Respon

Halusinasi adalah reaksi maladaptif individu yang berbeda rentang respons


neurobiologis adalah perasaan maladaptasi. Jika pelanggan memiliki pandangan
yang sehat Akurat, mampu mengenali dan menafsirkan rangsangan. Menurut
panca indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan sentuhan)
pelanggan halusinasi Bahkan jika stimulusnya di antara kedua tanggapan
tersebut terdapat tanggapan yang terpisah. Karena satu hal mengalami persuasif
yang abnormal, yaitu kesalah pahaman stimulus yang diterimanya adalah ilusi.
Stimulus yang diterima, rentang responsnya adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 Rentang Respon Halusinasi

(Zebua, 2022)
Keterangan:
1. Respon Adaptif
a. Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di
terima akal
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan
perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh
di alami
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang bertentangan dengan moral
e. Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon Maladaptive
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di
pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi
yang salah terhadap rangsangan
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan
kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara
perilaku dan gerakan yang di timbulkan
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu. (Purba, 2022)

7. Mekanisme Koping
Apabila mendapat masalah, pasien takut / tidak mau menceritakan kepada orang
lain (koping menarik diri). Mekanisme koping yang digunakan pasien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada halusinasi
adalah:
1) Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2) Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal. (Mislik, 2021)

8. Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga
rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul
pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan
ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan orang lain. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko
prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi sosial (Maudhunah, 2021).

9. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol
1) Klasifikasi: antipskotik, neuroleptic, butirofenon
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi
sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat
subkortikal formasi retricular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi
Hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan
sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal, penyakit
Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering
dan anoreksia
b. Clorpromazin
1) Klasifikasi: sebagai antipsikotik, antiemetic.
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase
mania pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas dan
agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebih.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami
sepenuhnya, namun berhubungan dengan efek
antidopaminergik. Antipsikotik dapatmenyekat reseptor
dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system
limbic, batang otak dan medulla.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi
sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan
jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita selama masa
kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi,
ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi: antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal
berkaitan dengan obat antiparkinson.
3) Mekanisme Kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan
kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat
oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup,
hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.

5) Efek Samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering,
mual dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy (ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun
dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya
serangan Skizofrenia dan dapat mempermudahkan kontak dengan orang
lain.
c. Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik
seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki dimana
klien pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan
membalutnya, cara ini dilakukan padda klien halusinasi yang mulai
menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya: marah-marah atau
mengamuk. (Saleha, 2022)
10. Pohon Masalah

(Budi et al, 2011)

11. Diagnosa Keperawatan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi berhubungan dengan menarik diri


Tujuan umum : Pasien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya
Tujuan khusus :
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2) Pasien dapat mengetahui halusinasinya
3) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4) Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengpntrol halusinasinya
5) Pasien dapat menggunakan obat dengan benar (Iskandar et al, 2012)

12. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Kriteria hasil Intervensi


Tuk 1 Pasien dapat 1. Sapa pasien dengan
membina hubungan ramah baikverbal maupun
saling percaya non verbal
2. Perkenalkan nama
perawat
3. Tanya nama lengkap dan
panggilanpasien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
6. Beri perhatian pada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
Tuk 2 Pasien dapat 1. Adakan kontak sering
mengenali dan singkat secara
halusinasinya bertahap
2. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinasinya
3. Bantu klien mengenali
halusinasinya
4. Diskusikan dengan klien
situasi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan
halusinasinya, waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi
5. Tanyakan kepada klien
apa yang diraskan saat
halusinasi
(Marah,takut,sedih atau
senang)
Tuk 3 Pasien dapat 1. Identifikasi bersama
mengontrol klien cara tindakan yang
halusinasinya dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah,
menyibukkan diri dll)
2. Diskusikan manfaat cara
yang dilakukan klien jika
bermanfaat beri pujian
3. Diskusikan cara baru
untuk memutus atau
mengontrol halusinasi
4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus
halusinasi secara
bertahap
Tuk 4 Pasien dapat 1. Anjurkan klien untuk
dukungan dari memberi tahu keluarga
keluarga dalm jika mengalami
mengontrol halusinasi
halusinasinya 2. Diskusikan dengan
keluarga pada saat
kunjungan rumah
Tuk 5 Pasien dapat 1. Diskusikan dengan klien
memanfaatkan obat dan keluarga tentang
dengan baik dosis, frekuensi dan
manfaat obat
2. Anjurkan klien minta
sendiri obat pada perawat
dan merasakan
Manfaatnya
3. Anjurkan klien bicara
dengan dokter tentang
manfaat dan efek
samping obat yang
dirasakan
4. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi
5. Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip benar
DAFTAR PUSTAKA

Hulu, M. P. C., & Pardede, J. A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S
Dengan Masalah Halusinasi Melalui Terapi Generalis SP 1-4: Studi Kasus.
https://doi.org/https://doi.org/10.31219/osf.io/j8w29

Maudhunah. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. P Dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/2wye4

Maulana, I., Hernawati, T., & Shalahuddin, I. (2021). Pengaruh terapi aktivitas kelompok
terhadap penurunan tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia: literature review.
Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada
Pasien Skizofrenia: Literature Review, 9(1).

Mislik, M. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. N Dengan Halusinasi
Pendengaran.

Pardede, J. A. (2020). Decreasing Hallucination Response Through Perception Stimulation


Group Activity Therapy In Schizophrenia Patients. Iar Journal of Medical Sciences.
Journal of Medical Sciences, 1(6), 304–309.

Purba, J. F. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. Dengan Masalah
Halusinasi Melalui Terapi SP 1-4 : Studi Kasus. https://doi.org/10.31219/osf.io/xq3nt

Putri, N. N. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi


Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://doi.org/https://doi.org/10.31219/osf.io/qv6gy

Saleha, S. (2022). Studi Kasus: Aplikasi Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. B
Dengan Masalah Persepsi Sensori: Halusinasi.

Wulandari, Y., & Pardede, J. (2022). Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita Skizofrenia
Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.
https://doi.org/https://doi.org/10.31219/osf.io/8cye4

Zebua, I. J. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi


Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus. https://doi.org/10.31219/osf.io/u9md8

Anda mungkin juga menyukai