Anda di halaman 1dari 126

Permainan Harga Rugikan

Peternak Ayam

Merugi Bisnis Ayam Negeri

• Permintaan ayam pedaging atau ayam negeri merosot karena hotel dan

restoran tutup.

• Sejumlah peternak terancam gulung tikar karena harga ayam anjlok.

• Pada 1981, peternak ayam pedaging juga pernah mengalami kerugian akibat

turunnya harga ayam.

MEDIO April ini harga ayam negeri atau ayam pedaging terpuruk ke level
terendah. Di tingkat petemak, harga ayam hidup hanya Rp 5.000 per kilogram,
jauh dari harga normal Rp 18 ribu. Harga ayam merosot sejak Coronavirus
Disease 2019 atau Covid-19 mewabah, yang menyebabkan banyak hotel dan
restoran tutup. Nasib para petemak makin pahit karena turunnya harga ayam tidak
diikuti oleh harga pakan. Akibatnya, para petemak terpaksa mengosongkan
kandang.

Majalah Tempo edisi 21 Maret 1981 pemah menulis berita berjudul "Tak Ada
Kandang Baro" yang mengulas nasib para petemak yang terpaksa gulung tikar di
sejumlah daerah. Kala itu, petemak merugi bukan karena wabah, tapi gara-gara
tidak mampu bersaing dengan para pemodal besar yang mempermainkan harga.

Seruan pemerintah supaya masyarakat menggalakkan temak ayam potong atau


ayam pedaging mendapat sambutan gegap-gempita para pengusaha, awal 1981.
Para pengusaha besar berlomba membuka kandang skala besar. Impor bibit ayam
negeri dari Muangthai dan Singapura juga melonjak.

Awalnya baik-baik saja bahkan tampak menggembirakan. Beberapa bulan


kemudian, para pengusaha besar kelimpungan karena kelebihan produksi.
Petemak ayam potong menyebutkan sejumlah petemak ayam modal besar
melakukan impor bibit ayam besar-besaran pada tiga bulan lalu. Akibatnya,
mereka kelebihan produksi hingga lima juta ayam. "Karena sifat produksi
petemakan ini 'mudah rusak', bila terjadi surplus produksi, maka mereka banting
harga," katanya.

Sejumlah petemakan modal besar yang diduga melakukan persaingan harga itu
antara lain PT CISF dan Cipendawa. Mereka menjual ayam dengan harga Rp 775
per kilogram, sementara harga rata-rata semestinya Rp 1.300.

Dampaknya, harga ayam terpuruk. Kondisi itu menyebabkan nasib para petemak
kecil laksana pelanduk di tengah perkelahian gajah, tergilas akibat persaingan
para pemodal besar. Seperti yang dialami Nyonya Kuswiyati, 35 tahun, dari
Menteng Pulo, Jakarta. Petemak yang baru sebulan belajar betemak itu kontan
menghentikan usahanya. Selain menanggung rugi karena merosotnya harga,
mereka masih harus membayar kredit Bimas petemakan.

Kondisi yang sama dialami para petemak kecil lain. Mereka menuduh perusahaan
modal besar sengaja memukul mereka. "Kalau hal ini dibiarkan, usaha kami,
petemak kecil, akan gulung tikar. Selanjutnya perusahaan petemakan besar yang
akan hidup dan bebas menentukan harga yang tinggi untuk konsumen," ujar juru
bicara delegasi 14 petemak kecil, Untung Salamun.

PT CISF tidak membantah jika disebut telah melakukan banting harga.


Alasannya, "Ayam negeri kalau tak terjual, setiap hari menambah ongkos
produksi. Sebaliknya, kalau bobot tubuh ayam itu menjadi berat dan usianya jadi
tua, harganya menjadi merosot," seorang anggota staf CISF menguraikan.

Sedangkan Cipendawa membantah. "Cipendawa cuma perusahaan yang membuat


bibit dan menjual anak ayam. Di antara yang rugi karena harga turun sekarang ini
juga termasuk petemak langganan kami," kata M. Fardan Noor, salah seorang
anggota staf Cipendawa.

Mansur Idham, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Perunggasan Indonesia,


mengatakan penyelamatan petemak kecil dan penyehatan harga bisa ditempuh
dengan menyetop keran impor bibit ayam. Ia juga meminta pemerintah melarang
pengusaha bermodal kuat bergerak di bidang temak ayam. "Sampai harga mantap
kembali," ujamya.

Akhimya pemerintah memang memutuskan untuk menutup izin baru penanaman


modal di bidang petemakan ayam. Keputusan itu diumumkan oleh Ketua Badan
Koordinasi Penanaman Modal Suhartoyo kepada pers pada 12 Maret 1981.
Langkah itu diambil setelah para petemak kecil melakukan protes dan
mengirimkan delegasi mereka ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
pada akhir Februari.

Toh, para petemak modal kecil masih belum puas terhadap keputusan BKPM itu.
Mereka mengharapkan ada keputusan yang lebih tegas sesuai dengan instruksi
Presiden Soeharto kepada Gubemur DKI Jakarta Tjokropranolo pada 5 Maret.
Ketika itu, Soeharto mengatakan bahwa petemakan ayam harus berada di tangan
rakyat dan tidak boleh di tangan perusahaan-perusahaan besar.
Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 24 Oktober 1992. Dapatkan arsip
digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1749/1981-03-21

DagingAyam
Kisruh Bantuan Covid-19

Kisruh Bantuan Covid-19/Tempo

DI TENGAH wabah Covid-19 seperti sekarang, bantuan sosial dari pemerintah


bisa menjadi penyambung napas jutaan orang yang terkena dampak. Sayangnya,
pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun membuat program jaring
pengaman sosial yang diluncurkan Presiden Joko Widodo compang-camping di
lapangan.

Centang-perenangnya kebijakan pemerintah tentang bantuan sosial bagi korban


bencana kesehatan ini mungkin paling tecermin dari gugatan Bupati Bolaang
Mongondow Timur Sehan Salim Landjar. Video Sehan yang meradang karena
tumpang-tindihnya penyaluran bantuan akibat pandemi Covid-19 itu viral di
media sosial pekan lalu. Dalam video itu, Sehan mengumpat kanan-kiri karena
ada keputusan menteri yang mempersulit upayanya menyalurkan bantuan untuk
warganya yang paling membutuhkan.

Tidak hanya di Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara, cerita suram tentang
kekacauan penyaluran bantuan juga terjadi di banyak tempat di Indonesia. Di
Pekanbaru, Riau, kepala rukun warga ramai-ramai menolak bantuan karena data
warga yang mereka usulkan dipangkas tanpa alasan jelas. Sebaliknya, di Bogor,
Jawa Barat, puluhan warga perumahan berada malah menerima bantuan tunai.
Beragam insiden itu bermuara pada kacaunya sistem pendataan warga yang jatuh
miskin akibat wabah corona.

Besar bantuan yang dialokasikan pemerintah untuk masyarakat miskin dan


mereka yang terimbas Covid-19 sebenamya cukup memadai. Pemerintah pusat
menyediakan empat jenis bantuan sosial reguler, termasuk Program Keluarga
Harapan, dengan total bantuan Rp 37,4 triliun untuk 10 juta keluarga, serta
pembagian bahan kebutuhan pokok senilai Rp 43,6 triliun untuk 20 juta keluarga.

Selain itu, pemerintah mengalihkan 35 persen dari total dana desa tahun ini,
sebesar Rp 72 triliun, menjadi bantuan langsung tunai. Ada pula bantuan sosial
khusus untuk daerah tertentu yang paling parah dihantam wabah Covid-19.
Bantuan sosial itu diberikan dalam bentuk dana tunai dan paket sembako atau
sembilan bahan kebutuhan pokok.

Sungguh disayangkan jika dana sebesar itu salah sasaran, bahkan tak sampai
kepada mereka yang amat membutuhkannya. Dalam waktu yang pendek ini,
Presiden Jokowi harus memerintahkan jajarannya memperbaiki hal paling
fundamental dalam penyaluran bantuan sosial: sistem pendataan penduduk yang
akurat.

Urgensi untuk perbaikan sudah lama disuarakan. Pada 2019, Badan Pemeriksa
Keuangan meminta pemerintah memperbaiki Program Keluarga Harapan setelah
menemukan dana Rp 168,2 miliar yang tidak tersalurkan pada tahun sebelumnya.
BPK juga menemukan ada penyaluran bantuan sosial kepada 7 .247 keluarga yang
tidak tepat sasaran.

Pada tahun yang sama, Ombudsman Republik Indonesia melansir temuan serupa.
Lembaga ini menemukan maladministrasi dalam penyelenggaraan Program
Keluarga Harapan karena Kementerian Sosial dan Himpunan Bank Negara,
lembaga yang ditunjuk menyalurkan bantuan, lambat merespons pengaduan yang
muncul di daerah.

Semua rekomendasi perbaikan itu terlambat diantisipasi. Kelalaian menahun itu


menunjukkan ada persoalan serius dalam tata kelola pemerintahan. Kini, di
puncak pandemi, rakyat harus membayar harga mahal untuk kegagalan
pemerintah merespons masukan dari berbagai lembaga pengawas itu.

Sekarang tak ada lagi pilihan. Pemerintah mesti bergerak cepat merapikan data
kependudukan untuk memastikan penyaluran bantuan sosial benar-benar efektif
dan tepat sasaran. Kementerian dan lembaga terkait, baik di pemerintah pusat
maupun daerah, harus aktif memverifikasi data penerima bantuan sosial. Warga
yang terlewatkan perlu didata agar mereka juga mendapat bantuan. Alasan
kegentingan bencana tidak boleh menjadi dalil untuk membiarkan praktik
serampangan di masa lalu.

Di samping urusan data, jenis dan cara penyaluran bantuan mesti ditinjau ulang.
Sudah saatnya pemerintah meninggalkan cara-cara primitif memberikan bantuan
dalam bentuk barang atau sembako. Banyak riset sudah membuktikan efektivitas
bantuan tunai langsung untuk mereka yang dililit krisis. Penerima bisa
menentukan sendiri apa yang dibutuhkan untuk bertahan. Dengan itu, para
pedagang kecil di pasar lokal di berbagai daerah juga bisa kebagian rezeki.

Pengalaman menunjukkan pemberian barang atau sembako juga bisa mengundang


korupsi dan konflik kepentingan. Pembelian sembako secara masif oleh
pemerintah bisa jadi menguntungkan segelintir pengusaha yang dekat dengan
penguasa.

Terakhir, pemerintah harus memastikan tak ada politisasi dalam pemberian


bantuan. Negeri ini sedang dalam bencana. Tak elok jika segala rupa pencitraan
masih mewarnai pembagian bantuan sosial.
Editorial: lnovasi Perguruan
Tinggi Melawan Pandemi
Covid-19

Panjang Akal di Era Pandemi

• Orang Indonesia tidak pernah kehilangan akal dalam menghadapi kesusahan.

Sejumlah temuan inovatif justru muncul di era pandemi Covid-19.

• Ironisnya, ini terjadi di tengah anggaran riset Indonesia yang tak seberapa-Rp

27 triliun atau tak sampai 0,25 persen dari produk domestik bruto.

• Sudah saatnya pemerintah menjadikan riset sebagai basis kebijakan-bukan

rumor, apalagi kepentingan politik jangka pendek.

ORANG Indonesia tidak pernah kehilangan akal dalam menghadapi kesusahan.


Sejumlah temuan inovatif justru muncul di era pandemi Covid-19. Pemerintah
semestinya menjadikan temuan-temuan di era corona ini sebagai momentum
untuk menggunakan riset dan inovasi dalam pengambilan kebijakan publik.

Peneliti Universitas Airlangga, misalnya, membuat robot setara empat perawat


yang bisa melayani pasien yang terinfeksi Covid-19. Dengan robot ini, interaksi
pasien dan tenaga kesehatan bisa diminimalkan. Peneliti Institut Teknologi
Bandung, Universitas Padjadjaran, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin menciptakan
ventilator jinjing yang murah meriah. Alat bantu pernapasan ini telah diproduksi
massal dan digunakan.

Secara kuantitatif, Indonesia tidak pernah kekurangan peneliti dan hasil


penelitian. Menurut data Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan
Inovasi Nasional, pada 2019, jumlah publikasi internasional hasil riset dan inovasi
Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN. Tahun sebelumnya, paten
Indonesia bertengger di posisi pertama negara-negara Asia Tenggara. Jumlah
peneliti juga terus bertambah. Kementerian Riset dan Teknologi mencatat, saat
ini, ada sekitar 20.800 peneliti ahli utama, perekayasa ahli utama, dan perekayasa
ahli madya. Tahun sebelumnya, jumlah itu hanya 20 ribu.

Ironisnya, ini terjadi di tengah anggaran riset Indonesia yang tak seberapa-Rp 27
triliun atau tak sampai 0,25 persen dari produk domestik bruto. Bandingkan
dengan anggaran riset Vietnam, yang besamya 0,44 persen dari PDB, Thailand
(0,78 persen), dan Malaysia (1,3 persen).

Hasil riset dan inovasi Indonesia juga belum menjadi rujukan pemerintah dalam
merumuskan kebijakan. Hasil kajian Doing Research Assessment oleh Centre for
Innovation Policy and Governance pada 2019 terhadap responden dari kalangan
peneliti, pengelola riset, serta pembuat kebijakan di pusat dan daerah
menyimpulkan pembuatan kebijakan di Indonesia tak didukung riset yang kuat.

Pemerintah pusat dan daerah selayaknya memberikan dukungan bagi


pengembangan riset dan inovasi. Selain terbuka terhadap data agar riset tepat
guna, pemerintah perlu memfasilitasi dan menyediakan infrastruktur agar temuan
ilmiah bisa menjadi rujukan pembuatan kebijakan publik. Yang tak kalah penting
adalah dukungan dan insentif agar hasil riset dan inovasi bisa memberikan
manfaat bagi peneliti. Sudah menjadi rahasia umum, di Indonesia, peneliti
merupakan profesi yang tidak bisa membuat pelakunya hidup layak.

Pascapandemi, hidup manusia akan berubah. Interaksi sosial tidak akan sebebas
<lulu. Jikapun vaksin Covid-19 ditemukan, produksi massal untuk memenuhi
kebutuhan hampir 8 miliar penduduk bumi akan membutuhkan waktu yang
panJang.

Karena itu, pembatasan jarak fisik boleh jadi akan tetap berlaku meski tidak
seketat sekarang. Pada titik inilah teknologi menjadi andalan. Di Cina, misalnya,
sejumlah restoran memeriksa interaksi sosial pengunjung dalam 14 hari terakhir
sebelum mereka diizinkan masuk. Untuk memastikan pengunjung bebas dari
corona, pengelola restoran memeriksa riwayat pergerakan calon konsumen lewat
Global Positioning System telepon seluler.

Pengembangan teknologi sejenis diperlukan di masa depan. Di sini, peneliti


Indonesia dapat memainkan peran strategisnya. Pemerintah harus mendorong
dengan menyediakan infrastruktur riset, termasuk memberikan insentif kepada
para peneliti. Sudah saatnya pemerintah menjadikan riset sebagai basis kebijakan
-bukan rumor, apalagi kepentingan politik jangka pendek.

Covid-19 Virus Corona Universitas


Hantu Baru Cerita Lama

Hantu Baru Cerita Lama/Tempo

TUDUHAN polisi bahwa kelompok yang disebut sebagai "Anarko Sindikalis"


berencana membuat keonaran di tengah wabah corona perlu didukung bukti kuat.
KJaim bahwa kelompok itu berencana membakar dan kemudian menjarah secara
serentak dan besar-besaran di kota-kota di Pulau Jawa dan kota besar lain perlulah
ditelusuri kebenarannya. Tanpa dasar kuat, polisi bisa saja dinilai menciptakan
hantu barn.

Sejauh ini, informasi yang dirilis polisi belum cukup meyakinkan. Aparat
mendasarkan tuduhan bahwa kelompok itu berencana membuat keonaran semata
dari pesan pendek dari sumber sumir. Polisi mengklaim menemukan pesan
anarkistis dari telepon seluler milik lima orang yang disebut sebagai anggota
kelompok "Anarko". Mereka ditangkap di Tangerang pada pertengahan April lalu.
Hal ini diikuti penangkapan sejumlah "anak punk!' yang dituduh sebagai anggota
kelompok tersebut.

Kenyataannya, mereka hanyalah sekelompok anak muda yang jumlahnya tak


seberapa. Mereka sudah pasti tak punya sumber daya memadai untuk membikin
kerusuhan berskala besar. Sebagian dari mereka mungkin tampak urakan dan suka
membuat grafiti di tembok-tembok jalanan. Tapi ulah mereka umumnya hanya
kenakalan kecil yang lebih banyak membuat repot petugas dinas pertamanan dan
Satuan Polisi Pamong Praja. Sementara itu, buat menggerakkan massa secara
serentak, tentulah diperlukan sumber daya besar dan koordinasi ketat.

Tuduhan itu kemudian dikaitkan dengan Ravio Patra. Ia ditangkap dengan


tuduhan menyebarkan ajakan keonaran dan menebarkan kebencian. Pesan
"keonaran" dikirim dari akun WhatsApp peneliti kebijakan publik itu yang diduga
telah diretas. Sempat dinyatakan sebagai tersangka, ia dilepaskan dengan status
saksi. Namun polisi menyita telepon seluler dan komputer jinjingnya.

Pandemi global corona memang menimbulkan dampak buruk pada hampir semua
sektor kehidupan. Perekonomian terganggu. Banyak orang tiba-tiba kehilangan
pekerjaan. Angka pengangguran meningkat. Pembatasan fisik dan sosial membuat
orang-orang tak bisa berkumpul, bahkan bersama keluarga sendiri. Pemerintah
juga tergagap-gagap menghadapi kejadian yang belum pemah ada presedennya
ini. Keadaan ini diperparah dengan tidak cepat tibanya bantuan sosial yang
dijanjikan pemerintah karena belum beresnya data.

Gejala peningkatan kejahatan memang telah muncul. Kepolisian Daerah Metro


Jakarta Raya menyatakan, dalam sebulan terakhir, telah terjadi peningkatan 10
persen angka kriminalitas di Ibu Kota. Mayoritas pelakunya adalah residivis dan
sebagian kecil pemain baru. Bisa jadi hal itu juga diperparah dengan
dilepaskannya puluhan ribu narapidana sebelum waktunya gara-gara corona.
Tentu menjadi kewajiban polisi untuk mencegah peningkatan angka kejahatan.
Tak ada salahnya langkah antisipasi dilakukan dengan mengetatkan keamanan dan
patroli di berbagai tempat.

Meski begitu, tuduhan bahwa ada kelompok terorganisasi berbuat anarkistis


haruslah didasari bukti-bukti valid. Jangan sampai penangkapan seseorang
didasari motif non-penegakan hukum, katakanlah, menunjukkan prestasi satu
kesatuan sebagai bagian dari persaingan internal di lembaga tersebut.

Pada masa Orde Baru, aparat negara sering menciptakan hantu baru. Mereka
menangkap seseorang tanpa bukti memadai-atau justru merekayasanya untuk
menjebloskan seseorang. Sebagian lain dirampas kebebasannya bertahun-tahun
tanpa pengadilan. Era kegelapan seperti itu tidak boleh terulang.

Ravio Patra Covid-19 Virus Corona


Editorial: Jangan Gegabah
Melonggarkan PSBB

Bermain Api Pelonggaran Pembatasan Sosial/Tempo

TERLALU dini bagi pemerintah untuk melonggarkan pembatasan sosial


berskala besar (PSBB), terutama di pusat-pusat ekonomi. Pemerintah akan
menghidupkan kembali sentra-sentra bisnis yang masih bisa beroperasi di tengah
pandemi Covid-19. Niat pemerintah ini dikemukakan Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. pekan lalu.

Pemerintah tampaknya melihat kondisi ekonomi, terutama di level menengah ke


bawah yang benar-benar menderita, perlu segera dibantu. Belum lagi penderitaan
puluhan ribu pekerja yang dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja,
termasuk para pengemudi online yang kehilangan konsumen. Bantuan langsung
tunai jelas tak akan banyak menolong karena angkanya yang masif. Pelonggaran
pembatasan mungkin lebih bisa membantu mereka bangkit.

Tidak ada yang salah dengan pertimbangan tersebut. Namun tetap harus diingat
bahwa penerapan pembatasan sosial berskala besar tidaklah didasarkan pada
pertimbangan ekonomi atau bisnis, melainkan kesehatan. Parameternya jelas:
penambahan jumlah pasien dalam pengawasan, jumlah penderita positif corona,
jumlah kematian, dan jumlah yang sembuh, serta pola sebaran dan penularannya.
Jika trennya menurun, pelonggaran bisa dipertimbangkan.

Itulah sebabnya, data yang menyeluruh dan konsisten menjadi sangat penting.
Apa yang terjadi di Jakarta bisa dijadikan contoh. Sampai 21 April 2020, muncul
optimisme yang luar biasa karena penambahan jumlah kasus positif corona
menurun dan kurvanya cenderung melandai. Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan sudah mulai berbicara tentang pengakhiran PSBB. Kepala Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo bahkan mengatakan
bahwa wabah Covid-19 akan berakhir pada Juni.
Pemyataan Doni dan optimisme para pejabat pemerintah bisa sangat
menyesatkan. Salah satu buktinya adalah Jakarta. Dalam sepekan terakhir, jumlah
penambahan kasus positif corona kembali melonjak ke angka di atas 100 orang
per hari. Dalam sepekan terakhir dibandingkan dengan pekan sebelumnya, data
nasional juga menunjukkan peningkatan kasus positif corona meskipun tipis,
yakni 334 kasus berbanding 327 kasus. Artinya, peluang untuk melonggarkan,
apalagi mengakhiri pembatasan sosial, sangat kecil.

Terlebih PSBB di Jabodetabek, kawasan episentrum Covid-19, ternyata tidak


dijalankan dengan optimal. Hasil kajian Centre for Strategic and International
Studies bersama Facebook dengan memanfaatkan Facebook Disease Prevention
Map menunjukkan bahwa mobilitas orang masih cukup tinggi sejak PSBB
diberlakukan pada 10 April lalu. Peta itu menyediakan data pergerakan pengguna
Facebook yang mengaktifkan Facebook dan fitur Sistem Pemosisi Global (GPS)
di gawainya. Salah satu yang mobilitasnya cukup tinggi adalah jalur Bekasi Barat­
Jakarta.

Melihat data tersebut, pemerintah hams membuang jauh pikiran untuk


pelonggaran atau pengakhiran pembatasan sosial. Apalagi validitas data
menyangkut Covid-19 masih diragukan. Misalnya, apakah jumlah kasus positif
corona yang kecil di Indonesia karena jumlahnya memang kecil atau jumlah tes
yang sedikit menghasilkan angka yang rendah. Kesimpulan bisa sangat
melenceng jika data tidak valid.

Pemerintah tak ubahnya seperti bermain api jika merealisasi niat melonggarkan
pembatasan sosial. Langkah yang lebih tepat saat ini adalah menyediakan fasilitas
kesehatan yang memadai. Selain itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki data
penerima bantuan. Selama sebulan pertama ini, banyak bantuan yang salah
sasaran. Jika kondisi ini terns berlanjut, tujuan pemberian bantuan tidak akan
terpenuhi. Indonesia akan makin jauh dari pengakhiran dampak pandemi Covid-
19.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Covid-19 Virus Corona


Cerita Universitas di Indonesia
Berlomba-lomba Membuat
Riset Terkait Covid-19

Ilustrasi: Kendra Paramita

• Para peneliti perguruan tinggi berpacu membuat riset dan inovasi menghadapi
pandemi Covid-19.

• Data kasus Covid-19 masih menjadi ganjalan.

• Anggaran penelitian kampus Kementerian Riset dan Teknologi tahun ini


menurun.

DI sela kesibukan mengajar dan mengikuti rapat-rapat virtual, Basari


menyempatkan diri memimpin tim peneliti teknik Universitas Indonesia di
Depok, Jawa Barat. Tim itu mengembangkan ventilator untuk memenuhi
kebutuhan rumah sakit dalam menangani pasien pandemi Covid-19 yang dipicu
virus corona. Diberi nama Covent-20, "Ventilator ini untuk digunakan di
ambulans, membantu pasien dalam perjalanan ke rumah sakit," kata pengajar di
Fakultas Teknik UI itu pada Selasa, 28 April lalu.

Basari mengatakan ventilator transport yang dirancang timnya bertipe noninvasif


alias tanpa komponen yang dimasukkan ke tubuh pengguna. Dengan dua mode
ventilasi, alat itu dirancang untuk digunakan para pasien yang mengalami
gangguan napas tingkat ringan hingga menengah. "Masih harus menjalani
pengujian untuk memastikan keamanannya," ujar Ketua Program Studi Teknik
Biomedik tersebut.

Tim Institut Teknologi Bandung juga mengembangkan ventilator portabel, yang


dinamai Vent-I. Para perekayasa ITB menggandeng tim Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran dan dokter Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin. Mereka
menargetkan produksi ventilator hingga 100 unit setelah mendapat izin. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya juga mengembangkan ventilator mekanis
yang diklaim sederhana dan berbiaya murah.

Beragam variasi ventilator tersebut adalah terobosan riset kampus yang tumbuh
seiring dengan upaya mengatasi pandemi Covid-19. Sejak Presiden Joko Widodo
mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret lalu, penyakit
infeksius itu sudah menjangkiti lebih dari 10 ribu orang dan membunuh lebih dari
800 jiwa. Dalam tempo dua bulan, hasil riset lain bermunculan, dari beragam
perangkat disinfeksi, alat pelindung diri untuk tenaga medis, hingga robot
pembersih rumah sakit.

Tim Ahli dan Peneliti Universitas Indonesia (UI) menguji coba penggunaan alat pelindung wajah
berteknologi Respirator Pemurni Udara Bertenaga Baterai (RPUBB) di Gedung PAUI, Depok,
Jawa Barat, Senin (20/4/2020). ANTAR A FOTO/Asprilla Dwi Adha

Berpacu dengan kecepatan penularan virus SARS-CoV-2, para peneliti bidang


kedokteran juga mengulik potensi obat dan pengembangan alat pengujian virus
Covid-19. Sejumlah peneliti kampus pun terlibat dalam riset vaksin. "Potensi
teman-teman di perguruan tinggi luar biasa, dalam waktu singkat menghasilkan
berbagai prototype dan produk yang bisa digunakan dalam penanganan Covid-
19," ucap pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza mengatakan


kolaborasi universitas dan sejumlah lembaga riset akan mempercepat penelitian.
BPPT membentuk satuan kerja riset khusus penanganan Covid-19 yang
melibatkan 11 institusi riset negara, 14 perguruan tinggi, serta belasan asosiasi
medis dan teknologi. Prioritas penelitian mereka antara lain pembuatan alat
diagnostik, sarana penanganan pandemi, dan genom virus corona di Indonesia.

Menurut Hammam, BPPT telah mendapatkan 100 sampel material genetik virus
corona dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan. Sebagian dari stok itu telah didistribusikan ke lembaga riset dan
perguruan tinggi untuk bahan penelitian. "Membuat reagen, rapid test kit, juga
memerlukan material genetik virus untuk pengujian," tutur Hammam pada Kamis,
30 April lalu.
Para ilmuwan kampus juga membuat kajian yang memprediksi jumlah kasus
positif Covid-19 di Tanah Air. Menggunakan data kasus yang diumumkan
pemerintah, studi pemodelan matematika yang dibuat tim ITB memperkirakan
ada 60 ribu kasus positif pada akhir Mei mendatang. Hasil riset UI malah
menyebutkan kasus virus corona sudah ada sejak pertengahan Januari lalu.
Kalkulasi tim yang dipimpin pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Pandu
Riono itu menunjukkan bisa terjadi lebih dari 2 juta kasus positif Covid-19 dalam
tiga bulan sejak kasus pertama muncul.

Penelitian lain di bidang perilaku sosial menunjukkan banyak orang Indonesia


cuek menghadapi wabah. Ada yang tetap nekat pulang kampung meski
pemerintah melarang mudik untuk memutus rantai penularan penyakit ke wilayah
lain. Menurut dosen Fakultas Ilmu Budaya UI, Munawar Holil, perilaku abai
serupa sebenamya sudah terekam dalam naskah-naskah kuno Nusantara yang
bercerita tentang wabah dan bencana. "Ada yang hilang dalam transfer
pengetahuan dari kearifan lokal," katanya.

Riset dan inovasi adalah bala bantuan saat menghadapi pagebluk seperti Covid-
19. Untuk itu, para peneliti membutuhkan asupan data yang terbuka. Sejumlah
peneliti menyebutkan adanya kesulitan mengakses data yang dipegang
pemerintah. Kementerian Kesehatan menyatakan hasil pemeriksaan harus diolah
dan diverifikasi ulang sebelum disajikan kepada masyarakat melalui pengumuman
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Tidak ada yang ditutupi," ucap
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Didik Budijanto pada
Selasa, 28 April lalu.

Bekas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Siswanto,


mengatakan seluruh data sampel pengujian Covid-19 diserahkan ke Kementerian
Kesehatan untuk dikompilasi. Setiap hari, Balitbangkes memeriksa sekitar 300
spesimen. Siswanto mengatakan Balitbangkes tak pemah memegang data
karakteristik pasien Covid-19. "Balitbangkes hanya menerima sampel dari rumah
sakit untuk diuji konfirmasi positif atau negatif," ujar Siswanto, yang dilantik
sebagai Analis Kebijakan Ahli Utama Kementerian Kesehatan pada 15 April lalu.

Terbatasnya data lokal yang bisa diakses membuat peneliti kampus memakai
bahan dari riset kasus Covid-19 asal luar negeri. Peneliti Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Igi Ardyanto, dan timnya memanfaatkan data dan citra
paru-paru pasien yang sudah dipublikasi di beberapa negara untuk membangun
sistem pemindaian kasus Covid-19 berbasis kecerdasan buatan. "Data dari
Indonesia masih belum seperti itu, perlu koordinasi dengan pemerintah. Apalagi
kalau meminta ke rumah sakit, karena informasi pasien tak bisa sembarangan
dipakai," kata Igi.

Menurut Igi, penelitiannya membutuhkan data besar untuk mencapai hasil


maksimal. Teknologi kecerdasan buatan membuat proses penilaian terhadap citra
paru-paru berlangsung lebih cepat. Namun riset masih harus dikembangkan dan
tak bisa menjadi patokan utama karena diagnosis tetap membutuhkan uji
lapangan. "Riset seperti ini banyak dilakukan peneliti negara lain," tutumya. "Jika
terjadi pandemi seperti ini lagi, sudah ada landasan dari pengalaman saat ini."

BPPT juga mengembangkan sistem kecerdasan buatan dalam pemindaian citra


paru-paru memanfaatkan data dari publikasi luar negeri. Pasalnya, belum ada data
citra paru pasien Indonesia. Tim BPPT, Hammam menjelaskan, menggunakan
sekitar 200 citra paru yang dirilis di luar negeri untuk melatih sistem kecerdasan
buatan. "Ketika sistemnya sudah jalan dan citra paru pasien Indonesia bisa
diakses, mesin tinggal dilatih dengan data barn," ujarnya.

Para peneliti dari berbagai negara berlomba memasukkan hasil riset Covid-19 ke
jurnal ilmiah. Nizam mengatakan produktivitas peneliti Indonesia meningkat, tapi
kompilasi hasil riset terkait dengan pandemi Covid-19 saat ini belum inklusif.
Biasanya perguruan tinggi melaporkan hasil riset ke Pangkalan Data Pendidikan
Tinggi setiap akhir semester. Hanya segelintir yang melapor lebih awal.
"Publikasi peneliti Indonesia di jurnal internasional terns meningkat
meninggalkan Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Padahal <lulu kita jauh
tertinggal," ucap Nizam.

Selain keterbukaan data, dana berperan besar dalam kelangsungan penelitian. Ada
penelitian yang didanai secara mandiri, seperti ventilator ITB. Ada pula
pembiayaan dari perguruan tinggi atau bantuan dana Kementerian Riset dan
Teknologi. Pada 2019, sekitar Rp 1,5 triliun dikucurkan untuk penelitian di
kampus. Tapi tahun ini dana itu malah berkurang menjadi Rp 1,3 triliun. Adapun
BPPT, kata Hammam, mendapat anggaran sekitar Rp 40 miliar untuk riset-riset
seputar Covid-19. "(Dana) itu nanti sampai barangnya jadi diproduksi."

Hammam mengatakan riset sejumlah aplikasi terkait dengan Covid-19 yang


diangkat peneliti seharusnya dikembangkan lagi dan dilanjutkan hingga bisa
diproduksi massal. Penyesuaian kebijakan pemerintah, antara lain birokrasi
pengujian inovasi dan perizinan, bisa mendorong universitas dan lembaga riset
lebih bersemangat. "Tidak berhenti hanya sampai purwarupa, padahal potensinya
sangat bagus untuk diproduksi," tuturnya.

Menurut Nizam, Kementerian akan membantu menghubungkan perguruan tinggi


dengan mitra di pemerintah dan industri. Mereka juga bekerja sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk
mempercepat pengujian dan sertifikasi peralatan kesehatan. "Purwarupa yang
lolos sertifikasi bisa segera diproduksi massal dan dipakai," ujarnya.

Pandemi juga membuat rutinitas belajar di kampus dan sekolah berubah.


Universitas dan sekolah ditutup untuk sementara sehingga tidak ada lagi model
belajar tatap muka, diganti dengan belajar dari rumah melalui Internet. Kuliah
praktik dan pengerjaan tugas akhir yang membutuhkan fasilitas laboratorium di
kampus pun hams ditunda. "Atau diubah dari praktik di laboratorium menjadi
membuat simulasi di komputer," tutur Igi Ardyanto.

Nizam mengatakan pemerintah menggelar survei daring ( online) yang diikuti


sekitar 237 ribu responden mahasiswa pada awal April lalu atau empat pekan
setelah program belajar dari rumah diluncurkan. Hasil survei menunjukkan
metode pembelajaran daring yang dipakai perguruan tinggi mencapai 95 persen.
Meski demikian, menurut Nizam, para mahasiswa menilai model pembelajaran
fisik masih lebih baik dibanding daring. "Kendala utama adalah jaringan Internet
yang tidak merata dan koneksi belum stabil," katanya.
Pemerintah juga menyiapkan sejumlah program lewat tayangan televisi, siaran
radio, dan layanan situs bagi anak-anak untuk belajar dari rumah. Pelaksana tugas
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah, Hamid Muhammad, mengatakan materi pelajaran dikurasi oleh tim
kurikulum dan dibuat bervariasi setiap hari. Para pegiat pendidikan dan
bimbingan belajar juga berusaha menyesuaikan program mereka dengan materi
pembelajaran daring.

Penanggung Jawab: Dody Hidayat I Pemimpin Proyek: Gabriel Wahyu


Titiyoga I Penulis: Erwan Hermawan, Gabriel Wahyu Titiyoga, Isma Savitri,
Mahardika Satria Hadi, Nur Alfiyah, Raymundus Rikang, Retno Sulistyowati,
Wayan Agus Pumomo I Penyunting: Agoeng Wijaya, Bagja Hidayat, Dody
Hidayat, Nurdin Kalim, Sapto Yunus, Stefanus Pramono I Penyumbang bahan:
Ahmad Rafiq (Sragen), Anwar Siswadi (Bandung), Ayu Cipta (Tangerang), Dinda
Leo Listy (Klaten), Eko Widianto (Malang), Jamal Nasr (Semarang), Kukuh S.
Wibowo (Surabaya), Shinta Maharani (Yogyakarta), Hussein Abri (Jakarta) I
Fotografer: Gunawan Wicaksono, Prima Mulia I Periset foto: Gunawan
Wicaksono, Jati Mahatmaji, Ratih Pumama I Penyunting bahasa: Hardian Putra
Pratama, Iyan Bastian, Uu Suhardi I Desainer: Djunaedi

Covid-19 Virus Corona Penelitian Ilmiah Universitas Universitas Indonesia I UI


Inovasi
Sejumlah Perguruan Tinggi
Menciptakan lnovasi
Menghadapi Pandemi
Covid-19

Tim peneliti menyiapkan makanan dan obat-obatan yang dibawa Robot Medical Assistant ITS­
UNAIR (RAISA) saat diuji coba di Gedung Pusat Robotika Institut Teknologi SepuluhNopember
(ITS), Surabaya,Jawa Timur, Selasa (14/4/2020). ANTARA FOTO/MochAsim/foc.

• Kementerian Pendidikan mendorong perguruan tinggi mengembangkan alat

kesehatan untuk mengatasi Covid-19.

• Ada yang membuat robot pembasmi kuman sampai ventilator agar pasien tak

masuk ke ruang ICU.

• Alat kesehatan yang dikembangkan perguruan tinggi akan diproduksi oleh

BUMN.

RAK bersusun empat itu berjalan mondar-mandir di bagian Intensive Care Unit
Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya. Ia bergerak dari satu kamar ke
kamar lain sambil membawa obat-obatan, makanan, dan kain lap dengan kendali
jauh dari seorang operator. Rak yang dinamai Robot Medical Assistant ITS­
Airlangga alias Raisa itu buatan Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya.
"Robot tersebut menggantikan tugas perawat mengantarkan kebutuhan pasien,"
kata juru bicara satuan tugas penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
Rumah Sakit Universitas Airlangga, Alfian Nur Rosyid, Selasa, 28 April lalu.

Raisa baru dipakai di Rumah Sakit Unair. Robot yang diluncurkan pada 14 April
lalu itu diciptakan untuk meminimalkan kontak antara perawat dan pasien Covid-
19. Dengan begitu, pemakaian alat pelindung diri yang jumlahnya menipis bisa
lebih dihemat dan risiko penularan penyakit akibat virus corona ke tenaga medis
bisa diminimalkan. "Raisa setara dengan empat perawat," ujar Wakil Rektor ITS
Bidang Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Kealumnian Bambang Pramujati.

Ini bukan satu-satunya alat yang diciptakan ITS. Perguruan tinggi tersebut juga
memperkenalkan robot Ultra Violet ITS-Airlangga alias Violeta, sepuluh hari
seusai peluncuran Raisa. Robot setinggi sekitar satu setengah meter itu bertugas
membasmi kuman di ruang perawatan yang sudah ditinggalkan pasien.

Violeta menggunakan enam lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 200-


300 nanometer. Dengan menyalakan lampu tersebut selama 10-15 menit, virus
dan bakteri yang tertinggal di ruangan akan hancur. Violeta juga bisa digunakan
untuk mensterilkan moda transportasi, seperti bus dan gerbong kereta, asalkan tak
ada orang masuk saat alat itu bekerja. "Karena sinar ultravioletnya bisa memicu
kanker," kata Bambang.

Tim dosen dari Telkom University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) di Bandung menggarap purwarupa wahana serupa bemama Autonomous
UV C Mobile Robot (AUMR). Pengembangannya dipimpin Angga Rusdinar dari
Fakultas Teknik Elektro Telkom University. Anggotanya Irwan Pumama dari
Balai Pengembangan Instrumentasi LIPI, Kemas Muslim Lhaksmana dari Teknik
Informatika Fakultas Teknik Informatika Telkom University,
dan Ratih Asmara Ningrum dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.

Menurut Irwan, alat sejenis sudah dipakai di Cina untuk mematikan virus corona.
Pengujian terhadap AUMR di laboratorium biosafety level 3, koridor, juga
clean room di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat,
menunjukkan robot tersebut bisa membunuh hampir 80 persen bakteri. AUMR
telah diperkenalkan ke Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet,
Jakarta, serta Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin dan Rumah Sakit
Umum Pindad, Bandung. Rencananya ia akan ditempatkan di Wisma Atlet.
"Untuk membasmi virus di sana," ucap Irwan.

Kepala Satuan Tugas Kesehatan Ru.mah Sakit Darurat Wisma Atlet Mayor
Jenderal TNI Bambang Dwi Hasto membenarkan kabar bahwa robot tersebut
pemah diujicobakan di Wisma Atlet. Namun saat ini AUMR masih akan
disempumakan oleh penelitinya. "Karena belum dikalibrasi," ujamya.

Sementara ITS dan Telkom University mengembangkan robot untuk membantu


para tenaga medis, dosen Institut Teknologi Bandung, Syarif Hidayat,
bersama timnya menggarap ventilator yang bisa dibawa-bawa bemama Ventilator
Portabel Indonesia alias Vent-I. Alat ini sudah lolos uji Balai Pengamanan
Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan pada 21 April lalu. "Sudah
mulai diproduksi. Targetnya akhir minggu ini bisa dibuat 100 unit dan langsung
diedarkan untuk donasi," tutur Syarif, Senin, 20 April lalu.

Vent-I merupakan kolaborasi riset bersama dosen di ITB, Fakultas Kedokteran


Universitas Padjadjaran, dan dokter di Ru.mah Sakit Umum Pusat Dr Hasan
Sadikin. Alat tersebut rencananya digunakan untuk membantu pemapasan bagi
pasien Covid-19 dengan gejala pneumonia ringan supaya pasien tak sampai
masuk ke ruang ICU gara-gara kesulitan bemapas.
Ventilator portabel seberat kurang dari lima kilogram ini, kata Syarif,
tak sekompleks ventilator rumah sakit, sehingga mudah dipakai dokter atau
perawat tanpa tenaga operator khusus dan bisa dipakai di mana saja. Penelitian
yang menghabiskan biaya lebih dari Rp 100 juta ini didanai oleh Yayasan
Pembina Masjid Salman ITB dan penggalangan dana publik
(crowdfunding). Vent-I rencananya akan diproduksi oleh perusahaan pelat merah,
antara lain PT Dirgantara Indonesia dan PT LEN.

Teknisi memperagakan penggunaan ventilator portabel Vent-I di 1TB Bandung, Jawa Barat, Selasa
(21/4). TEMPO/Prima mulia

Menurut Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Muhammad Ridlo Akbar, tim


mereka sedang mengurus izin produksi dan izin edar Vent-I sekaligus melakukan
uji klinis. Rencananya pekan ini perusahaannya mulai memproduksinya.
"Milestone pertama kami 500 unit per minggu," ujamya.

Tim Universitas Indonesia juga mengembangkan ventilator portabel. Menurut


ketua tim, Basari, alat bantu napas tersebut dirancang untuk digunakan pasien di
ambulans dalam perjalanan ke rumah sakit atau ketika dipindahkan dari ruang
observasi ke kamar isolasi. Ventilator bemama Covent-20 itu hasil kolaborasi para
peneliti dari Fakultas Teknik UI, Fakultas Kedokteran UI, Rumah Sakit
Universitas Indonesia, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta, dan
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta.

Direktur Utama PT Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan perusahaannya telah


bekerja sama dengan UI untuk memproduksi Covent-20. Alat tersebut sudah lolos
uji dari BPFK, tinggal diproses nomor izin edamya di Kementerian Kesehatan.
"Paling cepat minggu depan sudah kami daftarkan," ucapnya.

Harga Covent-20, kata Arief, akan lebih murah 30-40 persen dari harga ventilator
pada umumnya yang beredar di pasar, yang berkisar Rp 300-500 juta, karena
sekitar 70 persen komponennya bisa didapatkan di Indonesia. Teknologinya pun
tak rumit. Rencananya, dalam tahap awal, mereka akan memproduksi 300-400
unit per bulan.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan, Nizam, mengatakan selama ini kebutuhan peralatan kesehatan
di Indonesia sangat bergantung pada impor.
Ketika pandemi terjadi, ketergantungan pada negara lain tersebut berdampak
serius pada kemampuan penanganan Covid-19 di Tanah Air. "Karena itu,
kami mendorong para peneliti di perguruan tinggi untuk melakukan riset alat
kesehatan, pengembangan alat perlindungan diri bagi tenaga kesehatan, dan
berbagai peralatan yang dapat membantu mitigasi Covid-19," tutur Nizam.

Virus Corona ITB Universitas Indonesia I UI ITS


lnovasi Kampus Lawan Covid-
19, Dar i Uji Virus Sampai
Berburu Zat Penangkal Dan
Kandidat Vaksin

Petugassedang bekerja di Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija yang digunakan untuk


memeriksa sampel pasien Covid-19 di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (30 April 2020). Dok. Laboratorium
Diagnostik Yayasan Tahija

• Sejak merebaknya wabah Covid-19, sederet universitas besar di Indonesia


turun tangan membantu pemerintah dalam penanganan pandemi lewat
berbagai riset.

• UGM berfokus pada pengujian sampel swab dari pasien yang diduga terinfeksi
virus corona sampai merancang pemodelan untuk memprediksi kapan pandemi
berakhir.

• Lembaga Penyakit Tropis Unair berburu kandidat vaksin, sementara UI bekerja


sama dengan IPB mencari kandungan bahan herbal untuk penangkal virus
corona.

TIGA belas petugas Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija, Yogyakarta,


terlihat berhati-hati memeriksa sampel pasien yang dicurigai terinfeksi
virus corona, Rabu, 29 April lalu. Mengenakan baju hazmat dan masker, mereka
menganalisis spesimen kiriman dari salah satu rumah sakit rujukan. Hasil
pemeriksaan sampel akan dikirimkan kembali ke rumah sakit supaya dokter
segera bertindak, terutama untuk pasien yang dinyatakan positif corona.

Sebelum memasuki ruang laboratorium, semua petugas harus melewati penapisan


suhu dan menjalani pemeriksaan tanda gejala infeksi. Mereka diwanti-wanti untuk
selalu mematuhi protokol keselamatan. "Semua anggota stafharus memakai alat
pelindung diri lengkap dan melewati prosedur biosafety yang ketat,"
kata Eggi Arguni, ketua tim unit diagnostik Laboratorium Diagnostik
Yayasan Tahija di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,
dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kepada Tempo.

Civitas academica menjadi unsur penting dalam


penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Tidak hanya berkutat
di kelas, beberapa kampus yang memiliki lembaga riset penyakit menular tropis,
seperti UGM; Universitas Airlangga, Surabaya; dan Universitas Indonesia, terjun
meneliti dari sisi virologi ataupun kedokterannya. Ada pula inovasi
bidang bioinformatika untuk mencari bahan penangkal virus corona hingga
potensi membuat vaksin.

UGM mulai memfungsikan Laboratorium Diagnostik Yayasan Tahija untuk


memeriksa sampel pasien Covid-19 pada Jumat, 3 April lalu. Setiap hari pukul
07.00-15.00, para petugas di sana mengekstraksi asam ribonukleat-
materi genetik virus corona-pada sampel swab dahak yang diambil dari pangkal
hidung dan tenggorokan pasien. Dengan
metode polymerase chain reaction (PCR), spesimen hasil usapan itu dianalisis
untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.

Sejak diaktifkan untuk menangani Covid-19, laboratorium tersebut setiap hari


memeriksa 610 sampel. Ratusan spesimen itu berasal dari rumah sakit rujukan,
antara lain Rumah Sakit Umum Daerah Sleman, RSUD Kota Yogyakarta,
RSUD Wates Kulon Progo, Rumah Sakit Panti Rini, PKU Muhammadiyah, dan
Santa Elizabeth. Melalui laboratorium ini, hasil diagnosis bisa lebih cepat karena
tak perlu lagi menunggu pengujian dari laboratorium Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan di Jakarta.

Eggi mengatakan laboratorium rujukan dengan standar biosafety level 2 (BSL-2)


plus dari World BioHazTec Singapura ini wajib melaporkan hasil ujinya ke semua
rumah sakit pengirim sampel paling lambat 2 x 24 jam. "Kami juga
melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi, Balitbangkes, dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana," ucapnya.

Sebelum merebak wabah Covid-19, Laboratorium Diagnostik


Yayasan Tahija rutin digunakan untuk meneliti nyamuk Aedes aegypti yang
mengandung bakteri wolbachia lewat proyek World Mosquito Program sejak
2011. Laboratorium ini dilengkapi biosafety cabinet, refrigerated centrifuge,
mesin PCR, dan lemari beku penyimpanan sampel. Atas permintaan Balitbangkes,
UGM memfungsikan laboratorium ini untuk analisis sampel virus corona.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,


dan Keperawatan UGM Riris Andono Ahmad menyebutkan timnya juga
melakukan riset dengan membuat simulasi wabah Covid-19 berdasarkan interaksi
individu. Hasil pemodelan mereka menunjukkan bahwa puncak pandemi,
terutama di Jakarta sebagai episentrum penyebaran virus corona, bukan pada Mei
seperti perkiraan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. "Jakarta masih
berisiko besar untuk terjadi pandemi berikutnya,"
ujamya. Riris mengatakan pandemi Covid-19 perlu waktu sekitar dua tahun untuk
berakhir.
Di Surabaya, penelitian vaksin Covid-19 di laboratorium Lembaga Penyakit
Tropis Universitas Airlangga dimulai pada awal April lalu. Melibatkan bidang sel
punca, penyakit tropis, rekayasa molekul hayati, dan rumah sakit, riset yang
berjalan tiap hari itu menguji sinkronisasi senyawa yang dapat menghambat
replikasi virus corona. Tim peneliti telah mendeteksi main protease, jenis enzim
yang memungkinkan virus corona memperbanyak diri bila menemukan inang
yang cocok. "Kalau inangnya tepat, ia akan bereplikasi," tutur Ketua Pusat Riset
Rekayasa Molekul Hayati Universitas Airlangga Ni Nyoman Tri Puspaningsih,
Rabu, 29 April lalu.

Beruntung, kata Nyoman, pihaknya dapat segera menemukan senyawa yang


dideteksi bisa menghambat replikasi virus. Dalam penelitian sintesis di
laboratorium, tiga dari lima kandidat senyawa anti-main protease itu memiliki
energi ikat yang bagus. Namun ia memastikan senyawa itu belum bisa disebut
sebagai vaksin anti-corona.

Untuk memastikan senyawa itu mampu menghambat virus, Nyoman dan timnya
masih harus menjalankan uji praklinis, formulasi, dan uji klinis. Mereka juga
harus melakukan uji tantang untuk melihat apakah virus mampu tumbuh setelah
diikat dengan senyawa aktif itu. "Kami ingin uji klinis dan uji tantang berjalan
paralel agar prosesnya lebih cepat. Jika sintesis ini berhasil, bahannya bisa
dibuat," tutur ahli bidang enzimologi ini.

Gubemur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kedua kiri) didampingi Rektor Universitas
Airlangga (Unair) Mohammad Nasih (kiri) melihat peralatan penelitian di Laboratorium Influenza,
Institute of Tropical Disease (ITD) saat berkunjung ke Unair, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu
(14/3/2020). ANTARA FOTO/Moch Asim

Nyoman mengatakan penelitian ini juga bertujuan memetakan virus corona yang
menginfeksi masyarakat Indonesia. Melalui pemetaan, virus corona di Indonesia
dengan yang ada di Eropa, Australia, dan negara-negara Asia lain, terutama Cina,
bisa diketahui bedanya. Dengan begitu, peneliti memiliki acuan untuk membuat
kandidat vaksinnya.

Sejauh ini, berdasarkan GISAID, bank data yang berisi sampel virus corona dari
berbagai negara, ukuran virus corona di Indonesia lebih kecil dibanding yang ada
di Eropa dan Australia. "Secara umum di negara-negara yang terkena dampak itu
ukuran virusnya 30 ribu pasang basa, yang di Indonesia 350 pasang basa atau
hanya seperseratusnya," ucap Nyoman.

Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih mengatakan penelitian di


laboratorium Lembaga Penyakit Tropis masih taraf pengkulturan virus. Menurut
dia, ada beberapa kendala yang dihadapi tim peneliti. Salah
satunya virusnya "bandel'' sehingga sulit untuk dikultur. Ini berbeda
ketika Unair meneliti virus avian influenza pemicu wabah flu burung di
laboratorium tersebut pada 2003. "Virus avian influenza lebih mudah dikultur,"
katanya.

Universitas Indonesia tak ketinggalan dalam riset untuk mencegah penyebaran


virus Covid-19. Bekerja sama dengan Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian
Bogor, tim peneliti Departemen Kimia Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi
UI melakukan riset bioinformatika dan mendapati bahwa golongan senyawa pada
jambu biji merah bisa menjadi penangkal virus corona. "Genom lengkap
virus Covid-19 bisa dilihat. Kita juga punya data struktur kimia herbal-herbal,"
ujar Dekan FKUI Ari Fahrial Syam, Selasa, 28 April lalu.

Dari total basis data sebanyak 1.377 senyawa, tim periset menemukan antara
lain hesperidia, rhamnetin, kaempferol, kuersetin, dan myricetin. Penemuan ini
ditindaklanjuti dengan uji klinis jus jambu biji merah sebagai suplemen untuk
orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan. "Ahli kimia kedokteran
dan ahli farmasi akan meneliti lebih detail kandungan spesifik pada jambu biji
yang bekerja menghambat kerja virus corona," kata Ari.

Covid-19 Virus Corona Penelitian Ilmiah IPB Universitas Indonesia I UI Riset


Universitas Gadjah Mada I UGM Universitas Airlangga I Unair
lkht iar 1TB dan UI Memprediksi
Angka Kasus Corona yang
Sebenarnya

Data dan simulasi Covid-19 dipandang dari Pendekatan model Matematika oleh Pusat Pemodelan
Matematika dan Simulasi ITB dan KK Matematika Industri dan Keuangan FMIPA ITB. TEMPO/
Gunawan Wicaksono

• Sejumlah kampus memperkirakan kasus Covid-19 lebih tinggi dari angka yang

dirilis pemerintah.

• Para peneliti dari 1TB dan UI sulit mencari data dan hanya bersumber dari

keterangan pemerintah.

• Riset para peneliti di kampus dipakai sebagai rujukan pengambilan keputusan

oleh pemerintah.

DUA pekan setelah kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 terdeteksi di
Indonesia, Hendra Gunawan "menyentil" para koleganya di Pusat Pemodelan
Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung. Guru besar matematika
1TB itu mempertanyakan kenapa mereka tak kunjung menerbitkan kajian
akademis terkait dengan wabah corona. "Kok, kita tak ada publikasi sama sekali
mengenai pandemi ini," kata peneliti di Pusat Pemodelan 1TB, Nuning Nuraini,
menirukan ucapan Hendra, pada Selasa, 28 April lalu.

Ketika Hendra bertanya tentang riset pagebluk corona itu, Nuning dan tim
sebenamya sedang menyiapkan makalah ilmiah mengenai Covid-19. Mereka
berencana memaparkan prediksi kenaikan kasus corona di Indonesia dalam jumal
akademik. Tapi menulis riset di jumal butuh waktu panjang. Hendra berharap
Nuning dan timnya segera merilis hasil riset.

Nuning dan para peneliti di Pusat Pemodelan Matematika akhimya membuat


pemodelan Covid-19 dengan versi yang lebih sederhana. Mereka menggunakan
formula yang dikembangkan F.J. Richards, ilmuwan Imperial College London,
untuk memperkirakan jumlah pasien Covid-19 di Indonesia. Metode F.J. Richards
dipilih karena terbukti akurat memprediksi fase endemis sindrom pemapasan akut
parah atau SARS di Hong Kong pada 2003. "Di hampir semua negara terinfeksi,
data terlapor pasti lebih rendah ketimbang kasus corona yang riil di lapangan,"
ujar pakar matematika epidemiologi itu.

Sejak memulai riset, Nuning mengaku kesulitan memperoleh data kasus corona.
Satu-satunya statistik yang tersedia dan bisa diolah tim ITB hanyalah angka
pasien yang diumumkan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19,
Achmad Yurianto. "Kami akhirnya memakai data pemerintah dengan asumsi
angka-angka itu benar," tutur Nuning.

Nuning Nuraini

Mengambil data resmi pemerintah pada 2-7 Maret 2020, Nuning merampungkan
makalah pemodelan dalam waktu dua hari. Ia meminta bantuan Hendra Gunawan
memeriksa penelitian yang hasilnya dipublikasikan pada 15 Maret lalu itu.
Nuning dan timnya memprediksi ada 8.000 kasus positifcorona di Indonesia pada
pertengahan April 2020. Penelitian itu menimbulkan kehebohan. Saat basil riset
dipublikasikan, angka positifbaru mencapai 117 kasus. "Tak menyangka riset
sederhana itu menjadi viral," ucap Nuning.

Perhitungan Nuning hampir tepat. Pada pekan ketiga April, sedikitnya ada 7.000
kasus positif. Pada 24 April, angka kasus menembus 8.200. Seiring dengan
penambahan data jumlah pasien yang dirilis resmi oleh pemerintah, Nuning
memperbarui risetnya. Dengan data sepanjang 2-20 Maret, dia memperkirakan
ada 60 ribu kasus positifcorona pada pengujung Mei. Saat puncak wabah itu,
penambahan kasus positifbisa mencapai 2.000 pasien per hari.

Belajar dari minimnya data di pemerintah pusat, Nuning dan koleganya meminta
akses data yang komprehensifketika pemerintah Jawa Barat mengajak
berkolaborasi. Dari pemerintah Jawa Barat, tim ITB tak hanya memperoleh angka
kasus positif, tapi juga peta sebaran pasien di setiap kota dan kabupaten. Tim
penanganan Covid-19 Jawa Barat juga menyediakan statistik rapid test yang
sudah diselenggarakan.

Dengan kelengkapan data itu, tim ITB memberikan rekomendasi ke Gedung Sate
-kantor Gubemur Jawa Barat-ihwal pelaksanaan tes massal pada rapat 24 April
lalu. Mereka menyarankan pemerintah daerah yang angka kasus positifnya tinggi,
seperti Depok, Bandung, dan Kabupaten Cimahi, memperbanyak tes cepat. Dalam
perhitungan Nuning, daerah tersebut memerlukan 40-70 ribu tes cepat per hari
agar bisa mengetahui tingkat penularan yang sebenamya.

Gubemur Jawa Barat Ridwan Kamil mengakui sejumlah kebijakan yang ia ambil
selama pandemi Covid-19 selalu disertai saran dari para pakar di kampus.
Menurut dia, pemerintah Jawa Barat melibatkan tim dari ITB dan Institut
Pertanian Bogor untuk menangani wabah virus corona. "Pembatasan sosial
berskala besar di daerah kami termasuk salah satu rekomendasi dari para peneliti
di kampus," ujar Ridwan.

Sejumlah akademikus Universitas Indonesia juga membuat pemodelan Covid-19.


Dipimpin pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Pandu Riono, tim UI
membuat prediksi kasus virus corona jauh sebelum Presiden Joko Widodo
mengumumkan kasus pertama dan kedua pada 2 Maret lalu. "Kami curiga virus
sudah beredar di Indonesia pada pertengahan Januari sampai Februari," katanya.

Seperti yang dialami Nuning dan tim ITB, Pandu kesulitan memperoleh data
awal. Tim UI akhimya memutuskan mencari statistik altematif. Mereka
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, yang sudah memantau
penduduk yang terindikasi terjangkit Covid-19. Pada pekan kedua Januari,
tercatat sepuluh pasien dalam pengawasan dan dua orang dalam pemantauan.

PanduRiono

Menggunakan rumus pemodelan yang diperkenalkan Neil Ferguson, profesor di


Imperial College London, hasil riset menunjukkan pasien positif sudah ada pada
pekan kedua Februari. Menurut Pandu, jumlahnya terus melonjak hingga lebih
dari 3.000 pasien pada awal Maret-sesaat sebelum kasus pertama diungkap.
Pandu dan timnya memperkirakan ada lebih dari 2 juta kasus positif Covid-19
selang tiga bulan dari terungkapnya kasus pertama. Ledakan angka itu berpotensi
terjadi jika pemerintah tak mengintervensi.

Berkolaborasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Pandu dan


timnya juga membandingkan angka kasus positif dengan fasilitas dan alat
kesehatan yang tersedia. Dari Bappenas, tim UI mendapat pasokan data jumlah
ruang isolasi, ranjang perawatan, mesin bantu pemapasan, dan tabung oksigen.
Hasilnya, ketersediaan ranjang di semua rumah sakit di Indonesia tak akan cukup
menampung pasien Covid-19 dengan asumsi pemerintah tak turun tangan sama
sekali.

Menurut Pandu, dengan intervensi ketat sekalipun, kapasitas ideal tempat tidur
yang ada di 132 rumah sakit rujukan corona-sekitar 20 ribu ranjang-tak
mampu menangani ledakan pasien yang diperkirakan mencapai 25 ribu orang.
Pemetaan ini, Pandu menjelaskan, sangat penting dalam perumusan kebijakan
pemerintah. "Kalau pemerintah tak bisa mencegah penularan, setidaknya mereka
bisa mencegah kematian dengan mengetahui kesiapan sarana kesehatan yang
dimiliki," ucap Pandu.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali


mengungkapkan, Pandu dan tim UI sudah memaparkan risetnya dalam rapat
dengan Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada 27 Maret lalu. Menurut
Pungkas, kajian Pandu merupakan riset yang penting untuk melihat kesiapan
infrastruktur kesehatan menghadapi pandemi. "Dengan adanya riset dari tim UI,
pemerintah bisa segera menyiagakan dan menambah alat kesehatan untuk
mengantisipasi wabah besar seperti Covid-19 ini," tutur Pungkas.

Covid-19 Virus Corona Ridwan Kamil 1TB Kementerian Perencanaan


Pembangunan Nasional j Bappenas Universitas Indonesia j UI
Para Peneliti di Balik Larangan
Mudik

u�ik, .Aje ,ikHik


· VJRlJS CORO

Spanduk ajakan tidak mudik di Terminal Bis Kota Serang, Banten, 10 April 2020. ANTARA/Asep
Fathulrahman

• Sejumlah peneliti cemas terhadap rencana mudik sebagian masyarakat.

• Riset mereka menjadi acuan bagi pemerintah untuk melarang mudik.

• Sejumlah peneliti juga menganalisis sikap abai dan dampak ekonomi wabah

corona.

BERBAGAI kabar tentang banyaknya orang yang mudik sejak pertengahan Maret
lalu membuat gelisah sejumlah peneliti di Tim Panel Sosial untuk Kebencanaan.
Mereka melihat banyak penduduk meninggalkan lbu Kota menuju kampung
halaman saat wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 merebak.

Tim Panel Sosial untuk Kebencanaan-kolaborasi sejumlah peneliti dari berbagai


kampus, lembaga penelitian, dan institusi pemerintah-memutuskan mengangkat
mudik sebagai tema survei perilaku sosial masyarakat di tengah wabah corona.
"Mudik ini berpotensi mempercepat laju penularan virus," kata Dicky
Chresthover Pelupessy, anggota Tim Panel yang juga dosen Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, pada Kamis, 30 April lalu.

Mereka mewawancarai 3.853 responden, sebagian besar berdomisili di Pulau


Jawa, pada 28-31 Maret lalu. Hasilnya, sebanyak 43,78 persen responden
menyatakan bakal mudik. Meskipun semua responden mengetahui mereka
berpotensi menjadi pembawa virus dan adanya kelompok rentan tertular, hanya
32,07 persen yang khawatir bakal menularkan penyakit ini. Sebanyak 10,25
persen, Dicky menambahkan, tak khawatir bakal menjadi penular sehingga tetap
berencana mudik. Dicky menilai sebagian responden merasa sehat dan situasi di
kampung sedang baik-baik saja.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Rusli Cahyadi, mengatakan mudik bagi sebagian besar masyarakat Indonesia
memiliki nilai kultural. Menurut dia, mudik mampu mendekatkan mereka dengan
kenangan masa lalu dan juga keluarga. Karena itu, masyarakat akan
mengupayakan berbagai macam cara untuk momen berkumpul dengan sanak
keluarga setahun sekali ini. "Meskipun harus bersiap-siap sejak jauh hari,
mengeluarkan uang dalam jumlah besar, berdesak-desakan dalam antrean ataupun
kendaraan," ucap Rusli.

Munawar

Menyadari animo untuk mudik tak menyurut karena pandemi Covid-19, Tim
Panel Sosial membuat sejumlah rekomendasi bagi pemerintah. Rekomendasi ini
disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta
Kementerian Riset dan Teknologi, yang juga menjadi anggota tim. Rekomendasi
itu antara lain mendorong kampanye tidak mudik menjelang Lebaran. Mereka
meminta pemerintah mengatur dan mengantisipasi pergerakan orang dari provinsi
ke kabupaten/kota tujuan pemudik.

Dicky mengakui survei ini dibuat sebagai basis kebijakan pemerintah atas
permintaan BNPB. Dia mendengar hasil riset ini juga menjadi acuan saat Presiden
Joko Widodo mengumumkan pelarangan mudik pada Selasa, 21 April lalu.
Sebelumnya, Jokowi hanya mengimbau masyarakat tidak pulang ke kampung
halaman. "Penting bagi pemerintah untuk ikut campur tangan," tuturnya.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Munawar Holil, meriset


ulang sikap cuek masyarakat terhadap wabah dengan mengacu pada penelitiannya
yang terdahulu. Menurut Munawar, naskah kuno berbahasa Sunda dalam bentuk
wawacan atau tradisi puisi menunjukkan situasi serupa saat Hindia Belanda
menghadapi wabah kolera pada 1890-an. Munawar menjelaskan, wawacan itu
menyebutkan soal penyakit kolera serta dampak dan cara pencegahan
penyebarannya ke wilayah lain.

Wawacan juga menyebutkan ada masyarakat yang pasrah terhadap penyakit


karena menganggapnya sebagai kutukan Tuhan. Pemerintah Hindia Belanda, ujar
Munawar, berinisiatif menyebarkan metode penanganan melalui wawacan yang
biasa ditembangkan masyarakat lokal. "Ini semacam protokol penanganan dari
pemerintah Hindia Belanda," kata Munawar, yang aktif di Masyarakat Naskah
Nusantara.

Selain melakukan riset tentang perilaku sosial, Tim Panel Sosial untuk
Kebencanaan menggelar penelitian tentang keterbukaan informasi Covid-19.
Mereka mensurvei ribuan orang pada 20-21 Maret lalu. Hasilnya, Dicky
Pelupessy menjelaskan, sebanyak 97 persen responden setuju pemerintah
membuka riwayat perjalanan pasien. Sekitar 65 persen di antaranya juga
mendukung riwayat perjalanan itu dibuka hingga ke tingkat rukun tetangga dan
rukun warga. "Hampir semua responden berpendapat riwayat perjalanan
merupakan informasi penting," tutur Dicky.

Tim Panel Sosial juga mengadakan survei tentang kebijakan pemberlakuan


karantina wilayah. Hasil riset menunjukkan sebanyak 92 persen responden
mendukung sistem karantina wilayah. Publik mempersepsikan karantina sebagai
larangan bepergian selama periode tertentu, larangan bepergian tanpa tujuan yang
jelas, serta penutupan angkutan massal dan tempat perdagangan. Survei tersebut,
Dicky melanjutkan, juga menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan bantuan
sosial.

Dicky Pelupessy

Skema bantuan sosial juga disinggung dalam riset yang dirilis Center for
Sustainable Development Goals Studies Universitas Padjadjaran. Peneliti lembaga
ini, Arief Anshory Yusuf, membuat pemodelan untuk memproyeksikan dampak
pandemi terhadap kondisi ekonomi. Arief menjelaskan, tiga model pendekatan
yang dia teliti adalah intervensi minimal, intervensi kuat seperti pembatasan sosial
berskala besar (PSBB), dan intervensi kuat yang dibarengi dengan stimulus fiskal.
"Mana yang paling memberikan ongkos ekonomi paling rendah," ucapnya.

Hasil analisis menunjukkan intervensi pemerintah melalui PSBB berpotensi


membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 1 persen tanpa stimulus dan 1,8
persen jika ada stimulus fiskal. Jika pemerintah menerapkan intervensi minimal,
pertumbuhan ekonomi pada 2030 diproyeksikan sebesar 4,8 persen. Sedangkan
intervensi kuat akan menghasilkan angka pertumbuhan hingga 5,2 persen pada
tahun itu. "Jika benchmark-nya strategi jangka panjang, intervensi minimal bukan
pilihan yang bisa diambil," kata Arief.

Ia juga menjelaskan, kerugian ekonomi dari intervensi kuat jauh lebih sedikit
ketimbang dari intervensi minimal. Berdasarkan perhitungan yang dia pakai,
selisih kerugian antara intervensi minimal dan intervensi kuat mencapai Rp 5.600
triliun tanpa menghitung angka kematian. Sedangkan jika memasukkan angka
kematian, selisih dua intervensi tersebut mencapai Rp 14 ribu triliun atau setara
dengan pendapatan bruto nasional tahun lalu. "Angka-angka ini sudah saya
sampaikan ke pemerintah, termasuk ke Gubemur Jawa Barat Ridwan Kamil," ujar
Arief.

Covid-19 Virus Corona Universitas Indonesia I UI Universitas Padjadjaran I


Unpad
Peran Kampus di Masa
Pandemi Covid-19

Arif Satria, Rektor IPB

• Kebijakan politik selalu berhubungan dengan sains.

• Karnpus bisa terlibat dalam membuat solusi menangani pandemi.

• Kebijakan berbasis saintifik adalah bagian dari penanganan corona.

PANDEMI virus corona (Covid-19) membuat hampir semua negara kalang-kabut


menghadapinya. Persoalan menjadi sangat serius karena yang dihadapi adalah
ketidakpastian baru. Pandemi Covid-19 menjadi disrupsi sehingga kita perlu
mengenali, mengatasi, dan mencegahnya agar ketidakpastian ini segera berakhir.
Di sini sains semestinya menjadi "senjata" untuk membongkar ketidakpastian
tersebut. Bagaimana sains dan masyarakat sains bisa berperan penting di era
ketidakpastian ini?

Kebijakan: Antara Sains dan Politik


Dalam suasana krisis seperti ini, yang selalu ditunggu publik adalah kebijakan
pemerintah sebagai intervensi negara. Kebijakan dibuat tidak dalam ruang hampa,
tapi dalam ruang yang tidak lepas dari konteks sejarah, kebudayaan, struktur
sosial, ekonomi, hukum, dan kontestasi kepentingan. Tugas politik adalah
meramu berbagai unsur dan ragam kepentingan tersebut agar tujuan bemegara
tercapai. Karena itu, kebijakan berada dalam ranah politik. Bagaimana sains bisa
menjadi landasan pokok sebuah kebijakan?

Dengan mempertimbangkan bobot sains dan bobot politik dalam kebijakan


publik, paling tidak kita mengenal tiga tipe kebijakan. Tipe pertama, kebijakan
berbasis "politik maksimal-sains minimal", yaitu suatu kebijakan yang lebih
mengedepankan pertimbangan politik daripada sains. Artinya, kebijakan tidak
didasari oleh pertimbangan saintifik yang kuat, tapi pada afirmasi sebagian
golongan masyarakat dan akomodasi kepentingan para pihak. Isu keadilan,
pemerataan, atau stabilitas sosial-politik menjadi bahan utama pertimbangan
dalam ripe kebijakan ini.

Tipe kedua, kebijakan berbasis "politik maksimal-sains maksimal", yang berarti


kebijakan mernpakan hibridisasi pertimbangan politik dan sains. Di Amerika
Serikat, penentuan kuota penangkapan ikan didasarkan pada kombinasi
pertimbangan sains dan kepentingan para pengusaha perikanan. Awalnya
pengusaha mengusulkan jumlah ikan yang boleh ditangkap (total allowable
catch) adalah X, dan para saintis dengan berbasis pada metode pendugaan stok
ikan memberikan rekomendasi Y.

Akhimya pemerintah memutuskan angka Z yang mernpakan resultante dari X dan


Y. Forsyth (2002) dalam buku Critical Political Ecology juga mempertajam
postulatnya: bila kebijakan pengelolaan sumber daya alam hanya berbasis sains,
yang terjadi adalah ketidakadilan; sementara bila hanya berbasis politik
(akomodasi kepentingan), yang terjadi adalah ketidakakuratan. Forsyth
mengingatkan, dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, sains dan politik
sulit dipisahkan karena yang hendak diwujudkan adalah keadilan dan keakuratan.

Tipe ketiga, kebijakan berbasis "politik minimal-sains maksimal", yaitu suatu tipe
kebijakan yang didominasi sains dengan sejenak mengesampingkan pertimbangan
politik. Umumnya kebijakan ini muncul dalam suasana darnrat penuh
ketidakpastian yang mengancam keselamatan manusia. Pandemi Covid-19 adalah
situasi yang cocok dengan prasyarat jenis kebijakan ketiga ini. Saat ini yang
terjadi adalah ketidakpastian dan sains semestinya menjadi tumpuan dalam
kebijakan intervensi menuju kepastian.

Penularan virus hanya bisa dideteksi dan dijelaskan secara saintifik, bukan oleh
pertimbangan politik. Kapan pandemi Covid-19 mencapai puncak dan berakhir
tidak bisa ditentukan berdasarkan kesepakatan para aktor politik, tapi oleh sains.
Artinya, sains sudah waktunya ditempatkan sebagai landasan utama intervensi
agar akurasi terjaga. Dalam suasana darurat dan penuh ketidakpastian ini, akurasi
menjadi sangat vital karena menyangkut keselamatan. Karena itu, situasi ini
mernpakan peluang sekaligus tantangan bagi sains, dan kepercayaan pemerintah
kepada sains akan sangat menentukan kualitas kebijakan yang diambil.

Peran Sains
Setiap bencana barn umumnya melahirkan pengetahuan dan inovasi barn.
Momentum ini semestinya sekaligus makin menyadarkan masyarakat sains betapa
riset harns membumi dan berorientasi solusi. Ini yang disebut sebagai riset
transformatif, yakni riset yang bisa dirasakan hasilnya untuk mempercepat proses
pernbahan sosial yang diharapkan. Karena itu, dalam merespons disrnpsi Covid-
19, ada sejumlah agenda yang patut dipertimbangkan.

Pertama, era ketidakpastian menuntut kekuatan kolaborasi antar-ilmuwan sebagai


modal bagi munculnya invensi dan inovasi barn. Karena itu, konsorsium riset
Covid-19 yang bersifat interdisiplin dan transdisiplin harns segera dikembangkan
baik level global, nasional, maupun lokal. Karena pandemi Covid-19 adalah
masalah global, mau tidak mau konsorsium global menjadi penting.
Kolaborasi memungkinkan pertukaran pengetahuan para ilmuwan lintas negara,
dan ini akan memberikan sumbangan penting bagi tumbuhnya ilmu pengetahuan
barn. Pergerakan kolaborasi ilmuwan global ini bisa didorong dari asosiasi­
asosiasi ilmuwan dunia. Beberapa organisasi seperti Ikatan Ilmuwan Indonesia
Intemasional (1-4) bisa menjadi inisiator. Setiap perguruan tinggi pun memiliki
jaringan global tersendiri yang hams dikapitalisasi.

Kolaborasi juga mesti dikembangkan pada level nasional dan lokal. Di sini
kolaborasi memerlukan konduktor yang memimpin orkestrasi riset para ilmuwan
Indonesia, dan perlu pembagian tugas antarlembaga riset dan ragam perguruan
tinggi sesuai dengan kompetensinya agar riset lebih terfokus dan tidak tumpang­
tindih. Dalam skala lebih kecil, kolaborasi di tingkat provinsi sangat diperlukan
untuk memecahkan masalah lokal. Bila setiap provinsi didampingi perguruan
tinggi lokal tentu akan berdampak pada peningkatan kualitas kebijakan daerah
dalam mengatasi Covid-19.

Kedua, perlu sebuah peta jalan riset untuk menghasilkan pengetahuan barn
ataupun inovasi unggul, baik yang bersifat jangka pendek, menengah, maupun
panjang. Dalam jangka pendek, riset-riset diperlukan untuk menghasilkan
pengetahuan-pengetahuan barn buat mengenali karakteristik virus, memprediksi
kapan pandemi akan mencapai puncak dan kapan akan berakhir, serta jenis
intervensi apa saja yang diperlukan untuk mempercepat berakhimya pandemi dan
antisipasi ke depan. Termasuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi, seperti hubungan manusia dan hewan dalam penularan virus corona
sebagaimana muncul akhir-akhir ini.

Sementara itu, dalam hal inovasi, kini mulai berkembang ragam kategori inovasi:
(a) inovasi peralatan dan pelayanan medis (disinfektan alami, alat pelindung diri,
ventilator portabel, alat tes cepat, robot untuk melayani pasien); (b) inovasi
metodologi deteksi (alat rapid test dan pengujian laboratorium); (c) inovasi obat­
obatan (penemuan obat herbal, obat anti-corona, dan penemuan vaksin), serta
masih banyak inovasi jangka pendek dan menengah.

Kekuatan riset yang berorientasi inovasi ini akan menjadi tumpuan pemecahan
masalah pandemi Covid-19. Ketika dunia berebut masker, alat tes, dan alat
pelindung diri, sebenamya menggambarkan betapa kemandirian teknologi
kesehatan sangat penting. Inovasi-inovasi yang kita bangun mesti berorientasi
pada kemandirian sekaligus mengurangi ketergantungan pada bangsa lain.
Inovasi-inovasi inilah yang menjadi tumpuan bangkitnya industri kesehatan
nasional.

Ketiga, perlu peran masyarakat sains dalam mengedukasi masyarakat. Masyarakat


sains dituntut memberikan informasi yang akurat tentang Covid-19. Saat ini
informasi mengalir begitu deras dan perlu kemampuan mengoreksi informasi
tidak akurat yang beredar sehingga beredamya hoaks bisa ditekan. Peran edukasi
masyarakat adalah pintu awal untuk pemberdayaan masyarakat dalam kerangka
program pencegahan.

Kini mulai berkembang istilah pencegahan berbasis masyarakat. Ini berarti bahwa
masyarakat akan menjadi garda depan dalam pencegahan. Para akademikus punya
peran penting untuk hadir di tengah-tengah masyarakat dalam situasi seperti ini,
tidak hanya mengedukasi, tapi juga-yang lebih penting-menginspirasi,
membangun optimisme, dan membangun kebersamaan menyikapi bencana
ketidakpastian ini.

Sekali lagi, pandemi Covid-19 adalah momentum sains untuk berperan sebagai
sumber pengambilan keputusan dalam kebijakan publi k. Saatnya sains selalu
hadir dengan solusi konkret. Masyarakat sains (peneliti dan akademikus) harus
mampu menunjukkan sebagai kaum pembelajar yang lincah dan tangguh
merespons setiap ketidakpastian baru. Sebab, ketidakpastian bisa datang kapan
saja, respons cepat menciptakan solusi adalah kunci lolos dan memasuki
kepastian baru.

B0G0R, 8 APRIL 2020

Covid-19 Universitas Inovasi


Agar Belajar Jarak Jauh Tak
Membosankan Siswa

Sejumlah murid sekolah dasar mengikuti proses belajar melalui televisi siaran TVRI di Serang,
Banten, 14 April 2020./ANTARA/Asep

• Pemerintah menyiapkan sejumlah platform untuk belajar dari rumah.

• Sebagian anak dan guru merasa tertekan dengan model pembelajaran jarak

jauh.

• KPAI mendapat 200-an laporan dari siswa dan orang tua terkait program

belajar dari rumah.

PANDEMI virus corona mengubah rutinitas pagi Aurora Sang Kinanthi, siswa
kelas IX Sekolah Menengah Pertama 1 Dewi Kunti, Tigaraksa, Kabupaten
Tangerang, Banten. Biasanya, setelah subuh, ia bersiap ke sekolah karena mesti
mengikuti Manajemen Qalbu pada pukul 6 pagi. Namun kini Aurora tak perlu
rapi sejak pagi. Yang penting, kata dia, pada pukul 7 pagi ia sudah mengisi
presensi dengan mengunggah foto diri sedang belajar ke grup WhatsApp
kelasnya. "Walau agak malas, mau tak mau tetap harus saya lakukan," ucapnya,
Serrin, 27 April lalu.

Aurora mulai belajar dari rumah setelah Provinsi Banten menetapkan status
kejadian luar biasa wabah Covid-19 pada medio Maret lalu. Pembelajaran secara
tatap muka diubah menjadi virtual dengan sejumlah metode. Siswa antara lain
diminta membuat ringkasan pelajaran, mengerjakan soal yang dikirimkan guru,
serta membuat jurnal. Hasil tugas-tugas itu lalu difoto dan dikirimkan via
WhatsApp ke guru.

Lain halnya dengan Dwika Yanuarista, siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 2
Gatak, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Selama periode belajar dari rumah, dia
tak hanya mengerjakan lembar kerja siswa, tapi juga membuat video hafalan dan
perbendaharaan kata untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan pendidikan agama
Islam. Dwika juga mesti menyaksikan tayangan edukasi di TVRI selarna satu jam
sejak pukul 09.30. Pertanyaan yang muncul pada akhir tayangan dijawab Dwika
di kertas, difoto, dan dikirirnkan via grup WhatsApp ke gurunya. "Di grup itu ada
para orang tua murid dan guru wali kelasnya," tutur ibu Dwika, Wening Prihatin,
Rabu, 29 April lalu.

Siaran yang ditonton Dwika adalah bagian dari program Belajar dari Rumah yang
diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 13 April lalu.
Program itu bisa diakses di RRJ dan TVRI sejak pukul 8 pagi hingga 11 malam
dengan pembagian jam tayang untuk jenjang pendidikan berbeda, dari pendidikan
anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas. Juga bagi orang tua dan
guru. Tayangan ini menjadi alternatif program belajar di tengah pandemi agar
anak-anak yang tidak bisa mengakses Internet tetap dapat memperoleh edukasi
sesuai dengan jenjang sekolahnya.

Pemerintah menyiapkan sekitar 720 episode untuk 90 hari penayangan program


Belajar dari Rumah. Pelaksana tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar,
dan Menengah, Hamid Muhammad, mengatakan video yang ditayangkan adalah
koleksi lama Kementerian Pendidikan. Koleksi tersebut dikurasi oleh tim
kurikulurn untuk disesuaikan dengan materi pembelajaran per tingkat pendidikan.
"Namun Kementerian juga menyiapkan video pembelajaran baru, yang lebih
berorientasi kekinian," ujamya melalui WhatsApp, Rabu, 29 April lalu.

Menurut Hamid, pembelajaran melalui TVRI sudah disiapkan bervariasi setiap


hari. Namun materi pelajaran belum bisa memenuhi hajat setiap siswa dari
beragam latar belakang sekolah dan daerah. Sejak awal, Hamid menjelaskan,
program di TVRI memang tidak mengadaptasi kurikulum sekolah, tapi lebih
berfokus pada literasi, numerasi, dan pendidikan karakter.

Karena itu, pemerintah juga menjalankan program pembelajaran jarak jauh lewat
saluran lain, dari Internet hingga aplikasi seperti Rurnah Belajar yang sudah
disosialisasi kepada para guru di daerah. Beragam program itu berdampingan
dengan inisiatif lain yang muncul di masyarakat, misalnya yang digalakkan
kelompok di daerah lewat radio komunitas. "Program TVRI harus dilengkapi
moda belajar lain baik yang bersifat daring, semi-daring, maupun manual," kata
Hamid.

Lebih dari dua pekan program berjalan, Kementerian Pendidikan mengevaluasi


sejumlah kendala. Menurut Hamid, sebagian besar proses belajar tidak interaktif
sehingga menyulitkan siswa dalam memahami materi ajar. Tugas-tugasnya pun
terlalu memberatkan. Belum lagi suasana belajar membuat siswa merasa bosan.
Sebagian besar guru juga mendapati hambatan dalam mengakses jaringan Internet
sehingga susah memberikan urnpan balik kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar.

Karena itu, menurut Hamid, pihaknya membuat kebijakan bahwa proses


pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Covid-19 tak perlu mengejar target
penuntasan kurikulum. Orientasi cukup pada pendidikan kecakapan hidup para
siswa karena pemerintah menyadari kondisi pandemi ini mengubah banyak pola
kebiasaan siapa saja. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pun
sudah meneken Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020. Salah satu isinya mengimbau
proses belajar di rumah tak menuntut siswa menuntaskan semua kurikulum untuk
kenaikan kelas ataupun kelulusan. "Belajar dari rumah tidak mungkin
dikondisikan sama dengan pembelajaran di sekolah," tutumya.

Psikolog Saskhya Aulia Prima mengapresiasi materi pelajaran pemerintah yang


tak menekankan pada penuntasan kurikulum. Apalagi selama penerapan aturan
jaga jarak banyak anak merasa tertekan. Selain mendapat tugas sekolah yang
menumpuk, mereka kesal berhadapan dengan orang tua yang tak sesabar pengajar
mereka di sekolah. Belum lagi banyak anak rindu pada suasana sekolah dan ingin
bertemu dengan kawan-kawannya. "Rentetan ini membuat anak menjadi bingung
dan akhimya tidak termotivasi sekolah di rumah," ucap pendiri rumah konsultasi
Tiga Generasi itu.

Menurut Saskhya, bukan hanya anak yang mengalami stres menghadapi situasi
belajar dari rumah. Banyak orang tua dan guru juga merasa tertekan mengatur
proses pembelajaran anak. Karena itu, ia menyarankan guru juga memanfaatkan
akses pendampingan psikologis selama periode pembelajaran jarak jauh. Salah
satunya dari Ikatan Psikolog Klinis Jakarta, yang sudah membuka ruang
telekonseling untuk para guru. "Paling tidak para guru bisa belajar cara mengatur
napas, karena mereka ini berat juga bebannya," ujamya.

Rapat koordinasi nasional yang dihadiri perwakilan Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI), Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan pada Rabu,
29 April lalu, menetapkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya pemerintah
diminta memastikan penilaian hasil belajar untuk kenaikan kelas tahun ajaran
2019/2020 memperhatikan keberagaman kondisi siswa. KPAijuga meminta
Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan memastikan proses
pembelajaran jarakjauh nyaman dan ramah anak.

Ketua KPAI Susanto menjelaskan, rapat koordinasi digelar sebagai tindak lanjut
pengaduan dan kajian atas program pembelajaran jarak jauh. Sejak program ini
diterapkan, KPAI menerima 246 pengaduan dari anak ataupun wali siswa tingkat
taman kanak-kanakhingga SMA. Pada saat yang sama, KPAI menggelar survei
terhadap 1.700 siswa dan 575 guru yang tersebar di 54 kabupaten/kota di 20
provinsi. "Keluhannya beragam: model penugasan guru memberatkan, tidak
punya biaya untuk membeli kuota Internet, dan lainnya," katanya.

KPAI mencatat 56,9 persen responden masih belum mengetahui aplikasi Rumah
Belajar garapan Kementerian Pendidikan. Sebanyak 76,6 persen responden juga
tak memanfaatkan aplikasi itu untuk belajar karena tidak ditugasi oleh para guru.
Ihwal umpan balik dari guru, 20,1 persen siswa mengaku tidak berinteraksi
dengan guru. Adapun 73 ,2 persen responden merasa tugas yang diberikan guru
terlalu berat. Hal itu menjadi salah satu faktor yang membuat 76,7 persen
responden mengaku tidak senang belajar dari rumah.

Menurut Susanto, dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), para guru
sebaiknya tidak terfokus pada pembelajaran kognitif, tapi juga
menyeimbangkannya dengan aspek lain, misalnya yang berbasis pendidikan
karakter. Ia mengimbau Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama terns
mensosialisasi program Belajar dari Rumah baik yang ada di TVRI, RRI, maupun
platform Rumah Belajar. "Guru juga mesti kreatif menjalankan PJJ agar anak
didiknya bisa mengerjakan tugas dengan semangat," tutumya.
Pembelajaran jarak jauh pun memaksa para guru meningkatkan kemampuan ajar.
Kepala Dinas Pendidikan Klaten Wardani Sugiyanto mengatakan, setelah ada
kebijakan belajar di rumah, guru tetap masuk selama sepekan. Mereka dilatih
mengoperasikan sejumlah aplikasi pembelajaran daring (online) oleh tenaga
teknologi informasi sekolah masing-masing. Guru juga menyusun jadwal
pembelajaran daring sebelum menerapkannya kepada para siswa.

Hamid Muhammad mengatakan pemerintah sudah berupaya mendukung guru


lewat sejumlah hal. Selain menyediakan dana bantuan operasional sekolah untuk
membeli kuota Internet, pemerintah membuat aplikasi Guru Berbagi. Aplikasi
yang sudah diunduh lebih dari 1.000 pengguna itu menyediakan ruang bagi guru
untuk berbagi tip mengajar selama masa belajar dari rumah. "Kami sudah
mensosialisasi ini di rapat-rapat daring dengan dinas pendidikan dan praktisi,"
katanya.

ISMA SAVITRI, DINDA LEO LIST Y (KLATEN), AYU CIPTA (TANGERANG)

Covid-19 Virus Corona pendidikan


lnovasi Pengajaran Ala
Pendidikan Nonformal

Orang tua mendampingi siswa Sekolah Gajahwong belajar di kampung Ledhok Timoho pinggir
Sungai Gajah Wong Kata Yogyakarta./TEMPO/Shinta Maharani

• Covid-19 memukul sekolah mandiri untuk kelompok marginal di Yogyakarta.

• Lembaga pendidikan nonformal bersiasat agar tetap eksis.

• Tak banyak siswa bisa mengakses dan menyukai belajar online.

KEBUN seluas 300 meter persegi kini menjadi satu-satunya harapan Faiz
Fakhruddin. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah memukul
Sekolah Gajahwong, lembaga pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin
yang satu dekade lalu didirikannya bersama komunitas Tim Advokasi Ams
Bawah (Tabah) di Kampung Ledhok Timoho, Kota Yogyakarta.

Rabu, 29 April lalu, bibit bayam, kangkung, kemangi, dan cabai yang ditanam
delapan tenaga pengajar beberapa waktu lalu mulai menghijau. Faiz berharap
hasil panen ladang itu dapat segera terjual pada Mei ini lewat Donor Sayur,
program yang dibikin pada awal April lalu untuk menopang operasi Sekolah
Gajahwong. "Kondisinya makin berat," kata Faiz kepada Tempo. "Kami hams
bersiasat untuk bertahan."

Kebun di pinggir Kali Gajahwong, Yogyakarta, tersebut semula hanya berfungsi


sebagai media pembelajaran bagi 52 peserta didik. Mereka adalah para bocah,
berusia 3-15 tahun, dari keluarga pemulung, pengamen, asisten rumah tangga,
tukang parkir, pedagang asongan, dan pekerja seks. Operasi sekolah gratis ini
sebelumnya ditopang oleh usaha bank sampah dan penggemukan kambing.
Namun pandemi membuat semua berantakan. Pasokan sampah mandek karena
hotel, kampus, dan perkantoran berhenti beroperasi gara-gara Covid-19.
Permintaan kambing pun merosot. Sore itu, kandang di sebelah kebun bayam dan
kangkung tersebut masih penuh dengan kambing yang dibesarkan sejak dua bulan
lalu.

Itu sebabnya Donor Sayur digulirkan. Program ini diharapkan bisa mengatasi dua
persoalan sekaligus. Duit hasil penjualan untuk membiayai kelanjutan kegiatan
belajar yang kini terancam karena dana operasional sekolah makin cekak.
Sebagian sayuran yang dibeli oleh donor diberikan kepada keluarga para siswa
yang kian terpuruk akibat pagebluk.

Tak seperti lembaga pendidikan lain yang menerapkan pembelajaran secara daring
(online) selama darurat corona, Sekolah Gajahwong membuat kalender akademik
barn yang mengaplikasikan kurikulum berbasis rumah. Seorang tenaga pengajar
mendampingi proses belajar yang lebih menekankan pada pengasuhan orang tua.
Metode "dari pintu ke pintu" dipilih karena tak semua keluarga para murid
memiliki akses Internet. Kebanyakan tak punya telepon seluler.

Pembatasan kegiatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 bahkan telah


membuat bapak-ibu para siswa kehilangan mata pencarian. Chusnul Qotimah,
misalnya, kini tak lagi bisa masuk ke kampung-kampung sebagai pekerja rumah
tangga. Penghasilan suaminya yang bekerja serabutan menjajakan air mineral kini
juga menipis. "Kami bertahan dari donasi sekolah," ujar Chusnul. Sore itu,
perempuan 30 tahun ini tampak mendampingi anaknya, Mahesa Alfiano Prasetyo,
yang selama ini duduk di Kelas Akar-nama program pendidikan usia dini untuk
usia 3-5 tahun di Sekolah Gajahwong.

Faiz Fakhruddin, pendiri Sekolah Gajah Wong, di kebun sayur di kampung Ledhok Timoho, Kota
Yogyakarta./TEMPO/Shinta Maharani

Sekolah Gajahwong bukan satu-satunya sekolah mandiri yang kini harus


memodifikasi program belajamya di tengah pandemi. Rumah Dokumenter,
lembaga yang mendidik produksi film dokumenter di Belang Wetan, Klaten, Jawa
Tengah, juga sedang giat-giatnya membuat konten belajar di akun Instagram dan
YouTube sebagai ruang belajar altematifbagi siapa pun. Tonny Trimarsanto,
pendiri Rumah Dokumenter, mengatakan telah memberlakukan kebijakan bekerja
dari rumah sejak awal Covid-19 terdeteksi masuk ke Indonesia. Kegiatan praktik
kerja industri dan magang disetop.
Tapi Tonny, sineas pemenang Piala Citra kategori film dokumenter panjang
terbaik dalam Festival Film Indonesia 2017, terns memikirkan cara agar dapat
menularkan ilmu. Diskusi dan tanya-jawab di grup percakapan WhatsApp kini
dilengkapi konten tutorial dan hasil karya Rumah Dokumenter di akun
@rumahdokumenterklaten, yang rutin mem-posting infografis seputar dasar-dasar
pembuatan film. "Biasanya film-film karya Rumah Dokumenter hanya diputar di
ruang kuliah," ucap Tonny, yang kerap menjadi dosen tamu di beberapa perguruan
tinggi di Yogyakarta dan Surakarta.

Sebelum pandemi, Rumah Dokumenter yang bertempat di kediaman Tonny selalu


ramai peminat. Lembaga ini menjadi favorit siswa sekolah menengah kejuruan
dan mahasiswa dari berbagai daerah yang menjalani praktik kerja. Tonny pun
menyediakan ruang menginap bagi pelajar yang berasal dari luar kota. "Gratis,"
kata periset materi visual dan penata artistik sejumlah film layar lebar besutan
sutradara Garin Nugroho pada 1992-2000 itu.

Selasa siang, 28 April lalu, Tonny sedang menyiapkan materi untuk siaran
langsung di akun Instagram@rumahdokumenterklaten pada pukul 20.00-21.00.
Ini adalah program ketiga setelah program Belajar Bersama Maestro pada 28
Maret lalu. Diskusi daring selama satu jam dengan narasumber Didik Nini
Thowok itu diikuti 161 penonton dari berbagai daerah.

Di Kabupaten Klaten juga Lusiana Sari Rahayu terpaksa menyetop kegiatan les
privat bahasa Inggris bertajuk English Weekend Club yang baru dirintisnya pada
Desember 2019. Program pendidikan interaktifberbahasa lnggris untuk siswa
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas di Lokal
Space Education, Klaten, ini kehilangan murid sejak pemerintah menerapkan
kebijakan jaga jarak.

Selama ini, satu kelas Lusiana maksimal diisi tujuh murid dengan biaya Rp 35
ribu untuk sesi satu jam belajar. Dengan begitu, ia berharap materi yang
disampaikan bisa mudah diserap. Para siswa pun tidak malu untuk lebih interaktif.
"Tinggal empat anak yang masih les seperti biasa (bertatap muka). Lima lainnya
melanjutkan dengan metode online," ujar mahasiswi program Magister
Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ini, Senin,
27 April lalu.

Belakangan, Lusi justru mendapat inspirasi dari kebiasaan baru mengajar via
aplikasi Zoom. Ia berencana membuat program les percakapan alias conversation.
Sejauh ini pembelajaran online menjadi altematifsolusi. Namun bukan berarti
semuanya berjalan mulus. Sebagian siswa mengeluhkan sinyal operator seluler
yang lemot.

Upaya banting setir juga ditempuh sejumlah lembaga bimbingan belajar. Ganesha
Operation di Bandung sejak awal telah mengantisipasi dengan menyiapkan materi
pembelajaran online dan offline. "Bedanya, dulu hanya sebagai pelengkap, kini
menjadi menu utama," kata pendiri dan Direktur Utama Ganesha Operation, Bob
Foster, Senin, 27 April lalu.

Tapi keniscayaan harus dihadapi Ganesha Operation. "Kami menyurvei siswa,


sekitar 65 persen lebih senang belajar tatap muka," ucap Bob. Padahal, menurut
dia, Ganesha Operation telah memasang tarifmurah untuk pembelajaran daring,
yakni Rp 1,25 juta setahun, dengan peluang potongan harga hingga menjadi Rp
750 ribu-bandingkan dengan tarifbimbingan belajar tatap muka yang mencapai
Rp 6-7 juta setahun.

Sony Sugema College bemasib serupa. Lembaga bimbingan belajar yang juga
berbasis di Bandung ini mengaktifkan pembelajaran live streaming. Kebetulan
aplikasi itu dimiliki sejak 2011. Tapi jumlah pendaftamya menyusut hingga 60
persen. Dari sisi omzet, penurunan malah mencapai 90 persen untuk bimbingan
intensifmasuk perguruan tinggi negeri. Padahal periode menjelang perpindahan
jenjang pendidikan ini semestinya menjadi musim panen bagi lembaga bimbingan
belajar.

Menurut Manajer Public Relation & Marketing Sony Sugema College Harry
Setiady, daya tahan untuk beroperasi kira-kira sampai Mei ini. "Jika pemerintah
memperpanjang masa belajar di rumah hingga akhir 2020, kondisi akan makin
berat," ujamya.

RETNO SULISTYOWATI, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), DINDA LEO LISTY (KLATEN),

ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Covid-19 pendidikan
Cara Siswa SMK Menekan
Penyebaran Corona

Pelajar SMK Prajnaparamita Prodi Farmasi membuat Hand Sanitizer di Laboratorium Farmasi SMK
Prajnaparamita, Malang, Jawa Timur, 5 Maret lalu./TEMPO/Aris Novia Hiday at

• Lebih dari 60 SMK berpartisipasi membuat masker, APD, hand sanitizer, dan

bilik disinfektan untuk menekan penyebaran virus corona.

• Ada juga SMK yang membagikan bahan pokok serta menjadi tempat karantina.

• Mendapat apresiasi dari pemerintah daerah dan pusat.

TIGA buah bilik berkelir cat putih berjejer di tengah bengkel kendaraan Sekolah
Menengah Kejuruan Muhammadiyah 7, Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Sejak akhir Maret lalu, di bengkel seluas tiga kali lapangan bola voli itu
para siswa dan guru berjibaku membikin bilik disinfektan yang mereka namai
Bilik Basmi Virus Corona SMK Mutu (Baskom).

Ide membuat bilik disinfektan datang dari Pahri, Kepala SMK Muhammadiyah 7,
yang prihatin terhadap korban terinfeksi virus corona yang bertambah saban hari.
Di Malang Raya saja, pasien positifterinfeksi corona tercatat 47 orang pada 28
April 2020. Lebih dari 20 orang meninggal akibat terjangkit virus pneumonia itu.

AlifSupriyadi, Kepala Program Teknik dan Bisnis Sepeda Motor SMK


Muhammadiyah, adalah orang yang mendesain bilik disinfektan otomatis. Dia
dibantu tiga siswa mengerjakan Baskom seharian penuh. Biaya membuat satu
Baskom sebesar Rp 6 juta. "Saya diminta mendesain bilik yang praktis," kata Alif
pada 29 April lalu.

Rangka Baskom terbuat dari besi, sedangkan dindingnya berbahan polycarbonate


twinlite yang ringan dan tahan air. Di dinding terpasang rangkaian elektronik
terdiri atas sensor cahaya, motor listrik, pompa, dan pipa semprot. Saat orang
masuk ke bilik, sensor menangkapnya, lalu motor listrik memompa cairan
disinfektan dan menyemprotkannya lewat pipa. Bilik pun dipenuhi embun
disinfektan.

Semula, cairan disinfektan terbuat dari bahan kimia. Namun, sejak Badan
Kesehatan Dunia (WHO) melarang penyemprotan disinfektan berbahan kimia
langsung ke tubuh manusia pada akhir Maret lalu, SMK Muhammadiyah
menggantinya dengan cairan disinfektan dari bahan alami campuran daun sirih,
kayu putih, dan cengkih.

Ekstrak ketiga bahan itu kemudian dicampur dengan air. Komposisinya 1 : 10


atau setiap 1 liter hasil ekstrak dicampur dengan 10 liter air. Kini disinfektan
alami itu tengah diuji di laboratorium Universitas Muhammadiyah Malang.
"Meski belum teruji klinis, ia ampuh membunuh virus," ujar Kepala Program
Studi Farmasi dan Keperawatan Muhammad Imam Ma'ruf, penggagas disinfektan
alami.

Bilik berkaki roda buatan SMK Muhammadiyah 7 itu telah disalurkan ke


sejumlah rumah ibadah dan berbagai institusi. Satu unit Baskom dibanderol Rp 9
juta. "Kami produksi tergantung permintaan," kata Pahri.

Sekitar 30 kilometer ke arah utara SMK Muhammadiyah, para siswa SMK


Prajnaparamita menciptakan inovasi lain: membuat cairan pembersih tangan
(hand sanitizer) berbahan dasar campuran alkohol dan lidah buaya. Semenjak
awal Maret, para siswa memproduksi hand sanitizer lantaran cairan ini langka
akibat permintaan tinggi sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Beragam peralatan farmasi memenuhi laboratorium SMK Prajnaparamita ketika


Tempo berkunjung ke sana pada siang 29 April lalu. Di salah satu sudut ruangan,
Dyah Wulandari, Kepala Jurusan Farmasi, tengah membersihkan peralatan dan
menata puluhan liter hand sanitizer di dalam jeriken.

Dyah bercerita, awalnya hand sanitizer massal itu diproduksi setelah ia mendapat
laporan dari para siswa yang magang di apotek bahwa cairan ini langka. Semula,
kata dia, jurusan farmasi dibantu siswa hanya memproduksi 50 botol per hari.
Namun hanya dalam dua jam pembersih tangan buatan SMK Prajnaparamita itu
ludes. Dyah lalu menaikkan produksi menjadi 500 botol per hari.

Selama sebulan, ribuan botol hand sanitizer didistribusikan ke berbagai rumah


sakit, kantor polisi, dan kantor pemerintahan di Malang Raya. Setiap produksi
melibatkan 5-10 siswa dan 2 guru. Guru mengawasi dan memantau sterilisasi
serta menentukan formula yang tepat. Namun, sejak ada kebijakan belajar di
rumah, semua dikerjakan oleh para guru.
Bilik disinfektan yang diproduksi para siswa dan guru SMK Muhammadiyah 7, Gondanglegi,
Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tempo/Eko Widianto

Bahan dasar hand sanitizer buatan SMK Prajnaparamita adalah alkohol 96 persen,
lidah buaya, pelarut, dan pewangi. Setelah tercampur, komposisi alkohol turun
menjadi 72 persen. Lidah buaya berfungsi melembutkan kulit dan mengurangi
pengaruh alkohol. Adapun derajat keasaman atau pH sebesar 6-6,5. "Sehingga
aman di tangan," ucap Dyah.

Dalam sehari, kata Dyah, guru-guru menghasilkan 20-25 liter pembersih tangan.
Satu liter hand sanitizer buatan SMK Prajnaparamita dibanderol Rp 100 ribu.
"Kami sudah tidak menjual botolan karena harga botol mahal, tak sebanding
harga jual," ujar Dyah.

Bergeser ke Jawa Tengah, SMK Citra Medika, Sragen, memproduksi masker


nonmedis gara-gara harganya melambung karena langka. Nano Prayitno, Kepala
SMK Citra Medika, mengklaim masker kain buatan mereka higienis lantaran
begitu selesai diproduksi langsung dicuci dan disterilkan. "Masker kami bungkus
dengan rapat sehingga bisa dipakai langsung, tak perlu dicuci lagi," tuturnya.

Nano mengatakan, sebelum dibungkus, masker berbahan katun dan spunbond ini
dilapisi antiseptik beraroma mint untuk membunuh kuman yang menempel begitu
dipakai. Dia menolak menjelaskan formula antiseptik yang diklaim tak
mengganggu pemapasan itu. Namun, kata Nano, antiseptik bakal hilang begitu
masker dicuci.

Karena itu, SMK Citra Medika juga menjual antiseptik semprot, yang dibanderol
Rp 25 ribu per 100 mililiter. Sedangkan satu masker dijual Rp 7.500. Pembuatan
masker melibatkan siswa dan pengusaha konfeksi di sekitar sekolah. Siswa
mengurus sterilisasi dan pengemasan, sedangkan pengusaha konfeksi menangani
penjahitan. "Ini praktik dari teori yang siswa terima tentang kontrol kualitas," ujar
Nano.

Puluhan ribu masker buatan SMK Citra Medika telah terjual di seantero Sragen
lantaran permintaannya cukup banyak. Meski diliburkan, secara berkala para
siswa datang ke sekolah untuk membantu proses pengerjaan masker hingga
membuat formula antiseptik buat diedarkan.

Selain di Sragen, sebanyak 3.000 masker telah diproduksi oleh para siswa SMK di
seantero Jawa Tengah. Bukan hanya itu. Para siswa di 48 SMK Jawa Tengah juga
membuat 2.500 alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis yang tengah
berjibaku merawat pasien corona. APD yang menelan dana Rp 94 juta itu telah
diserahkan kepada pemerintah Jawa Tengah pada awal April lalu untuk disalurkan
ke berbagai rumah sakit di sana.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Jawa Tengah Samiran mengatakan ide
membuat APD berbahan spunbond bermula dari kelangkaan alat itu di berbagai
rumah sakit di Jawa Tengah. Bahkan, kata dia, ada tenaga medis terinfeksi corona
gara-gara tidak memakai APD.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi kerja dan inisiatif para
siswa SMK yang membuat APD di tengah kelangkaan barang itu. Ia menilai
kualitas APD bikinan para siswa itu cukup bagus. Menurut Ganjar, kebutuhan
APD yang tinggi bisa menjadi peluang bisnis. "Silakan dijual, mengasah
keterampilan sekaligus berwirausaha," ujamya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat lebih dari 60 SMK di seluruh


Indonesia turut serta membantu penanganan virus corona. Selain membuat APD,
masker, pembersih tangan, bilik disinfektan, dan alat pencuci tangan otomatis,
tercatat 5 SMK membagikan bahan kebutuhan dan 16 SMK menjadi tempat
karantina.

Selain itu, Kementerian mencatat ada SMK yang mengembangkan aplikasi


pembelajaran jarak jauh di luar aplikasi Zoom dan Google Classroom. SMK Al­
Azhar Batam, misalnya, salah satu sekolah yang membuat e-learning di platform
Android.

Virus Corona pendidikan Sekolah Penemuan Baru I Inovasi


Pendidikan Kita Setelah
Pandemi
1

Robertus Robet, Sosiolog Universitas Negeri]akarta

• Mayoritas siswa Indonesia tidak suka belajar jarak jauh.

• Perlu intervensi negara agar belajar jarak jauh bisa dijangkau semua siswa.

• Pandemi mengajarkan banyak hal dalam pendidikan.

BADAN Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa


(UNESCO) memperkirakan lebih dari 1,2 miliar atau 73,8 persen anak didik dari
semua pelajar di 186 negara telah terkena dampak pandemi virus corona (Covid-
19). Sekolah dan universitas ditutup, peserta didik terpaksa harus belajar dari
rumah. Siap atau tak siap, institusi pendidikan dipaksa menyelenggarakan
pendidikan jarak jauh dengan mengandalkan Internet, komputer, atau telepon
pintar.

Teknologi dan digitalisasi mengambil alih dan menjadi sarana pembelajaran


utama yang menghubungkan guru, siswa, dan orang tua. Pandemi telah memaksa
perubahan dalam modus pendidikan. Ia mempercepat pelapukan metode belajar
lama yang mengandalkan ruang kelas dan kehadiran guru di depan siswa.

Ahli pendidikan untuk Badan Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD),
Andreas Schleicher, dengan nada optimistis mengatakan krisis telah
mengantarkan kepada kita momentum perubahan yang berharga bagi dunia
pendidikan. Pandemi mendorong pendidik, orang tua, dan anak berpikir lebih
kritis dan berorientasi pada pemecahan masalah. Di kalangan siswa, tumbuh rasa
memiliki atas proses belajar dan pembelajaran akan dialami sebagai hal yang
lebih bersifat personal. Schleicher berharap perubahan dan kebiasaan belajar yang
terbentuk selama masa pandemi akan bertahan dan berlanjut menjadi kebiasaan
baru pendidikan setelah pandemi berlalu.
Selaras dengan itu, Forum Ekonomi Dunia (WEF) melihat pandemi juga telah
mendorong pelbagai inovasi dalam pembelajaran dan secara mengejutkan telah
menumbuhkan kerja sama baru di antara pelbagai pihak dalam penyelenggaraan
pendidikan.

Sebelum pandemi, keperluan untuk makin mengadaptasikan pendidikan dengan


teknologi dan digitalisasi sebenarnya sudah banyak disuarakan dan terutama
dikait-kaitkan dengan gembar-gembor gejala Revolusi Industri 4.0. Pandemi
dipandang tak hanya telah mengkonfirmasi kemestian-kemestian digitalisasi dari
asumsi-asumsi Revolusi lndustri 4.0 itu. Ia bahkan telah mempercepat desakan
digitalisasi agar menjadi syarat baru bagi pendidikan setelah pandemi.

Pertanyaannya: apakah kebutuhan digitalisasi akibat pandemi ini akan menjadi


tuntutan dan kebutuhan utama pendidikan dan terns bertahan setelah pandemi
berlalu? Atau jangan-jangan ia hanya membuka bopeng dan masalah struktural
lain yang mendekam dalam masyarakat dan dunia pendidikan kita? Adakah relasi­
relasi baru yang muncul dari pandemi yang dapat kita pertahankan untuk
merenovasi pendidikan kita di masa depan?

Salah satu masalah terbesar yang dikuak oleh pandemi-yang juga disinggung
oleh WEF-adalah lebarnya kesenjangan digital di kalangan siswa. Kebutuhan
akan digitalisasi berhadapan dengan kenyataan lebarnya ketaksetaraan ekonomi
dan sosial di kalangan keluarga-keluarga siswa. Ketaksetaraan sosial-ekonomi
berimplikasi pada perbedaan yang tajam dalam akses terhadap teknologi
komunikasi dan informasi.

Bagi siswa dari keluarga kelas menengah dan kelas atas, komputer, pulsa, dan
kuota Internet jelas bukan masalah. Tapi, bagi mayoritas siswa dari keluarga kelas
bawah, apalagi di pelosok, teknologi jelas masih merupakan barang mahal yang
sulit dijangkau.

Survei oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia pada 2018 menemukan,
meski 171 juta lebih rakyat sudah terhubung dengan Internet, lebih dari 55,7
persen akses Internet itu ada di Pulau Jawa. Di Kalimantan hanya 6,6 persen; di
Bali dan Nusa Tenggara Timur 5,2 persen; di Sulawesi, Maluku, dan Papua hanya
10,9 persen.

Survei yang sama menemukan bahwa hanya sekitar 20 persen pengguna yang
berlangganan Internet tetap di rumah, lalu 79,5 persen yang tidak memiliki
jaringan Internet tetap di rumah atau hanya memakai Internet yang tersambung
melalui telepon seluler. Selain itu, sekitar 17 persen responden setiap hari
memakai laptop, sekitar 9 persen menggunakan desktop, dan 93 persen terhubung
dengan Internet melalui ponsel pintar.

Sementara itu, survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan,


selama pandemi, 95,4 persen responden menyatakan mengikuti proses
pembelajaran hanya dengan memakai ponsel, 23,9 persen memanfaatkan
komputer jinjing, dan 2,4 persen memakai komputer.

Data ini memperlihatkan adanya kesenjangan besar bukan hanya dalam hal akses
terhadap Internet, tapi juga dalam sarana dan kualitas teknologi pembelajaran.
Ada lebih banyak siswa yang belajar hanya melalui balas-balasan kiriman pesan
pendek dengan guru-guru mereka. Akibatnya, banyak siswa tidak menyukai cara
belajar jarak jauh yang diterapkan selama pandemi.

Survei KPAI pada 13-20 April 2020 menemukan bahwa 76,7 persen siswa
menyatakan tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh. Keluhan siswa di
antaranya pembelajaran jarak jauh hanya menumpuk tugas dari guru, ketiadaan
komputer dan Internet, serta hilangnya kesempatan bermain bersama teman. Dari
survei itu terlihat jelas bahwa belajar jarak jauh menegaskan dan mereproduksi
ketaksetaraan dan keterbelakangan sosial yang sebelumnya telah berakar dalam
masyarakat kita.

Pandemi ini memberi momentum berharga bukan lantaran menyediakan sesuatu


yang barn, justru karena ia mengungkap fakta lama yang terpendam, yakni
disparitas mencolok dalam akses anak terhadap kesempatan dan pendidikan.
Dalam wawancara dengan Financial Times edisi 15 April 2020, penerima Nobel
bidang ekonomi, Amartya Sen, mengungkapkan optimisme yang nyaris seperti
nubuat bahwa dunia pasca-pandemi adalah dunia yang akan lebih baik.

Optimisme Sen itu didasari keyakinan bahwa pandemi ini telah membuka dan
memupus stigma ketaksetaraan yang sebelumnya mendera dunia. Dia meyakini
tumbuhnya kesadaran barn yang mendorong kerja sama global untuk mengatasi
ketaksetaraan.

Untuk konteks pendidikan, optimisme Sen itu hanya bisa kita setujui dengan
syarat politik, yakni adanya kemauan dan intervensi negara untuk mengatasi
kesenjangan di kalangan siswa. Supaya dunia benar-benar menjadi lebih baik
sebagaimana diramalkan Sen, negara setidaknya perlu mengeluarkan subsidi
Internet untuk rumah-rumah serta menyediakan komputer jinjing gratis untuk
siswa miskin.

Selain itu, satu hal istimewa yang dilakukan pandemi adalah ia mereintegrasikan
pranata keluarga dan sekolah. Pandemi menutup pabrik dan menghentikan
sebagian besar industri, membuat orang tua balik ke rumah dan anak kembali ke
dalam keluarga.

Hubungan keluarga dan sekolah kini menyernpai hubungan keluarga dan sekolah
dalam masa pra-industri ketika lokus pendidikan kembali ke rnmah. Dalam
sejarah, industri menarik keluar orang-orang dewasa dari rumah dan mengubah
struktur pekerjaan mereka dari yang semula berpusat pada tanah dan lahan
menjadi ke pabrik-pabrik. Sekolah mernpakan implikasi logis dari munculnya
kebutuhan barn dunia industri dan keluarga, yang fungsinya adalah penyedia
tenaga kerja. Ia diperlukan sebagai pranata perantara, menjadi ruang tunggu bagi
anak selama orang tua bekerja sekaligus menjadi tempat ia dilatih dan
dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja ketika dewasa. Oleh pandemi, rnang
hidup siswa tak lagi tersekat dalam partisi rumah-sekolah-dunia kerja-masyarakat.

Ahli pendidikan Harvard, Paul Reville, secara metaforis mengatakan penghentian


industri selama pandemi menjadi simbol untuk mengakhiri model dan sistem
pendidikan ala pabrikan yang selama ini berlaku, ketika pembelajaran
dilaksanakan dengan asumsi "one size fits all". Setelah pandemi, kata Reville,
dunia pendidikan jangan mengembalikan lagi pencacahan ruang hidup siswa
dalam partisi rumah-sekolah-masyarakat.
Kehidupan siswa harus dipandang sebagai kesatuan. Reintegrasi ini menciptakan
peluang baru bagi para pembuat kebijakan untuk memikirkan cara terbaik
mendorong sekolah, universitas, dan sistem pendidikan agar makin dekat serta
mampu merespons kebutuhan siswa. Dengan itu, pendidikan kita setelah pandemi
mesti diarahkan untuk menciptakan sistem dan birokrasi pendidikan yang mampu
memenuhi kebutuhan siswa di tempat mereka berada, di dalam ataupun di luar
sekolah.

Hal kedua yang secara ajaib dibawa oleh pandemi adalah menguatnya kesadaran
akan kesatuan diri dengan alam semesta. Virus, pandemi, penyakit, vaksin, dan
kematian mendorong keluarga dan anak memikirkan secara lebih serius, subtil,
dan saintifik hubungan antara kehidupan manusia dan alam. Pengalaman ini bisa
menjadi modal yang kuat untuk memupuk rasionalitas dengan basis kesadaran
ekologis bagi generasi kita yang tumbuh dalam pengalaman pandemi.
Pengetahuan baru tentang bagaimana para ilmuwan kini berlomba-lomba, bekerja
keras menemukan vaksin untuk mengatasi pandemi, semestinya dapat
menerbitkan penghargaan dan optimisme anak terhadap ilmu pengetahuan dan
kemanusiaan.

Perubahan ini mesti diambil alih dan dimanfaatkan oleh sistem pendidikan kita
untuk membebaskan diri dari kuk doktrin dan moral yang selama ini terlampau
membelenggu.
Buruk Data, Bansos Digelontor

Pembungkusan paket bantuan sosial di Food Station Tjipinang Jaya, Jakarta Timur, 22 April
lalu./TEMPO/Muhammad Hidayat

• Penyaluran dana bantuan sosial Covid-19 diwarnai kisruh akibat buruknya data

pemerintah.

• Empat penyakit bansos berpotensi kembali muncul di masa pandemi.

• Pembaruan data di masa pandemi juga bermasalah.

GAIRAH Gubemur Jawa Barat Ridwan Kamil langsung surut mendengar agenda
rapat dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy pada Selasa, 28 April lalu, dibatalkan. Rapat virtual yang
semula akan diikuti semua kepala daerah itu semestinya menjadi kelanjutan rapat
terbatas kabinet, yang juga dihadiri para gubemur, sehari sebelumnya. "Enggak
ada kabar lagi. Ini menurut saya sangat mendesak," kata Emil-panggilan Ridwan
Kamil-lewat conference call pada Kamis, 30 April lalu.

Dalam rapat terbatas, Selasa, 27 April lalu, Emil mengusulkan penyaluran


bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak pagebluk Coronavirus
Disease 2019 (Covid-19) disatukan di bawah komando Kementerian Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Kalau tidak bisa satu
pintu, setidaknya distribusi bantuan mesti satu waktu.

Emil pantas risau. Sejumlah bantuan mulai bergulir ke warga Jawa Barat. Namun
masyarakat justru bergejolak lantaran bantuan tidak datang serempak. Tudingan
bahwa realisasi bantuan tak tepat sasaran pun menyeruak, menyudutkan
pemerintah daerah, gara-gara banyak warga miskin mengeluh tak mendapat
bantuan. Padahal, menurut Emil, boleh jadi mereka bakal menerima santunan dari
instansi berbeda di lain hari. Total ada sembilan jenis bantuan sosial yang bergulir
di Tanah Pasundan.
Tiga kepala daerah lain menyompoh ide Emil. Presiden Joko Widodo pun
meminta Menteri Muhadjir menindaklanjuti usul tersebut. Dari situlah datangnya
undangan kepada kepala daerah untuk mengikuti rapat virtual yang belakangan
dibatalkan. "Sebelum koordinasi dengan pemerintah daerah, mau koordinasi
antarkementerian dulu," ucap Muhadjir kepada Tempo, Kamis, 30 April lalu,
tentang alasan pembatalan rapat.

Kekisruhan penyaluran bantuan sosial terjadi di hampir semua daerah beberapa


pekan terakhir. Di lbu Kota, bantuan bahan pangan dari Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta nyasar ke kawasan elite Kelapa Gading dan anggota parlemen provinsi.
Di Jawa Barat, yang dua pertiga warganya mendadak jatuh miskin akibat pandemi
Covid-19, amuk masyarakat soal bantuan sosial muncul di kabupaten yang
menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Media sosial juga
diramaikan oleh beredamya foto botol penyanitasi tangan dari Kementerian Sosial
yang malah ditempeli stiker bergambar Bupati Klaten Sri Mulyani.

Centang-perenang penyaluran bantuan ini membuktikan prediksi Komisi


Pemberantasan Korupsi. Sejak awal April lalu, tim dari Kedeputian Pencegahan
KPK menyoroti rencana pemerintah pusat dan daerah menggulirkan program
jaring pengaman sosial untuk mengurangi dampak Covid-19.

Pemerintah pusat mengalokasikan tambahan dana sebesar Rp 110 triliun untuk


program yang menyasar keluarga miskin dan rentan miskin tersebut. Pada saat
bersamaan, pemerintah daerah juga menyiap kan duit sedikitnya Rp 25,34 triliun
untuk program serupa yang diperoleh dari realokasi anggaran daerah. Belakangan,
dana desa menjadi sumber pembiayaan barn untuk penyaluran bantuan langsung
tunai senilai Rp 22,4 triliun.

KPK khawatir atas berjubelnya program bansos tersebut. Sebab, basis data
penerima bantuan yang dipakai pemerintah pusat dan daerah berantakan. "Kami
khawatir ketika pemerintah pusat menambah bantuan sosial, daerah ngasih,
dan desa juga ngasih," tutur Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan pada
Senin, 27 April lalu. "Bakal 'meriah' ini jadinya."

Dengan kondisi serba darurat seperti ini, kata Pahala, empat penyakit menahun
dalam program bantuan sosial berpotensi besar bakal kambuh lagi. Empat
masalah tersebut adalah penyaluran fiktif, penerima bantuan terasosiasi dengan
penguasa setempat, distribusi tak tepat sasaran akibat kesalahan pemasukan data,
dan pemotongan santunan baik kuantitas maupun kualitas. Semuanya dapat
merugikan keuangan negara.
Petugas Kantor Pos Indonesia memberikan data warga penerima paket bantuan sosial berupa
kebutuhan pokok dari Presiden RI kepada petugas rukun warga sebelum didistribusikan kepada
warga yang terkena dampak Covid-19 di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 28 April 2020.
TEMPO/Nita Dian

Potensi bahaya itu bahkan sudah muncul dari lbu Kota. Ketika pemerintah pusat
barn membicarakan angka, Pemerintah Provinsi DK.I Jakarta sejak awal April lalu
telah mengumumkan rencana menggulirkan bantuan kepada 3,7 juta keluarga
miskin dan rentan miskin. Belakangan, angka ini direvisi menjadi hanya 1,25 juta
keluarga.

Bantuan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2020 DK.I
Jakarta. Sejumlah daerah mengikuti langkah sernpa. Melihat beberapa bansos
kesasar ke penerima yang tak berhak, tim Pencegahan KPK meminta digelar
pertemuan darnrat dengan Pemerintah Provinsi DK.I Jakarta dan Kementerian
Sosial pada Rabu, 15 April lalu. Rapat berlangsung virtual, diikuti sekitar 30
orang.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Atika Nur Rahmania beserta
Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Sri Haryati hadir
mewakili Pemerintah Provinsi DK.I Jakarta. Adapun Kementerian Sosial diwakili
tiga pejabat eselon I dan seorang anggota stafkhusus menteri. Dalam pertemuan
jarak jauh itulah barn diketahui bahwa DK.I Jakarta menggunakan data barn yang
dihimpun dari perangkat paling bawah, seperti rukun tetangga.

Data warga miskin, rentan miskin, dan yang terkena dampak Covid-19 itu
kemudian digabungkan dengan basis data penerima manfaat dalam enam jenis
jaring pengaman sosial pemerintah provinsi yang sudah berjalan. Dari data itulah
kemudian provinsi menyalurkan bantuan pangan tahap pertama sejak 9 April lalu.

KPK pun meminta DK.I Jakarta menyelaraskan informasi 1,25 juta keluarga hasil
pendataan mereka dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik
Kementerian Sosial. DTKS adalah bank data masyarakat termiskin di republik ini.
Hingga Januari 2020, isinya mencapai 29 juta keluarga atau mencakup 97 ,3 juta
JlWa.
Dari hasil pemadanan kedua data itulah barn ketahuan bahwa sedikitnya 200 ribu
keluarga penerima bantuan DK.I Jakarta sudah masuk Program Keluarga Harapan,
jaring pengaman sosial yang saban tahun dianggarkan pemerintah pusat.
Sebanyak I 00 ribu keluarga lain terdaftar dalam DTKS. Adapun sisanya, yang
terbesar, yakni 900 ribu keluarga, masuk kategori orang miskin baru. "Ini yang
diduga keluarga miskin mendadak," kata Pahala.

Kendati tumpang-tindih, masalah data penerima bantuan di DK.I Jakarta dapat


cepat teratasi karena setiap daftar keluarga memiliki identitas lengkap berupa
nomor induk kependudukan. "Jadi penyakit pertama bantuan sosial, penerima
fiktif, sudah bisa diatasi," ucap Pahala.

Gubemur DK.I Jakarta Anies Baswedan membenarkan kabar penggunaan basis


data lama sebagai acuan penerima santunan. Dia berdalih mengejar waktu agar
masyarakat yang terkena dampak Covid-19 cepat mendapat bantuan. "Daripada
dibalik, eek dulu di lapangan, semuanya dikumpulkan. Yang terjadi, masyarakat
yang butuh tak kunjung mendapat bantuan," ujar Anies dalam konferensi pers
virtual pada Rabu, 22 April lalu. Dia berjanji kelurahan segera memugar data
penerima melalui ketua rukun tetangga dan rukun warga.

Masalahnya, belakangan, Presiden Jokowi menyusul dengan keputusan


memberikan bantuan pangan serupa bagi warga Thu Kota. Mengusung judul
Sembako Presiden untuk penerima manfaat di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang­
Bekasi, nilai bantuan pangan dan jumlah penerima santunan persis dengan
program pemerintah provinsi. "Ini seperti dulu-duluan ngasih bansos," ucap
Pahala. Tim Pencegahan KPK khawatir penerima bantuan pangan pemerintah
DK.I menerima santunan ganda.

#Lawa nCovidl9 #Si a p Un tu kS e I am at #BelaNeg


naUrusanBer #lndonesi

Gubemur DKI Jakarta Anies Baswedan didampingi Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 Doni Monardo (kanan) di Jakarta, 18 Maret 2020. ANTARA/Dewanto Samodro

Melihat kekisruhan rencana penyaluran bantuan sosial ini, Kementerian


Koordinator Pembangunan Manusia, yang membawahkan urusan jaring
pengaman sosial, menggelar rapat virtual antarkementerian pada 20 April lalu.
Agendanya koordinasi penggunaan DTKS dan data non-DTKS dalam pemberian
bantuan reguler dan nonreguler. Bantuan reguler mencakup Program Keluarga
Harapan dan Kartu Sembako-dulu Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Sedangkan bantuan nonreguler meliputi bantuan langsung tunai Kementerian
Sosial, Sembako Presiden, dan bantuan langsung tunai dana desa.

Menurut Menteri Sosial Juliari Batubara, rapat yang juga diikuti pimpinan KPK
ini menjadi pijakan bagi kementerian yang mengelola bantuan sosial untuk
menyalurkan program. Dari situlah disepakati bahwa basis data penerima bantuan
hams berawal dari DTKS. Namun pemerintah daerah sebagai pendata boleh
menambahkan nama-nama penerima di luar DTKS, asalkan lengkap dengan nama
dan NIK. "Awalnya KPK minta yang berhak hanya yang ada di DTKS," kata
Juliari ketika dihubungi pada Jumat, 1 Mei lalu. "Namun kasihan yang di luar
DTKS."

Penggunaan DTKS sebagai basis awal penyaluran bansos itu lalu menjadi
kesimpulan rapat. Menumt Pahala, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia
meminta kesimpulan rapat tersebut dilegalkan dalam bentuk surat edaran KPK.
Sehari kemudian, KPK mengabulkannya dengan menerbitkan Surat Edaran
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
dan Data Non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat. "Intinya,
silakan pemerintah daerah memungut data sendiri, tapi hams berawal dari
DTKS," ujar Pahala. "Ini lebih baik daripada menggunakan data buta."

Petugas pos menata logistik bantuan sosial dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk warga yang
terimbas Covid-19 di Kantor Pos Cibinong, Bogor, Jawa Barat, 17 April 2020. ANTARANulius
Satria Wijaya

Namun disepakatinya DTKS sebagai data awal penerima bantuan tidak otomatis
merampungkan kismh. Berisi 40 persen warga termiskin se-Indonesia, data
tersebut dibuat pada 2015 hasil Pemutakhiran Basis Data Terpadu Badan Pusat
Statistik dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang berada
di bawah Kantor Wakil Presiden.

Semestinya data dipugar setidaknya setahun sekali oleh pemerintah kabupaten


dan kota, lalu diajukan gubemur untuk disahkan oleh Kementerian Sosial.
Kenyataannya, selama bertahun-tahun daerah alpa menunaikan tugasnya. Seperti
wabah, penyakit malas memugar data itu menyebar ke banyak daerah. Di
Kelurahan Tegallega, Kota Bogor, Jawa Barat, misalnya, baru ketahuan ada warga
yang masih tercatat dalam daftar penerima bantuan Covid-19 padahal sudah
wafat. Rupanya, data yang dipakai berasal dari pemutakhiran 2017. "Tapi sudah
kami perbaiki dan segera kami berikan ke Dinas Sosial," ucap Lurah Tegallega
Ervin Yulianto saat dihubungi pada Rabu, 29 April lalu.

DTKS yang sudah ketinggalan zaman juga menjadi catatan Badan Pemeriksa
Keuangan. Menurut Anggota III BPK Achsanul Qosasi, dana senilai Rp 2 triliun
dari anggaran Program Keluarga Harapan setiap tahun tidak tersalurkan.
Dana diam lantaran keluarga penerima manfaat tidak ada lagi, sudah pindah,
meninggal, atau menjadi buruh migran. Banyak juga temuan data ganda.

Temuan BPK menunjukkan birokrasi pemutakhiran data menjadi titik terlemah


DTKS. Dinas sosial yang berada di bawah pemerintah daerah tidak pemah
memugar data yang diwajibkan Kementerian Sosial. Kalaupun ada pembaruan
data, daftar penerima bantuan baru biasanya berisi pendukung dan calon
pendukung bupati atau wali kota. "Padahal anggaran atas kegiatan pembaruan
data dari Kementerian Sosial terns terserap," kata Achsanul, Rabu, 28 Mei.

Data yang telah bertahun-tahun membusuk itu makin membahayakan di tengah


penambahan dana dan perluasan sasaran bantuan di masa pandemi saat ini. BPK
pun menggelar rapat dengan Menteri Sosial Juliari Batubara pada Selasa, 21 April
lalu, untuk membahas mekanisme bantuan sosial, baik reguler maupun
nonreguler.

Khusus untuk santunan reguler, seperti Program Keluarga Harapan, menurut


Achsanul, sudah tiga tahun beruntun BPK meminta Kementerian Sosial
melaporkan dan mengembalikan dana tak terpakai akibat buruknya pendataan ke
kas negara. Selama ini, dana tersebut mengendap di bank penyalur. "Jika
Kemensos tidak mengubah cara kerjanya, yang diuntungkan cuma bank karena
mendapat dana murah," tutur Achsanul, menjelaskan isi rapat tersebut.

Banyaknya daerah yang tak memperbarui data DTKS bukannya tak diketahui
pemerintah pusat. Menurut Juliari, Kementerian Sosial selaku pemegang DTKS
mempersilakan daerah menyetor nama-nama penerima bantuan di luar DTKS. Dia
mengakui, untuk setiap bantuan sosial nonreguler dari pemerintah pusat, sebanyak
60 persen penerima diambil dari DTKS. Sisanya dari namanama baru yang disetor
pemerintah daerah. "Kami tahu daerah kelabakan mengumpulkan data," ujar
Juliari. "Tapi, kalau pakai full data kami (DTKS), nanti disalahkan lagi."

Selesai di situ? Temyata tidak. Pemutakhiran data di luar DTKS oleh pemerintah
kabupaten dan kota selama pandemi ini tak kalah robat-rabit. Gubemur Ridwan
Kamil membeberkan, gara-gara pemugaran data serampangan, jumlah warga
miskin dan rentan miskin se-tanah Pasundan melompat menjadi 38 juta jiwa, atau
67 persen dari total populasi. "Jadi bisa dibayangkan, dua pertiga penduduk Jawa
Barat sekarang tangannya di bawah," ucapnya.

Dari 38 juta penerima bantuan di Jawa Barat itu, kata Emil, sebanyak 1,7 juta
keluarga merupakan basil pendataan yang ngaco. "Ada namanya, tapi NIK-nya
enggak lengkap." Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengembalikan data dari
14 kabupaten dan kota. Walhasil, hingga Kamis, 28 April lalu, baru 9,42 juta
keluarga di Jawa Barat yang sudah masuk daftar penerima bantuan reguler dan
nonreguler.

KHAIRUL ANAM, DINDA LEO LISTY (KLATEN), ACHMAD FIKRI (BANDUNG)

Berjejal Bantuan Sosial


Selain memperluas skema bantuan sosial reguler, seperti pada Program Keluarga
Harapan dan Kartu Sembako, pemerintah menggulirkan beberapa program jaring
pengaman sosial baru untuk menangani dampak Covid-19. Sebagian merupakan
hasil realokasi anggaran daerah dan dana desa.

Kartu Prakerja
Rp ZO triliun
Bantuan Langsung Program Keluarga
• Sasaran: 5,6 juta pekerja Harapan (PKH)
Tunai Dana Desa yang terkena dampak
Rp 22,,. triliun Rp 37,,. triliun
Covid-19.
• Khusus bagi warga • Nilai bantuan Rp 3,55 • Anggaran naik dari
desa yang terkena juta per penerima semula Rp 29,1 triliun.
dampak Covid-19 manfaat dengan rincian: • Sasaran bertambah
serta belum pelatihan Rp 1 juta, dari 9,2 juta keluarga
menerima bantuan insentif Rp 600 ribu per penerima manfaat (KPM)
lain dari pemerintah, bulan selama empat menjadi 10 juta KPM.
seperti PKH atau bu Ian, dan insentif survei • Penyaluran berubah
Kartu Sembako. kerja Rp 150 ribu. menjadi bulanan dari
• Besaran bantuan Rp semula tiga bulan sekali
600 ribu per keluarga hingga Desember 2020.
pada April-Juni 2020.

J
Kartu Sembako
Rp •3,6 triliun
Jaring Pengaman Sosial
Pemerintah Daerah • Nama baru program Bantuan
Rp zs,3• triHun• Pangan Non-Tunai (BPNT).
• Anggaran naik dari semula Rp
• Hasil realokasi Anggaran 28 triliun.
Pendapatan dan Belanja • Sasaran bertambah dari 15,2
Daerah di 528 daerah. juta menjadi 20 juta KPM.
• Dari realokasi APBD • Nilai bantuan naik dari Rp 150
tersedia dana senilai ribu menjadi Rp 200 ribu per
Rp 24,1 triliun buat KPM.
penanganan kesehatan • Skema penyaluran per bulan dari
dan Rp 7,12 triliun untuk awalnya tiga bulan sekali.
dampak ekonomi.

Bansos Tunai Luar Bansos Sembako Jabodetabek


Bantuan Tanggap labodetabek Rp 3,"2 triliun
Darurat Kementerian Sosial Rp 16,Z triliun
Rp&Omillar • Disebut juga Bansos Sembako Presiden.
• Khusus bagi warga • Sasaran khusus warga Jabodetabek
• Berupa bahan kebutuhan non-PKH dan yang tidak menerima dana PKH dan
pokok dan makanan siap non-BPNT di luar Kartu Sembako.
saji senilai total Rp 45 Jabodetabek. • Dana Rp 2,3 triliun untuk 1,3 juta
miliar. • Rp 600 ribu per keluarga di OKI Jakarta. Sisanya
• Sisanya Rp 15 miliar untuk keluarga per bulan untuk 600 keluarga di Bogar, Depok,
santunan kematian senilai selama April-Juni Tangerang, dan Bekasi.
Rp 15 juta bagi ahli waris 2020. • Nilai Rp 600 ribu per keluarga pada
korban jiwa Covid-19**. April-Juni 2020, terbagi dalam dua paket
per bulan masing-masing senilai Rp 300
*) Rekapitulasi per 17 April 2020 ribu.
• lsi paket: beras, minyak goreng, sarden,
**) \Santunan dengan syarat surat keterangan medis dari kornet, teh celup, kecap manis, samba!
rumah sakit bahwa korban meninggal akibat Covid-19 dan botol, mi instan, sabun mandi, dan susu
surat keterangan dari pemerintah daerah setempat (dinas ultra-high temperature.
sosial).
NASKAH: AGOENG WIJAYA SUMBER: KEMENTERIAN SOSIAL, KEMENTERIAN DALAM NEGERI, DIOLAH TEMPO

Covid-19 Jaring Pengaman Sosial Jokowi Korupsi Dana Bansos


Simpang Siur Bantuan
Langsung Tunai Dana Desa

Petugas Pas Indonesia menyerahkan bantuan sosial tunai kepada Keluarga Penerima Manfaat
(KPM) di Kampung Pabuaran Cibadak RT 02/03 Kelurahan Cibadak, Tanah Sareal, Kata Bogar,
Jawa Barat, 22 April lalu./ANTARA/Arif Firmansyah

• Banyak kepala desa kebingungan menyalurkan bantuan langsung tunai dana

desa.

• Simpang-siur akibat peraturan berubah-ubah, petunjuk pelaksanaan pun tak

ada.

• Dihantui potensi penyimpangan dana.

LUKMANUL Hakim kelimpungan. Menerima instruksi agar menggunakan 30


persen dari alokasi dana desa untuk penanganan dampak Covid-19, Kepala Desa
Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu seketika
dibuat pusing oleh daftar penduduk desanya yang berhak menerima bantuan.
"Jumlah penerima tidak sebanding dengan jatah dana," kata Lukmanul kepada
Tempo, Rabu, 29 April lalu.

Santunan ini bemama bantuan langsung tunai dana desa (BLTD). Digawangi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, jaring
pengaman sosial baru ini menyasar 11 juta keluarga penerima manfaat. Total
anggarannya Rp 22,4 triliun, yang disisihkan dari total alokasi dana desa 2020
sebesar Rp 71,19 triliun. Besaran dana yang disisipkan tiap desa berbeda-beda,
berkisar 25-35 persen, tergantung jumlah dana desa yang diterima tahun ini.

Desa Bantarsari yang dipimpin Lukmanul masuk kluster pemangkasan dana


sebesar 30 persen untuk dialihkan menjadi BLTD. Ini merupakan kluster desa
dengan jatah dana desa di kisaran Rp 800 juta-1,2 miliar. Target penerima BLTD
adalah warga yang terkena dampak Covid-19 di desa setempat yang belum
kebagian bantuan lain dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan, Kartu
Sembako, dan Kartu Prakerja. Bantuan disetor setiap bulan senilai Rp 600 ribu
per keluarga selama April-Juni 2020.

Masalahnya, Lukmanul praktis hanya bisa menyalurkan bantuan kepada 156


keluarga. Padahal, dalam daftar yang ia pegang, jumlah keluarga yang berhak
menerima BLTD mencapai 1.940.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia


Kabupaten Bogor Tini Prihartini menyebutkan rata-rata tiap desa bisa mengajukan
2.000-3.000-an keluarga penerima bantuan langsung tunai desa. Namun yang
terealisasi hanya ratusan. Kondisi ini bisa memantik kecemburuan antarwarga.

Bersama sejumlah kepala desa, Tini mengajukan usul kepada Bupati Bogor Ade
Yasin agar nilai bantuan langsung tunai desa dibagi lagi supaya lebih banyak
warga terbantu. "Inginnya bisa dibagi dua atau tiga agar bantuan merata," tutur
Tini, Kamis, 30 April lalu.

Keinginan para kepala desa itu juga sempat disampaikan kepada Gubemur Jawa
Barat Ridwan Kamil. Emil-panggilan Ridwan-membenarkan. Menurut dia,
para kepala desa ingin BLTD diberikan dalam bentuk kuota saja. "Lalu dikelola
dengan kearifan lokal agar mereka bisa mengatur secara adil," kata Emil kepada
Tempo, Kamis, 30 April lalu.

•••

KETENTUAN mekanisme pendataan hingga pelaksanaan pemberian bantuan


langsung tunai dana desa tercantum dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 6
Tahun 2020 yang diterbitkan 14 April lalu. Peraturan anyar tersebut mengubah
Peraturan Menteri Desa Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun Anggaran 2020. Pasal 8A dalam aturan anyar itu menetapkan
beberapa syarat penerima bantuan, seperti keluarga yang
kehilangan mata pencarian atau pekerjaan, belum terdata menerima berbagai
bantuan sosial, serta mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun
atau kronis.

Sebelumnya, Menteri Desa Abdul Halim Iskandar juga menerbitkan Surat Edaran
Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat
Karya Tunai Desa. Dalam peraturan tersebut, alokasi bantuan langsung tunai
untuk pagu dana desa yang kurang dari Rp 800 juta ditetapkan 25 persen dari
dana desa. Alokasi untuk desa dengan pagu Rp 800 juta-1,2 miliar sebesar 30
persen. Adapun desa dengan pagu di atas Rp 1,2 miliar mendapat alokasi 35
persen. Skema ini bisa dikembangkan lebih dari 35 persen apabila dibutuhkan
dengan persetujuan pemerintah di daerah.

Halim menyebutkan tak ada batas minimal karena sangat mungkin ada desa yang
tak membutuhkan bantuan langsung tunai desa. Nilai bantuan Rp 600 ribu per
bulan untuk tiap keluarga, dia menjelaskan, sudah dipertimbangkan di Istana
bersama pakar ekonomi.

Meski bantuan telah diatur rigid, pendataan di banyak daerah tak mulus.
Perangkat desa bingung dengan adanya informasi yang simpang-siur dan
ketentuan yang berubah-ubah. Salah satunya di Desa Karanggintung, Kecamatan
Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Relawan yang mendata warga
calon penerima BLTD sempat berpatokan pada 14 kriteria penilaian keluarga
miskin yang ditetapkan Badan Pusat Statistik.

Kondisi itu, menurut salah satu kepala dusun di Desa Karanggintung, Hilmy
Nugraha, membuat pendataan tak optimal. Sebab, saat ini sulit menemukan
keluarga dengan kondisi rumah berlantai tanah, berdinding bambu, dan
menggunakan bahan bakar kayu seperti tertera dalam kriteria tersebut. "Yang
memenuhi itu hampir tidak ada," ucap Hilmy. Belakangan, Kementerian Desa
baru menegaskan bahwa 14 kriteria itu tak perlu dijadikan patokan.

Di Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Daerah


Istimewa Yogyakarta, pendataan dilakukan berdasarkan data dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bantul. Data tersebut, menurut Sekretaris
Desa Sidomulyo Amiruddin Shafa, juga disesuaikan dengan Data Terpadu
Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan tak berpatokan pada 14 kriteria masyarakat
miskin. "Di lapangan, pihak desa memverifikasi warga yang bisa masuk daftar
penerima BLT desa," ujar Shafa.

Namun hal teknis pencairan bantuan langsung desa ini justru bermasalah. Aturan
bahwa bantuan harus ditransfer ke rekening bank alias nontunai menjadi
biangnya. Sebab, banyak warga di kampung tak punya rekening bank. Apalagi
kelompok lanjut usia.

Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia


Sukabumi, Tutang Setiawan, menyebutkan skema penyaluran BLTD ini
membingungkan. Beberapa informasi yang diterima para kepala desa berbeda­
beda. Aturan penyaluran bantuan melalui rekening bank, misalnya, bertabrakan
dengan kabar lain yang ia peroleh bahwa bantuan bisa disalurkan dengan
pembayaran tunai. "Instruksi dari kementerian selalu terburu-buru," tutur Tutang,
Kamis, 30 April lalu.

•••

SEKRETARIS Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi


Anggaran Misbah Hasan menuturkan, data penerima bantuan langsung tunai dana
desa yang tak tepat bisa menjadi salah satu pintu masuk terjadinya penyimpangan.
Untuk mencegah penyaluran bantuan tak tepat sasaran, dia mendesak pemerintah,
terutama Kementerian Desa, memvalidasi dan memperbarui data di lapangan.
"Persoalan data ini, akan ada yang merasa lebih layak dapat bantuan ketimbang
yang dapat," ujar Misbah.

Dalam wawancara dengan Tempo, Selasa, 28 April lalu, Menteri Abdul Halim
Iskandar menyebutkan pendataan penerima BLTD memakai referensi utama
DTKS yang sudah dipadankan dengan nomor induk: kependuduk:an. Dia mengakui
DTKS yang ada saat ini memerluk:an banyak penyesuaian. Karena itu, pendataan
yang dilakukan relawan penanganan Covid-19 di desa merupakan salah satu
langkah pembaruan data untuk: dilaporkan ke pusat. "Kami tahu persis ini akan
terjadi," tutur Halim.

Peneliti Institute for Research and Empowerment, Dina Mariana, tak kaget jika
banyak kepala desa kebingungan mengelola data dan menyalurkan BLTD. Sebab,
dalam catatan lembaganya, banyak kabupaten yang belum mengeluarkan petunjuk:
operasional dan aturan teknis.

Dina menyayangkan pemerintah keliru memahami Undang-Undang Desa, yang


menganut asas rekognisi dan subsidiaritas. Dana desa, kata dia, tidak dimaknai
sebagai hak desa. "Perencanaan dan pengelolaannya semestinya berbasis
kewenangan desa," ucapnya. Lahimya sejumlah surat edaran serta peraturan
Menteri Desa belakangan ini, menurut Dina, merupakan bentuk: kooptasi
pemerintah pusat yang masih sangat kuat terhadap desa.

Menanggapi hal itu, Halim menuturkan, dalam penyaluran bantuan langsung tunai
desa, pemerintah pusat hanya memberikan garis besar supaya pembangunan di
desa selaras dengan strategi pembangunan nasional. "Prosesnya tetap berbasis
kewenangan desa melalui musyawarah desa."

AISHA SHAIDRA, AHMAD FIKRI (BANDUNG), M.A. MURTADHO (BOGOR)

dana desa Covid-19 Bantuan Langsung Tunai (BLT)


Minim Bukti Kartu Sakti
Web.,t� l?f•m• Kartu Pr�kNf

www.prakerja.go.id

[oJ_,_'"'a prakerja.go.id
Akun fn,t.agram Resm Kar1u Pra rja

oopedo .·

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (depan tengah), memberikan keterangan kepada


wartawan terkait peluncuran situs resmi Kartu Prakerja membantu tenaga kerja yang terdampak
COVID-19, di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, 20 Maret lalu. ANTARA/Nova Wahyudi

• Sejumlah penganggur gagal lolos program Kartu Prakerja.

• Ada orang mampu yang lolos program tersebut.

• Sejak awal diluncurkan, Kartu Prakerja penuh kontroversi.

MENGANGGUR sekitar dua pekan akibat pemutusan hubungan kerja, Dewi


Hurriyah, 24 tahun, sempat girang hati. Pada 15 April lalu, bekas karyawan
perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia yang berdomisili di Surabaya itu
menerima pemberitahuan bahwa dia dinyatakan lolos program Kartu Prakerja
gelombang pertama. Nomor Kartu Prakerja pun sudah diperolehnya. "Tapi, sehari
kemudian, saat saya buka situs Kartu Prakerja, status saya berubah menjadi tidak
lolos," kata Dewi kepada Tempo, Rabu, 29 April lalu.

Dia lalu meminta penjelasan kepada layanan pelanggan Kartu Prakerja. Menurut
Dewi, petugas di ujung telepon mengatakan dia belum pasti lolos jika belum
menerima pesan yang dikirim ke telepon selulernya. Petugas tersebut
menyarankan Dewi mencoba lagi pada gelombang selanjutnya. Namun Dewi tak
lolos lagi. Hingga Jumat, 1 Mei lalu, dia masih menunggu hasil seleksi
gelombang ketiga.

Nasib serupa dialami Bonnie Kertaredja, yang dua kali mencoba menjadi
penerima manfaat Kartu Prakerja. Penyandang disabilitas lemah penglihatan ini
semula berharap bisa mendapat insentif tambahan dari program Kartu Prakerja.
Apalagi penghasilannya dari berjualan token listrik dan pulsa merosot jauh sejak
pemerintah mensubsidi listrik bagi penduduk miskin. Perempuan 54 tahun itu
sempat kesulitan mengisi data diri serta mengikuti tes minat dan pengetahuan.
"Sistemnya rumit, merepotkan bagi yang punya keterbatasan fisik," ujarnya.

Digaungkan Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden 2019, Kartu


Prakerja bertujuan mengentaskan penganggur. Semula, program dengan dana Rp
10 triliun ini ditujukan bagi 3 juta peserta. Namun, setelah virus corona mewabah,
Kartu Prakerja disulap menjadi bantuan sosial untuk masyarakat yang terkena
dampak dengan anggaran Rp 20 triliun dan 5,6 juta peserta. Penerima manfaat
bakal mendapat insentifRp 600 ribu selama empat bulan, bantuan pelatihan
online senilai Rp 1 juta, dan duit survei Rp 150 ribu. Pada tahap pertama, tercatat
168.111 orang lolos. Adapun yang lolos pada gelombang kedua 288.154 orang.

Agustinus Edy, pendiri portal berita Gresnews, menjadi salah satu yang lolos
dalam pendaftaran peserta Kartu Prakerja tahap kedua. Saat mengisi data diri, ia
mengaku sedang bekerja dan usaha wiraswastanya terkena dampak wabah
Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Edy tak menyangka bisa lolos karena
diwajibkan mengisi nomor induk kependudukan dan berswafoto. "Kalau proses
verifikasinya berjalan baik, seharusnya saya tidak lolos sejak awal," ucapnya.

Ia mengaku hanya ingin menguji bahwa program Kartu Prakerja tak lebih dari
transaksi jual-beli konten dengan menggunakan anggaran negara. Dia mengambil
paket pelatihan jumalistik menulis naskah berita seharga Rp 220 ribu di Skill
Academy. Ada sebelas video pelatihan dengan durasi sekitar satu jam. Belum
selesai menonton video, dia sudah bisa mengikuti tes dan mendapatkan certificate
of excellence yang ditandatangani Chief Executive Officer Ruangguru Adamas
Belva Syah Devara. Dalam waktu 7 x 24 jam, insentifRp 600 ribu bisa cair. Edy
menilai pelatihan yang diajarkan juga tidak efektif meningkatkan kemampuannya
menulis.

Belakangan, Prita Kusumaputri, pengajar kelas jumalistik, meminta Ruangguru


mencabut video pelatihannya. Sebab, video itu dibuat untuk pembelajaran pribadi,
bukan buat program Kartu Prakerja. "Tak ada pemberitahuan video itu masuk
program Kartu Prakerja," ujamya. Menurut Prita, video itu dibuat tiga kali
sebelum program Kartu Prakerja berjalan, yaitu menjelang akhir 2019.

Public Relations Lead Ruangguru Sekar Krisnauli mengatakan sertifikat yang


diterbitkan Skill Academy sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur Manajemen
Pelaksana Program Kartu Prakerja. Menurut dia, ada dua jenis sertifikat yang
dikeluarkan Skill Academy, yaitu completion atau penyelesaian materi dan
excellence. "Agustinus hanya menunjukkan certificate of excellence karena telah
menyelesaikan ujian akhir, bukan certificate of completion, karena belum
melengkapi seluruh materi yang ada," kata Sekar.

Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Panji


Winanteya Ruky pun mengatakan Edy lolos dari kelompok masyarakat umum.
Menurut dia, saat mendaftar, Edy mendeklarasikan diri sebagai wirausaha yang
terimbas pandemi Covid-19. "Sehingga lebih diutamakan dalam randomisasi
kelompok masyarakat umum di gelombang kedua," tutumya.
Bagaimana Orang yang Tak
Terdampak Covid-19 Justru
Menerima Bantuan Rp 600
Ribu

Warga memperlihatkan isi bantuan sembako pemerintah di kawasan RW 03 Kebon Kacang, Jakarta,
12 April 2020./ ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

• Kekisruhan penyaluran bantuan sosial terjadi di berbagai daerah.

• Di Bogor, sejumlah penduduk mampu malah mendapat bantuan duit Rp 600

ribu.

• KPK menduga kekisruhan terjadi karena tak ada pemutakhiran data

kesejahteraan sosial.

SUASANA memanas di kantor Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan,


Pekanbaru, Riau, Ahad siang, 26 April lalu. Ketua Rukun Warga 5 Simpang Baru,
Sutomo Marsudi, ngotot menolak menyalurkan bantuan dari Dinas Sosial Kota
Pekanbaru yang ada di kantor kelurahan. Sebab, hanya ada 261 paket bantuan
berisi enam kilogram beras, selusin telur, sepuluh bungkus mi instan, dan satu
kaleng sarden.

Jumlah itu jauh di bawah data yang diserahkan Sutomo. Dia mencatat ada lebih
dari 2.300 keluarga yang terkena dampak wabah corona. "Daripada nanti ribut,
kami tolak," kata Sutomo menceritakan peristiwa itu kepada Tempo, Selasa, 28
April lalu.

Menurut Sutomo, camat dan lurah sempat memaksa dia menerima bantuan itu.
Pegawai kelurahan akan mengantar bantuan dengan mobil pikap didampingi
pengurus rukun tetangga dan rukun warga. Sutomo menolak. Ia mengusulkan
pembagian bantuan digelar di kantor kelurahan. Tapi Lurah Simpang Baru Jaspi
Yubion menolak karena takut kantomya digernduk massa. Akhimya, bantuan pun
tak jadi disalurkan.

Jaspi Yubion mengatakan bantuan itu berdasarkan data dari Dinas Sosial
Pekanbarn. Data itu berisi daftar penduduk miskin dengan penghasilan di bawah
Rp 500 ribu per bulan. Jaspi menilai data itu tak akurat karena sejumlah penerima
bantuan masih bekerja. Ada pula yang memiliki kontrakan dalam jumlah banyak.

Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Pekanbarn lrba


Sulaiman, paket bahan kebutuhan pokok di Simpang Barn berasal dari kuota
sekitar 15 ribu paket. Penerimanya disesuaikan berdasarkan hasil pengumpulan
kartu keluarga setelah Pekanbarn menerapkan pembatasan sosial berskala besar
pada 17 April lalu. Tercatat ada 139 ribu keluarga yang menyerahkan kartu
keluarga. Menurnt Irba, jumlah itu naik drastis dari perkiraan awal sebanyak 39
ribu keluarga. "Kami terns melakukan verifikasi. Dan 15 ribu paket yang
dibagikan mernpakan hasil pengecekan keakuratan data di lapangan," ujamya.

Kekisrnhan pembagian bantuan sosial terjadi di berbagai wilayah yang


menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Di Ibu Kota, sejumlah penduduk
yang tergolong mampu secara ekonomi juga menerima bantuan. Pemerintah
Jakarta Timur, misalnya, menarik 9.205 bantuan yang diberikan pemerintah DKI
Jakarta dan 390 paket bahan kebutuhan pokok dari Kementerian Sosial. Wali Kota
Jakarta Timur Muhammad Anwar mengatakan para penerima bantuan itu rata-rata
masih bekerja serta memiliki rumah dan kendaraan. "Kami tarik karena tidak
tepat sasaran," ujamya pada Kamis, 30 April lalu.

Dalam pembagian bantuan sosial tahap pertama pada 9-24 April lalu, sejumlah
warga yang tinggal di kawasan elite dan memiliki kendaraan juga mendapat
bantuan dari pemerintah DKI. Isinya lima kilogram beras, dua kaleng sarden,
minyak goreng, dua masker kain, dan dua batang sabun, dengan nilai Rp 149.500.
Paket itu akan dibagikan empat kali dalam satu bulan. Pemerintah Jakarta
mengalokasikan dana jaring pengaman sosial sebesar Rp 7 ,6 triliun.

Petugas memeriksa data warga penerima paket bantuan sosial berupa kebutuban pokok dari
Presiden RI sebelum didistribusikan kepada warga terdampak COVID-19 di kawasan Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, 28 April lalu./ TEMPO/Nita Dian
Di Perumahan Ciomas Hills, Ciomas, Bogor, Jawa Barat, Syamsul Budiman
menerima pemberitahuan dari pengurus RT 04 pada Ahad, 26 April lalu, bahwa ia
akan menerima bantuan uang senilai Rp 600 ribu dari Kementerian Sosial. Ia tak
perlu repot karena duit itu akan diantarkan PT Pos Indonesia langsung ke depan
rumahnya. Karyawan swasta di bidang kehutanan itu tak mengetahui alasan dia
bakal mendapat bantuan tersebut. Yang jelas, dia merasa tak perlu mendapat
bantuan sosial. "Mau dikembalikan tidak bisa karena langsung diantar ke depan
rumah," kata Syamsul. Hidayat, warga Ciomas Hills lainnya, juga mengaku
menerima bantuan tersebut.

Sehari setelah menerima kabar itu, Syamsul dan warga Ciomas Hills lainnya
memutuskan akan menyerahkan bantuan tersebut kepada Ketua RT 04. Nantinya,
duit itu akan dibagikan kepada penghuni kompleks yang benar-benar terkena
dampak wabah corona. Diperkirakan ada 19 dari 200 keluarga di Ciomas Hills
yang membutuhkan bantuan. Syaratnya, penerima wajib menandatangani surat
pernyataan pengalihan bantuan.

Di Kampung Makrik, Kelurahan Bojong Rawalumbu, Kota Bekasi, Katmo, 55


tahun, tak kunjung menerima bantuan sosial. Ketua RT setempat sebenarnya
sudah mengupayakan Katmo mendapat bantuan. Namun, sebagai pendatang dari
Sukabumi, ia tak memiliki identitas Kota Bekasi. "Pengurus RT meminta kartu
tanda penduduk dan kartu keluarga. Tapi tidak dijamin dapat," ujarnya pada
Kamis, 30 April lalu.

Tinggal di rumah semipermanen, Katmo tak memiliki duit lagi. Sudah dua pekan
dia dirumahkan oleh tempatnya bekerja, perusahaan pengembang properti.
Gajinya selama dua bulan juga tak dibayar. Ia terpaksa berutang ke sana-sini agar
bisa makan bersama istri dan anaknya.

Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan


mengatakan tim koordinasi dan supervisi pencegahan sudah mengingatkan daerah
supaya menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Pahala juga meminta
pemerintah daerah memutakhirkan data tersebut agar bantuan tepat sasaran.
Apalagi sejumlah daerah memiliki keterbatasan anggaran. "Kekisruhan terjadi
karena pemerintah daerah malas memutakhirkan data," ujar Pahala.

Pemerintah pun mengakui penyaluran bantuan sosial ini tersendat karena data
rujukan yang dipakai berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Data itu
terakhir kali dimutakhirkan pada 2015. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial
Hartono Laras mengatakan pemerintah daerah bisa memperbaiki data tersebut.
"Kalau ada keluarga yang pantas mendapat bantuan, bisa diusulkan."

Selain ada persoalan data, sejumlah pemerintah daerah khawatir membagikan


bantuan sosial karena terganjal sejumlah aturan. Bupati Bolaang Mongondow
Timur, Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar, mengatakan pada Sabtu, 25 April
lalu, sempat terjadi kekisruhan di Desa Iyok, Kecamatan Nuangan. Penyebabnya,
para penerima bantuan Program Keluarga Harapan tak boleh lagi mendapat
bantuan dari pemerintah daerah. Padahal bantuan dari pemerintah pusat belum
tiba. Bantuan berupa beras, minyak, dan ikan kemasan kaleng dari pemerintah
daerah pun sempat tertahan selama tiga jam.
Akhimya, Sehan memutuskan penduduk yang tercatat sebagai penerima bantuan
dari pusat bisa mendapat paket tersebut. "Saya yang tanggung jawab," ujamya.
Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengatakan daerah tak perlu khawatir jika
ada warganya yang mendapat bantuan ganda. Musababnya, bantuan pusat berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan bantuan daerah dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. "Tidak ada halangan sama sekali dari
pusat," kata politikus PDI Perjuangan itu.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, AYU CIPTA (TANGERANG}, ADI WARSONO (BEKASI}, YOGI EKA

SAHPUTRA (BATAM), MADE ARGAWA (BALI)

Juliari Batubara Bantuan Sosial Covid 19 Bantuan Sosial Covid-19 Virus Corona
Kementerian Sosial
Penjelasan Kementerian Sosial
Soal Kekacauan Data Bansos

Hartono Laras./Kemsos.go.id

PENYALURAN bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena dampak:


Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 tak henti menuai kritik. Di sebagian
daerah, sejumlah penduduk yang masuk kategori mampu justru menerima
sumbangan dari pemerintah. Pembagian bansos juga mendapat kritik karena
mencantumkan logo Bantuan Presiden. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial
Hartono Laras menjelaskan berbagai persoalan tersebut kepada Tempo pada Rabu,
29 April lalu.

Di berbagai daerah terjadi kekisruhan penyaluran bantuan. Bagaimana cara


penyusunan data penerima bantuan?
Terkait dengan siapa penerima, kami berikan kewenangan ke kabupaten/kota.
Mereka yang akan mengusulkan siapa penerima bantuan. Ini tentu disesuaikan
dengan alokasi pagu anggaran yang sudah disepakati. Kami menggunakan Data
Terpadu Kementerian Sosial (DTKS) ataupun data lain. Data ini kami verifikasi
secara periodik bersama daerah. Untuk dampak Covid-19, data ini bisa diperbaiki.
Misalnya, kalau tidak sesuai, bisa diperbaiki. Atau kalau ada keluarga yang pantas
mendapat bantuan, bisa diusulkan.

Nyatanya, DTKS tidak dimutakhirkan lagi.


DTKS memang terakhir kali di-update secara masifpada 2015. Kami dorong
terns daerah untuk memutakhirkan data. Ketika kami menghadapi situasi ini,
untung masih ada DTKS. Sedangkan implementasi program diserahkan ke daerah
karena mereka lebih tahu. Tapi harus mematuhi prinsip kehati-hatian.

Mengapa tidak diperbarui?


Yang tidak diperbarui sejak 2015 adalah data oleh Badan Pusat Statistik. Tapi
sebenamya kami update tiga bulan sekali. Cuma, memang ada daerah yang tidak
memutakhirkan data. Ini momentum juga untuk memperbaiki data secara
nasional.

Sejumlah kepala daerah juga memprotes aturan penyaluran bantuan sosial.


Kenapa ini bisa terjadi?
Kalau dari sisi kriteria dan prosedur, ini cukup sederhana. Kami tak mengajukan
satu syarat sulit. Tapi kami memang hams mengatur siapa penerima bansos ini
supaya tepat sasaran dan cepat disalurkan. Kami memberikan rambu-rambu yang
mudah sekali. Bansos tunai diberikan kepada mereka yang belum mendapat
bansos pangan.

Bagaimana skenario pemerintah soal bantuan sosial pada masa pandemi


corona?
Kami menyiapkan berbagai perlindungan sosial untuk menangani dampak Covid-
19. Kami memperluas penerima Program Keluarga Harapan dari 9,2 juta menjadi
10 juta. Pencairan yang biasanya empat kali setahun mulai April ini tiap bulan.
Penerima bantuan sembako juga akan diperluas, dari 15,2 juta menjadi 20 juta.
Indeks bantuan juga dinaikkan menjadi Rp 200 ribu per bulan. Kami juga
mendapat dua alokasi bantuan khusus presiden. Ada yang dialokasikan untuk 1,3
juta keluarga di OKI. Kemudian ada 600 ribu keluarga di daerah-daerah yang
berbatasan langsung dengan Jakarta.

Mengapa ada bansos dengan logo Bantuan Presiden?


Itu memang bantuan dari presiden, tidak kami siapkan secara khusus. Ide awal
bansos ini kan untuk mengantisipasi mudik, karena awalnya mereka diimbau
tidak mudik. Mereka tidak bekerja dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

Ada indikasi bantuan ini menjadi sarana kampanye inkumben. Bagaimana


antisipasinya?
Kami berikan logo Kemensos Hadir. Kami juga meminta bansos tidak
disalahgunakan dan diperjualbelikan. Kalau ada daerah melakukan itu, itu
menjadi tanggung jawab daerah tersebut. Memang, untuk bansos dari APBD
Kementerian Sosial tidak mengatur. Tapi sudah ada banyak edaran, termasuk dari
Komisi Pemberantasan Korupsi, supaya penyaluran bansos tetap akuntabel.
Mengapa Data Covid-19 yang
Tak Tepercaya Berbahaya?

Ilustrasi

RUSAKNYA ekonomi akibat pandemi Covid-19 makin nyata dan meluas.


Ekonomi Uni Eropa mengerut 3,8 persen selama kuartal I 2020 jika dibandingkan
dengan kuartal sebelumnya. Pada saat yang sama, Amerika Serikat pun
mengalami kontraksi serius. Secara tahunan, ekonomi Amerika tumbuh negatif
4,8 persen. Kemerosotan ekonomi sedunia ini sudah jauh lebih dalam ketimbang
krisis finansial 2008-2009. Pembandingnya yang lebih menakutkan cuma Depresi
Besar, seabad lalu.

Itu belumlah puncak masalah. Ketua The Federal Reserve Jerome Powell
mengingatkan, masih ada risiko ekonomi mengerut lebih dalam lagi. Sebab, arah
pandemi Covid-19 masih belum jelas. Apakah gelombang pandemi kedua yang
lebih ganas akan benar-benar menyerang? Ataukah Covid-19 benar-benar sudah
mulai mereda?

Ketidakpastian ini menciptakan pilihan sulit bagi para pemimpin pemerintahan di


seluruh dunia untuk merumuskan respons kebijakan yang pas. Di Indonesia,
pemerintah sepertinya memilih sisi positif, mengajak masyarakat tetap optimistis.
Presiden Joko Widodo yakin Covid-19 sudah memasuki fase ringan Juli nanti.
Dan, setelahnya, ekonomi akan kembali melejit.

Semua pemangku kepentingan ekonomi, dari konsumen, korporasi, sampai


politikus, tentu mengidamkan pemulihan cepat. Semuanya ingin segera melihat
kurva pergerakan ekonomi berbentuk hurufV-setelah jatuh mencapai titik dasar,
langsung melesat bak roket terbang ke angkasa. Ekonomi Indonesia berpeluang
menciptakan grafik V itu. Setidaknya, inilah prediksi Dana Moneter Intemasional
(IMF): ekonomi kita bisa membal tumbuh hingga 8,2 persen pada 2021.
Tak aneh jika banyak pejabat pemerintah gemar mengutip prediksi ini. Dan
memang pemerintah bertugas tetap menyebarkan optimisme, asalkan di baliknya
benar-benar ada upaya serius menangani wabah dengan benar. Sebab, IMF
mendasarkan prediksi itu pada satu premis pokok yang amat penting: pandemi di
Indonesia benar-benar cepat berakhir sehingga kerusakan ekonomi tidak parah.
Jika terjadi sebaliknya, alih-alih mendapat grafik berbentuk V, kita akan masuk
trayek berbentuk U, ekonomi harus cukup lama mendekam di dasar untuk bisa
pulih. Lebih celaka lagi jika yang terjadi adalah grafik berupa huruf L. Setelah
jatuh, ekonomi tak kunjung bangkit lagi.

Pemerintah RI mungkin sudah lebih dari sekadar serius, bahkan telah berjibaku
habis-habisan dalam perang melawan Covid-19. Tapi banyak kritik, ikhtiar serius
itu masih meleset dari sasaran. Salah satu akar persoalannya adalah data yang
tidak tepercaya. Membuka kembali ekonomi, misalnya, harus didasari data faktual
sehingga kajiannya tidak sekadar berpatokan pada bisikan paranormal atau
insinuasi politik. Kenyataannya, lantaran jumlah tes yang masih sangat minim
dibandingkan dengan jumlah penduduk, tak ada data tepercaya bagaimana situasi
sebenamya pandemi Covid-19 di Indonesia.

Situasi ini berisiko besar. Pemerintah dapat mengambil keputusan keliru, terlalu
cepat membuka kembali ekonomi. Maklum, tak ada orang yang ingin melihat
ekonomi makin merana karena pembatasan di mana-mana. Sedangkan catatan
sejarah menunjukkan, pembukaan kembali ekonomi sebelum keadaan benar-benar
aman justru berisiko memunculkan serangan gelombang kedua yang bisa jauh
lebih dahsyat. Lain cerita jika sudah ada obat dan vaksin yang benar-benar
mampu melawan Covid-19.

Persoalan lain: ekonomi bisa makin sulit pulih karena tidak efektifnya berbagai
stimulus pemerintah. Tengoklah berbagai bantuan sosial yang masih centang­
perenang pelaksanaannya. Ada begitu banyak saluran pembagian bantuan yang
bertabrakan data penerimanya. Belum lagi program yang salah sasaran. Misalnya
Kartu Prakerja, yang menuai kritik karena dinilai tidak efektif menopang
kebutuhan ekonomi mereka yang baru terkena pemutusan hubungan kerja.

Masih ada waktu dan kesempatan untuk membenahi semua ini. Pemerintah harus
bergegas mengevaluasi semua langkah jika tak ingin ekonomi Indonesia masuk ke
trayek grafik U atau bahkan terjerembap ke lintasan berbentuk L.
Betulkah Kelompok Anarko di
Balik Ajakan Rusuh?

Aksi massa saat May Day di Bandung, 1 Mei 2019./TEMPO/Prima Mulia

• Polisi menuduh kelompok

• Aktivis solidaritas petani juga dianggap sebagai bagian kelompok Anarko.

• Anggota Anarko menyatakan tak punya kemampuan melawan negara.

ENAM belas hari ditahan, selama itu pula Muhammad Rizki, 21 tahun; Rio
Imanuel (23); dan AA (17) tak bisa ditemui tim penasihat hukum. Upaya tim
pengacara bertemu dengan mereka baru terwujud pada Ahad, 26 April lalu, di
ruang tahanan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Shaleh Al Ghifari,


menyesalkan sulitnya memberikan pendampingan hukum kepada mereka. Padahal
setiap tersangka berhak mendapat bantuan hukum. "Ini pelanggaran," katanya,
Selasa, 28 April lalu.

Rio dan Rizki disangka memprovokasi kerusuhan. AA yang masih di bawah umur
pun turut dijadikan tersangka. Personel Kepolisian Resor Tangerang menangkap
ketiganya di Kafe Egaliter, Tangerang, Banten, pada 9 April lalu.

Ada kertas stensil dan cat semprot saat mereka ditangkap. Polisi menuduh mereka
menulis ajakan berbuat kerusuhan massal di sejumlah tembok sekitar Pasar
Anyar, Tangerang. Kamera pengawas (CCTV) milik penduduk sekitar merekam
aksi corat-coret ketiga pria cungkring itu.

Pada pekan yang sama, polisi menangkap dua pemuda lain yang juga dituduh
bagian dari kelompok "Anarko"-gerakan subkultur yang mengidamkan tiadanya
intervensi negara-di Bekasi, Jawa Barat. Saat diperiksa pada awal penangkapan,
keduanya didampingi pengacara yang disediakan polisi. Pemeriksaan berlanjut di
Sub-Direktorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya beberapa hari seusai
penangkapan, bersama Rizki, Rio, dan AA yang juga dibawa ke markas Polda.

Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana mengatakan kelima
pemuda itu menghasut kerusuhan lewat vandalisme. Dalam coretannya mereka
menulis "Sudah krisis saatnya membakar", "Kill the rich", dan "Mau mati konyol
atau melawan". "Kami menjerat mereka dengan pasal penghasutan," ujar Nana
pada Sabtu, 11 April lalu.

Mereka disebut tak puas terhadap pemerintah, terutama dalam menangani


pandemi Covid-19. Polisi juga menyebut Anarko sebagai kelompok kriminal yang
berniat memantik kerusuhan dan penjarahan.

Menurut Nana, kelima tersangka itu hanyalah bagian kecil dari kelompok Anarko.
Ia menyebutkan simpatisan paham anarkisme ini tersebar di Jakarta, Bandung,
dan sejumlah kota besar lain di Jawa. "Meski terpisah di banyak tempat,
kelompok ini terhubung dalam berbagai media sosial," katanya.

Kepala Sub-Direktorat Keamanan Negara Ajun Komisaris Besar Dwiasi


Wiyatputera mengatakan kelima tersangka memiliki beberapa akun Instagram.
Mereka menggunakan akun itu untuk berkomunikasi dengan kelompok Anarko
lain, seperti Red Amplifier, Mutual Advensif, dan Akar Rumput. Akun-akun itu
memiliki ratusan pengikut.

Mereka juga memiliki channel di Telegram bernama Keluarga Cendana. "Mereka


terhubung dengan kelompok lain yang memiliki kesamaan ideologi," ucap
Dwiasi. Menurut Dwiasi, simpatisan Anarko menciptakan akun-akun tersebut
sebagai bagian dari strategi perlawanan yang akan ditunjukkan dalam unjuk rasa
yang "terstruktur", "sistematis", dan "masif'.

Dwiasi menambahkan, kelompok tersebut berniat membuat masyarakat resah dan


membenci pemerintah. "Sebagian di antara mereka juga pernah mengikuti unjuk
rasa besar di DPR beberapa waktu lalu," katanya.

Shaleh Al Ghifari menyebutkan narasi polisi soal Anarko terlalu dibesar­


besarkan. Dia mengatakan ketiga pemuda yang ia dampingi tak memiliki
kemampuan mengorganisasi massa. Corat-coret oleh mereka, misalnya, lebih
pada ungkapan kekecewaan remaja ketimbang ajakan rusuh.

Di Malang, Jawa Timur, polisi menangkap Ahmad Fitron Fernanda, M. Alfian


Aris Subakti, dan Saka Ridho karena ketiganya mencorat-coret tembok di enam
titik di Kota Malang dengan frasa "Tegalrejo Melawan". Akibat vandalisme itu,
mereka dicap sebagai anggota kelompok Anarko yang menghasut kerusuhan.

Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian RI Komisaris Besar Asep Adi


Saputra mengatakan polisi menangkap anggota kelompok Anarko karena
penghasutan. "Kami memidanakan mereka karena memprovokasi kerusuhan dan
cara menyampaikan aspirasi mereka dengan merusak fasilitas umum," ujarnya.

Berstatus mahasiswa, Fitron, Alfian, dan Ridho dikenal sebagai simpatisan Aksi
Kamisan di Malang. Aktivis Aksi Kamisan Malang, Dinda Ayu, sangsi terhadap
tuduhan polisi. Menurut Dinda, frasa "Tegalrejo Melawan" adalah bentuk
kampanye advokasi konflik lahan antara warga Tegalrejo, Sumbermanjing Wetan,
Kota Malang, dan PT Perkebunan Nusantara XII. "Jadi keliru besar jika coretan
'Tegalrejo Melawan' dianggap bagian 'Anarko Sindikalis' ," katanya.

•••

AJAKAN rusuh juga tersiar dari akun WhatsApp Ravio Patra Asri, aktivis media
sosial sekaligus peneliti kebijakan publik, pada Rabu, 23 April lalu. Sementara
corat-coret di tembok Pasar Anyar, Tangerang, diketahui dilakukan ketiga pemuda
simpatisan gerakan Anarko, penyebar pesan berantai dari akun WhatsApp Ravio
belum diketahui.

Akun WhatsApp Ravio diretas. Tanpa setahu pemiliknya, dari nomor itu tersebar
pesan ajakan rusuh pada 30 April ke sejumlah nomor, yang bahkan tak ada dalam
kontak di telepon selulemya. Ravio ditangkap, tapi kemudian dilepaskan sebagai
saksi. Bersama Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok), Ravio
sedang mencari bukti pembajakan akun WhatsApp miliknya.

Maraknya hasutan rusuh membuat kegiatan Solidaritas Pangan Jogja didatangi


aparat berpakaian preman. Pada Kamis pagi, 30 April lalu, empat pria menyatroni
dapur Solidaritas Pangan Jogja di Sembungan, Bantul, Yogyakarta. Salah seorang
bertanya asal-usul pendanaan dan donasi dapur. Mereka pun menanyai identitas
para relawan dapur. Sebelum berlalu, mereka mengambil foto relawan dan
berbagai sudut dapur.

Inisiator Solidaritas Pangan Jogja, Ita Fadia Nadia, mengatakan kelompoknya


mendirikan dapur darurat untuk membantu kalangan miskin perkotaan yang
terkena dampak wabah Covid-19. Alih-alih mendapat bantuan, Ita dan teman­
temannya dituding bagian dari kelompok Anarko, yang dituduh menghasut
kerusuhan. "Akibatnya, kegiatan kami diawasi terns," ujar Ita.

Kiprah kelompok Anarko makin disorot setelah beredar video pengakuan Pius
Lout Alubwaman, 25 tahun. Bertato huruf"A" besar di badan, ia mengaku
sebagai Al-pemimpin tertinggi-kelompok "Anarko Sindikalis", yang
menginginkan "dunia tanpa pemerintahan". Video pengakuan Pius sebagai
pemimpin kelompok Anarko beredar luas di media sosial. Dalam video itu, Pius
memiliki bawahan dengan jabatan A2, A3, dan seterusnya.

Emma, salah seorang pentolan Anarko Sindikalis-kelompok Anarko yang


berfokus pada perjuangan buruh-di Jakarta, merasa geli terhadap pengakuan
Pius. Ia dan teman-temannya tak mengenal Pius. Padahal simpatisan dan anggota
Anarko Sindikalis sering bertemu sambil mengikuti unjuk rasa kaum buruh.
"Saya menduga dia dipaksa membuat pengakuan itu," katanya.
Pius Lout Alubwaman./Istimewa

Belakangan, diketahui bahwa Pius ditangkap pada 12 April lalu karena mencuri
helm milik seorang polisi di pos pemantauan lalu lintas Jembatan Semanggi,
Jakarta Selatan. Sepekan seusai penangkapan, polisi memeriksa kejiwaan Pius.
Uji laboratorium menyebutkan ia mengkonsumsi ganja. "Bicaranya juga ngaco,"
ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Yusri Yunus.

Menurut Emma, gerakan Anarko tak mengenal pemimpin. "Dalam Anarko, setiap
orang adalah pemimpin. Siapa pun bisa bertindak atas inisiatif pribadi," ujamya.
Emma dan teman-temannya membantah tuduhan polisi bahwa Anarko adalah
ancaman negara.

Kelompok Anarko, kata Emma, tak memiliki logistik yang memadai untuk
menyusun perlawanan. Pendukung gerakan ini hanya bermodalkan kuota Internet.
Mereka lebih sering berkampanye di media sosial. "Untuk bayar ongkos angkutan
umum saja susah," tutumya, lalu terkekeh.

Bima Satria Putra, penulis Perang yang Tidak Akan Kita Menangkan: Anarkisme
dan Sindikalisme dalam Pergerakan Kolonia! hingga Revolusi Indonesia (1908-
1948), menyebut anarkisme sebagai gerakan yang mudah berbaur dengan gerakan
sosial lain. "Akibatnya, sering kali orang kesulitan membedakan ini gerakan
Anarko atau bukan," katanya.

RIKY FERDIANTO, M. ZULNIS FIRMANSYAH, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA}, EKO

WIDIANTO (MALANG}

Ravio Patra Anarko


Kembali Berulahnya Sejumlah
Narapidana Setelah
Dibebaskan Permenkumham
Covid-19

narapidana asimilasi karena terlibat aksi pencurian sepeda


Polisi merilis penangkapan kembali
motor di Mapolres Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, 22 April 2020. ANTARA/Destyan
Sujarwoko

• Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan membebaskan 40 ribu

narapidana lewat program asimilasi hingga akhir 2020.

• Ada 59 residivis yang kembali berbuat jahat setelah menerima program

asimilasi.

• Kementerian Hukum dan HAM akan menghapus remisi narapidana yang

kembali tertangkap.

BELUM genap sebulan menghirup udara bebas, Muhammad Pumomo kembali


meringkuk di jeruji besi. Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Reser Kota Besar
Semarang menangkap pria 38 tahun itu di Alun-alun Johar karena diduga hendak
menjual dua gram sabu pada Senin malam, 27 April lalu.

Ia tak menyadari polisi telah mengintai beberapa hari sebelumnya. "Polda Jawa
Tengah dan jajaran memang mengawasi keberadaan dan kegiatan yang dilakukan
oleh para narapidana asimilasi," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Kepolisian Daerah Jawa Tengah Komisaris Besar Iskandar F. Sutisna, Kamis, 30
April lalu.

Kepada penyidik, bapak tiga anak itu mengaku butuh uang untuk menghidupi
keluarga. Pumomo residivis kasus narkotik yang dihukum empat setengah tahun
penjara pada 2017. Ia bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sragen pada 2 April
lalu setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memasukkannya ke
daftar narapidana penerima asimilasi dan integrasi.

Dua hari sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly
menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 untuk
mencegah penyebaran virus corona di dalam penjara. Peraturan ini mempercepat
pembebasan para terhukum kasus pidana umum yang akan menjalani dua pertiga
masa tahanan hingga 31 Desember 2020.

Sebelum peraturan itu terbit, proses asimilasi narapidana dilakukan di dalam


penjara dengan melibatkan pihak ketiga, seperti lembaga sosial dan yayasan.
Hingga akhir April lalu, ada 38.952 narapidana yang menerima program asimilasi
dan integrasi tersebut.

Menteri Yasonna Laoly memastikan pemberian


asimilasi dan integrasi kepada para narapidana
terus berjalan meski sarat kontroversi.

Komisaris Besar Iskandar mengatakan ada 1.771 narapidana di tujuh daerah di


Jawa Tengah yang bebas karena peraturan tersebut. Mereka tersebar di tujuh
kabupaten dan kota. Dari jumlah tersebut, polisi menangkap kembali sepuluh
residivis.

Selain terjerat kasus peredaran narkotik, mereka diciduk polisi karena mencuri
sepeda motor, terlibat penganiayaan, serta melakukan penipuan dan percobaan
pencurian. Ada pula yang diringkus karena mencabuli anak di bawah umur. "Bila
sudah meresahkan dan menyakiti masyarakat, kami tidak segan bertindak tegas
dengan melumpuhkan mereka," ucap Iskandar.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI


Komisaris Besar Asep Adi Saputra menyebutkan ada 59 narapidana yang kembali
berulah setelah bebas dari penjara, hingga akhir April lalu. "Kasus seperti ini
tersebar di 15 polda," ujarnya. Jawa Tengah merupakan daerah dengan jumlah
kasus paling banyak.

Di DKI Jakarta juga tercatat ada kejadian. Kepolisian Resor Jakarta Utara
menembak mati residivis berinisial AR, Sabtu malam, 18 April lalu. Pria asal
Palembang itu diburu setelah mencuri dan menodongkan senjata kepada
penumpang angkutan umum di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sepekan sebelum
ditembak.

Bekas narapidana pencurian ini bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Bandung,


Jawa Barat, lewat program asimilasi, April lalu. Sebelum berbuat jahat di Jakarta,
ia merampok seorang penduduk di Kota Depok, Jawa Barat, lalu kabur dari
kejaran polisi.
Menurut Komisaris Besar Asep, jumlah kasus pencurian naik 11,08 persen sej ak
pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar pada awal April lalu. Sebagian
pelakunya adalah bekas narapidana yang menerima asimilasi dari Kementerian
Hukum dan HAM.

Kendati ada peningkatan kejahatan, Asep menyebutkan jumlah kasus yang


melibatkan narapidana asimilasi belum signifikan. "Setelah kami analisis,
kejahatan ini disebabkan oleh faktor ekonomi. Bisa saja dilakukan penjahat bukan
narapidana asimilasi," kata lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1994 tersebut.

Asep menyatakan kepolisian meningkatkan pengawasan dengan melibatkan


banyak pihak, seperti Tentara Nasional Indonesia, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, serta perangkat daerah hingga ke tingkat rukun tetangga dan
rukun warga. Jika para napi tersebut bernlah, polisi bakal langsung menangkap
mereka.

Setelah ditangkap, mereka akan dikembalikan polisi ke lembaga pemasyarakatan


asal. Mereka akan berada di dalam penjara sesuai dengan vonis pengadilan dan
tak akan menerima remisi. Polisi kemudian memproses para residivis itu
berdasarkan kejahatan barunya. "Kami tetap membuat berita acara pemeriksaan
kasus barn mereka," ucapnya.

Yasonna Laoly. TEMPO/Fakhri Hermansyab

Menteri Yasonna Laoly memastikan pemberian asimilasi dan integrasi kepada


para narapidana terns berjalan meski sarat kontroversi. Ia menyebutkan jumlah
narapidana di Tanah Air mencapai 271 ribu orang. Perkiraannya, ada 40 ribu
narapidana kasus pidana um.um yang dibebaskan hingga akhir tahun ini.

Ia mengklaim membuat kebijakan ini berdasarkan anjuran Komisi Tinggi untuk


Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Badan Kesehatan Dunia
(WHO), dan lembaga dunia lain. Anjuran ini juga berlaku untuk negara lain.

Program asimilasi juga untuk mengurangi penjara yang kelebihan penghuni.


Yasonna khawatir penjara akan menjadi kuburan massal jika wabah Coronavirns
Disease 2019 (Covid-19) tersebar hingga ke bui. "Kebijakan ini diapresiasi
lembaga hak asasi manusia dunia ataupun Indonesia," tutumya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengatakan jumlah
narapidana yang kembali berulah sangat sedikit. "Sekitar 0, 1 persen. Ini sangat
kecil," ujamya. Persoalannya, menurut Yasonna, ada orang yang sengaja
menyebarkan ketakutan lewat video hoaks. Video itu menyebutkan seolah-olah
pelaku kejahatan adalah narapidana penerima asimilasi. "Setiap kejahatan yang
muncul akhir-akhir ini jangan diasumsikan pelakunya narapidana penerima
asimilasi," katanya.

Yasonna telah meminta kepala kantor wilayah dan kepala lembaga


pemasyarakatan berkoordinasi dengan kepolisian untuk memantau para penerima
asimilasi. Ia juga memerintahkan jajarannya menyiapkan basis data yang lengkap
berisi profil narapidana. Jika diperlukan, pengecekan akan dilakukan hingga ke
keluarga masing-masing. "Semua kakanwil harus memantau program ini 24 jam
dalam sehari," ujamya.

Kementerian juga meminta polisi menjerat narapidana yang kembali berulah


dengan pasal yang berat. Mereka bersepakat menempatkan residivis kambuhan di
sel pengasingan. Residivis juga tak akan mendapatkan remisi lagi dan dipastikan
menerima hukuman baru. "Kami akan menerapkan hukuman yang berat kepada
mereka," katanya.

LINDA TRIANITA

Polri Kementerian Hukum dan HAM


Perlawanan Ravio Patra untuk
Mengungkap ldentitas
Peretasnya

Ravia Patra. Facebook.com/Ravio Patra

• Peretasan akun dan telepon seluler diduga menjadi pola baru membungkam

aktivis.

• Koalisi masih menunggu jawaban resmi pihak WhatsApp.

• Polisi terus melanjutkan penyidikan kasus Ravio.

DARI "pengungsian", Ravio Patra Asri membuat perlawanan. Bersama Koalisi


Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok), pria 27 tahun itu berupaya
mencari peretas akun WhatsApp miliknya. "Teman-teman membentuk tim
investigasi," kata salah seorang anggota koalisi, Alghiffari Aqsa, Kamis, 30 April
lalu.

Mereka menggali informasi di berbagai tempat. Salah satunya kantor perwakilan


WhatsApp di Singapura. Mereka berharap WhatsApp memberikan keterangan
resmi soal peretasan akun Ravio. "Koalisi sudah menyurati kantor WhatsApp
pada 25 dan 27 April lalu," ujar aktivis SAFEnet yang juga salah satu anggota
koalisi, Ellen Kesuma.

Sebenamya, kata Ellen, Ravio sudah berkomunikasi dengan seorang petinggi


WhatsApp di Singapura. Namun mereka belum mau membuka isi pembicaraan
tersebut ke publik. Mereka khawatir informasi itu menjadi peluru bagi pihak­
pihak yang selama ini mengincar Ravio. "Teror di media sosial kepada Ravio dan
teman-temannya terlihat sistematis," ucapnya.
Salah satu modal penelusuran koalisi adalah artikel kantor berita Reuters pada 24
April lalu. Reuters menuliskan dua sumber di Facebook, perusahaan induk
WhatsApp, memperkirakan akun Ravio menjadi target peretasan. "Namun kami
masih menunggu jawaban resmi yang lebih spesifik," kata Ellen.

Koalisi merasa identitas pelaku penting diungkap karena upaya peretasan akun
dan telepon seluler milik sejumlah aktivis kian marak. Mereka menduga aksi ini
merupakan strategi mengkriminalisasi orang-orang yang lantang. Mereka menjadi
korban kriminalisasi dari peretasan tersebut. "Ini pola baru untuk membungkam
aktivis," ujar Alghiffari.

Polisi menangkap Ravio pada Rabu malam, 22 April lalu. Ia dituduh


menyebarkan pesan berantai yang berisi ajakan membuat kerusuhan. Pesan itu
menyebar ke sejumlah akun pada Rabu siang, 22 April. Ravio baru menyadari
akun WhatsApp miliknya dibobol sekitar pukul 13.50 hari itu.

Ravio menjalani pemeriksaan panjang di ruang Sub-Direktorat Keamanan Negara


Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Penyidik melepas pegiat
demokrasi dan transparansi itu dua hari kemudian. Setelah bebas, ia
meninggalkan kos-kosan dan mengungsi ke tempat yang dianggap aman.

Alghiffari mengungkap sejumlah kejanggalan tersebamya pesan dari akun


WhatsApp Ravio. Menurut dia, akun para penerima pesan berantai tak tersimpan
di buku telepon seluler Ravio. Dari hasil penelusuran Koalisi, sebagian dari
penerima pesan pemah menjadi anggota tim kampanye Joko Widodo pada
pemilihan presiden tahun lalu.

Peretas juga mengirimkan pesan yang sama kepada seorang pumawirawan


jenderal polisi berbintang tiga, perwira menengah polisi, dan anggota Tentara
Nasional Indonesia berpangkat kolonel. Beberapa penerima merespons pesan itu
dengan menelepon ke nomor WhatsApp Ravio. "Ada juga yang balas mengirim
pesan, 'Jangan begitulah'," kata Alghiffari.

Malam sebelum akun WhatsApp-nya diretas, Ravio tengah merampungkan


penelitian soal dugaan kolusi proyek pemerintah yang ditengarai melibatkan
perusahaan milik seorang pengusaha muda. Dia sempat berkomunikasi dengan
pengusaha tersebut lewat aplikasi WhatsApp.

Alghiffari meyakini komunikasi Ravio pada malam itu menjadi motif peretasan.
Ia meyakini ada pihak yang terpojok oleh temuan Ravio. Di sisi lain, sang
pengusaha memiliki kedekatan dengan seorang pejabat tinggi di lembaga negara
yang menguasai teknologi komunikasi. "Tapi belum ada bukti kuat," ujar mantan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta ini.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri
Yunus mengatakan polisi tetap melanjutkan penyidikan kasus Ravio. "Penyidik
masih melakukan digitalforensic," katanya. Ia juga membantah tudingan polisi
telah mengkriminalisasi Ravio.

Lewat pengacaranya, Ravio melaporkan peretasan ini ke Polda Metro Jaya,


Selasa, 28 April lalu. Ia ingin memastikan identitas dan tujuan peretas. Ia
menganggap pembobolan WhatsApp dan aplikasi pesan lain sejumlah aktivis
merupakan ancaman. "Saya masih merasa tak aman karena pelaku masih terlihat
berusaha menyerang akun lain," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 25
April lalu.

MUSTAFA SILALAHI, DEVY ERNIS

Penangkapan Aktivis Ravio Patra Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya


Begini Skenario Pemerintah
Mengendurkan PSBB

Razia dan pemberian hukuman bagi pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) di
Kawasan]alan Fatmawati, Jakarta, 28 April 2020. ANTARA/Reno Esnir

• Pemerintah menyiapkan skenario mengendurkan aturan pembatasan sosial

berskala besar (PSBB).

• Daerah dengan tren kasus baru menurun seperti DKI berancang-ancang

mengurangi PSBB.

• Larangan mudik ditempuh sebagai salah satu cara menekan angka kasus

corona baru.

TUJUH belas hari setelah Ibu Kota menerapkan pembatasan sosial berskala besar
pada 10 April lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengklaim
keberhasilan metode tersebut. Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo
menyatakan laju kasus positifvirus corona di Jakarta melambat. "Saat ini
kurvanya telahflat," kata Doni pada Senin, 27 April lalu.

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tersebut, pemerintah


akan terns menggenjot tes cepat atau rapid test untuk mencegah penyebaran
corona. Ia menargetkan kasus positifdi Indonesia menurun mulai Juni
mendatang. "Sehingga pada Juli diharapkan kita sudah bisa mengawali hidup
normal kembali," ujar mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

Sebelum Doni mengumumkan keberhasilan pembatasan sosial, kasus harian di


Jakarta memang mengalami penurunan dalam lima hari. Pada 21 April lalu,
pemerintah Jakarta mencatat ada 167 kasus harian, lantas berangsur turun hingga
65 kasus barn yang terjadi pada 26 April. Besoknya atau 27 April-ketika Doni
mengklaim terjadi perlambatan-pasien terinfeksi corona bertambah 86 orang,
kemudian naik hingga 118 kasus positifbaru pada 28 April lalu.
Keyakinan Doni mengundang keraguan sejumlah pakar kesehatan. Anggota
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra, mengatakan
data pemerintah belum konsisten karena beberapa titik di Jakarta masih
mengalami peningkatan kasus. Adapun Kepala Departemen Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono
menilai penurunan angka positif ditengarai karena lambatnya deteksi dini. Tri
memperkirakan puncak wabah di Jakarta baru terjadi pada pengujung Juni. "Tren
memang bisa turun, tapi pembatasan sosial tak boleh dilonggarkan," ujamya.

Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto,


hingga Senin, 27 April lalu, sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 75.117
spesimen dengan menggunakan metode polymerase chain reaction. Pada hari
yang sama, Singapura sudah menggelar lebih dari 140 ribu pemeriksaan. Menurut
seorang pejabat pemerintahan yang mengetahui pelaksanaan pengujian cepat di
Indonesia, rata-rata dalam sehari dilakukan 4.000 rapid test. Jumlah ini, kata
pejabat tersebut, masih di bawah angka ideal, 7.000 tes per hari.

Di tengah tren kasus positif corona yang belum stabil itu, pemerintah justru
menimbang opsi melonggarkan pembatasan sosial berskala besar. Adalah Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. yang menggaungkan
rencana pemerintah itu saat membuka diskusi online yang diselenggarakan
Komisi Informasi Pusat pada 30 April lalu. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
tersebut mengatakan pemerintah sedang berpikir untuk menghidupkan kembali
sentra-sentra bisnis yang masih bisa beroperasi di tengah pandemi.

Mahfud juga mengatakan pemerintah meninjau ulang kegiatan belajar di rumah.


Salah satu sebabnya, masyarakat mengeluhkan kegiatan pembelajaran kerap
tersendat jaringan Internet. "Kami sedang memikirkan relaksasi pembatasan
sosial tanpa mengurangi protokol pencegahan penularan virus corona ini," ujar
Mahfud.

Dua orang yang mengetahui proses pengkajian relaksasi atau pelonggaran


pembatasan sosial mengatakan pemerintah akan menetapkan sejumlah indikator
bagi daerah yang akan mengendurkan isolasi wilayah. Menurut keduanya,
patokan utama yang dibuat pemerintah tetap berlandaskan data penularan virus
yang terjadi di daerah itu. Pemerintah akan memeriksa tren kasus baru harian di
daerah yang akan melonggarkan pembatasan sosial. Kriterianya, angka pasien
baru harus turun secara konsisten dalam periode 7, 10, sampai 14 hari. Di sisi lain,
kata narasumber yang juga pejabat pemerintah itu, jumlah pasien sembuh harus
meningkat.

Ketika status relaksasi diberikan, tak semua sektor otomatis bisa langsung
beroperasi. Pemerintah berencana mengizinkan lebih dulu sektor industri serta
usaha kecil dan menengah seperti toko bahan pokok dan restoran. Menurut
sumber yang sama, perusahaan yang dibolehkan beraktivitas kembali diwajibkan
menerapkan protokol yang ketat, seperti jadwal masuk kerja dan jaga jarak
antarkaryawan.

Pemerintah daerah yang bemiat melonggarkan pembatasan sosial pun mesti


memenuhi sejumlah syarat yang ditetapkan pemerintah pusat. Seorang pakar yang
mengetahui pembahasan relaksasi pembatasan sosial menyebutkan pemerintah
daerah akan diminta menjalankan tes cepat secara massal untuk warganya. Selain
itu, mereka harus meningkatkan kecepatan dan kemampuan melacak warga yang
pemah berinteraksi dengan pasien corona.

Hal lain yang diminta saat pengenduran pembatasan sosial adalah lokasi isolasi.
Menurut pakar yang sama, daerah diminta menyediakan dan memperbanyak
fasilitas umum seperti Wisma Atlet Kemayoran untuk merawat pasien corona.
Tempat isolasi khusus dinilai efektif untuk melokalisasi penularan ketimbang
karantina mandiri di rumah masing-masing.

Pemerintah daerah pun mulai ancang-ancang mencabut status pembatasan sosial.


Salah satunya Gubemur DK.I Jakarta Anies Baswedan. Ketika menggelar rapat
lewat video telekonferensi dengan ratusan pengusaha pada 28 April lalu, dia
menyatakan pembatasan sosial bisa segera diakhiri jika sejumlah indikator
penularan Covid-19 di Jakarta merendah. "Kita akan kembali normal bila angka
pasien dalam pengawasan dan tingkat kematian karena corona terus turun," ujar
Anies.

Untuk menekan laju penularan virus, pemerintah mengambil sejumlah kebijakan.


Salah satunya melarang mudik Lebaran. Semula aturan tak boleh pulang kampung
itu hanya berlaku bagi aparat sipil negara, tentara, polisi, dan pegawai badan
usaha milik negara. Belakangan, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa
larangan mudik ditujukan untuk seluruh masyarakat.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menjelaskan,


Presiden menerima sejumlah masukan dari para menteri pada rapat 21 April lalu
sebelum melarang mudik. Dalam pertemuan itu, Suharso berpendapat angka
penularan virus corona bisa berlipat ganda bila pemerintah tak mencegah mudik.
"Pola interaksi masyarakat ketika mudik Lebaran, seperti salaman dan sungkem,
berpotensi meningkatkan contact rate dan risiko penularan," kata Ketua Umum
Partai Persatuan Pembangunan itu.

Suharso memberikan saran berdasarkan masukan yang diperoleh Badan


Perencanaan Pembangunan Nasional dari para pakar kesehatan masyarakat. Salah
satunya tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Anggota tim
peneliti UI, Pandu Riono, mengatakan pihaknya membuat pemodelan kasus
Covid-19 dalam situasi mudik. Pandu dan tim memperkirakan ada tambahan 200
ribu kasus positif corona di seluruh Jawa bila pemerintah tak melarang mudik
Lebaran.
Suasana sepi ruang tunggu keberangkatan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, 17 April
2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Dalam perhitungan tim UI, puncak penularan wabah diprediksi terjadi tepat pada
1 Syawal atau 24 Mei 2020. Pada hari itu, pertambahan kasus di Pulau Jawa saja
dapat mencapai 40 ribu orang. "Melihat risiko penularan yang bisa terjadi, kami
menyarankan larangan mudik. Tak cukup sekadar imbauan agar tak pulang
kampung," kata Pandu.

Seorang petinggi di pemerintahan yang mengikuti pembahasan pulang kampung


menyebutkan kebijakan larangan mudik diambil setelah Presiden Jokowi
memastikan bantuan sosial telah terdistribusi di lapangan. Pemerintah memang
menyiapkan bantuan bagi perantau di Jakarta dan sekitamya yang masuk
kelompok miskin, yaitu paket senilai Rp 600 ribu selama empat bulan.

Presiden juga menimbang jumlah orang yang masih bemiat pulang kampung jika
pemerintah tak mengeluarkan larangan. Soal potensi arus mudik ini, Jokowi
mendapat masukan dari Kementerian Perhubungan. Berdasarkan survei Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan, masih ada 24 persen
penduduk yang ingin mudik. Dengan perkiraan 14,9 juta orang pulang kampung
sebagaimana pada 2019, sedikitnya 3,5 juta orang masih bemiat mudik.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi, yang terlibat dalam rapat itu,
mengatakan Jokowi mendengarkan semua masukan sebelum melarang mudik.
Semula ada dua opsi waktu dimulainya larangan mudik, yakni 24 April dan 7 Mei
-hari libur peringatan Waisak. Namun, menimbang masih ada jutaan orang yang
masih ingin mudik, pemerintah akhimya memutuskan mempercepat larangan.
"Agar tak makin banyak orang yang keluar dari episentrum corona di wilayah
Jakarta dan sekitamya," ujar Budi.

Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan, sehari setelah


Presiden Jokowi melarang mudik, lembaganya langsung menggelar rapat dengan
sejumlah instansi, antara lain Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Kementerian
Pekerjaan Umum, Jasa Marga, dan dinas perhubungan di sejumlah provinsi.
Dalam rapat tersebut, pemerintah menyepakati pengawasan arus mudik dengan
menyekat pintu masuk daerah yang tergolong zona merah penularan Covid-19
dan telah memberlakukan status pembatasan sosial. "Pemudik yang bemiat
melintasi daerah itu akan diminta putar balik," ujar Adita. Hingga 29 April lalu,
petugas telah memaksa 14 ribu kendaraan balik arah di sejumlah gerbang
perlintasan.

RAYMUNDUS RIKANG, EGI ADYATAMA, MAYA AYU PUSPITASARI

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Rapid Test Corona Gugus Tugas
Penanganan Covid-19 Covid-19 Virus Corona Doni Monardo
Dewan Pengawas Evaluasi
Kinerja KPK
1

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan kepada awak media secara
virtual di gedung KPK, Jakarta, 27 April 2020. TEMPO/Imam Sukamto

• Gibran Rakabuming calon tunggal Wali Kota Solo dari PDIP.

• Bekas Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, bebas.

• Novel Baswedan menyebutkan seorang jenderal berada di balik penyerangan

terhadapnya.

Dewan Pengawas Evaluasi Kinerja KPK


DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan hasil evaluasi
KPK pada Serrin, 27 April lalu. Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatorangan
Panggabean mengatakan ada 18 masalah di berbagai kedeputian. "Mayoritas poin
permasalahan yang dibahas terkait dengan Kedeputian Penindakan," katanya
dalam keterangan tertulis, Serrin, 27 April lalu.

Tumpak tak menjelaskan 18 persoalan tersebut. Dewan Pengawas menemukan


persoalan itu lewat beragam pengaduan yang kemudian dibahas dalam rapat
evaluasi bersama pimpinan KPK. Dalam rapat, Dewan Pengawas juga
mengevaluasi kinerja pimpinan KPK, seperti pola kerja, proses internal, serta
perspektifkeuangan. Rapat menyimpulkan akan melakukan perbaikan terhadap
masalah yang muncul.

Evaluasi ini merupakan yang pertama sejak Firli Bahuri memimpin KPK pada 20
Desember 2019. Anggota Dewan Pengawas, Albertina Ho, mengatakan rapat
koordinasi pengawasan ini digelar tiap tiga bulan dan akan dilaporkan kepada
Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat setahun sekali.

Ketua KPK Firli Bahuri enggan menanggapi hasil evaluasi Dewan Pengawas. Ia
mengatakan KPK akan memperbaiki kinerja sesuai dengan hasil evaluasi. "Kami
telah menemukan beberapa solusi untuk memperbaiki masalah tersebut," ujamya,
Rabu, 29 April lalu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kumia Ramadhana, menyatakan evaluasi


itu tak memuaskan. Menurut dia, seharusnya Dewan Pengawas memberikan
sanksi kepada pimpinan KPK. Apalagi, Kumia melanjutkan, kinerja KPK di
bawah Firli melempem. "Pimpinan gagal membawa KPK menjadi lebih baik,"
tutumya.

Tak Lagi Menggigit

BERJANn bakal membuat Komisi Pemberantasan Korupsi lebih baik, pimpinan


komisi antirasuah terlihat tak memiliki gebrakan. Di bawah kepemimpinan Firli
Bahuri, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Alexander
Marwata, KPK justru menjadi tumpul.

- KPK gagal menangkap Harun Masiku, politikus Partai Demokrasi Indonesia


Perjuangan yang diduga menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum,
Wahyu Setiawan. Harun ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Januari 2020.
- KPK tak mengungkap peran Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam
kasus suap tersebut.
- Pimpinan KPK membiarkan dugaan penyekapan dan intimidasi penyidiknya di
kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
- Rencana KPK membawa Harun Masiku ke sidang in absentia dianggap tak
sesuai dengan peraturan.
- Pimpinan KPK dituding bertindak sewenang-wenang ketika mengembalikan
penyidik Rossa Purbo Bekti ke Markas Besar Kepolisian RI. Padahal masa dinas
Rossa hingga September 2020.
- Jumlah penindakan menurun drastis. Hingga Maret lalu, KPK tercatat hanya
menggelar dua kali operasi tangkap tangan.
- Pimpinan KPK dianggap terlalu sering bertemu dengan lembaga dan pihak yang
berpotensi menggerus independensi.
- KPK menghentikan penyelidikan 36 perkara tanpa alasan jelas dan tak
transparan.

SUMBER: ARSIP TEMPO, INDONESIA CORRUPTION WATCH, TEMPO.CO

Novel Sebutkan Keterlibatan Jenderal


PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, menyebutkan
seorang jenderal berada di belakang penyerangan terhadapnya. Menurut Novel,
informasi itu disampaikan Mochamad Iriawan, mantan Kepala Kepolisian Daerah
Metropolitan Jakarta Raya, saat menjenguk dia di rumah sakit. "Beliau menyebut
beberapa kali nama orang yang kemudian dia sebut 'jenderalnya yang ini' ," kata
Novel saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 30
April lalu.

Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan salat subuh di
dekat rumahnya. Belakangan, polisi menetapkan Rahmat Kadir dan Ronny Bugis,
dua personel Brigade Mobil, sebagai pelaku penyerangan.

Dalam sidang itu, seorang pengacara Rahmat dan Ronny menanyakan keaslian
Iuka di mata Novel. "Apakah memakai soft lens atau memang Iuka betulan?"
ucapnya. Novel menjawab bahwa penggunaan soft lens hanya cerita karangan. Ia
mengaku mata kirinya sudah tak berfungsi dan fungsi mata kanan tinggal separuh.

Satgas Tinombala mengepung daerah pelarian dua tersangka DPO Poso di Kelurahan Kayamanya,
Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, 15 April 2020. ANTARNFeri Timparosa

Terduga Teroris Ditembak Mati

SATUAN Tugas Tinombala menembak mati seorang anggota jaringan teroris


Mujahidin Indonesia Timur, Rajif Gandi Sabban alias Rajes, Sabtu sore, 25 April
lalu. Ia tewas di Pegunungan Padopi, Desa Kilo, Poso, Sulawesi Tengah. Polisi
meyakini Rajif meneror, menculik, bahkan memenggal leher dua petani di Poso.

Jenazah Rajif dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Poboya, Palu. Kepala


Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Syafril Nursal
mengatakan polisi masih mengejar rekan Rajif. "Jadi satu orang tewas, satu
anggota lainnya melarikan diri," kata Syafril pada Senin, 27 April lalu.

Menurut dia, cuaca dan medan yang curam menghalangi perburuan terhadap
anggota jaringan lain. "Tim kami terus memburu mereka, mudah-mudahan ada
yang dapat lagi," ujar Syafril.

Gibran Calon Tunggal


ANAK sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi
kandidat tunggal bakal calon Wali Kota Surakarta dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Pesaingnya, Achmad Purnomo, mundur dari bursa
pencalonan dengan alasan ingin berfokus membantu penanganan wabah virus
corona. "Tidak etis kalau saya harus memikirkan soal pemilihan kepala daerah,"
tutur Wakil Wali Kota Solo ini, Senin, 27 April lalu.

Purnomo sebelumnya dipasangkan dengan Teguh Prakosa oleh Dewan Pimpinan


Cabang PDIP Solo. Adapun Gibran maju dengan mengantongi dukungan dari
Dewan Pimpinan Pusat PDIP. Ketua DPC PDIP Solo F.X. Hadi Rudyatmo, yang
juga Wali Kota Solo, mendukung Pumomo mundur.

Juru bicara kelompok relawan Kancane Gibran Gess, Imelda, optimistis PDIP
segera mengeluarkan surat rekomendasi pencalonan Gibran. "Sejak awal kami
yakin rekomendasi akan turun untuk Gibran."

Terdakwa Romahurmuziy, keluar dari Rumah Tahanan Klas I Cabang KPK, di gedung KPK,
Jakarta, 29 April 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Romahurmuziy Bebas
BEKAS Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad
Romahurmuziy, bebas dari rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu
malam, 29 April lalu. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukumannya
menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara pada 23
April lalu.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Romy­
panggilan Romahurmuziy-dengan 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta pada
20 Januari lalu. Ia terbukti menerima suap senilai Rp 255 juta dari Haris
Hasanuddin dalam seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa
Timur.

KPK mengajukan permohonan kasasi atas putusan banding Romy pada Senin, 27
April lalu. Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, menilai pertimbangan
majelis hakim di tingkat banding tak berdasar, yaitu uang dalam perkara tersebut
tak dapat dipertanggungjawabkan kepada Romy. "Uang tersebut telah berpindah
tangan dan beralih dalam penguasaan terdakwa," ucap Ali.

Gibran Rakabuming Raka Firli Bahuri Dewan Pengawas KPK Penangkapan


Teroris Muhammad Romahurmuziy, Romy KPK
Kata Presiden KSBSI Elly Rosita
Soal Omnibus Law Hingga
Gelombang PHK di Masa
Corona

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita SiZaban. TEMPO/M
Taufan Rengganis

• Presiden Joko Widodo menunda pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja

kluster Ketenagakerjaan di DPR setelah meminta masukan dari tiga pemimpin

organisasi buruh terbesar.

• Untuk menggalang kekuatan menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, tiga

organisasi buruh terbesar membentuk aliansi Majelis Pekerja Buruh Indonesia.

• Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan program kartu prakerja kurang

efektif di saat pandemi karena buruh dan korban PHK lebih membutuhkan

bantuan dana dan bahan pokok untuk bertahan hidup.

SETELAH menunggu selama dua hari dengan waswas, Presiden Konfederasi


Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mendapat kabar
gembira dari Istana Merdeka pada Jumat, 24 April lalu. Saat itu,
Presiden Joko Widodo mengumumkan pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat telah sepakat menunda pembahasan Rancangan Undang­
Undang Cipta Kerja kluster Ketenagakerjaan.

Bagi Elly, 49 tahun, keputusan Jokowi itu menjadi jawaban atas tuntutan yang dia
ajukan bersama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) Said Iqbal. Jokowi mengundang ketiga pemimpin organisasi buruh itu ke
Istana dua hari sebelumnya untuk meminta masukan mengenai omnibus law Cipta
Kerja. Dalam pertemuan tertutup selama sekitar satu jam itu, Jokowi hanya
didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Di tengah merebaknya wabah Covid-19, Elly dan dua koleganya tersebut


mendesak Jokowi menghentikan pembahasan rancangan aturan yang dinilai
merugikan kaum buruh itu. "Jangan dibahas sekarang, kita utamakan dulu
melawan Covid. Setelah itu, tarik RUU Cipta Kerja, libatkan kami dari awal,"
kata Elly dalam wawancara khusus dengan Tempo, Senin, 27 April lalu.

Menurut Elly, aliansi kelompok buruh Majelis Pekerja Buruh Indonesia semula
merencanakan aksi mogok nasional untuk menolak RUU Cipta Kerja pada Kamis,
30 April lalu. Sebanyak 80 ribu buruh siap turun ke jalan-jalan Jakarta. Dengan
ditundanya pembahasan rancangan undang-undang itu, unjuk rasa sehari
menjelang Hari Buruh Sedunia atau May Day itu pun urung digelar.

Elly menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, di kantomya. Selama


lebih dari dua jam, ibu dua anak yang menjadi aktivis buruh sejak 1994 ini
menjelaskan alasan penolakan RUU Cipta Kerja, pertemuannya dengan Jokowi,
hingga hubungannya dengan organisasi buruh lain. Perempuan pertama yang
mengetuai organisasi buruh di Indonesia ini juga mengkritik program
Kartu Prakerja yang dia nilai tak tepat sasaran.

Apa saja tuntutan yang disampaikan kepada Presiden Jokowi?

Kami menceritakan keluh-kesah soal omnibus law Cipta Kerja. Kami sampaikan
substansinya bahwa ini jangan dibahas sekarang, kita benar-benar utamakan dulu
melawan Covid. Tunda pembahasan daripada kami turun tanggal 30 April karena
itu membahayakan nyawa manusia (karena berunjuk rasa saat wabah). Setelah itu,
tarik RUU Cipta Kerja, libatkan kami dari awal. Permintaan terakhir kami, kluster
Ketenagakerjaan dikeluarkan dari omnibus law. Biarkan menjadi undang-undang
sendiri karena Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
masih lebih bagus.

Anda juga menyampaikan soal rencana aksi mogok nasional buruh?

Sebelum selesai pertemuan, saya sampaikan ke beliau, "Pak, jangan umumkan


terlalu lama. Karena kalau Bapak umumkan di atas tanggal 30 April, berarti
korban akan makin banyak, dan kami akan turun tanggal 30 April pas bulan
puasa." Kami meminta sebaiknya DPR mengawasi dana Rp 405,1 triliun untuk
penanganan Covid. Peruntukan dan pengawasannya bagaimana, apakah tepat
sasaran, adakah yang dikorupsi. Ini bukan hanya urusan pengusaha dan
pemerintah, tapi juga urusan serikat buruh. Bagaimana buruh yang sekarang
sudah ada yang dirumahkan, tunjangan hari raya mereka tidak dibayarkan atau
dicicil. Kenapa tidak diurus sampai sana? Kita kembali ke omnibus law saat
kehidupan kita sudah normal.

Bagaimana respons Presiden?

Ya, biasa saja. Presiden bilang begini, "Katanya dilibatkan. Itu laporan yang
masuk ke saya." Lalu Andi Ghani menjawab, "Kami tidak pemah dilibatkan.
Nama kami hanya dicatut." Saya merasa iba, saat itu dia (Jokowi) hanya lebih
banyak mendengarkan kami.

Apakah pemerintah memang berencana menunda pembahasan RUU Cipta


Kerja karena Covid?

Enggak. Pak Jokowi berpikir selama ini serikat buruh terlibat dalam pembahasan.
Saya sampaikan memang secara virtual meeting (dengan DPR) itu dibuka. Tapi,
ketika kami masuk dan mencoba intervensi, kami langsung diblok. Sudah
beberapa kali seperti itu saat diskusi dengan DPR. Padahal katanya terbuka untuk
umum.

Sejauh mana serikat buruh dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta


Kerja?

Sebenamya kami sejak tahun lalu sudah memulai penolakan, tapi serikat buruh
bergerak sekitar awal tahun ini. Kami memulai aksi menolak omnibus law pada
Januari lalu. Saat itu belum spesifik RUU Cipta Kerja (awalnya bemama Cipta
Lapangan Kerja). Kami mengira, kalau pemerintah melihat penolakan serikat
buruh, rancangan ini pasti akan ada review ulang, tidak akan dilanjutkan. Kita
sudah menjadi negara maju, kok buruhnya masih teriak-teriak soal hak buruh
yang mendasar, kan itu enggak masuk akal.

Bagaimana reaksi pemerintah terhadap aksi buruh saat itu?

Kami melihat perjuangan selama aksi-aksi itu tidak begitu didengar dan tidak
membuahkan hasil. Saat itu kita tidak menduga akan ada Covid. Tadinya kami
akan terns beraksi karena pemerintah menyatakan omnibus law selesai dalam 100
hari kerja. Seratus hari kerja untuk membahas 11 kluster yang terdiri atas 79
undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal dan tidak melibatkan buruh, apa
maksudnya? Lalu ada undangan dari Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian untuk kami seolah-olah mau membahas draf omnibus law.

Berapa perwakilan serikat buruh dan pekerja yang diundang saat itu?

Saya lihat di daftamya ada 23 federasi dan konfederasi. Awalnya kami ingin bisa
masuk membahas substansi. Tapi temyata masih pembagian kluster, siapa yang
masuk kluster PHK, siapa yang masuk tim outsourcing. Hanya begitu. Lalu
muncul Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 121
Tahun 2020 yang menyebut nama-nama kami yang hadir di situ sebagai tim.
Kami semula menyambut baik, tapi segera setelah itu drafnya sudah langsung
dikirim ke DPR pada 12 Februari lalu. Kami kan seperti ditelikung, nih.
Bagaimana kami bisa intervensi ke substansinya? Mulailah kami marah dan
menarik diri dari situ.

Mengapa memutuskan mundur dari tim pembahasan draf?

Kami merasa dibohongi. Kami tidak mau masuk sebagai tim untuk melegitimasi,
sementara draf itu sudah masuk di DPR. Kami kira kalau sudah masuk di DPR
tidak ada lagi ruang untuk serikat buruh. Padahal saya ingat persis pemyataan Pak
Jokowi, kalau tidak salah pada 10 Desember 2019, bahwa RUU ini akan
dikonsultasikan dengan serikat buruh dan serikat pekerja. Makanya sewaktu
pertemuan itu saya bilang, "Apakah Pak Jokowi tidak melihat keributan ini?"
Kami sudah ribut-ribut menolak, beliau bahkan menerbitkan surat
presiden omnibus law.

Apa dampak pandemi Covid-19 terhadap upaya advokasi kelompok buruh?

Semula kami tidak berpikir itu akan menghantam kita. Kami sudah menyusun
rencana aksi. Lalu dihadapkan dengan gelombang pemutusan hubungan kerja
(PHK). Terpecahlah konsentrasi kami. Tapi kami harus kembali ke RUU Cipta
Kerja. Karena itu, kami mau aksi mogok nasional. Awalnya 22 April, tapi diundur
karena masih penerapan pembatasan sosial berskala besar. Akhimya kami bikin
tanggal 30 April meskipun bulan puasa.

Bagaimana Presiden akhirnya mengundang Anda ke Istana?

Protokoler Istana menghubungi saya pada 21 April selepas magrib. Saya diminta
hadir bertemu dengan Presiden besoknya jam 13.00. Dalam pertemuan itu hanya
ada saya, Andi Ghani, dan Said Iqbal. Pak Jokowi didampingi Menteri Sekretaris
Negara Pratikno. Kami duduk berhadapan dalam pertemuan tertutup. Tidak ada
wartawan sama sekali.

Bagaimana reaksi Presiden saat Anda bertiga memberikan masukan?

Dia sesekali mencatat sambil bilang, "Iya betul, iya betul." Ketika kami beri tahu
bahwa serikat buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, dia
terlihat gelisah, senyumnya tiba-tiba hilang, dan seketika duduk bersandar
di kursinya.

Benarkah serikat-serikat buruh lain tidak puas terhadap keputusan Presiden


menunda pembahasan RUU Cipta Kerja?

RUU Cipta Kerja ini kan ditolak semua unsur serikat buruh. Jangan hanya
menitipkan nasib kepada serikat tertentu dan mereka tidak melakukan apa-apa.
Kalau hanya sedikit yang kami capai, ya apresiasilah. Tapi saya lebih khawatir
jika pembahasannya dimulai lagi dan kami tidak dilibatkan saat kami masih
lengah karena mengurusi anggota-anggota yang di-PHK.

Apa saja poin krusial dalam RUU Cipta Kerja yang paling disorot kelompok
buruh?

Sebenamya tidak semua pasal di RUU Cipta Kerja itu buruk. Tapi kami
menyoroti delapan pasal, Iqbal sembilan pasal. Soal outsourcing yang akan
dibuka di semua lini dan semua ruang, kontrak kerja yang bisa seumur hidup,
penghapusan upah minimum per daerah. Itu yang paling buruk dan sangat
merugikan buruh. Ada juga soal pesangon, tenaga kerja asing, dan jaminan sosial.
Tapi yang paling mendasar adalah kontrak, outsourcing, dan upah minimum.

RUU Cipta Kerja banyak menuai kritik karena dianggap mengakomodasi


kepentingan investor. Tanggapan Anda?

Saya selalu mengatakan kami tidak menolak investasi, tapi buatlah kebijakan
yang menguntungkan semua. Ada hasil penelitian yang menyatakan masyarakat
yang disurvei lebih mendukung RUU Cipta Kerja karena diperuntukkan
membuka lapangan pekerjaan. Ini menggelitik sekaligus bikin kami marah.
Bukannya kami tidak punya hati kepada mereka yang masih menganggur, tapi
jangan sampai mereka yang sudah bekerja dikorbankan. Bukalah lapangan
pekerjaan sebanyak-banyaknya di sektor formal dan informal, tapi jangan
mengorbankan buruh.

Apa solusi terbaik menurut Anda?

Kluster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja itu tidak perlu. Makanya kami
tolak. Kami enggak anti-perubahan, tapi bukan berarti yang sudah diperoleh
buruh di Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan harus
dihilangkan. Itu kan tidak masuk akal.

Benarkah investor asing enggan masuk Indonesia karena upah buruhnya


termasuk tertinggi di Asia Tenggara?

Enggaklah. Itu karena birokrasinya berbelit dan banyak kutipan ilegal.


Infrastruktumya juga tidak lengkap. Upah buruh di Filipina, Malaysia, dan
Singapura di atas kita. Upah buruh di sini 270 sekian dolar, lebih tinggi dari
Kamboja yang 170 dolar dan Bangladesh yang 100 dolar. Vietnam sedikit di
bawah kita, sekitar 250 dolar. Vietnam itu serikat buruhnya hanya satu dan pro­
pemerintah. Investasi asing banyak masuk Vietnam karena pemerintahnya yang
menentukan upah buruh.

Sejak wabah Covid-19 merebak, apa saja persoalan yang paling banyak
dikeluhkan buruh?

Ada yang mengadu disuruh mengundurkan diri semua dengan membikin tanda
tangan. Saya bilang jangan mau mengundurkan diri, biarkan perusahaan yang
memecat sehingga dapat hak. Ada yang akan dirumahkan, gajinya dipotong 50
persen. Kami harus mengadvokasi mereka, misalnya minta mereka bikin surat ke
manajemen dan bertemu untuk tawar-menawar soal pemotongan gaji. Yang
penting nanti harus tetap bekerja di situ. Ada yang dirumahkan, gajinya diberikan
40 persen tapi tidak harus bekerja. Saya sarankan diterima, toh mereka tidak di­
PHK. Sekarang bukan hanya buruh, wartawan juga banyak yang dipotong
gaJinya.

Bagaimana dengan persoalan pembayaran THR?

Ada buruh yang mengadu THR tidak dibayarkan atau dicicil dua kali. Kalau
dicicil kan bukan THR lagi namanya. THR itu sudah dikumpulkan jauh-jauh
bulan. Tidak serta-merta THR itu menjadi tidak ada hanya karena Covid.

Berapa anggota KSBSI yang menjadi korban PHK?

Per 27 April, ada 4.011 buruh yang di-PHK dan 76.001 yang dirumahkan. Kami
mempunyai sepuluh federasi di seluruh Indonesia, ada pertambangan, kimia,
kesehatan, perbankan, garmen tekstil, logam metal.

Sektor industri apa saja yang buruhnya rentan dikenai PHK?

Paling rentan adalah buruh perkebunan kelapa sawit. Mereka kebanyakan buruh
harian di Sumatera dan Kalimantan. Misalnya, kerja dari 1 Maret tapi sampai
akhir bulan tidak digaji. Sektor lain yang banyak terimbas itu transportasi, hotel,
manufaktur yang elektronik, dan sektor informal. Sedangkan manufaktur lainnya
90 persen masih produksi.
Mengapa KSBSI bersama KSPI dan KSPSI kembali menghidupkan Majelis
Pekerja Buruh Indonesia (MPBI)?

Kami melihat ancaman omnibus law dan perlu kekuatan besar dari serikat buruh.
Sebelumnya tidak ada masalah sebesar ini. Jumlah anggota serikat buruh yang
terdaftar di Kementerian Ketenagakerjaan hanya 2,7 juta. KSPSI sekitar 1 juta,
KSPI 800-an ribu, dan KSBSI 700-an ribu. Kami bertiga sudah 2,5 juta sekian.
Makanya sedikit lebih kuat, tapi bukan berarti kami jadi sombong. Kami hanya
tidak melihat keseriusan teman-teman serikat buruh yang lain. Tidak ada artinya
berkoar-koar hanya di media sosial karena parlemen tidak membaca itu. Kalau
semua serikat buruh turun bersama menolak omnibus law, saya kira bisa gol.
Bahkan semua RUU bisa dibatalkan. Kalau tidak bersatu, tidak kuat, apa yang
bisa kami pengaruhi?

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban saat
wawancara dengan TEMPO di kantor KSBSI, Jakarta, Senin, 27 April 2020. TEMPO/M Taufan
Rengganis

Apakah serikat-serikat buruh sulit bersatu tanpa MPBI?


Ya, memang begitulah. Kalau tidak salah, sekarang ada 16 konfederasi dan 117
federasi buruh serta serikat buruh yang mencapai 2.000-an. Kelemahan serikat
buruh di Indonesia adalah egoismenya tinggi. Jangan merasa hebat saat jadi
pemimpin serikat buruh. Tidak ada artinya, toh dia makan dari anggota. Apa
yang disombongkan kalau dia tidak mengurusi anggota? Kita harus paham, tanpa
mengumpulkan kekuatan yang lain, kita akan susah memenangi sesuatu. Apalagi
pemerintah dan pengusaha melihat banyaknya konfederasi buruh sebagai alat
untuk memenangkan mereka, karena yang berjuang kan cuma tiga orang.

Seintensif apa komunikasi Anda dengan Andi Ghani dan Said Iqbal?

Terlepas dari sepak terjang mereka di politik ataupun perbedaan pilihan (saat
pemilihan presiden), saya sangat hormat kepada mereka dalam
menyikapi omnibus law. Sejak sebelum wabah Covid, kami bertemu puluhan kali
hanya untuk membicarakan penolakan omnibus law.

Pemerintah telah menyiapkan program Kartu Prakerja untuk para pekerja


yang terkena dampak Covid-19. Apakah sejauh ini efektif?

Peruntukan Kartu Prakerja jangan eksklusif. Mintalah data secara konkret ke


serikat-serikat buruh. Lalu aksesnya dipermudah, jangan hanya untuk anak-anak
muda yang melek aplikasi. Kan, tidak semua buruh paham, misalnya mereka yang
bekerja di pabrik-pabrik. Sudah ada 1.499 anggota kami yang mengakses, tapi
semua gagal dalam putaran pertama dan kedua. Menurut tim KSBSI, sistem yang
ada kurang mudah dipahami dan diakses buruh. Jadi Kartu Prakerja di
saat pandemi ini sebenamya tidak dibutuhkan. Padahal, per 16 April lalu, sudah
1,9 juta lebih yang di-PHK dari sektor formal dan informal.

Mengapa Kartu Prakerja tidak dibutuhkan saat pandemi?

Itu kan didesain sebelum ada Covid. Sebagian orang mengapresiasinya karena
penganggur mendapat dana sedikit untuk transpor dan belajar. Tapi itu dulu.
Sekarang coba lihat, tadinya Anda mau beli baju, tapi beras sudah tidak ada.
Berarti kan harus membeli beras dulu. Orang-orang yang di-PHK lebih
membutuhkan biaya makan. Siapa yang mau belajar saat kelaparan? Makanya
buruh kurang tertarik ikut training lewat Kartu Prakerja. Mereka hanya
menginginkan dana tunai dan bahan kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Lagi
pula, misalnya keterampilannya diasah sekarang, tidak ada jaminan mereka
bekerja lagi setelah ikut kursus tiga bulan.

Bagaimana solusinya jika pandemi berlangsung lama dan gelombang PHK


terus terjadi?

Pemerintah harus tetap membantu buruh, minimal memberikan bahan pokok.


Mungkin tidak bisa lagi mewah-mewah jadi (keringanan) cicilan rumah. Tapi
bahan pokok dibagi tepat sasaran dan ada pengawasannya. Dana
penanganan Covid sebesar Rp 405,1 triliun itu kan tidak sedikit.

ELLY ROSITA SILABAN j Tempat dan tanggal lahir: Tapanuli Utara,


Sumatera Utara, 3 Agustus 1970 I Pendidikan: S-1 Ekonomi Manajemen Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Adhy Niaga, Bekasi (2007) I Karier: Koperasi Anggota PT
Telkom Medan (1990-1992), Pengurus di Sektor Buruh Rumah Tangga dan
Migran SBSI (1996-2000), Sekretaris Koperasi Anggota SBSI (1997-2002),
Sekretaris Departemen Hubungan Intemasional SBSI Jakarta (2002-2007), Ketua
Umum Federasi Garmen Tekstil (2007-2015), Deputi Presiden KSBSI (2015-
2019), Presiden KSBSI (2019-2023)

Serikat Buruh Virus Corona Omnibus Law PHK Mogok Buruh Tenaga Kerja
Asing Hari Buruh I May Day Jokowi Buruh dan Permasalahannya Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Menko Perekonomian Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia I SPSI
Daftar Teroris, Cara Presiden
Mesir AI-Sisi Membungkam
Oposisi

Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi di Islamia, Mesir./Reuters/File/Amr Abdallah Dalsh

• Pemerintah Presiden Mesir Al-Sisi memasukkan 13 tahanan politik ke daftar

teroris.

• Daftar teroris itu dianggap sebagai cara Al-Sisi membungkam kelompok

oposisi.

• Human Rights Watch menyerukan agar Mesir membebaskan orang-orang yang

ditahan secara tak adil.

YANG dilakukan Rami Shaath sebenamya tak istimewa amat. Dia hanya kencang
mengkampanyekan boikot dan sanksi terhadap Israel. Tapi, pada 18 April lalu,
Departemen Terorisme Pengadilan Mesir memasukkan pendiri partai politik
Hizbul Dustur itu bersama 12 nama lain ke daftar teroris di negaranya. Pengadilan
menganggap mereka bekerja sama dengan Al-Ikhwan al-Muslimun, yang
dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Presiden Abdul Fattah al-Sisi.

Status "teroris" ini berlaku selama lima tahun. Selama itu pula Rami dan kawan­
kawan dilarang bepergian ke luar negeri dan memegang jabatan publik. Aset
mereka juga dibekukan dan keanggotaan di berbagai organisasi otomatis dicabut.
Mereka yang berstatus legislator kehilangan kursi di parlemen. Bagi pengacara,
itu berarti tak bisa lagi beracara di pengadilan.

Istri Rami, Celine Lebrun-Shaath, menuding ada motif politik di balik putusan
pengadilan tersebut. "Ini adalah upaya keji untuk menodai reputasi orang-orang
yang ada dalam daftar," kata Celine, akhir April lalu. Pengacara Rami, Khalid Ali,
menyatakan akan meminta banding atas putusan tersebut.
Kelompok oposisi menganggap putusan tersebut cuma upaya Presiden Al-Sisi
membungkam pesaingnya. Orang-orang yang masuk daftar dulu ditangkap karena
membentuk Koalisi Harapan, aliansi politik untuk menyambut pemilihan umum
parlemen pada November nanti. Di tengah wabah Covid-19, "Kebijakan
keamanan pemerintah semacam ini merupakan indikasi bahwa tujuan sebenamya
adalah membungkam setiap kritik atas pelanggaran hak asasi manusia," demikian
pemyataan Cairo Institute for Human Rights Studies yang diteken delapan
organisasi hak asasi negeri itu.

Pengacara hak asasi manusia, Ala Abdulmunsif, menilai daftar teroris itu dibikin
untuk kepentingan Al-Sisi. "Ini tak ada urusannya dengan konstitusi," ujamya
kepada Middle East Eye, Kamis, 30 April lalu. Penetapan seseorang masuk daftar
itu hanya berdasarkan rekomendasi dari jaksa, tanpa penyelidikan atau
pemeriksaan di pengadilan lebih dulu. "Tujuannya adalah mengontrol musuh
politik dengan membatasi gerak dan mengendalikan aset keuangannya."

Middle East Eye mencatat pemerintah sekarang punya lebih dari 6.300 nama
dalam "daftar teroris". Sebagian kecil nama itu memang anggota kelompok milisi
bersenjata yang berbahaya. Tapi kebanyakan adalah aktivis perdamaian, politikus,
pengacara hak asasi manusia, dan orang biasa yang terkait dengan mereka. Di
antaranya mantan presiden Muhammad Mursi, yang meninggal tahun lalu;
pemain bola Muhammad Abu Trika; pengusaha Safwan Thabit; Abdul Munim
Abul Futuh, mantan kandidat presiden dari Al-Ikhwan al-Muslimun, dan
wartawan Hisham Gafar.

Adapun selusinan orang yang baru masuk daftar itu, selain Rami, di antaranya
pengarang Khalid Abu Shadi, investor Umar al-Shaniti, dan tokoh revolusi Ziad
al-Alimi-orang paling terkenal dalam "daftar teroris" terbaru.

Ziad al-Alimi./Facebook Free Ziad al-Alimi

Ziad adalah pemimpin Partai Sosial Demokrat dan satu dari 16 tokoh mahasiswa
penggerak unjuk rasa akbar di Lapangan Tahrir yang menggulingkan Husni
Mubarak pada 2011. Tahun lalu, dia dihukum penjara satu tahun dan denda 20
ribu pound Mesir atau sekitar Rp 19 juta karena dianggap menyebarkan berita
palsu yang mengganggu ketertiban umum melalui wawancara televisi BBC pada
2017.
"Ziad al-Alimi ditahan secara tidak sah sejak Juni tahun lalu setelah ditangkap
karena kegiatan politik damai," ujar Direktur Riset dan Advokasi Amnesty
International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Philip Luther. Dalam
wawancara itu, kata Luther, Ziad berbicara tentang pemenjaraan dengan motif
politik, penghilangan paksa, dan penyiksaan di Mesir. "Kami menyerukan agar
pemerintah Mesir segera dan tanpa syarat membebaskan Ziad dan mencabut
semua dakwaan terhadapnya."

Aktivisme Ziad terinspirasi dari Muhammad Mustafa al-Baradai, mantan Direktur


Jenderal Badan Energi Atom Intemasional (IAEA). Diplomat Mesir itu
menentang gagasan bahwa perubahan politik di Mesir perlu menunggu kematian
Presiden Husni Mubarak. Ziad dan tokoh mahasiswa lain kemudian mendirikan
Koalisi Pemuda Revolusioner. Mereka menggelar rapat rahasia dan berkoordinasi
melalui jaringan media sosial seperti Facebook untuk menentukan waktu dan
lokasi demonstrasi-demonstrasi kecil, yang kemudian berpuncak pada unjuk rasa
akbar di Lapangan Tahrir.

Demonstrasi besar di Lapangan Tahrir pada 25 Januari 2011, yang disebut


Revolusi 25 Januari, mendesak Presiden Husni Mubarak turun takhta. Protes
merebak ke seluruh penjuru negeri. Sedikitnya 846 orang terbunuh dan lebih dari
6.000 orang cedera dalam unjuk rasa dan pemogokan massal selama dua pekan
lebih itu. Puncaknya, pada 11 Februari 2011, Wakil Presiden Umar Sulaiman
mengumumkan bahwa Mubarak lengser dan menyerahkan kekuasaan kepada
Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata.

Junta militer pimpinan Muhammad Husein Tantawi kemudian menggelar


pemilihan umum parlemen pada Januari 2012 dan Muhammad Mursi, tokoh Al­
Ikhwan al-Muslimun, terpilih sebagai presiden. Tapi kekuasaan Mursi seumur
jagung. Ia dikudeta kelompok militer pimpinan Jenderal Abdul Fatah al-Sisi pada
2013. Al-Sisi terpilih sebagai presiden melalui pemilihan umum setahun
kemudian. Sejak itu pula Al-Ikhwan al-Muslimun dinyatakan sebagai organisasi
terlarang dan anggotanya dipenjarakan atau diburu.

Meski dituduh pemerintah Al-Sisi sebagai bagian dari gerakan Al-Ikhwan al­
Muslimun, Ziad justru mengkritik organisasi itu. Dia menilai kelompok-kelompok
islamis, termasuk Al-Ikhwan al-Muslimun, telah mencemari tradisi Mesir dengan
pandangan intoleran dari Arab Saudi. "Mesir dibangun di atas keberagaman,"
katanya. Ini yang membuat tuduhan pengadilan Mesir bahwa Ziad membantu Al­
Ikhwan al-Muslimun kurang masuk akal.

Kini, organisasi-organisasi hak asasi manusia cemas terhadap nasib para tahanan
politik di dalam penjara yang sudah sesak dan tidak higienis di tengah wabah
corona. Dewan Nasional untuk Hak Asasi Manusia mencatat bahwa penjara­
penjara di sana sudah kelebihan penghuni hingga 160 persen. Bahkan, akibat
cuaca buruk belakangan ini, sejumlah penjara di Kairo dilanda banjir dan
pemadaman listrik. Human Rights Watch menyerukan agar pemerintah
membebaskan orang-orang yang ditahan secara tak adil.

Pemerintah juga melarang kunjungan keluarga ke narapidana di penjara dengan


alasan "kesehatan publik dan keselamatan narapidana". Ini berarti kerabat
narapidana tidak dapat membawa obat-obatan, pakaian bersih, dan makanan segar
langsung kepada mereka.
Hal ini dipersoalkan ibu Ziad, lkram Yusif, yang cemas karena anaknya berisiko
tinggi tertular virus corona. "Anak saya menderita diabetes, tekanan darah tinggi,
bisul, dan banyak penyakit pemapasan yang mengganggu," ujamya. Ia mendesak
pemerintah membebaskan para tahanan pembela hak asasi manusia. "Apa
prioritas dalam mengatasi pandemi ini? Apakah kita terus menghukum rakyat atau
merawat kesehatan penduduk seluas-luasnya?"

Ikram menulis di Facebook bahwa putusan pengadilan adalah upaya


mendiskualifikasi putranya dari pemilihan umum karena Ziad akan bebas dari
penjara pada Juni mendatang. "Kalian telah membuat kita menjadi bahan
tertawaan di dunia dan tak akan ada yang percaya soal dongeng terorismemu
lagi," katanya, yang ditujukan kepada pemerintah Mesir.

IWAN KURNIAWAN (MIDDLE EAST EYE, AFP, THE DISPATCH)

Covid-19 Virus Corona Mesir Abdel Fattah el-Sisi I Sisi


Bagaimana Wabah Corona
Mengancam Kamp-kamp
Pengungsi

Sejumlah imigran Afrika menjalani karantina selama berada kamp pengungsian di Pulau Lesbos,
Yunani, s April 2020./REUTERS/Elias Marcou

• Jutaan pengungsi dan pencari suaka di seluruh dunia terancam terinfeksi

corona.

• Turki menjadi negara penampung pengungsi paling banyak.

• Empat kamp pengungsi mencatat ada kasus positif Covid-19.

SAIDUL Hoque lahir di salah satu kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh,
pada 1996 atau lima tahun setelah keluarganya meninggalkan Myanmar. Warga
etnis Rohingya ini sekarang tinggal di Kutupalong, kamp pengungsian terbesar di
dunia. Dia bercita-cita suatu hari nanti menjadi jurnalis dan ikut mendirikan
sekolah film bersama beberapa pengungsi lain yang awal tahun ini mulai melatih
pemuda Rohingya soal fotografi dan videografi.

Seperti warga dunia lainnya, Saidul risau terhadap wabah Coronavirus Disease
2019 (Covid-19), yang sampai 29 April lalu telah menginfeksi lebih dari 3,2 juta
orang dan menewaskan 229 ribu orang di seluruh dunia. "Jika masuk ke kamp
pengungsian, itu akan sangat menghancurkan," kata Saidul dalam cerita yang
dirilis situs Badan Pengungsi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR),
Selasa, 21 April lalu.

Kerisauan Saidul merupakan kekhawatiran lama lembaga internasional itu setelah


corona menjadi pandemi global. Menurut Koordinator Darurat Covid-19
Medicine Sans Frontier (MSF) Gert Verdonck, wabah ini menjadi ancaman
terbaru bagi imigran dan pengungsi. "Langkah pencegahan Covid-19, seperti
mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak fisik, hampir tidak mungkin
dilakukan," ujamya kepada Tempo, Rabu, 29 April lalu.

Menurut data UNHCR, secara global ada 70,7 juta orang yang pergi dari rumah
mereka secara terpaksa, baik sebagai pengungsi maupun pencari suaka. Hingga 29
April lalu, belum ada pengungsi Rohingya di Cox's Bazar yang dinyatakan positif
Covid-19, tapi wabah itu sudah menginfeksi kamp pengungsian orang Palestina di
Libanon dan imigran asal Afrika di kamp penampungan pengungsi di Yunani.

Cox's Bazar menampung sekitar 860 ribu warga Rohingya yang lari dari
negaranya, Myanmar, karena mendapat penyiksaan dan perlakuan buruk. Dewan
Hak Asasi Manusia PBB mengategorikan perlakuan terhadap mereka sebagai
kejahatan genosida atau pemusnahan etnis. Dalam jumlah kecil, orang Rohingya
pergi ke Malaysia dan Indonesia. Tapi jumlah terbanyak ke Cox's Bazar, kota dan
pelabuhan perikanan di tenggara Bangladesh.

Corona, yang awalnya diidentifikasi di Wuhan, Cina, Desember 2019, mulai


ditemukan di Bangladesh pada 8 Maret lalu. Kasus kematian pertama akibat virus
ini ditemukan pada 18 Maret. Korbannya adalah pasien berusia di atas 70 dan
yang memiliki berbagai masalah medis, seperti diabetes, hipertensi, dan masalah
jantung. Setelah itu, kasusnya terus bertambah dan penyebarannya meluas,
termasuk ke Cox's Bazar.

Bangladesh mengumumkan penutupan semua kantor pemerintah dan swasta sejak


26 Maret untuk mencegah penyebaran corona. Langkah itu diikuti dengan
pengerahan polisi dan tentara untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan "jaga jarak
fisik", yang kemudian diikuti dengan penutupan semua penerbangan domestik.

Di Cox's Bazar, korban Covid-19 pertama adalah wanita berusia lebih dari 60
tahun setelah kembali dari ibadah umrah di Arab Saudi, 13 Maret lalu. Warga
Maheshkhali, pulau di Cox's Bazar, itu diidentifikasi positifterkena corona pada
24 Maret. Jumlah korban positifbertambah menjadi lima setelah ada empat lagi
yang didiagnosis positifpada 19 April.

"Ada beberapa kasus di Cox's Bazar, tapi tidak di kamp-kamp pengungsi


Rohingya. Pasien positifitu bukan orang Rohingya," ucap Nay San Lwin,
koordinator hubungan masyarakat dan salah satu pendiri Free Rohingya Coalition,
kepada Tempo, Rabu, 29 April lalu. "Cox's Bazar dihuni sekitar 3 juta orang,
termasuk sekitar sejuta orang Rohingya."

Setelah itu, jumlah kasus pasien positifcorona terus bertambah. Pada 8 April,
Bangladesh mencatat 218 kasus dengan 20 orang meninggal. Untuk mencegah
penularan, esoknya pemerintah Perdana Menteri Sheikh Hasina menutup total
Distrik Cox's Bazar, termasuk kamp pengungsian. "Area akan ditutup penuh.
Tidak ada yang boleh masuk, tidak ada yang boleh keluar sampai situasinya
membaik," demikian pengumuman pemerintah. Polisi dan tentara memasang
penghalang di jalan-jalan utama serta berpatroli di dalam dan sekitar kamp.

Penutupan ini berdampak pada kehidupan sehari-hari warga Rohingya. Menurut


Saidul Hoque, sebelum wabah, jalan-jalan dipenuhi orang. Mereka pergi dari
rumah ke rumah dan berkumpul di pasar. Anak-anak bermain di lapangan sepak
bola pada malam hari. Masjid juga penuh orang. Kini hanya beberapa orang yang
ke masjid. Banyak toko dan pasar ditutup. Jalanan juga kosong. Orang keluar
hanya jika membutuhkan sesuatu yang mendesak.

Warga Rohingya, kata Saidul, membeli makanan setiap hari karena tak memiliki
tempat penyimpanan untuk hari berikutnya. Tapi, karena karantina ini, mereka
tidak bisa pergi ke pasar dan orang-orang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari mereka, terutama untuk sayuran dan ikan. "Hari demi hari akan makin
sulit. Kami semua sepenuhnya bergantung pada lembaga swadaya masyarakat dan
pemerintah Bangladesh," ujarnya.

Menurut Nay San Lwin, ketika pasar ditutup, harga barang kebutuhan pokok naik.
Karena tidak memiliki akses telepon dan Internet, mereka tidak memiliki
informasi terbaru tentang corona. Pemerintah melarang pemakaian alat
telekomunikasi dan mematikan jaringan Internet sejak 10 September 2019.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia sudah menyampaikan keprihatinan soal


pembatasan komunikasi ini karena menjadikan kamp tersebut titik api untuk
informasi yang salah tentang pandemi. Menurut Frontier Myanmar, puluhan ribu
orang Rohingya bangun tengah malam pada Maret lalu untuk salat malam setelah
ada desas-desus bahwa hal itu dapat menghentikan penyebaran virus.

Upaya untuk mengurangi penyebaran virus, kata Nay San Lwin, juga sulit
dilakukan. "Mereka perlu sering mencuci tangan, tapi beberapa kamp kekurangan
air. Mereka membutuhkan masker, tapi tidak ada yang membagikannya,"
tuturnya. Aktivitas lembaga swadaya masyarakat juga dibatasi. "Hanya aktivitas
tanggap darurat dan situasi kritis yang dapat mengakses kamp."

Komisioner urusan pengungsi PBB, Mahbub Alam Talukder, mengatakan


penutupan kamp ini memangkas 80 persen sumber daya manusia yang bisa
bekerja di kamp pengungsian. "Hanya petugas pasokan makanan darurat dan
layanan medis yang dapat terns bekerja di kamp-kamp," katanya.

Saidul juga mengisahkan sulitnya mengikut anjuran keselamatan dari corona. Ia


bersama tujuh anggota keluarganya tinggal di rumah seluas sekitar 8 meter
persegi. "Semua orang meminta kami menjaga jarak sosial, tapi bagaimana bisa?
Sama sekali tidak mungkin bagi kami," ujarnya. "Kami juga perlu sering mencuci
tangan, tapi tidak memiliki cukup toilet dan fasilitas mencuci. Kami bahkan tidak
memiliki cukup air untuk memenuhi kebutuhan dasar kami."

Bagi MSF, hal yang berubah setelah penutupan wilayah itu adalah berkurangnya
secara drastis jumlah konsultasi di fasilitas kesehatan. "Banyak orang enggan
mengunjungi klinik atau rumah sakit karena takut tertular virus. Ini berarti orang
tidak melakukan perawatan untuk masalah kesehatan serius lainnya yang pada
gilirannya dapat membahayakan nyawa mereka," kata Paul Brockmann,
perwakilan MSF di Bangladesh, kepada Tempo, Rabu, 29 April lalu.

Pada Maret lalu, kelompok analisis kemanusiaan Norwegia, ACAPS, membuat


analisis risiko cepatnya penyebaran virus di Cox's Bazar karena faktor kepadatan
populasinya. Hasilnya menunjukkan bahwa kepadatan populasi di kamp
pengungsian rata-rata 40 ribu orang per kilometer persegi. Bandingkan dengan
kepadatan populasi Wuhan yang 6.000 orang per kilometer persegi.
Hingga 29 April lalu, menurut Nay San Lwin, tidak ada tes di kamp-kamp
pengungsi. "Jika ada yang memiliki gejala, mereka dapat menghubungi klinik.
Maka pihak berwenang akan melakukan tes," ujamya.

MSF memberikan informasi serupa. "Prioritas kami sekarang adalah menunda


penyebaran virus dengan mengambil semua langkah untuk memastikan kapasitas
pengujian ditingkatkan dan disebar secepat mungkin serta memastikan fasilitas
isolasi siap," kata Brockmann.

Badan pengungsi PBB sedang membangun pusat isolasi dan perawatan yang
dapat menampung 150-200 pasien. Mereka juga membagikan sabun dan
berkampanye tentang bagaimana mencegah penyebaran virus. Tapi larangan
pemerintah terhadap telepon seluler dan layanan Internet di kamp-kamp dinilai
menghambat upaya-upaya itu.

Meski Cox's Bazar aman, sejumlah kamp penampungan pengungsi dan pencari
suaka lain mulai mengabarkan temuan kasus positif corona. Salah satunya di
kamp pengungsian Wavel di Kota Baalbek, Libanon, yang dikenal sebagai kamp
Jalil atau kamp Galilea. Menurut Badan Pengungsi Palestina PBB, kasus pertama
menimpa seorang wanita Palestina, 22 April lalu. Jumlah pasien positif di kamp
itu bertambah empat orang keesokan harinya.

Menurut data pemerintah Libanon, kamp Wavel dihuni lebih dari 2.000 orang.
Namun PBB menaksir jumlahnya sekitar 3.000 orang. Negara dengan populasi 5
juta ini juga menampung lebih dari I juta pengungsi Suriah. Untuk mencegah
meluasnya penyebaran virus, pasukan keamanan Libanon menutup area itu dan
mencegah siapa pun masuk dan keluar. Hingga Rabu, 29 April lalu, negara itu
mencatat 725 kasus corona dengan 24 orang meninggal.

Kamp penampungan lain yang bemasib serupa terdapat di Yunani, salah satu
tempat tujuan atau pilihan lokasi transit para imigran atau pengungsi menuju
Eropa. Yunani memiliki sejumlah tempat penampungan imigran atau pencari
suaka. Setidaknya tiga di antaranya mencatat ada kasus positif corona. Hingga
Rabu, 29 April lalu, negara itu mencatat 2.576 kasus corona dengan 139 orang
meninggal.

Penampungan pencari suaka yang banyak mencatat kasus positif adalah sebuah
hotel di kota selatan Kranidi yang dikelola oleh Organisasi Migrasi Intemasional.
Hotel itu menampung sekitar 450 pencari suaka, yang sebagian besar dari Afrika.
Saat pengujian pada 21 April lalu, setidaknya 148 orang dinyatakan positif Covid-
19.

Sebelumnya, pencari suaka yang dinyatakan positif ditemukan di kamp pengungsi


Ritsona yang dihuni 2.700 orang dan kamp Malakasa, sekitar 38,6 kilometer
sebelah utara Athena. Dua kamp itu sempat dikarantina untuk mencegah
penyebaran virus.

Salah satu tempat penampungan besar di Yunani adalah kamp Moria, di pulau
Lesbos. Isinya 19 ribu orang meski dirancang hanya untuk 3.000 orang. MSF
berulang kali menyerukan evakuasi karena minimnya fasilitas di daerah ini. Di
beberapa bagian kamp hanya ada satu keran air untuk setiap 1.300 orang. Sabun
juga tidak tersedia. Keluarga yang terdiri atas lima-enam orang harus tidur di
ruangan yang sempit. "Ini berarti langkah-langkah untuk mencegah penyebaran
virus adalah mustahil," kata Hilde Vochten, Koordinator Medis MSF di Yunani,
seperti dilansir Al Jazeera.

ABDUL MANAN (AL JAZEERA, UNHCR, ABC NEWS, FRONTIER MYANMAR)

PENGUNGSIAN DAN SEBAAAN


WABAH CORONA
■ Corona di Kamp Pengungsian
Covld-19 Global P•n1un1sldan Ne1■ra Penampuns

3.249.264
Pencarl Suaka Global Pen1un1slT■rbes■r

KASUS
70,7 JUTAoRANG
MENGUNGSI SECARA GLOBAL
TURKI
------·----·---------·

229.428 41,3JUTA PAKISTAN 1,1,Juta

PENGUNGSI DI DALAM NEGERI UGANDA 1,Zjuta


MENINGGAL ------- ------------------------------------

25,9JUTA
1. PENGUNGSI
----------------- --------------------------
SUDAN 1,1juta

3,5J A
PULIH JERMAN 1,1juta

*) data per 30 April 2020 PENCARI SUAKA * Data UNHCR


di Worldometers.info

■ Ancaman di Kamp Pengungsian

1
Kamp Wavel Kota Baalbek, Ubanon
Kamp Ellwangen di Baden­
Wurttemberg, l■rman
5 pengungsi positif Covid-19
6 ENCARI SUAKA
250 terinfeksi Covid-19 j
Kamp Pencari Suaka Kranidi, Yunanl

0PENCARISU
148 positif Covid-19

Kamp Ritsona, Yunanl Kamp Pengungsi Rohingya Cox's

2.3 ARI SUAKA Bazar, Ban1ladesh

20 positif Covid-19 859.808 PENGUN


4 warga Cox's Bazar positif Covid-19
BAHAN: MSF, AL JAZEERA, ABC NEWS, THE RNANC/AL EXPRESS, EU OBSERVER

Bangladesh Covid-19 Virus Corona Pengungsi Myanmar Rohingya


Kasus Manusia Menularkan
Virus Corona ke Hewan
Peliharaan

Pemilik anjing menitipkan anjingnya sebagai upaya pencegahan virus corona kepada peliharaan, di
Mexico City, Mexico, 25 April 2020./REUTERS/Henry Romero

• Makin banyak kasus hewan piaraan yang tertular SARS-CoV-2 dari pemiliknya

• Anjing dan kucing adalah hewan peliharaan yang paling banyak tertular Covid-

19

• Belum ada bukti dan laporan penularan virus corona dari hewan peliharaan ke

manusia

HEATHER McLean barn menyadari perangai aneh Winston, anjing ras pug milik
keluarga asal Chapel Hill, North Carolina, Amerika Serikat, itu adalah gejala
Covid-19. Winston menjadi anjing piaraan pertama di Amerika Serikat yang
positifterinfeksi virus SARS-CoV-2. Peneliti menduga Winston tertular virus
pemicu Covid-19 itu dari tuannya. "Batuk dan bersinnya sangat aneh, tampak
seperti tercekik," kata Heather kepada stasiun televisi lokal WRAL, Senin, 27
April lalu.

Anjing jantan berumur dua tahun itu diketahui terinfeksi setelah peneliti
dari Duke University memeriksa usapan lendir dari mulutnya pada 1 April lalu.
Keluarga McLean adalah relawan dalam studi Duke University yang memeriksa
respons tubuh terhadap infeksi. Empat anggota keluarga itu <lites usap dan diambil
darahnya, sementara Winston, seekor pug lain, dan seekor kucing hanya <lites
usap mulut. Hasil tes anak perempuan Heather, Sydney; kucing betina;
dan pug berumur 13 tahun negatif. Adapun Heather dan suaminya, Samuel
McLean; anak laki-laki mereka, Ben; dan Winston positif.
Samuel bekerja sebagai dokter di unit gawat darurat University of North Carolina
Hospitals sementara Heather dokter anak di Duke University.
Menurut Ben, Winston yang paling diemong keluarganya ketimbang piaraan lain.
Anjing itu tidur di ranjang bersama ibu dan ayahnya. Winston juga kerap menjilati
sisa makanan di semua piring. "Kami selalu menempelkan wajah kami ke
wajahnya. Masuk akal kalau dia tertular (virus corona)," ujar Ben seperti
dikutip WRAL.

Chris Woods, kepala tim peneliti Duke University, mengatakan peneliti


menemukan sejumlah kecil virus di air liur Winston. "Jika Anda pemah
melihat pug, dia punya lidah yang besar dan menyentuhkan lidah itu ke apa saja.
Jadi tidak mengejutkan kalau infeksi itu terjadi," ucap Woods seperti
dilansir The New York Times, Selasa, 28 April lalu. Menurut dia, beberapa gejala
pada Winston mirip dengan yang dialami manusia, seperti kesulitan bemapas.

Winston merupakan bagian dari sejurnlah hewan piaraan pertama yang tertular
virus corona di Amerika Serikat. Sebelumnya, pada 22 April lalu, Departemen
Pertanian Amerika Serikat mengurnumkan dua ekor kucing
di New York mengidap penyakit pemapasan ringan setelah hasil pengujian virus
SARS-CoV-2 temyata positif. Pada kasus pertama, pemilik
kucing terdiagnosis Covid-19 sebelum kucingnya sakit. Sedangkan dalam kasus
kedua, pemilik kucing menderita sakit pemapasan tapi belum
terkonfirmasi Covid-19.

Bukan hanya piaraan rumah yang positif SARS-CoV-2. Sebelumnya, pada 5 April
lalu, Nadia-seekor harimau Malaysia di Bronx Zoo milik Wildlife
Conservation Society di New York-terdiagnosis terinfeksi virus tersebut.
Harimau betina berumur empat tahun itu menjadi hewan pertama di Amerika
Serikat yang terkena infeksi virus corona. Menurut Paul Calle, kepala dokter
hewan Bronx Zoo, Nadia diduga tertular dari seorang penjaga yang tak
menunjukkan gejala Covid-19 dan identitasnya tak diketahui. "Hanya itu
kemungkinannya," tutur Calle kepada National Geographic, Rabu, 22 April lalu.

Perkembangan terbaru dari Bronx Zoo, ada empat harimau gunung dan tiga singa
Afrika yang hasil tesnya positif Covid-19 tiga minggu setelah kasus pertama
dilaporkan. Dalam rilis pada 22 April lalu, Wildlife Conservation Society
menyebutkan kondisi kedelapan kucing besar tersebut terus membaik. "Mereka
berperilaku normal, makan dengan baik, dan batuk mereka makin berkurang."

Kasus hewan piaraan pertama di dunia yang positif Covid-19 dilaporkan terjadi
pada seekor anjing di Hong Kong pada 24 Maret lalu. Anjing Pomeranian
berumur 17 tahun bemama Benny itu akhimya mati. Anjing kedua adalah
ras German Shepherd berumur dua tahun. Pada 27 Maret lalu, di Leige, Belgia,
juga dilaporkan kasus kucing tertular virus corona dari pemiliknya. Dan pada 30
Maret lalu kembali seekor kucing yang tinggal bersama majikannya di Aberdeen,
Hong Kong, tertular virus tersebut.

Deni Noviana, guru besar Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, mengatakan penularan
virus corona ke hewan piaraan hanya bisa melalui kontak yang dekat dan terus­
menerus dengan manusia yang terinfeksi. Menurut Deni, hasil penelitian memang
menunjukkan reseptor ACE2 atau angiotensin converting enzyme 2 diekspresikan
di kebanyakan mamalia. "Tapi tak semua ACE2 dapat dimanfaatkan SARS-CoV-
2 sebagai reseptor," kata Deni.

Menurut Deni, berdasarkan rilis resmi dari World Organization for Animal
Health atau Office International des Epizooties, saat ini ada empat laporan yang
menyatakan beberapa jenis hewan piaraan yang tertular Covid-19, di antaranya
anjing dan kucing. "Kejadian terakhir hewan yang dilaporkan positif
terinfeksi Covid-19 pada 26 April lalu adalah dua ekor cerpelai di Belanda,"
ucapnya.

Bagaimana dengan hewan ternak? Deni merujuk pada penelitian Jianzhong Shi
dari Harbin Veterinary Research Institute, Cina, yang menemukan bahwa replikasi
virus SARS-CoV-2 buruk pada hewan ternak, seperti ayam, bebek, dan babi.
Penelitian Shi yang menyuntikkan virus ke dalam hidung hewan-hewan
percobaan itu dilakukan di laboratorium biosafety level 4. "Sejauh ini belum ada
data lain terkait hewan ternak jenis lain yang berpotensi tertular virus," ujar Deni
melalui surat elektronik kepada Tempo pada Selasa, 28 April lalu.

Deni menekankan, penyebaran Covid-19 adalah hasil penularan dari manusia ke


manusia. Sampai saat ini, kata Deni, tidak ada bukti hewan piaraan memainkan
peran penting dalam penyebaran penyakit ini. "Jadi tidak ada pembenaran sedikit
pun mengambil tindakan terhadap hewan piaraan yang justru dapat
membahayakan kesejahteraan mereka," tutur Kepala Rumah Sakit Hewan
Pendidikan FKH-IPB itu.

Pernyataan Deni sesuai dengan rekomendasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan


Penyakit Amerika Serikat (CDC) agar pemilik memperlakukan
hewan piaraan seperti perlakuan terhadap anggota keluarga sendiri.
"Isolasi hewan piaraan dari anggota keluarga yang sakit dan cegah hewan piaraan
berinteraksi dengan orang di luar rumah," demikian rekomendasi CDC.

DODY HIDAYAT (SCIENCE, SCIENCEALERT, LIVESCIENCE, WRAL, TIME, THE NEW YORK

TIMES, NEWSWEEKS, PEOPLE, SOUTH CHINA MORNING Posn


DariHe111an

7
Kelelawar diyakini sebagai

keManusia
inangmoyangSARS-
CoV-2.

keHe111an lnang perantara


Peneliti meyakini virus SARS-CoV-2 Masih menjadi misteri,
berasal dari hewan liar kelelawar tapi kuat dugaan
yang meloncat ke manusia melalui tenggiling.
inang perantara berupa tenggiling.
Kini ditemukan kasus manusia yang
positif Covid-19 menularkan virus itu
Transmisi J
ke piaraan, seperti kucing dan anjing,
kemanusia
hingga hewan liar seperti harimau dan Virus hinggap
singa. ke manusia dari
hewan karena
kontak yang dekat.
Kemudian terjadi
penularan dari
manusia ke
manusia.
lnfeksi
Virus SARS-CoV-2 menempel pada sel
menggunakan reseptor angiotensin converting
enzyme2 (ACE2).

Asam ribonukleat (RNA) membawa kode


Virus
genetik virus. Analisis menunjukkan genom
Hewan piaraan
corona
SARS-CoV-2 96 persen identik dengan
genom virus yang ditemukan di kelelawar. Manusia yangterinfeksi
virus, baik yang bergejala
maupun tak bergejala,
menularkan virus ke
piaraannya melalui
Protein kontak dekat.
mahkota
(spike)

Adaptasi
Perubahan pada
protein permuk aan sel
Dindingsel memungkinkan virus
menempel di sel inang

+
baru.
SEL INANG
lnfeksi
SUMBER: GRAPHIC NEWS, NATURE, NCBI

Dari Hewan ke Manusia ke Hewan

Covid-19 Virus Corona Hewan Peliharaan


Ventilator Lokal yang Praktis
bagi Pasien Covid-19

Ventilator Portabel di Ambulans/Tempo

• Tim UI membuat mesin bantu bernapas tipe ventilator transportasi untuk

membantu penanganan pasien di tengah pandemi Covid-19.

• Didesain untuk digunakan pasien yang sedang dalam perjalanan menggunakan

ambulans.

• Bisa beroperasi lebih dari empat jam menggunakan baterai litium.

TIM Universitas Indonesia mengembangkan alat bantu bemapas (ventilator)


praktis dan hemat energi. Alat ini didesain untuk digunakan pasien di ambulans
dalam perjalanan ke rumah sakit atau ketika pindah dari ruangan observasi ke
kamar isolasi. "Model yang dibuat adalah ventilator noninvasif, tidak ada alat
yang masuk ke tubuh pasien," kata Ketua Tim Ventilator UI Basari pada Selasa,
28 April lalu.

Alat berbasis sistem pneumatik itu dibuat untuk memenuhi kebutuhan ventilator
dalam penanganan pasien di tengah pandemi akibat virus corona (Covid-19).
Ventilator bemama Covent-20 itu merupakan hasil kolaborasi para peneliti dari
Fakultas Teknik UI, Fakultas Kedokteran UI, Rumah Sakit Universitas Indonesia,
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta, dan Rumah Sakit Umum
Pusat Persahabatan, Jakarta.

Dekan Fakultas Kedokteran UI Ari Fahrial Syam mengatakan tim berfokus


membuat alat bantu bemapas tipe ventilator transportasi yang bisa dipakai dalam
kondisi darurat. Ketersediaan suku cadang lokal untuk ventilator tipe ini juga
lebih banyak. Selain itu, para pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien positif
Covid-19 yang mengalami gagal napas membutuhkan ventilator transport untuk
perjalanan ke rumah sakit. "Mode ventilasi dapat diatur," ujar Ari Fahrial Syam.
COVENT-20 Bobot 3,5 kilogram.
Dimensi 27 x 26 x 15,5
sen ti meter.

Perangkat
ventilasi slang
ventilasi sekali
pakai, Positive
End Expiratory
Pressure Valve,
masker standar
dewasa dan anak.

Volume udara
respirasi 300-600
militer.
Covent-20
memiliki dua jenis ventilasi:
1. Continuous Positive Airway Pressure
(CPAP) untuk pasien yang masih sadar
dan memerlukan bantuan pasokan
oksigen ke paru-paru. _ Catudaya Baterai litium 12,6 volt. 4.000
2. Continuous Mandatory Ventilation 100-240 miliampere-jam dengan waktu operasi
(CMV) untuk pasien yang memiliki gejala - volt AC, 50- lebih dari 4 jam.
pneumonia berat, tidak dapat mengatur 60 hertz:
pernapasan sendiri, atau mengalami 12voltDC,
gagal napas. Pernapasan pasien _ 2ampere
akhirnya harus dikendalikan oleh mesin adapter.
sehingga dia perlu dibius.
-

D �
�111111111111,/fi
I
D
111 111
Convent-20/Tempo

Menurut Dekan Fakultas Teknik UI Hendri D.S. Budiono, biaya pembuatan


Covent-20 lebih rendah dibanding tipe ventilator transport komersial yang
tersedia saat ini. Energi untuk Covent-20 dipasok dari baterai litium-ion.
"Menggunakan filter bakteri sehingga aman digunakan untuk PDP ataupun pasien
positif Covid-19," katanya.

Kebutuhan ventilator Indonesia selama ini dipenuhi dari impor. Ada sekitar 70
distributor yang memasok 231 jenis ventilator impor. Pandemi Covid-19 yang
melanda dunia membuat permintaan ventilator meningkat dan stok yang bisa
diimpor menjadi terbatas. Basari mengatakan belum ada ventilator produksi
Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Riset dan kerja sama
dengan mitra lokal bisa membantu produksi ventilator lokal," ucap Basari.

Basari mengatakan Covent-20 akan menjalani uji coba klinis di Indonesian


Medical Education and Research Institute, yang berafiliasi dengan Fakultas
Kedokteran UI di Salemba, Jakarta. Alat ini sebelumnya menjalani pengujian
selama lebih dari sepekan di Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan Kementerian
Kesehatan.
Tim UI, menu.rut Basari, telah bertemu dengan tiga produsen, dua di antaranya
perusahaan milik negara, untuk membahas kerja sama produksi. Tiap perusahaan
itu memiliki kapasitas produksi hingga 200 unit ventilator per bulan.
"Permohonan paten sudah diajukan lewat UI, termasuk desain industri yang nanti
diberikan lisensinya kepada produsen," katanya.

Covid-19 Virus Corona Universitas Indonesia I UI


Ruang lsolasi Portabel
Bertekanan Negatif untuk
Pasien Covid-19

Unit Isolasi Pasien/Tempo

BAJU hazmat sekali pakai yang menutupi tubuh dari kepala hingga kaki sangat
tidak nyaman dikenakan untuk waktu lama. Untuk menghemat baju hazmat,
peneliti dari University of Melbourne, Australia, dan Western Health merancang
purwarupa personal ventilation hood yang dapat dipasang pada tempat tidur
pasien terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Alat ini berupa tudung
plastik transparan yang dapat dilipat dan dilengkapi pengisap udara untuk
menciptakan tekanan negatif. Peralatan sejenis sudah banyak di pasar-biasanya
untuk membawa pasien dengan ambulans-
namanya portable patient isolation unit.

Tempat tidur ulang-alik

RP 670 JUTA
Unit isolasi pasien EpiShuttle dari perusahaan Norwegia, EpiGuard, ini berdesain
futuristis. Unit ini dibuat untuk mobil, helikopter, atau pesawat ambulans.
EpiShuttle melakukan pertukaran udara 15 kali per jam, mampu mengangkut
pasien berbobot maksimal 150 kilogram dan panjang 198 sentimeter. Terdapat
8 port operasi untuk menangani pasien, kantong sampah, dan kantong limbah cair.
Tersedia juga port kabel peralatan pemantau dan ventilator.

Bilik isolasi

RP 44,69 JUTA

Bilik isolasi biologi bertekanan udara negatif BFG-11 buatan Biobase asal Cina ini
dapat diletakkan di atas usungan pengangkut pasien. Unit isolasi ini terbuat dari
bahan thermoplastic polyurethane dengan ritsleting untuk membuka dan
menutupnya. Bertenaga baterai 12 volt yang bertahan 8 jam. Terdapat empat filter
HEPA. Laju aliran udaranya 67 meter kubik per jam.

Tenda oksigen

Tenda oksigen
Ruang isolasi Oxygen Tent ini dikembangkan oleh kelompok fanatik
olahraga Mile High Training untuk mengantisipasi kondisi tipisnya oksigen di
ketinggian. Tenda berdinding polivinil karbonat ini juga dapat digunakan
mengisolasi pasien di tempat tidurnya. Tenda dirancang kedap udara untuk
menciptakan lingkungan kaya oksigen buat pasien. Bagian kepala pasien juga bisa
menggunakan tambahan pelindung Altitude Tent Canopy.

Ranjang tekanan negatif

Ranjang tekanan negatif

Unit pemindah pasien isolasi atau Patient Isolation Transport Unit ini dirancang
oleh Mark Comunale, CEO Inland Empire Anesthesia Medical Group, California,
Amerika Serikat. Selubungnya terbuat dari vinil dengan tiang-tiang aluminium
ditumpangkan pada rangka tempat tidur. Tiga buah motor akan mengisap keluar
udara yang lebih <lulu melalui filter HEPA untuk menciptakan tekanan negatif.

Covid-19 Virus Corona Rumah Sakit


Pengangkatan, Pelantikan,
Penghargaan
1

Tumpak Panggabean

KUTIPAN

"Permasalahan di KPK mayoritas ada di Kedeputian


Penindakan."

Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Tumpak Panggabean


menemukan 18 masalah dalam evaluasi kinerja KPK di bawah Firli Bahuri,
Senin, 27 April 2020.

"Ketidakpastian dan tidak sinkronnya kebijakan


penanganan Covid-19 merupakan bentuk
maladministrasi."

Laode Ida
Komisioner Ombudsman, Laode Ida, menanggapi protes dari kepala daerah
mengenai aturan bantuan sosial karena kebijakan yang berbeda-beda dari para
menteri, Senin, 27 April 2020.

ALBUM

PENGANGKATAN

Agus Santoso

Agus Santoso/ANTARA/Wahyu Putro A

MANTAN Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan ini


diangkat menjadi Komisaris Utama PT Angkasa Pura II (Persero) pada Senin, 27
April 2020. Agus sekaligus merangkap sebagai komisaris independen perusahaan
pelat merah yang mengelola Bandar Udara Soekamo-Hatta dan 18 bandara lain
itu. Ia memulai kariemya sebagai structure engineer di Industri Pesawat Terbang
Nusantara hingga diangkat menjadi Direktur Jenderal Perhubungan Udara oleh
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pada 2018, ia ditunjuk menjadi
Komisaris Utama PT Garuda Indonesia Tbk dan digantikan oleh Sahala Lumban
Gaol pada 24 April 2019.

Setia Untung Arimuladi


Setia Untung Arimuladi/kejaksaan.go.id

KETUA Umum Persatuan Jaksa Indonesia ini diangkat menjadi Wakil Jaksa
Agung menggantikan Arminsyah yang meninggal karena kecelakaan tiga pekan
lalu. Pengumuman pengangkatan Untung disampaikan Jaksa Agung Sanitiar
Burhanuddin pada Rabu, 29 April 2020. Sejak 2017, Untung menjabat Kepala
Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung. Posisi tersebut kini akan diisi
Tony Tribagus Spontana.

PENGHARGAAN

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Hammam Riza/bppt.go.id

LEMBAGA ini mendapat penghargaan Top IT Telco 2020 pada Rabu, 29 April
2020. Kepala BPPT Hammam Riza menerima penghargaan yang diberikan
majalah Itech sejak 2013 ini secara virtual. Acara ini juga dihadiri Menteri Riset
dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Penghargaan tersebut diberikan kepada
institusi pemerintah ataupun swasta yang dinilai berhasil mengimplementasikan
teknologi informasi dan komunikasi dalam lingkungan kerja sehingga
meningkatkan kinerja, pelayanan, serta daya saing.

Anda mungkin juga menyukai