Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH KRONIS

Di Susun oleh :
Amelia Esa Putri 0432950119013
Aniisa Salsabila 0432950119002
Arifah Nur Islamia 0432950119025
Dila Asmaratul Azmi 0432950119027
Intan Furtuna Dewi 0432950119034
Shofi Sofiah Ikhsani 0432950119036
Siti Nuraeni 0432950119015

Dosen Pengampu :
Ns. Yusrini, M.Kep, Sp.Kep. J

JURUSAN D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN BANI SALEH
BEKASI
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.wb

Puji syukur Alhamdulillah Penyusun panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan Rahmat-nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai.

Adapun tujuan dari penyusun makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu Ns. Yusrini, M.Kep, Sp.Kep. J selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang asuhan keperawatan jiwa harga diri rendah kronis bagi para pembaca dan
penyusun.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ns. Yusrini, M.Kep, Sp.Kep. J yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan mata kuliah
Keperawatan Jiwa penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat mebangun untuk penyusun sangat diharapkan dengan
kesempurnaan makalah ini. Demikian semoga bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualikum Wr.Wb.

Bekasi, 4 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Tujuan...................................................................................................................................2

C. Sistematika Penulisan...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................................3

A. Pengertian.............................................................................................................................3

B. Psikodinamika.......................................................................................................................3

C. Rentang Respon....................................................................................................................4

D. Asuhan Keperawatan............................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................iv

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif dapat


mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti konflik yang dialami
sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan
meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Keliat, 2011). Gangguan jiwa merupakan
manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga
ditemukan ketidakwajaran dan bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua
fungsi kejiwaan (Muhith,2011).
Menurut (Herman, 2011) gangguan jiwa adalah terganggunya kondisi mental atau
psikologi seseorang dipengaruhi dari faktor diri sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang
dapat mempengaruhi prilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex,
keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-isitadat, kebudayaan dan
kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
dicintai, rasa permusuhan hubungan antar manusia.
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa
bertambah. Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia
2014 menunjukkan tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental,
sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%,
kemungkinan akan berkembang 25% pada tahun 2030. Menurut WHO gangguan jiwa
ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta
gangguan penggunaan zat dan alkohol 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1
juta melakukan bunuh diri di setiap tahun, dan hampir ¾ beban global penyakit
neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia saat ini menurut Riskesdas (2013)
adalah 236 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan
0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat

1
sebanyak 6% penduduk berusia 15,24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi
di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa
sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2 sebanyak 1.9
permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan menimbulkan masalah baru
yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh pasien.
Gangguan jiwa yang menjadi masalah utama di negara-negara berkembang adalah
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
kepercayaan diri, gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun
tidak langsung. Harga diri rendah merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan
tentang dirinya dan mempengaruhi orang lain. Harga diri tidak terbentuk dari lahir, tetapi
dipelajari dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat,
dan dengan lingkungan (Stuart, 2013).

B. Tujuan

1. Untuk menerapkan asuhan keperawatan dengan harga diri rendah kronis


2. Untuk mengetahui definisi,psikodinamika, rentang respon harga diri rendah kronis
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan harga diri rendah kronis

C. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan :
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sistematika Penulisan

BAB II Tnjauan Teori :

A. Pengertian
B. Psikodinamika
C. Rentan Respon
D. Asuhan Keperawatan

Daftar Pustaka

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Harga Diri Rendah Kronik adalah perasaan negative terhadap diri berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara yang berpikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi
ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa. ( Damaiyanti, 2014)

B. Psikodinamika

1. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang dalam
tinjaun life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada
masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapain masa remaja keberadaanya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan
tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuanya.
Menurut Stuart, 2006, faktor- faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik
meliputi factor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berkut:
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakkepercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.

3
b. Faktor Presipitasi
Menurut yosep, 2009. Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara situasional karena
trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
perkosaan atau dipenjara. Termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan
harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
2. Proses Terjadi Masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya
bahkan kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong
individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi
dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi
dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus
akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis. (Direja, 2011).
3. Komplikasi
Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain bisa mengakibatkan resiko perilaku kekerasan.

4
C. Rentang Respon

Adapun tentang respon konsep diri dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Respon Adaptif Respon maladptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan depersonalisasi


Diri positif Rendah Identitas

Gambar 2.1 Rentang respon Konsep Diri menurut (Stuart, 2007)


Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:
a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman
nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat mengapresiasikan kemampuan
yang dimilikinya
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu dapat
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam menilai suatu
masalah individu berfikir secara positif dan realistis.
Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:
a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak
kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan
kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan sdirinya dengan orang lain.

5
D. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Faktor Prediposisi
Menuurut Yosep. 2009, factor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri
yang tidak realistis (Sutejo, 2014)
b. Faktor Presipitasi
Menurut Sunaryo (2004) faktor prespitasi meliputi:
1) Konflik peran terjadi apabila peran yang diinginkan individu, sedang diduduki
individu lain.
2) Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran yang kabur,
sesuai perilaku yang diharapkan.
3) Peran yang tidak sesuai terjadi apabila individu dalam proses peralihan
mengubah nilai dan sikap.
4) Peran berlebihan terjadi jika seseorang individu memiliki banyak peran dalam
kehidupannya.
c. Manifestasi Klinis (Perilaku)
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah
menurut Fitria (2009) adalah:
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) selera makan kurang
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk

6
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah
d. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2006) mekanisme kopng termasuk pertahanan koping jangka
pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertahanan tersebut mencakup berikut ini:
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri
(misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televise secara obsesif)
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misalnya dalam
club sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau geng).
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatakan popularitas).
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini:
1) Penutupan identitas: adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.
2) Identitas negatif: asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarkat.
e. Sumber Koping
Menurut Stuart. (2006) semua orang, tanpa memperhatikan gangguan
perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi:
1. Aktivitas olahraga dan aktivitas diluar rumah
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan perawatan diri
5. Pendidikan atau pelatihan
6. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
7. Bakat tertentu
8. Kecerdasan
9. Imajinasi dan kreatifitas
10. Hubungan interpersona

7
f. Pohon Masalah

Pohon masalah Harga Diri Rendah menurut Fitria (2009)

Defisit Perawatan Diri Isolasi sosial Effect

Harga diri rendah Kronik Core Problem

Koping individu tidak efektif Causa

2. Diagnosa Keperawatan
Yosep (2014) menjelaskan terdapat beberapa masalah keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan harga diri rendah diantaranya adalah:
1. Harga diri rendah kronik
2. Isolasi sosial
3. Defisit Perawatan Diri
3. Perencanaan Keperawatan

N Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan Rasional


O keperawatan
1. Harga diri rendah Tujuan: 1.1 Bina hubungan 1. Hubungan saling
kronis TUM : saling percaya percaya merupakan dasar
Klien dapat berinteraksi untuk kelancaran
dengan orang lain. hubungan interaksi
TUK 1 : selanjutnya.
Klien mampu membina 2. Meningkat peran klien
hubungan saling percaya dalam mengekpolarasi
Kriteria Hasil: perasaan klien
Klien dapat menerima 3. Keterbukaan dan
kehadiran perawat setelah pengertian tentang

8
3x pertemuan kemampuan yang dimiliki
- Klien dapat adalah frasarat unttuk
mengungkapkan berubah
perasaan dan keberdayaan 4. Supaya klien bisa
saat menceritakan apa yang
ini secara verbal sedang dialami
a) Klien mau menjawab 5. Untuk memotivasi klien
salam
b) Ada kontak mata
c) Klien mau berjabat
tangan
d) Klien mau berkenalan
e) Klien mau menjawab
pertanyaan
f) Klien mau duduk
berdampingan dengan
perawat
g) Klien mampu
mengungkapkan
perasaannya.

TUK 2 : 2.1 Tanyakan pada klien


Klien mampu tentang :
menyebutkan penyebab a. Orang yang tinggal
menarik diri serumah dengan klien
- Klien dapat b. Orang yang paling
menyebutkan dekat dengan klien
minimal satu penyebab dirumah
menarik c. Apa yang membuat
diri : klien dekat dengan
a) Diri sendiri orang tersebut

9
b) Orang lain d. Orang yang tidak
c) Lingkungan dekat
dengan klien dirumah
e. Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang tersebut
f. Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain.
2.3 Kaji pengetahuan
klien tentang perilaku
menarik diri dan tanda-
tandanya
2.4 Diskusikan dengan
klien penyebab menarik
diri atau tidak mau
bergaul dengan orang
lain
2.5 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
2. Isolasi Sosial Tujuan: Setelah dilakukan Promosi Sosialisasi 1. Hubungan saling
tindakan keperawatan Observasi: percaya merupakan dasar
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi untuk kelancaran
keterlibatan social kemampuan melakukan hubungan interaksi
meningkat dengan kriteria interaksi dengan orang selanjutnya.
hasil : lain. 2. Diketahuinya penyebab
1. Minat Interaksi 2. Identifikasi ambatan akan dihubungkan dengan
meningkat. melakukan interaksi faktor resipitasi yang
2. Verbalisasi social dengan lain. dialami klien.

10
meningkat. Terapeutik: 3. Klien harus dicoba
3. Perilaku menarik diri 1. Motivasi berinteraksi secara
menurun.. meningkatkan bertahap agar terbiasa
keterlibatan dalam suatu membina hubungan yang
hubungan. sehat dengan orang lain.
2. Motivasi kesabaran 4. Mengevaluasi manfaat
dalam mengembangkan yang dirasakan klien
suatu hubbungan. sehingga timbul motivasi
3. Motivasi berinteraksi untuk berinteraksi.
diluar lingkungan (mis: 5 Keterlibatan keluarga
jalan-jalan, keotoko sangat mendukung
buku) terhadap proses
4. Diskusikan perubahan perilaku klien.
perencanaan kegiatan
dimasa depan.
5. Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan
kemampuan.
Edukasi::
1. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap.
2. Anjurkan ikut serta
kegiatan social dan
kemsyarakatan..
3. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain.
3. Defisit Perawatan Tujuan: Setelah dilakukan Dukungan Perawatan 1. pengetahuan tentang
Diri tindakan keperawatan Diri pentingnya perawatan

11
3x24 jam diharapkan Observasi: diri dapat meningkatkan
perawatan diri meningkat 1. Identifikasi kebiasaan motivasi pasien
dengan kriteria hasil : aktivitas perawatan diri 2. untuk mempermudah
1. Kemampuan mandi sesuai usia klien dalam melakukan
meningkat. 2. Monitor tingkat perawatan diri
2.Kemampuan kemandirian. 3. untuk mengawasi
mengenakan pakaian Terapeutik: pasien
meningkat. 1.Sediakan hubungan Dalam melakukan
3. Kememapuan makan yang terapeutik perawatan diri agar klien
meningkat. 2. Siapkan keperluan mau melakukan perawatan
4.Mempertahankan pribadi. diri sendiri
kebersihan mulut 3. Fasilitasi untuk 4. Agar klien bisa
meningkat. menerima keadaan melakukan perawatan diri
ketergantungan secara mandiri
Edukasi:
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan.

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Implementasi bertujuan untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Pada masalah keperawatan harga diri rendah kronis maka dilakukan
tindakan keperawatan dengan cara menggunakan percakapan startegi pelaksanaan 1
pada pasein harga diri rendah, setelah dirasa strategipelasksanaan 1 pada pasien harga
diri rendah berhasil maka boleh dilanjutkan ke strategi pelakasanaan ke 2 dan ke 3
pada pasien harga diri rendah. Adapun strategi pelaksanaan pada harga diri rendah
kronis menurut (Yusuf. Ah dkk, 2019) adalah sebagai berikut:

12
Strategi Pelaksanaan Pasien Strategi Pelaksanaan Keluarga
1. SP 1 Membina hubungan saling 1. SP 1 Mendiskusikan masalah yang
percaya,Menanyakan pada klien dihadapi keluarga dalam merawat
tentang :Orang yang tinggal pasien dirumah, menjelaskan tentang
serumah dengan klien,Orang yang pengertian, tanda dan gejala, harga diri
paling rendah, menjelaskan cara merawat
dekat dengan klien, dirumah, Apa yang pasien dengan
membuat klien dekat dengan orang harga diri rendah, mendemonstrasikan
tersebut, Orang yang tidak dekat dengan cara merawat pasien dengan harga diri
klien dirumah, Apa yang membuat, rendah dan memberi kesempatan
klien tidak dekat dengan orang tersebut, kepada keluarga untuk mempraktekkan
Mengupayakan yang sudah dilakukan cara merawat.
agar dekat dengan orang lain, Mengkaji
pengetahuan klien tentang perilaku
menarik diri dan tanda-tandanya,
Mendiskusikan dengan klien penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain, Memberi pujian
terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya 2. SP 2 Melatih keluarga
2. SP 2 Melatih pasien melakukan mempraktikkan cara merawat pasien
kegiatan lain yang sesuai dengan dengan masalah harga diri rendah
kemampuan pasien. Latihan dapat langsung kepada pasien.
dilanjutkan untuk kemampuan lain
sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan
menambah harga diri pasien. 3.SP 3 Membuat perencanaan pulang
bersama keluarga.

Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

13
1) Fase Orientasi
a) Salam Teraupeutik
“Assalamualaikum, saya perawat Siti Nuraeni, bisa dipanggil Nuraeni, saya
mahasiswa D3 keperawatan Stikes Bani Saleh yang sedang praktek di RSJ ini selama
dua minggu. Nama mba siapa? Nama panggilannya siapa? Senang dipanggil apa?
Mba saat ini usia berapa? Mba sudah bekerja? Mba anak ke berapa dari berapa
bersaudara? Bagaimana hubungan mba dengan saudara-saudara?”
b) Evaluasi / Validasi
“Apa yang terjadi dirumah sehingga mba dibawa kesini? Kapan kejadiannya? Siapa
yang mengantar mba kesini?”.
c) Kontrak
Topik: “Baiklah mba, bagaimana kalau kita bicara tentang kondisi saat ini?
Bagaimana kalau sekarang kita bicarakan tentang apa yang membuat mba tidak dekat
dengan orang lain dan lebih senang sendirian sehingga mba dibawa ke rumah sakit
ini? Selain itu
bagaimana kalau kita bahas penyebab, keuntungan dan kerugian menarik diri.
Tujuannya supaya saya dapat membantu mba menyelesaikan masalah yang sedang
mba alami saat ini”.
Waktu: “Berapa lama kita mau berbincang-bincang mba? Bagaimana kalau 30
menit?”
Tempat: “Dimana kita akan berbincang-bincang? Oh di kursi luar sini saja? Baiklah,
mari kita duduk disini”.
2) Fase Kerja
“Dengan siapa sekarang mba tinggal? Siapa dirumah yang paling dekat dengan mba?
Siapa keluarga dirumah yang tidak dekat dengan mba? Apa yang membuat ibu tidak
dekat dengan mereka? Apakah mba punya pengalaman yang tidak menyenangkan
dengan mereka? Bisa mba ceritakan pengalaman tersebut? Waktu pertama mba ke
RSJ ini siapa yang megantar? Siapa yang menemani mba ngobrol atau cerita saat
dirumah? Apa dirumah hanya mba yang jarang ngobrol atau adakah anggota keluarga
lainnya yang punya perilaku jarang ngobrol seperti mba? Apakah mba pernah
bekerja? Siapa orang yang paling berarti buat mba saat ini?

14
Apakah mba pernah merasakan kehilangan seperti orang orang yang mba cintai atau
kehilangan hal lainnya? Apa yang mba lakukan waktu dirumah? mba sekarang
tinggal dengan siapa? Siapa yang membiayai kebutuhan mba selama ini? Selama mba
dirawat di RSJ ini siapa yang peduli dengan keberadaan mba di sini? Siapa yang
merawat mba
dirumah? Apa yang mereka katakan dengan melihat kondisi mba? Apakah ada teman-
teman yang senasib dengan mba di lingkungan tempat tinggal mba? Selama mba
dirawat siapa yang membiayai?
Kenapa mba kok tidak akrab dengan orang yang ada disini atau teman-teman mba?
mba sudah berusaha apa belum berkenalan dengan teman yang lain? Mba tahu atau
tidak apa sih isolasi sosial dan tanda-tandanya? Saya jelaskan ya mba, harga diri
rendah itu apa? Harga diri rendah adalah suatu kondisi kesepian yang diekspresikan
oleh individu dan dirasakan sebagai yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan negative mengancam, tanda-tandanya yaitu tinggal sendiri didalam
ruangan, tidak mau berkomunikasi, tidak mau diajak bicara, kurangnya kontak mata.
Bagaimana mba apakah sudah mengerti? Kalau sudah mengerti saya akan bertanya
kepada mba, kenapa mba kok tidak mau berkenalan atau bergabung dengan yang
lain? Apa mba suka sendirian terus mba merasa senang? Jika sendirian apa tidak
bosan mba? Saya jelaskan ya apa keuntungannya banyak teman, mba bisa tidak selalu
sendirian, bisa berbagi cerita dan berkeluh kesah, jadi biar mba tidak stress sendirian,
tidak melamun, bisa bercanda dan banyak lagi. Ayo coba mba cerita sama saya
rasanya berjabat tangan dengan saya, bagaimana senang takut atau sedih? Nah
sekarang bagaimana mba jika
selalu sendirian dan tidak mau berhubungan dengan orang lain, apakah mba tau
kerugiannya? Bagus, mba sudah tau sebelum saya menjelaskan, saya tambahi ya
selain tidak punya teman, mba nanti selalu melamun, tambah stress, sedih terus tidak
bisa bercanda dan tidak ada hiburan”.
Apakah mba yakin bahwa masalah yang mba alami dapat diatasi? Baik, kalau
mabayakin masalahnya bisa diatasi. Supaya tidak lupa kita buat jadwa latihan
berkenalan seperti tadi? Mau berapa kali? Tiga kali sehari ya.. jam 10.00, 15.30 dan
jam 17.30”.

15
3) Fase Terminasi
a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif (Klien): “Bagaimana perasaan mba setelah kita berbincang-
bincang dan berkenalan?”
Evaluasi Obyektif (Perawat): “Sekarang coba mba berkenalan lagi dengan satu orang
perawat seperti yang tadi dilakukan”
b) Rencana Tindak Lanjut
“Mba sudah hebat mau berkenalan, nanti mba coba latihan berkenalan dengan teman
yang ada disini ya, seperti yang tadi kita lakukan”
c) Kontrak yang akan datang
Topik: “Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi, untuk mengulangi berbincang-
bincang dengan saya?”
Waktu: “Bagaimana kalau jam 08.00 s.d 08.30?”
Tempat: “Kita lakukan di kursi luar sini saja ya mba..”
5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan yaitu kegiatan aktif dari proses keperawatan, dimana


perawat dapat menilai hasil yang diharapkan terhadap masalah dan menilai sejauh
mana masalah dapat diatasi. Pengumpulan data perlu dikoreksi untuk menentukan
kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku dalam hal
keakuratan dankelengkapannya. Menurut direja (2011), evaluasi dapat dilakukan
dengan cara menggunakan pendekatan SOAP diantaranya sebagai berikut :
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Dapat
diukur dengan menanyakan “bagaiamana perasaan bapak/ibu setelah latihan nafas
dalam?”
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan atau
menanyakan kembali apa telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai dengan
hasil observasi.
A: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul masalah baru atau adakontraindikasi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

16
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat

17
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti & Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Stuart. 2007. Buku Saku Keperawatan. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan JiwaCetakan kedua (edisi revisi). Bandung. PT Refrika
Aditama

iv

Anda mungkin juga menyukai