Disusun Oleh :
Kelompok 1
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan/panic. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering
dipandang sebagai rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku
kekerasan (violence) di sisi lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,
perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini akan memengaruhi perilaku
seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang
perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang
bagus (Buku Ajar Keperawatan Jiwa : 80).
C. Factor Predisposisi
1. Factor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi
PK.
2
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil
yang tidak menyenangkan.
c. Frustasi.
d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
2. Factor social budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respons-respons
yang lain. Factor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
terjadi. Budaya juga mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan
yang tidak dapat diterima.
3. Factor biologi
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic
(untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan
lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang
objek yang ada disekitarnya.
D. Factor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secra fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor
pencetus perilaku kekerasan adalah :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat dan bising.
Keterangan gambar :
J. Penatalaksanaan Umum
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis
efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi
ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi
Anna Keliat,1992).
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis
klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan
20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali
(seminggu 2 kali).
K. Pohon Masalah
L. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
M. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung
jawab. TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
1. Klien mau menjawab salam
2. Klien mau menjabat tangan
3. Klien mau menyabutkan nama
4. Klien mau tersenyum
5. Ada kontak mata
6. Mau mengetahui nama perawat
7. Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
1. Memberi salam atau panggil nama klien
2. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
3. Jelaskan tujuan interaksi
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Beri sikap aman dan empati
6. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2. Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri
nmaupun orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
1. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
2. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
3. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
Fitria ,N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta :
Selemba Medika.
Said ,S. 2013. Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal
04 Desember 2020 dari
https://www.academia.edu/41090884/LAPORAN_PENDAHULUAN_PERILAKU_KEKERASA
N