Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HALUSINASI

DISUSUN OLEH:
KUS TRIPANJI WICAKSONO
SAMSUL HADI
ANUGRAH ERSALFANI
INDAH PRALISTIAWATI
SAPUTRI AGUSTINA
FERI SETIADI
BRYAN VALAS
WIKE DIANA
MEIDINA SUCI LESTARI
NOPA YULANDA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2021

1|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal
dan eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu
obyek tanpa adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini
meliputi seluruh panca indra.
Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa
terganggu dalam interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan
berhubungan sosial, komunikasi  susah, dan kadang-kadang membahayakan
diri klien, orang lain maupun lingkungan, menunjukan bahwa klien
memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif dan
komprenhensif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Perkutut, terdapat ± 70
% (dari 24 klien) yang  mengalami halusinasi. Masalah keperawatan yang
ada, yakni klien belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien
menunjukan perilaku menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi
kurang sebagai dampak dari timbulnya halusinasi.
Menilik kondisi tersbut di atas kami kelompok terdorong mengambil topik
“Asuhan Keperawatan Klien S. dengan Masalah Utama Halusinasi Dengar “
dengan harapan dapat bersama-sama tim keperawatan lainnya pada
khususnya untuk memberikan asuhan keperawatan klien halusinasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan halusinasi?
2. Bagaimana faktor predisposisi dan faktor presipitasi halusinasi?
3. Bagaimana tanda dan gejala halusinasi?
4. Bagaimana akibat halusinasi?
5. Bagaimana proses terjadinya masalah pada pasien halusinasi?

2|Page
6. Bagaimana penatalaksanaan pasien halusinasi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan halusinasi?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien dengan halusinasi.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi halusinasi
2. Mengetahui faktor predisposisi dan presipitasi halusinasi
3. Mengetahui tanda dan gejala halusinasi
4. Mengetahui akibat halusinasi
5. Mengetahui proset terjadinya halusinasi
6. Mengetahui penatalaksanaan pasien halusinasi
7. Mengetahui asuhan keperawatan halusinasi

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan klien
dengan halusinasi.

3|Page
BAB II
TIJNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut Varcarolis, Halusinasi adalah sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang apa
pun pada pancaindra seseorang, yang terjadi pada keadaan sadar/bangun
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis,
1990).
oleh karena itu, secara singkat halusinasi adalah persepsi atau pengamatan
palsu.
jenis jenis halusinasi :
a. halusinasi penglihatan (halusinasi optik) :
1. apa yang dilihat seolah-olah berbentuk : orang, binatang, barang atau
benda.
2. apa yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk : sinar, kilatan, atau pola
cahaya.
3. apa yang dilihat seolah-olah berwarna atau tidak berwarna.
b. halusinasi auditif / halusinasi akustik
halusinasi yang seolah0olah mendengar suara manusia, suara hewan,
suara barang, suara mesin, suara musik dan suara kejadian alami.
c. halusinasi olfaktorik (halusinasi penciuman)
halusinasi yang seolah-olah mencium bau tertentu.
d. halusinasi gustatorik (halusinasi pengecap)
halusinasi yang seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa tentang
sesuatu yang dimakan.
e. halusinasi taktil (halusinasi peraba)
halusinasi yang seolah-olah merasa diraba-raba, disentuh, dicolek-
colek, ditiup, dirambati ulat dan disinari.
f. halusinasi kinestik (halusinasi gerak)

4|Page
halusinasi yang seolah-olah merasa badannya bergerak di sebuah ruang
tertentu dan merasa anggota badannya bergerak dengan sendirinya.
g. halusinasi viseral
halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada perasaan
tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam (mis. lambung seperti
ditusuk-tusuk jarum).
h. halusinasi hipnagogik
persepsi sensori bekerja yang salah yang terdapat pada orang normal,
terjadi sebelum tidur.
i. halusinasi hipnopompik
persepsi sensori bekerja yang salah, pada orang normal, terjadi tepat
sebelum bangun tidur.
j. halusinasi histerik
halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional.

2.2 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi halusinasi yaitu:
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat bersifat halusinogenik neurokimia.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia.

5|Page
2.3 Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi yaitu:
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasinya dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, merusak diri, bingung, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan yang nyata dan tidak nyata. Halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi.
3. Dimensi inetelktual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego.
4. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
conforting.
5. Dimensi spritiual
Klien halusinasi mulai dengan kehampaaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas beribadah.

2.4 Tanda dan Gejala


Dalam bentuk tahap :
1. Tahap 1 : Halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala Klinis :
a. Menyeringai/tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat

6|Page
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata (Keliat, 2009).
3. Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
4. Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Keliat, 2009).

2.5 Proses Terjadinya Masalah

Halusinasi terdiri dari beberapa fase. Fase-fase halusinasi dapat


dibedakan kedalam empat fase. Berdasarkan intensitas dan keparahannya,
halusinasi yang dialami oleh klien menurut Stuart and Larai (2005)
membagi halusinasi dari yang masih bisa mengendalikan dirinya ke yang
semakin berat fase tingkat halusinasinya.
Fase-fase halusinasi seperti yang akan dijelaskan dibawah ini:
a. FASE 1. Comforting (ansietas sebagai halusinasi menyenangkan)
Karaktersitik: Klien mengalami perasaan seperti
ansietas,kesepian,rasa bersalah dan takut mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas individu mengenal

7|Page
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensor berada dalam kondisi
kesadaran jika ansietas dapat ditangani (nonpsikotik).
Perilaku klien: Tersenyum dan tertawa tidak sesuai menggerakkan
bibir tanpa suara menggerakkan mata yang cepat dan respon verbal yang
lambat
b. FASE II Condemning (Ansietas berat halusinasi memberatkan)
Karaktersitik: Pengalaman sensasi menjijikan dan Peningkatan
system saraf otonom yang menunjukan menakutkan,klien mulai lepas
kendali dan mungkin menciba untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang
di persepsikan,individu mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya dan menarik diri dari orang lain(nonpsikotik).
Perilaku klien: Peningkatan system saraf otonom yang menunjukan
ansietas,peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan pernapasan,
penyempitan kemampuan konsentrasidan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita
c. FASE III Controling (Anxietas berat, pengalaman sensori menjadi
penguasa)
Karaktersitik: Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan mnyerah dan membiarkan halusinasi menguasai
dirinya,individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berahir(psikotik).
Perilaku klien: Kemampuan dikendalikan hlusinasi akan lebih di
takuti,kerusakan berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian hanya
beberapa detik/menit adanya tanda-tanda fisik ansietas berat,tremor, tidak
mampu memahamiperaturan
d. FASE IV Conquering/panic (Umumnya menjadi lezat dalam
halusinasinya)
Karaktersitik: Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi berahir dari beberapa jam/hari jika
intervensi terapeutik(psikotik berat).
Perilaku klien: Perilaku tremor akibat panic,potensi berat
suicida/nomicide aktifitas merefleksikan halusinasi perilaku isi, seperti

8|Page
kekerasan, agitasi, agitas menarik diri, tidak mampu merespon terhadap
perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

2.6 Akibat dari Halusinasi


Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara:
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter 
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat

9|Page
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

10 | P a g e
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Kasus
Tn. H 28 tahun datang dengan keluhan mendengar suara-suara mengancam,
bicara sendiri, tanpa sebab menutup telinga, mulut komat-kamit, klien
mencoba melawan sensory abnormal yang datang, klien merasa terancam
dengan datanngya suara terutama bila tidak dapat menuruti perintah dari
halusinasinya. Sebelumnya ia seing merasakan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas ibadah. Menurut pengkajianmasa lalu
klien, ia merupakan anak yang tidak dikehendaki kelahirannya akibat gagal
KB. Perawat mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami klien.

Data yang perlu dikaji pada pasien halusinasi adalah:


1. Jenis dan Isi Halusinasi
a. Jenis halusinasi Data obyektif Data Subyektif
b. Halusinasi dengar / suara - Bicara atau tertawa sendiri
a) Marah-marah tanpa sebab
b) Menyondongkan telinga ke arah tertentu
c) Menutup telinga - Mendengar suara atau kegaduhan
d) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
e) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
c. Halusinasi penglihatan / visual - Menunjuk-nunjuk ke arah sesuatu
a) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas - Melihat bayangan,
sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu / monster.
d. Halusinasi penghidu - Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu
1) Menutup hidung - Membaui bau-bauan seperti darah, urin,
feses, kadang-kadang bau yang menyenangkan
Halusinasi pengecapan - Sering meludah.

11 | P a g e
2) Muntah - Merasakan rasa seperti darah, feses, urin
e. Halusinasi perabaan / taktil - Menggaruk-garuk permukaan kulit -
Mengatakan ada serangga di permukaan kulit.
1) Merasa seperti tersengat listrik

2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi


a. Kapan halusinasi terjadi : pagi, siang, sore, malam. Jika memungkinkan :
jam berapa.
b. Frekuensi : terus-menerus atau hanya sesekali
c. Situasi : apakah saat sendiri, bersama orang lain atau setelah mengalami
situasi tertentu
3. Respon halusinasi
Apa yang dirasakan atau dilakukan saat halusiansi timbul

3.2 Analisa Data


a. Perubahan sensori perseptual : halusinasi pendengaran
Data Subjektif :
1) Pasien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
2) Pasien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Perubahan Sensori perseptual: Halusinasi
3) Pasien ingin memukul/melempar barang-barang (Keliat, 2009).
Data Objektif :
1) Pasien berbicara dan tertawa sendiri
2) Pasien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Pasien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4) Marah – marah tanpa sebab
5) Menutup telinga
6) Ada gerakan tangan (Yosep, 2009).
b. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Pasien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

12 | P a g e
2) Pasien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya(Azizah, 2011).
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang (Stuart, 2009).
c. Menarik diri
Data Subyektif :
Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri, pasien merasa tidak berguna, pasien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu (Yosep, 2009).
Data Obyektif :
Pasien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
(Keliat, 2009).
d. Harga diri rendah
Data Subyektif :
Mengungkapkan ketidakmampuan dalam meminta bantuan orang lain dan
mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika diajak melakukan sesuatu
(Videbeck, 2008).
Data Obyektif :
Tampak ketergantungan dengan orang lain, tampak sedih serta tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak
murung (Keliat, 2009).

13 | P a g e
3.3 Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri sendiri,


Efect
orang lain dan lingkungan

Core problem Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Causa Isolasi sosial: menarik diri

Harga diri rendah kronis

3.4 Diagnosa Keperawatan


Masalah utama: Perubahan persepsi sensori halusinasi
Diagnosa keperawatan:
1. Resiko tinggi menciderai orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perubahan persepsi sensori halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi
sosial menarik diri
3. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
kronis

14 | P a g e
3.5 Intervensi dan Rasional
Diagnosa
Tujuan
No Keperawat Kriteria Evaluasi Intervensi
an
1. Resiko TUM :
tinggi Klien tidak
mencederai menciderai diri
(pada diri sendiri, orang lain
sendiri/ dan lingkungan.
orang lain/
1. Ekspresi wajah Bina hubungan saling
lingkungan) TUK 1 :
bersahabat, percaya dengan
berhubunga Klien dapat
menunjukkan rasa mengungkapkan prinsip
n dengan membina hubungan
senang, ada kontak komunikasi terapeutik :
halusinasi saling percaya.
mata, mau berjabat a. Sapa klien dengan
tangan, mau ramah, baik verbal
menyebutkan nama, maupun nonverbal.
mau menjawab salam, b. Perkenalkan diri
klien mau duduk dengan sopan.
berdampingan dengan c. Tanyakan nama
perawat, mau lengkap klien dan nama
mengutarakan masalah panggilan yang disukai
yang dihadapi. klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan menepati
janji.
f. Tunjukkan sikap
TUK 2 : empati dan menerima
2. Klien dapat
Klien dapat klien apa adanya.
menyebutkan :
menyebutkan g. Beri perhatian
- Waktu
halusinasinya kepada klien dan
- Isi
perhatikan kebutuhan

15 | P a g e
- Frekuensi timbulnya dasar klien.
halusinansi
1. Adakan kontak sering
dan singkat secara
bertahap.
2. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinansinya :bicara dan
tertawa tanpa stimulus,
tiba-tiba menganggap
orang lain mencemooh
dirinya
3. Bantu klien mengenal
TUK 3 : 1.Klien dapat halusinasinya,
Klien dapat menyebutkan tindakan 4. Diskusikan dengan
mengontrol yang dilakukan untuk klien situsi yang
halusinasinya mengontrol menimbulkan
halusinasinya halusinasinya dan waktu
timbul halusinasinya.
5. Berikan pujian terhadap
2. Klien dapat kemampuan klien
menyebutkan cara baru mengungkapkan
mengatasi halusinasi. perasaannya.

3. Klien dapat 1. Identifikasi bersama


mengikuti terapi klien cara/tindakan yang
kelompok dilakukan jika terjadi
halusinasi
2. Diskusikan manfaat
cara yang digunakan klien
3. Diskusikan cara baru
untuk memutus/

16 | P a g e
mengontrol timbulnya
halusinasi
4. Katakan “saya tidak
mau dengan anda” (saat
halusinasi terjadi)
5. Menemui orang lain
untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi
yang dialaminya.
6. Membuat jadwal harian
agar halusinasi tidak
sempat muncul
7. Meminta keluarga/
teman/ perawat, menyapa
jika tampak bicara sendiri.
8. Bantu klien memilih
dan berlatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
9. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang telah
dipilih
10. Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi
realita, stimulai sensori

2. Halusinasi TUM: 1. Bina hubungan saling


berhubunga Klien mampu 1. Klien dapat dan percaya
n dengan mengontrol mau berjabat tangan. 2. Kaji pengetahuan
menarik diri halusinasinya Dengan perawat mau klien tentang perilaku
menyebutkan nama, menarik diri dan tanda-

17 | P a g e
TUK 1: mau memanggil nama tandanya serta beri
Klien dapat perawat dan mau kesempatan pada klien
membina hubungan duduk bersama mengungkapkan
saling percaya. perasaan penyebab
klien tidak mau bergaul
2.Klien dapat atau menarik diri
TUK 2: menyebutkan 3. Diskusikan
Klien dapat penyebab klien tentang keuntungan dari
mengenal menarik diri berhubungan
penyebab menarik 4. Perlahan-lahan
diri. serta klien dalam
kegiatan ruangan
TUK 3: 3. Klien mau
dengan melalui tahap-
Klien dapat berhubungan dengan
tahap yang ditentukan
mengetahui orang lain
5. Beri pujian atas
manfaat keberhasilan yang telah
berhubungan dicapai
4. Setelah
dengan orang lain. 6. Anjurkan klien
dilakukan kunjungan
mengevaluasi secara
rumah klien dapat
mandiri manfaat dari
TUK 4: berhubungan secara
berhubungan
Klien dapat bertahap dengan
7. Diskusikan jadwal
berhubungan keluarga
harian yang dapat
dengan orang lain
dilakukan klien
secara bertahap.
mengisiwaktunya
8. Motivasi klien
TUK 5 :
dalam mengikuti
Klien dapat
aktivitas ruangan
mengungkapkan
9. Beri pujian atas
perasaannya
keikutsertaan dalam
setelah
kegiatan ruangan
berhubungan
10. Lakukan
dengan orang lain.

18 | P a g e
kungjungan rumah, bina
hubungan saling
percaya dengan
TUK 6: keluarga
Klien dapat 11. Diskusikan dengan
memberdayakan keluarga tentang
sistem pendukung perilaku menarik diri,
atau keluarga. penyebab dan cara
keluarga menghadapi.
12. Dorong anggota
keluarga untuk
berkomunikasi
13. Anjurkan
anggotakeluarga secara
rutin menengok klien
minimal sekali
seminggu
3. Isolasi TUM :
sosial: Klien dapat
Menarik berhubungan
diri dengan orang lain
berhubung secara optimal.
an dengan
1. Diskusikan kemampuan
harga diri TUK 1 :  Klien mengidentifikasi
dan aspek positif yang
rendah Klien dapat kemampuan dan aspek
dimiliki klien.
kronis membina hubungan positif yang dimiliki:
2. Setiap bertemu klien
saling percaya. - kemampuan yang
hindarkan dari memberi
dimiliki
penilaian negatif.
- aspek positif
TUK 2: 3. Utamakan memberi
keluarga
Klien dapat pujian yang realistik.
- aspek positif
mengidentifikasi lingkungan yang di

19 | P a g e
kemampuan dan miliki klien.
aspek yang
dimiliki.

1. Diskusikan dengan klien


- Klien menilai
TUK 3 : kemampuan yang masih
kemampuan yang dapat
Klien dapat menilai dapat digunakan selama
digunakan.
kemampuan yang sakit.

digunakan. 2. Diskusikan kemampuan


yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.

-Klien membuat
TUK 4 : 1. Rencanakan bersama
rencana kegiatan
Klien dapat klien aktivitas yang dapat
harian.
(menetapkan) dilakukan setiap hari
merencanakan sesuai kemampuan.
kegiatan sesuai - kegiatan mandiri
dengan - kegiatan dengan bantuan
kemampuan yang sebagian
dimiliki. - kegiatan yang
membutuhkan bantuan
total.
2.Tingkatkan kegiatan
sesuai dengan toleransi
kondisi klien.
3. Beri contoh cara
TUK 5 : - Klien melakukan
pelaksanaan kegiatan yang
Klien dapat kegiatan sesuai kondisi
boleh klien lakukan
melakukan sakit dan
kegiatan sesuai kemampuannya.
1. Beri kesempatan pada
kondisi sakit dan
klien untuk mencoba
kemampuannya.
kegiatan yang telah

20 | P a g e
direncanakan.
2. Beri pujian atas
TUK 6 : keberhasilan klien.
Klien dapat Klien memanfaatkan 3. Diskusikan
memanfaatkan sistem pendukung yang kemungkinan, pelaksanaan
sistem pendukung ada di keluarga. di rumah.
yang ada di
keluarga
1. Beri pendidikan
kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di
rumah.

3.6 Evaluasi
1. Tidak terjadi resiko cidera
2. Klien dapat mengontrol dan mengenal halusinansinya
3. Klien dapat berinteraksi dengan lingkunganya

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai tergangguanya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi cukup banyak
namun yang paling sering terjadi adalah halusinasi pendengaran, penglihatan,

21 | P a g e
penciuman, pengecapan. Fase-fase terjadinya halusinasi yaitu: Comforting,
Condemning, Controlling, dan Conquering panic.
Akibat yang muncul akibat halusinasi adalah adanya resiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan karena klien berada di bawah
halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar
kesadarannya.

4.2 Saran
Penulis menyarankan agar perawat mampu memahami dan menerapkan
asuhan keperawatan klien dengan halusinasi sehingga pasien dengan
halusinasi mampu mengontrol dan mengenal halusinasinya dan tercipta
hubungan saling percaya antara klien dan perawat demi tercapainya asuhan
keperawatan klien dengan halusinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, GW dan Sundeen, S.J. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3.
Jakarta: EGC
Sunaryo.2014.Psikologi Untuk Keperawatan.Jakarta:EGC
Yosep, Iyus.2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

22 | P a g e
http://kusnadijaya.wordpress.com/category/askep-jiwa/halusinasi/ diakses
pada tanggal 16/05/2013 pada pukul 21.30 WIB
http://andrihernadez.blogspot.com/2012/12/askep-halusinasi.html diakses
tanggal 16 Mei 2013 pkl 11:44 am
http://hermankampus.blogspot.com/2013/04/laporan-pendahuluan-harga-diri-
rendah.html diakses tanggal 16 Mei 2013 pkl 13:25 am
http://harnawatiaj.wordpress.com/2018/04/16/askep-halusinasi/ diakses
tanggal 16 Mei 2013 pkl 13:27 am

23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai