Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

OLEH :

NURUL MADHANIA

NIM : P00220218050

POLTEKKES KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T. A 2020/2021
Konsep Dasar Halusinasi
A. Definisi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing,
1987).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal ( pikiran ) dan ransangan eksternal ( dunia luar ). Klien memberi
presepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau ransangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mendaengarkan suara padahal tidak ada yang bicara
( Kusumawati & Hartono 2010)
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, perabaan pengecapan dan penghiduan (Keliat, 2009)
Dari beberapa pengertian yang dikemukan maka dapat diambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa
ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah
kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi menurut ( Yosep, 2011)
a. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan
keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
muda frustasi, dan hilang percaya diri
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan membekas di
ingatannya sampai dewasa dan akan mesara di singkirkan kesepian dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinnya gangguan jiwa, adannya strees yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti bufennol dan
dimetytranferase (DMP). Akibat stress bekepanjangan menyebabkan
teraktifasinya, neurotransmitter otak, misanya terjadi ketidakseimbangan asetyl
kolin dan dopamine.

d.  Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidak mampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata kea lam khayal.
e.  Faktor  genetic dan pola asuh
Pemnelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh ortu skizofreinia
cenderung mengalami skizofreinia. hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang saling berpengaruh pada penyakit ini.
2.    Faktor Presipitasi
1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlinsh Heacock, 1993 mencoba
mememcahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan
seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur bio,
psiko, sosial, spiritual. Sehingga dapat dilihat dari 5 dimensi:
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alcohol, dan kesulitan tidur dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi isi halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini individu dengan halusinasi akan memperlihatkan
adanya penurunan ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri melawan impuks yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan agar interaksi sosial,
control diri, dan haarga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya  atau orang lain cenderung
untuk itu. Aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan berupaya secara spiritual
untuk menyucikan diri.
C. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang mengalami halusinasi
biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
4. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
5. Perilaku menyerang teror seperti panik.
6. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
7. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
D. Klasifikasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama
yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
E. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata
yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga
klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons
lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi
tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau
pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan
schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania
depresif dan syndroma otak organik.
F. Faktor-faktor penyebab halusinasi
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan
dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
b. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
c. Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.
G. Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I - Mengalami ansietas, - Tersenyum, tertawa
- Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah sendiri
tingkat ansietas sedang dan ketakutan. - Menggerakkan bibir
secara umum, halusinasi - Mencoba berfokus tanpa suara
merupakan suatu pada pikiran yang dapat - Pergerakkan mata
kesenangan. menghilangkan ansietas yang cepat
- Fikiran dan - Respon verbal
pengalaman sensori yang lambat
masih ada dalam kontol - Diam dan
kesadaran, nonpsikotik. berkonsentrasi
Tahap II - Pengalaman sensori - Terjadi peningkatan
- Menyalahkan menakutkan denyut jantung,
- Tingkat kecemasan berat - Merasa dilecehkan pernafasan dan
secara umum halusinasi oleh pengalaman sensori tekanan darah
menyebabkan perasaan tersebut - Perhatian dengan
antipasti - Mulai merasa lingkungan
kehilangan control berkurang
- Menarik diri dari orang - Konsentrasi
lain non psikotik terhadap
pengalaman sensori
kerja
- Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III - Klien menyerah dan - Perintah halusinasi
- Mengontrol menerima pengalaman ditaati
- Tingkat kecemasan berat sensori (halusinasi) - Sulit berhubungan
- Pengalaman halusinasi - Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
tidak dapat ditolak lagi atraktif - Perhatian terhadap
- Kesepian bila lingkungan
pengalaman sensori berkurang hanya
berakhir psikotik beberapa detik
- Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat
Tahap IV Pengalaman sensori -Perilaku panic
- Klien sudah dikuasai oleh mungkin menakutkan jika - Resiko tinggi
halusinasi individu tidak mengikuti mencederai
- Klien panic perintah halusinasi, bisa - Agitasi atau kataton
berlangsung dalam - Tidak mampu
beberapa jam atau hari berespon terhadap
apabila tidak ada lingkungan
intervensi terapeutik.
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga
halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, halusinasi
menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau
mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara
biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan
tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat
halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).
H. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan
tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permitil) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) Perfenazin 30-400 mg
(Trilafon) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tioridazin (Mellaril) 150-800mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepi Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
n
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
J. Pohon Masalah

Risiko perilaku
kekerasan

Gangguan persepsi sensori halusinasi


Isolasi sosial

K. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Resiko perilaku kekerasan
L. Perencanaan keperawatan halusinasi
1. Perencanaan keperawatan halusinasi dalam bentuk strategi pelaksanaan

PERENCANAAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
Gangguan Pasien mampu SP. 1 ( tgl. )
Sensori  Mengenali halusinasi yang 1. Bantu pasien mengenal halusinasi:
Presepsi dialaminya a. Isi
halusinasi  Mengontrol halusiansinya b. Waktu terjadinya
 Mengikuti program c. Frekuensi
pengobatan secara optimal d. Situasi pencetus
e. Perasaan saat terjadi halusinasi
Kriteria evaluasi 2. Latih mengontrol halusinasi degan
 Setelah kali pertemuan cara menghardik tahapan
pasien dapat menyebutkan tindakannya melipui :
isi, waktu, frekuensi, situasi a. Jelaskan cara menghardik
pencetus, perasaan dan halusinasi
mampu memperagakan b. Peragakan cara menghardik
cara mengontrol c. Minta pasien menggerakan tulang
halusinasinya d. Pantau penyerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
e. Masukan dalam jadwal perilaku
pasien

 Setelah kali pertemuan SP.2 (tgl. )


pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp.1)
menyebutkan kegiatan 2. Latih berbicara/bercakap dengan
yang sudah di lakukan dan orang lain saat halusinasi muncul
mampu memperagakan 3. Masukan dalam jadwal kegiatan
cara bercakap-cakap pasien
dengan orang lain
 Setelah kali pertemuan SP.3 ( tgl. )
pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp.1 &
menyebutkan kegiatan 2)
yang sudah di lakukan dan 2. Latih kegiatan agar halusiansi tidak
mampu membuat jadwal muncul, tahapannya :
kegiatn sehari-hari serta a. Jelaskan pentingnya aktifitas
mampu memperagakannya yang teratur/ mengatasi
halusinasi
b. Diskusikan aktifitas yang bisa
dilakukan pasien
c. Latih pasien melakukan aktiitas
d. Susun jadwal aktifitas sehari-hari
sesuai dengan aktifitas yang telah
dilatih dari bangun pagi sampai
tidur malam
e. Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang
positif

 Setelah kali pertemuan SP.4 ( tgl. )


pasien mampu 1. Evaluasi kegiatan yang lalu ( Sp.1,
menyebutkan kegiatan Sp.2, dan Sp.3 )
yang sudah di lakukan dan 2. Tanyakan program pengobatan
mampu menyebutkan
manfaat dari program 3. Jelaskan pentingnya penggunaan
pengobatan obat pada gangguan jiwa
4. Jelaskan akibat bila tidak digunakan
sesuai program
5. Jelaskan akibat bila puus obat
6. Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
7. Jelaskan pengobabatan (5B)
8. Latih pasien minum obat
9. Masukan dalam jadwal kegiatan
harian pasien

Keluarga mampu : SP. 1 ( tgl )


Merawat pasien di rumah dan 1. Idntifikasi masalah keluarga dalam
menjadi sistem pendukung merawat pasien
yang efektif bagi pasien 2. Jelaskan tentang halusinasi :
a. Pengertian tentang halusinasi
Kriteria Evaluasi : b. Jenis halusinasi yang dialami
 Setelah kali pertemuan pasien
keluarga mampu c. Tanda dan gejala halusinasi
menjelaskan tentang d. Cara merawat pasien halusinasi
halusinasi ( cara berkomunikasi, pemberian
obat dan pemberian aktifitas
terhadap pasien )
3. Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa di jangkau
4. Bermain peran cara merwat pasien
5. Rencana tindak lanjut keluarga untuk
merawat pasien

 Setelah kali pertemuan SP.2 (tgl. )


keluarga mampu 1. evaluasi kemampuan keluarga ( Sp.1)
menyelesaikan kegiatan 2. latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan dan 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
mampu memperagakan merawat pasien
caramerawat pasien
 Setelah kali pertemuan SP.3 ( tgl. )
keluarga mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga
menyebutkan kegiatan yang ( Sp.2)
sudah dilakukan dan mampu 2. Latih keluarga merawat pasien
memperagakan cara 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien merawat pasien
 Setelah kali pertemuan SP.4 ( tgl. )
keluarga mampu 1. Evaluasi kemampuan keluarga
menyebutkan kegiatan yang 2. Evaluasi kemampuan pasien
sudah dilakukan dan mampu 3. RTL keluarga :
melaksanakan follow Up a.Follow Up
rujukan b. Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

Di Susun Oleh :
NURUL MADHANIA
NIM : P00220218050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI KEPERAWATAN POSO
T/A 2020
A. Defenisi
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain termasuk persepsi individu akan sifat dan
kemampuannya berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya, nilai-nilai
yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tujuan serta keinginan (Stuart dan
Sundeen, 1991).

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Townsend, 1998). Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, teramsuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan (Kelliat, 1995).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009).

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan. ( Towsend,2008)

B. Penyebab
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya.( Yosep,2009)

Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga


diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai
berikut :

a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur
sosial. (Stuart & Sundeen, 2006)
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara
situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena
penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.( Yosep,2009).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal.(Townsend,2008)

C. Rentang Respon

1. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima.
2. Konsep diri : apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri
3. Harga diri rendah : transisi antara respon konsep diri adaptif dengan konsep
diri mal adiptif
4. Keracunan identitas : kegagalan aspek individu mengintergrasikan aspek-
aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematang aspek psikososial,
kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi : perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain. (Kelliat, 1998).
D. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman
(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah
:
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor predisposisi
harga diri rendah adalah :
 Penolakan
 Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut
 Persaingan antar saudara
 Kesalahan dan kegagalan berulang
 Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi gangguan peran
adalah :
- Stereotipik peran seks
- Tuntutan peran kerja
- Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan identitas
adalah : Ketidakpercayaan orang tua, Tekanan dari peer gruup,
dan Perubahan struktur sosial ( Herman,2011).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas.Harga diri kronis ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi yang
membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma emosi
seperti penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-anak
atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang mengancam
kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak mampu
melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa
sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai
saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu banyak peran.
Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua harapan peran yang
bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila
individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung
tentang peran yang sesuai
 Trauma peran perkembangan
 Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
 Transisi peran situasi
 Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau berkurang
 Transisi peran sehat-sakit
 Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian
tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur
medis dan keperawatan. ( Herman,2011)
3) Perilaku
 Citra tubuh. Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu, menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan
atau cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan
,mandiri yang tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
 Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,
produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan peran,
pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan kemampuan diri,
pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada diri, menarik diri
secara sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi pada
orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
 Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif, perasaan
hampa, perasaan mengambang tentang diri, kehancuran gender,
tingkat ansietas tinggi, tidak mampu empati pada orang lain, masalah
estimasi
 Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat,
kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari kesenangan.
Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung tentang seksualitas
diri,sulit membedakan diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia
seperti dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu, gangguan
berfikir, gangguan daya ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda.
( Herman,2011).

E. Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga
diri rendah antara lain sebagai berikut :

1. Mengkritik diri sendiri


2. Menarik diri dari hubungan sosial
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Perasaan lemah dan takut
5. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7. Hidup yang berpolarisasi
8. Ketidakmampuan menentukan tujuan
9. Merasionalisasi penolakan
10. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
11. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )

Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri rendah
yaitu :

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang
6. Menciderai diri

F. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan
yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal ini menyebutkan
penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuanya.
Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,maka akan berdampak pada
orang tersebut mengisolasi diri dari kelompoknya. Dia akan cenderung
menyendiri dan menarik diri.( Eko P,2014)

Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial.( DEPKES,2003)

G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek atau
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
a. Jangka pendek :
1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri
( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif)
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut
serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng)
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik,
kontes untuk mendapatkan popularitas)
b. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
1) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu \
2) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,
proyeksi, pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan
amuk ). (Stuart,2006)

H. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat
yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL
(psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol (mengobati
kondisi gugup).Obat yang termasuk generasi kedua misalnya, Risperidone
(untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik). (Hawari,2001)
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia
yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan
sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata.( Eko P,2014)
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara artifisial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau
dua temples.Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)
I. Pohon masalah

Efek isolasi sosial

Cor problem harga diri rendah

Cause koping individu tidak evektive

Gambar Pohon masalah Ganguan Harga Diri.Sumber : Kelliat, 1998

J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah:

1. Risiko Isolasi sosial


2. harga diri rendah
3. Koping individu tidak efekti (Kelliat, 1998)

K. Rencana asuhan keperawatan Harga Diri Rendah


TUJUAN INTERVENSI
Tujuan Umum: Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien memiliki konsep diri yang mengungkapkan prinsip komumikasi
positif terapeutik:
Tujuan khusus : 1. Sapa pasien dengan ramah baik
TUK 1 : verbal maupun non verbal
Pasian dapat membina hubungan 2. Perkenalkan diri dengan sopan
saling percaya dengan perawat
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan
Kriteria hasil:
Setelah…..x interaksi,pasien nama panggilan yang disukai pasien
menunjukkan ekspresi wajah 4. Jelaskan tujuan pertemuan
bersahabat ,menunjukkan rasa 5. Jujur dan menepati janji
senang,ada kontak mata,mau berjabat 6. Tunjukkan sikap empati dan
tangan,mau menyebut nama,mau menerima pasien apa adanya
menjawab salam,pasien mau 7. Beri perhatian kepada pasien dan
duduk,berdampingan dengan perhatikan kebutuhan dasar pasien
perawat,mau mengutarakan masa-lah
yang dihadapi
TUK 2 : 1. Diskusikan kemampuan aspek
Pasien dapat mengidentifikasi positif , keluarga dan lingkungan yang
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
dimiliki 2. Bersama pasien membuat daftar
Kriteria hasil: tentang :
Setelah.….x interaksi pasien dapat a. Aspek positif pasien, keluarga,
menyebutkan:
dan lingkungan
a. Kemampuan yang dimiliki pasien
b. Aspek positif keluarga b. Kemampuan yang dimiliki pasien
c. Aspek positif lingkungan 3. Utamakan memberi pujian yang
realistik dan hindarkan penilaian
negatif

TUK 3 :
Pasien dapat menilai kemampuan 1. Diskusikan dengan pasien
yang dimiiki untuk digunakan kemampuan yang masih dapat
Kriteria hasil:
dilaksanakan dan digunakan selama
Setelah…..x interaksi pasien dapat
menyebutkan kemampuan yang dapat sakit
digunakan 2. Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaannya

TUK 4 : 1. Rencanakan bersama pasien


Pasien dapat (menetapkan) aktivitas yang dapat dilakukan setiap
merencanakan kegiatan sesuai hari sesuai kemampuan
dengan kemampuan yang dimiliki
a. Kegiatan mandiri
Kriteria hasil:
Setelah…..x interaksi, pasien mampu b. Kegiatan dengan bantuan
membuat rencana kegiatan harian. c. Kegiatan yang membutuhkan
bantuan total
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi pasien
3. Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang boleh pasien lakukan

TUK 5 :
Pasien dapat melakukan kegiatan 1. Beri kesempatan pada pasien untuk
sesuai dengan rencana yang telah mencoba kegiatan yang telah
dibuat
direncanakan
Kriteria hasil:
Setelah…..x pertemuan,pasien dapat 2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan
melakukan kegiatan jadwal yang telah pasien
dibuat 3. Beri pujian atas keberhasilan pasien
4. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah pasien
pulang

TUK 6 :
Pasien dapat memanfaatkan system 1. Beri pendidikan kesehatan pada
pendukung yang ada keluarga tentang cara merawat
Kriteria hasil: pasien dengan harga diri rendah
Setela…..x pertemuan,pasien
2. Bantu keluarga memberikan
memanfaatkan system pendukung
yang ada di keluarga dukungan selama pasien dirawat
3. Bantu keluaga menyiapkan
lingkungan rumah

TUK 7 : Diskusikan dengan pasien dan keluarga


Pasien dapat memanfaatkan obat tentang dosis ,frekuensi dan manfaat
dengan baik obat
Kriteria hasil: 1. Anjurkan pasien meminta sendiri obat
Setelah…..x pertemuan pada perawat, dan merasakan
1. Pasien dan keluarga dapat manfaatnya
menyebutkan manfaat,dosis dan 2. Anjurkan pasien dengan bertanya
efek samping obat kepada dokter tentang efek dan efek
2. Pasien dapat mendemonstrasikan samping obat yang dirasakan.
penggunaan obat 3. Diskusikan akibat berhentinya tanpa
3. Pasien termotivasi untuk berbicara konsultasi
dengan perawat apabila dirasakan 4. Bantu pasien menggunakan obat
ada efek samping obat dengan prinsip 5 benar
4. Pasien memahami akibat
berhentinya obat
5. Pasien dapat menyebutkan prinip
5 benar penggunaan obat
DAFTAR PUSTAKA
1. Luffi Nooraini (2016) ‘Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri
Rendah’, Jurnal Keperawatan Jiwa
2. Noor Rio Prastyo (2015) ‘Laporan Pendahuluan Keperawatan Jiwa: Harga Diri Rendah’,
Jurnal Keperawatan Jiwa
LAPORAN PENDAHULUAN

“ ISOLASI SOSIAL”

DISUSUN OLEH :

NURUL MADHANIA
PO0220218050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POSO

TAHUN 2020/2021
A. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
B. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan
Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi
adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan
struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti, 2012: 79)
Rentang respon Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006)
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan
dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan
antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan
C. Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka
harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling
tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian
dalam suatu hubungan.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerjasama Ketergantungan Narcisme
Interdependen

1. Respon adaptif
adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim
dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri) adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan) adalah suatu hubungan saling tergantung
antara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan
interpersonal.
2. Respon maladaptif
adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak lazim dilakukan
oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan
rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis
ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri
atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha
untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya
egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Trimelia, 2011: 9)
D. Tanda dan Gejala
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara berulang-
ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011: 15)
E. Batasan karakteristik
Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda-I, (2012),dibagi
menjadi dua,yaitu objektif dan subjektif:
a. Objektif
 Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
 Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
 Afek tumpul
 Bukti kecacatan
 Ada didalam subkultur
 Sakit
 Tindakan tidak berarti
 Tidak ada kontak mata
 Dipenuhi dengan pikiran sendiri
 Menunjukkan permusuhan
 Tindakan berulang
 Afek sedih
 Ingin sendirian
 Tidak komunikatif
 Menarik diri
b. Subjektif
 Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
 Mengalami perasaan berbeda dari orang lain
 Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain
 Tidak percaya diri saat berhadapan dengan public
 Mengungkapkan perasaan yang didorong oleh orang lain
 Mengungkapkan perasaan penolakan
 Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
 Menungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang
dominan
F. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang
sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptive
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain,
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia,
orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang
negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang
yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2014:
111)
G. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima
secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1) Perilaku curiga : regresi, represi
2) Perilaku dependen: regresi
3) Perilaku manipulatif: regresi, represi
4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)
H. Penatalaksaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri
dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30
detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses
terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien
apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
I. Pohon Masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

Isolasi Sosial: menarik diri

Gangguan Konsep Diri


Harga Diri Rendah
J. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi social
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Risiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Rencana keperawatan isolasi sosial dalam bentuk strategi pelaksanaan

No Pasien Keluarga
SP1P SP1K
.
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien. Mendiskusikan masalah
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan yang dirasakan keluarga
berinteraksi dengan orang lain. dalam merawat pasien.
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi Menjelaskan pengertian,
dengan orang lain. tanda dan gejalah isolasi
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu sosial yang dialami klien
orang. beserta proses
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan terjadinya. Menjelaskan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan cara-cara merawat klien
harian. dengan isolasi sosial.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Melatih keluarga
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikan mempraktikkan cara
cara berkenalan dengan satu orang. merawat klien dengan
3. Membantu klien memasukkan kegiatan latihan isolasi sosial. Melatih
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan keluarga mempraktikkan
harian. cara merawat langsung
kepada klien isolasi
sosial.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Membantu keluarga
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan membuat jadwal
cara berkenalan dengan dua orang atau lebih. aktivitas di rumah
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal termasuk minum obat
kegiatan harian. (dischange planing).
Menjelaskan follow up
klien setelah pulang.
K. Implementasi dan Evaluasi keperawatan
Contoh implementasi dan evaluasi keperawatan isolasi sosial

Nama klien : Diagnosa medis :


Ruanagan : No. CM :

Hari/ No Diagnosa Rencana Implementasi Evaluasi keperawatan


Tgl keperawata keperawata keperawatan
n n
1 Isolasi SP1P Melakukan SP1P isolasi S: “walaikumsalam,”
sosial Isolasi sosial sosial : “nama saya J pak, baik,
1. Mengidentifikasi setuju pak.”
penyebab isolasi “saya senang aja sendiri,
sosial. keuntungannya banyak
2. Berdiskusi dengan teman dan ada teman
klien tentang ngobrol, kerugiannya tidak
keuntungan bila ada teman dan sepi.”
berhubungan “bersalaman, ucapkan
dengan orang lain. salam, sebutkan nama,
3. Berdiskusi dengan hobi dan asal, tanyakan
klien tentang namanya, hobinya dan
kerugian bila tidak asalnya.”
berhubungan “masukkandijadwalnya
dengan orang lain. jam 10.00 ya pak.”
4. Mengajarkan klien
cara berkenalan. O:
5. Menganjurkan klien  Klien mampu
memasukkan menyebutkan apa yang
kegiatan latihan dia alami.
berkenalan ke  Klien mampu
dalam kegiatan menyebutkan kerugian
harian. dan keuntungannya.
 Klien menyebutkan
cara berkenalan
 Kontak mata kurang
 Afek tumpul
 Bicara lambat
 Klien dapat
memasukkan latihan
berkenalan kedalam
jadwal hariannya yaitu
pada pukul 10.00

A:
SP1P tercapai

P:
Perawat:
Lanjutkan SP2P isolasi
sosial pada pertemuan
ke-2 pada hari senin, 7
mei 2012 pikul 11.00
diruang perawatan
pasien.

Klien:
Memotivasi klien latihan
berkenalan dengan
sesuai jadwal yang
dibuat.

2 isolasi SP2P Melakukan SP2P isolasi S: “walaikumsalam”


sosial sosial: “saya tadi jam 10.00
1. Mengevaluasi jadwal latihan pak”
kegiatan harian klien “assalamualaikum,
2. Memberikan perkenalkan nama saya J,
kesempatan pada klien hobi maen tenis meja, asal
mempraktikkan cara dari bontang, nama bapak
berkenalan. siapa, hobi bapak asal
3. Mengaj klien berkenalan bapak dari mana?”
dengan orang pertama “assalamualaikum,
(seorang perawat) kenalkan nama saya J,
4. Menganjurkan klien hobi maen tenis meja, asal
memasukkan kedalam dari bontang, nama bapak
jadwal kegiatan harian siapa, hobi bapak asal
bapak dari mana?”
“masukkan jam 11.00 dan
16.00 saja pak”

O:
 Klien menyebutkan
cara berkenalan.
 Klien mempraktikan
berkenalan dengan
seorang perawat
 Kontak mata kurang
 Afek tumpul
 Bicara lambat
 Klien dapat
memasukkan latihan
berkenalan dengan
satu orang kedalam
jadwal hariannya yaitu
pada pukul 11.00 dan
16.00.

A: SP2P tercapai

P:
Perawat :
Lanjutkan SP3P isolasi
sosial pada pertemuan
ke-3 pada hari selasa 8
mei 2012 pukul 08.00
diruang perawatan
pasien.
Klien:
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan perawat lain
sesuai jadwal yang
dibuat.
3 Isolasi SP3P isolasi Melakukan SP3P isolasi S: “walaikumsalam”
sosial sosial sosial: “saya tadi jam 11.00 dan
1. Mengevaluasi jadwal jam 16.00 latihan
kegiatan harian klien berkenalan dengan
2. Memberikan perawat dan teman saya
kesempatan pada klien pak”
mempraktikkan cara “assalamualaikum,
berkenalan dengan perkenalkan nama saya J,
orang pertama. hobi maen tenis meja, asal
3. Melatih klien berinteraksi dari bontang, nama bapak
secara bertahap siapa, hobi bapak asal
(berkenalan dengan bapak dari mana?”
orang kedua-seorang “assalamualaikum,
klien). kenalkan nama saya J,
4. Menganjurkan klien hobi maen tenis meja, asal
memasukkan ke dalam dari bontang, nama bapak
jadwal kegiatan harian. siapa, hobi bapak asal
bapak dari mana?”
“masukkan jam 13.00 saja
pak”

O:
 Klien mempraktekkan
berkenalan dengan
seorang perawat dan
klien lain.
A.
SP3P Tercapai
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

OLEH :

NURUL MADHANIA

NIM : P00220218050

POLTEKKES KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T. A 2019/2020
A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri
1. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan,
bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang
timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Jenis–Jenis Defisit Perawatan Diri :
a. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan
Defisit perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
mandi/kebersihan diri.
b. Defisit perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Defisit perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian
dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Defisit perawatan diri : Makan
Defisit perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas
makan.
d. Defisit perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
Kelelahan fisik dan Penurunan kesadaran. Menurut DepKes (2000), penyebab kurang perawatan
diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
3) Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo,
alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan
untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut fitria (2009) adalah sebagai berikut :
a. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan suber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan
mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil potongan pakaian,
menenggalkan pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Len juga memiliki
ketidakmampuan dalam mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakain dan
mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan,
menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah dan
memasukannya ke dalam mulut, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar
kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
4. Mekanisme Koping.
a. Regresi
Kemunduran akibat sters terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf
perkembangan yang lebih dini 
b. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut.
Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
c. Isolasi sosial,
menarik diriSikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baikatau
semuanya buruk, kegagalan unutk memadukan nilai-nilai positif dan negatif didalam diri sendiri
d. Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasaannya.
Format/data fokus pengkajian pada klien dengan defisit perawatan diri (Keliat dan
Akemat,2009)

a. Status mental : Penampilan


( ) Tidak rapi
( ) Penggunaan pakaian tidak sesuai
( ) Cara berpakaian tidak seperti biasannya
b. Kebutuhan sehari-hari
1. Kebersihan diri
( ) Bantuan minimal ( ) Bantuan total
2. Makan
( ) Bantuan minimal ( ) Bantuan total
3. BAB/BAK
( ) Bantuan minimal ( ) Bantuan total
4. Berpakain/ Berhias
( ) Bantuan minimal ( ) Bantuan total

5.  Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yng tidak dapat merawat diri sendiri :
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :
1) Bina hubungan saling percaya 
2) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
3) Kuatkan kemampuan klien merawat diri
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
1) Bantu klien merawat diri 
2) Ajarkan keterampilan secara bertahap
3) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung :
1) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi 
2) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
3) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
6. Batasan karakteristik
Menurut Nanda-1 (2012) batasan karakteristik klien dengan defisit perawatan diri adalah :
a. Defisit perawatan diri : mandi
1) Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi
2) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) Ketidakmampuan menjangkau sumber air
5) Ketidakmampuan mengatur air mandi
6) Ketidakmampuan membasuh tubuh
b. Defisit perawatan diri : berpakaian
1) Ketidakmampuan mengancing pakaian
2) Ketidakmampuan mendapatkan pakaian
3) Ketidakmampuan mengenakan atribut pakaian
4) Ketidakmampuan mengenakan sepatu
5) Ketidakmampuan mengenakan kaus kaki
6) Ketidakmampuan melepaskan atribut pakaian
7) Ketidakmampuan melepas sepatu
8) Ketidakmampuan melepas kaus kaki
9) Hambatan memilih pakaian
10) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan
11) Hambatan mengambil pakaian
12) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah
13) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas
14) Hambatan memasang sepatu
15) Hambatan memasang kaus kaki
16) Hambatan melapas pakaian
17) Hambatan melepas sepatu
18) Hambatan melepas kaus kaki
19) Hambatan menggunakan alat bantu
c. Defisit perawatan diri : makan
1) Ketidakmampuan mengambil makanan
2) Ketidakmampuan mengunyah makanan
3) Ketidakmampuan menghabiskan makanan
4) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke perlengkapan makan
5) Ketidakmampuan menggunakan perlengkapan makan
6) Ketidakmampuan memakan makanan yang aman
7) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah memadai
8) Ketidakmampuan memanipulasi makanan dalam mulut
9) Ketidakmampuan mengambil gelas dan cangkir
10) Ketidakmampuan menelan makanan
d. Defisit perawatan diri : toileting
1) Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
2) Ketidakmampuan menyiram toilet atau kursi buang air ( commode)
3) Ketidakmampuan naik ke toilet atau commode
4) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
5) Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
6) Ketidakmampuan untuk duduk ditoilet atau commode
7. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengakajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala defisist perawatan diri yang dapat ditemukan dengan wawancara, melalui
pertanyaan sebagai berikut :
a. Coba ceritakan kebiasaan/cara pasien dalam membersihkan diri?
b. Apa yang menyebabkan pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan
menggunting kuku?
c. Bagaimana pendapat pasien tentang penanmpilan dirinya? Apakah pus dengan penampilan
sehari-hari pasien.
d. Berapa kali sehari pasien menyisir rambut, berdandan, bercukur (untuk laki-laki ) secara
teratur?
e. Menurut pasien apakah pakaian yang digunakan sesuai dengan kegiatan yang akan
dilakukan?
f. Coba ceritakan bagaimana kebiasaan pasien mandi sehari-hari? Peralatan mandi apa saja
yang digunakan pasien?
g. Coba ceritakan bagaimana kebiasaan makan dan minum pasien?
h. Menurut pasien apakah alat makan yang digunakan sesuai dengan fungsinya?
i. Coba ceritakan apa yang pasien lakukan ketika selesai BAB/BAK?
j. Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB/BAK setelah BAB/BAK?
k. Tanyakan mengenai pengetahuan pasien mengenai cara perawatan diri yang benar?
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit kotor, berdaki/bau,
kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, oakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita
tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makanan dan minum secara mandiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya,
tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
Data hasil observasi dan wawancara didokumentasikan pada kartu status pasien di contoh
pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut :
Data : Pasien mengatakan belum mandi, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan bau, kuku
panjang dan kotor. Rambut acak-acakan, tidak disisir, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidask susuai, makan dan minum diambilkan oleh keluarga, makan berceceran, dan tidak
makan pada tempatnya, tidak menyiram dan membersihkan diri setelah BAB/BAK.

Pohon masalah defisit perawatan diri


Isolasi sosial

Effect

Defisit perawatan diri


2. Diagnosa keperawatan defisit perawatan diri
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala defisit perawatan diri yang
ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukan tanda dan gejala defisit perawatan diri, maka
diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah
Defisit perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK.

3. Rencana keperawatan Defisit perawatan diri dalam bentuk strategi pelaksanaan


Klien Keluarga
SPIP SPIK
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan 1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga
diri dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan cara menjaga 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, defisit
kebersihan diri perawatan diri yang di alami pasien beserta
3. Membantu pasien mempraktikkan prosesterjadinya.
cara menjaga kebersihan diri 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit
4. Menganjurkan pasien memasukkan perawatan diri.
dalam jadwal kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien. pasien dengan defisit perawatan diri.
2. Menjelaskan cara makan yang baik 2. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
3. Membantu pasien mempraktikkan langsung kepada pasien defisit perawatan diri.
cara makan yang baik.
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
harian pasien. rumah termasuk minum obat (discharge planning).
2. Menjelaskan cara eliminasi yang 2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
baik.
3. Membantu pasien mempraktikkan
cara eliminasi yang baik
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP4K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien.
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktikkan
cara berdandan.
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

Tindakan keperawatan untuk pasien defisist perawatan diri


1) Membina hubungan saling percaya dengan cara
a. Mengucapka salam setiap berinteraksi dengan pasien
b. Berkenalan dengan pasien : perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama pasien, berapa lama akan
dikerjakan dan tempatnya diman
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yangdiperoleh untuk kepentingan
terapi
f. Setiap saat tunjukan rasa empati pada pasien
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Melatih pasien cara-cara kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat melakukan tahapan
tindakan yang meliputi :
a. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
3) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan tahapan sebagai berikut :
a. Menjelaskan kebutuhan kebutuhan makan perhari dewasa 2000-2200 kalori untuk
perempuan dan untuk laki-laki antara 2400-2800 kalori setiap hari makan dan minum 8
gelas 2500 ml dan cara makan dan minum
b. Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib
c. Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum setelahmakan dan minum
d. Mempraktikkan makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK cecara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB/BAK mandiri sesuai tahapan berikut :
a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK
d. Mempraktikan BAB/BAK dengan baik
5) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : berpakaian, menyisir rambut, dan bercukur
Untuk pasien perempuan, latihannya meluputi : berpakaian, menyisir rambut dan berhias

4. Dokumentasi
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan keluarga
(pelaku rawat), berikut ini contoh pendokumentasian asuhan keperawatan defisit perawatan diri
pada kunjungan keempat
Implementasi Evaluasi
Tanggal : jam : S : Pasien
Data : - Pasien mengatakan sudah melakukan
Data pasien dan kemampuan mandi sehari 2 kali, sikat gigi (2 kali per
Pasien tampak bersih, badan dan rambut hari), cuci rambut (2 kali per minngu),
bersih dan tidak bau, rambut sudah disisir potong kuku (1 kali perminggu),
rapi, wajah menggunakan bedak, kuku berdandan dan mengganti pakaian dua
pendek dan bersih, gigi bersih dan tidak bau, klai sehari sehabis mandi pagi dan sore,
pakaian bersih dan sesuai, dapat mengambil makan 3 kali sehari, dan minum 6-8 gelas
makan sendiri, makan pada tempatnya, sehari. BAB/BAK dikamar mandi
kemampuan pasien mandi 2 kali sehari, S : keluarga
menggosok giig 2 kali sehari , keramas 1. Keluarga mengatakan anaknya dapat
sudah 1 kali, gunting kuku 1xseminngu, melakukan kegiatan sesuai jadwal
berdandan dan berpakaian, makan dan 2. Keluarga mengatakan senang dapat
minum ( semua kegiatan dilakukan secara membimbing anaknya untuk melakukan
mandiri), pasien mengatakan kadang masih kebersihan diri
suka BAK sembarangan 3. Keluarga mengatakan akan terus
memotivasi anaknya unutk melakukan
Data keluarga dan kemampuan sesuai jadwal
Keluarga mengatakan sudah mengetahui 4. Keluarga mengatakan akan berobat rutin
apa itu kebersihan diri , kurang perawatan ke puskesmas dan mencegah agar
diri, tanda dan gejala serta proses terjadinya anaknya tidak kambuh lagi
masalah. Keluarga mampu melatih dan
membimbing pasien cara melakukan O : Pasien
perawatn diri, berdandan/berpakaian, 1. Pasien tampak bersih, badan rambut
makan/minum. bersih dan tidak bau, rambut sudah disisir
rapi, wajah menggunakan bedak, kuku
DK : pendek dan bersih, gigi bersih dan tidak
Defisit perawatan diri bau.
2. Pasien mandi 2x sehari, dilakukan sendiri,
Intervensi : sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2
Tindakan ke pasien kali per minngu), potong kuku (1 kali
Evaluasi kegiatan kebersihan diri, perminggu), berdandan dan mengganti
berdandan, makan dan minum. Beri pakaian dua klai sehari sehabis mandi
pujianjelaskan cara BAB/BAK yang baik, pagi dan sore, makan 3 kali sehari, dan
melatih BAB/BAK yang baik, maemasukan minum 6-8 gelas sehari. BAB/BAK
pada jadwal kegiatan untuk melatih dikamar mandi
kebersihan diri, berdandan, makan dan
minum dan BAB/BAK. O : Keluarga
1. Keluarga tampak melatih dan
Tindakan ke keluarga membimbing cara merawat diri dan
Evaluasi kegiatan kelaurga dalam berdandan dan makan dan minum,
merawat/melatih pasien kebersihan diri, BAB/BAK pada anaknnya
berdandan,makan dan minum. Beri pujian, 2. Keluarga kooperatif
membimbing keluarga BAB/BAK, pasien. 3. Keluarga mengerti tanda-tanda
Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, kekambuhan dan control teratur ke
anjurkan membantu pasien sesuai jadwal puskesmas
dan memberikan pujian.
RTL : A:
Pasien Pasien mampu melakukan kebersihan diri,
Melakukan kebersihan diri sesuai jadwal berdandan, makan munum dan BAB/BAK
Keluarga
Memotivasi dan membimbing untuk P:
melakukan kebersihan diri sesuai jadwal. P Untuk Pasien
Follow up ke puskesmas dan pencegahan Pasien mandi 2x sehari, dilakukan sendiri,
kekambuhan sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2 kali
per minngu), potong kuku (1 kali perminggu),
berdandan dan mengganti pakaian dua klai
sehari sehabis mandi pagi dan sore, makan 3
kali sehari, dan minum 6-8 gelas sehari.
BAB/BAK dikamar mandi

P untuk Keluarga
Memotivasi dan membimbing pasien sesuai
jadwal : mandi 2x sehari, dilakukan sendiri,
sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2 kali
per minngu), potong kuku (1 kali perminggu),
berdandan dan mengganti pakaian dua klai
sehari sehabis mandi pagi dan sore, makan 3
kali sehari, dan minum 6-8 gelas sehari.
BAB/BAK dikamar mandi
DAFTAR PUSTAKA
Atum Sri. 2017. Modul Praktik Keperawatan Jiwa. Asosiasi Institusi Pendidikan Vokasi Keperawatan
Indonesia (AIPVIKI). Jakarta Pusat

Damaiyanti Mukhripah, dan Iskandar. Asuhan Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama. Bandung
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

NURUL MADHANIA

NIM : P00220218050

POLTEKKES KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T. A 2020/2021
1. Definisi Perilaku Kekerasan (PK)
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep, 2010).

2. Rentang Respon Marah


Menurut yosep, (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia
“tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan “. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

Respon Adaptif respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapk mencapai tidak dapat mengekspres marah dan
an marah tujuan mengungkapa ikan secara bermusuhan
tanpa kepuasan/saat kan fisik, tapi yang kuat dan
menyalahkan marah dan perasaannya, masih hilang kontrol,
orang lain dan tidak dapat tidak berdaya terkontrol, disertai amuk,
memberikan menemukan dan menyerah mendorong merusak
kelegaan alternatifnya orang lain lingkungan
dengan
ancaman.

3. Etiologi
Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan yaitu:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
a) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maaupun lingkungan.Dalaam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor psikologis
a) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi
terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif
karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
b) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada
saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau
luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka
individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor social kultural
a) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.
b. Faktor prespitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.

4. Mekanisme Koping
Menurut stuart dan laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok, dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orangtuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia
mulai bermain perang perangan dengan temannya.

5. Tanda Dan Gejala


Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
10) Jalan mondar-mandir

6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi:
1) Obat anti psikosis:Penotizin
2) Obat anti depresi:Amitripilin
3) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
4) Obat anti insomnia:Phneobarbital
b. Non-Farmakologi:
1) Terapi Keluarga: Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
2) Terapi Kelompok: Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi Musik: Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.
7. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan (pada diri


sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal
Effect

Perilaku kekerasan
Core problem

Harga diri rendah

Causa

8. Diagnosa keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
c. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal).
Rencana Keperawatan

Diagnose Tujuan Kriteria Intervensi


keperawatan evaluasi

Pasien mampu Kriteria SP. 1 ( 06 Januari 2019 )


Perilaku a. Mengidentifikasi evaluasi 1. Membina hubungan
penyebab dan Setelah 2 kali saling percaya
kekerasan
tanda perilaku pertemuan 2. Identifikasi penyebab,
kekerasn pasien dapat tanda, gejala, dan
b. Menyebut jenis menyebutkan akibat serta perilaku
perilaku penyebab kekerasan yang
kekerasan yang tanda, gejala dilakukan dan
pernah dilakukan dan akibat akibatnya.
c. Menyebutkan perilaku 3. Latih cara fisik 1 : tarik
akibat dari kekerasn serta nafas dalam
perilaku mampu 4. Masukan dalam jadwal
kekerasan yang memperagakan harian pasien
dilakukan secara fisik 1
d. Menyebutkan untuk
cara mengontrol mengontrol
perilaku kekerasan
kekerasan Setelah 2 Sp.2 (08 Januari 2019 )
e. Mengontrol kali pertemuan 1. Evaluasi kegiatan yang
perilaku pasien mampu lalu (Sp.1)
kekerasan menyebutkan 2. Latih cara fisik 2 :
secara: kegiatan yang pukul kasur/ bantal
1. Fisik sudah Masukan dalam jadwal
2. Sosial/verbal dilakukan dan kegiatan harian pasien
3. Spritual mampu
4. Terapi memperagakan
psikofarmaka cara fisik 2
(patah obat) untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan

Setelah 2 Sp.3 (10 Januari 2019 )


kali pertemuan 1. Evaluasi kegiatan yang
pasien mampu lalu (Sp.1 & Sp.2 )
menyebutkan 2. Latih secara sosial/
kegiatan yang verbal
sudah a. Menolak dengan
dilakukan dan baik
mampu b. Meminta dengan
memperagakan baik
cara sosial/ c. Mengungkapkan
verbal untuk dengan baik
mengontrol 3. Masukan dalam jadwal
perilaku harian pasien
kekerasan
Setelah 1 Sp.4 (11 Januari 2019 )
kali pertemuan 1. Evaluasi kegiatan yang
pasien mampu lalu (Sp.1,Sp.2,&
menyebutkan Sp.4 )
kegiatan yang 2. Latih secara spritual :
sudah berdoa dan shalat
dilakukan dan Masukan dalam jadwal
mampu kegiatan harian pasien
memperagakan
perilaku
kekerasan
Setalah 1 Sp.5 (12 januari 2019 )
kali pertemuan 1. Evaluasi kegiatan yang
pasien mampu lalu (Sp.1, Sp.2,Sp.3 &
menyebutkan Sp.4 )
kegiatan yang 2. Latih patuh obat :
sudah a. Minum obat secara
dilakukan dan teratur dengan
mampu prinsip 5 B
memperagakan b. Susun jadwal
cara patuh minum obat secara
spritual teratur
3. Masukan dalam jadwal
kegiatan harian pasien

Keluarga Sp.1 ( tgl.


mampu : )
Merawat 1. Identifikasi masalah
pasien dirumah yang dirasakan
Kriteria hasil : keluarga dalam
Setelah kali merawat pasien
pertemuan 2. Jelaskan tentang PK
keluarga dari :
mampu 3. Latih 2 cara merawat
menjelaskan 4. RTL keluarga/ jadwal
penyebab, untuk merawat pasien
tanda/gejala,
akibat dan cara
merawat
pasien serta
mampu
memperagakan
cara merawat

Setelah kali Sp.2 (tgl. )


pertemuan 1. Evaluasi kemampuan
keluarga dapat keluarga (Sp.1)
menyebutkan 2. Latih (simulasi) 2 cara
kegiatan yang lain untuk merawat
sudah pasien
dilakukan da 3. Latih langsung ke
mampu pasien
merawat serta 4. RTL keluarga/ jadwal
dapat membuat keluarga untuk
RTL merawat pasien

Setelah Sp.3 (tgl.


kali pertemuan )
keluarga 1. Evaluasi Sp. 1 dan
mampu Sp.2
menyebtkan 2. Latih langsung ke
kegiatan yang pasien
sudah 3. RTL keluarga/ jadwal
dilakukan dan keluarga untuk
mampumerawa merawat pasien
t serta dapat
membuat RTL
Setelah Sp.4 (tgl. )
kali pertemuan 1. Evaluasi Sp.1, Sp.2
keluarga dan Sp.3
mampu 2. Latih langsung ke
malksanakan pasien
follow up dan 3. RTL keluarga/ jadwal
rujukan untuk merawat pasien
DAFTAR PUSTKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.

Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.

Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.

Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ;
Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.

Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1,
CV. Agung Seto; Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai