OLEH :
NAMA : M. Rivalsyah
NIM : 1702040142
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
KONSEP DASAR MEDIS
A. PENGERTIAN
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan
cedera, hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004).
Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat mengalami
dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali, kehilangan kepercayaan diri,
peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton dan Andrews, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa
jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan
seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka.
B. ETIOLOGI
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan
fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi
warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi
dan pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat gravitasi,
mengganggu keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada
akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan properosepsi
membua lansia sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh
lantai licin dan mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit
parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu
yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).
C. FAKTOR RISIKO
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses
penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke
dan gangguan ortopedik serta neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah
kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang
menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Perubahan status
mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden jatuh.
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan
lantai yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang
tinggi dan tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar
mandi dan lorong.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi
pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali
lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh,
biasanya akibat kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan
perubahan status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat
kaki empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin
jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang
merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
D. KOMPLIKASI
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 2005;
Van – der – Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus,
lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini
harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik,
arsitek dan keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus
karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.
Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih
mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta
efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi,
perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai
terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang
dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh
umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan
ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan,
semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan
pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur
kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan,
dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,2005).
G. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya ( Kane,2005).
Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok,
sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau
bersin, sedang menoleh tiba – tiba atau aktivitas lain.
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-
tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit
sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat –
tempat kegiatanny.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
c. Jantung : aritmia, kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem
kaki ( podiatrik ), deformitas.
BAB III
KONSEP DASAR ASKEP
1. KASUS
Dalam kunjungan rumah di Bhakti Luhur di dapatkan seorang lansia Ny.D (82 thn)
yang tinggal sendiri. Saat ditanya mengenai keluhan yang dialaminya lansia
mengatakan kakinya sering nyeri akibat pernah jatuh, karna setiap berjalan kadang
kakinya sering nyeri, lansia juga mengatakan bahwa merasa nyeri pada bagian yang
jatuh karna sering terpeleset, wajah lansia terlihat meringis kesakitan menunjukan
daerah nyeri tersebut.
1.2 Pembahasan
1. Pengkajian
A. Data Biografi
Nama : Ny.D
Umur : 82 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Batak Toba/Indonesia
Agama : Kristen protestan
Status Perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : TB : 140 cm BB : 55 kg
Penampilan umum : Baik
Alamat : Jln.Bhakti Luhur Gg.Rahayu
Orang yang mudah dihubungi : Ny.S
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jln.Bhati Luhur
B. Riwayat Keluarga
Genogram
Tn.D
Ny.D
60
Keterangan :
= Meninggal = Laki -Perempuan
= Menikah
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan sebelumnya : Pedagang
Sumber-sumber pendapatan : Dibiayain Oleh Anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup
E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-
F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter
Jarak dari rumah : 2 km
Rumah sakit : 6 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat klien
dengan membawanya ke RS jika ada keluhan tentang kesehatan
G. Kebiasaan ritual(beribadah)
Rajin Sholat 5 waktu
H. Status Kesehatan Saat Ini
A. Obat-obatan: lansia sedang tidak minum obat apapun
B. Status imunisasi: -
C. Alergi: -
D. Penyakit yang di derita: -
I. Status kesehatan masalalu:
Klien mengatakan Empat tahun lalu terkena hipertensi dan rutin mengonsumsi
obat diuretik
J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1. Keadaan umum
Baik, klien tampak bersih
2. Tingkat kesadaran
Refleks membuka mata (eye): Spontan = 4
Respon Motorik (motorik):Respon baik dengan perintah: 6
Respon Verbal (verbal) : Orientasi baik : 5
Jumlah Nilai GCS = 15
Interpretasi GCS : Normal (Compos Mentis)
3. Tanda-tanda vital
TD :130/110 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,5 ° C
4. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis kiri
Palpasi: teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus
kordis 1 cm
Perkusi:
-batas atas jantung : ICS 3
-batas kanan : linea midsternalis dextra
-batas kiri : mid aksilaris sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II terkesan murni,tunggal,irama jantung
teratur
5. Sistem pernafasan
Inspeksi : dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada pembesaran abnormal, fremitus taktil normal
Perkusi : bunyi normal, resonan/vesikuler, suara paru ka/ki sama dan
seimbang
Auskultasi : tidak ada ronkhi, wheezing, krekels basah
6. Sistem integumen
- Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput (+)
- Palpasi: turgor baik
- Inspeksi : baik
7. Sistem perkemihan
Inspeksi : -
Palpasi : tidak terdapat distensi pada kandung kemih
8. Sistem muskuloskeletal
ROM klien baik/penuh
Ekstremitas bawah : Kekuatan otot kaki kiri dan kanan sama yaitu pada
skala 5
ada nyeri pada bagian bokong akibat terjatuh skala 5
9. Sistem endokrin
- Klien mengatakan tidak menderita kencing manis.
- Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar
10. Sistem immune
- Klien mengatakan sudah lengkap imunisasi
- Riwayat penyakit yang berkaitan dengan imunisasi tidak ada
11. Sistem gastrointestinal
Bising usus normal pada auskultasi abdomen
Klien mengatakan tidak ada kesulitan mengunyah makanan
12. Sistem reproduksi
- Klien mempunyai 2 orang anak dari hasil pernikahannya, riwayat
berhenti menstruasi 7 tahun yang lalu.
13. Sistem persyarafan
N.I(Olfaktorius):
fungsi penghiduan/penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung kemudian
disuruh untuk menghidu bau kopi, pasien dapat menyebutkan dengan benar
N.II(Optikus)fungi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 1 meter
N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya lambat,bola mata mampu
digerakkan ke segala arah.
N.V (Trigeminus)
Sensorik:Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi dengan mata tertutup
setelah dilakukan berulang-ulang
Motorik:Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien disuruh mengunyah
N.VII (Fascialis)
Sensorik:Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik:Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
N.VIII (Akustikus)
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan dibelakang telinga
N.IX (Glossofaringeus)
Kemampuan menelan baik walaupun dilakukan perlahan-lahan ketika minum air
N.X (Vagus)
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di tengah
N.XI(Assesorius)
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-lahan
N.XII(Hypoglosus)
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar ,dan gerakan lidah mendorong pipi kiri dan
kanan dari arah dalam
Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan indeks Katz, disimpulkan
Skore..)
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Resiko Penglihatan
Tinggi berkurang,
lansia mengatakan sering terpeleset saat ingin ke
kejadian lingkungan
toilet
Jatuh rumah yang
lansia mengatakan penglihatannya sudah berkurang
berulang tidak
DO :
mendukung
lantai terlihat Licin, penerangan kurang, tidak ada
pegangan tangan untuk toilet.
N.II (Optikus) fungsi penglihatan
Pasien dapat menyebutkan angka yang ditunjukan
pada jarak 1 meter
N.III,IV,VI(Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks
cahaya lambat
DS : Nyaman trauma
/Nyeri jaringan akibat
lansia juga mengatakan bahwa merasa nyeri pada
jatuh
bagian yang jatuh karna sering terpeleset
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang, lingkungan
rumah yang tidak mendukung
Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
3. Intervensi
Resiko Tinggi kejadian Jatuh berulang b.d Penglihatan berkurang, lingkungan
rumah yang tidak mendukung
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien mampu untuk
menurunkan risiko jatuh pada diri klien. Ditandai dengan:
Intervensi Rasional
Lakukan modifikasi Modifiasi lingkungan dapat
lingkungan agar lebih aman menurukan risiko jatuh pada
Ajarkan klien tentang upaya pasien.
pencegahan cidera
(menggunakan pencahayaan Meningkatkan kemandirian
yang baik,pengunaan alat pasien untuk mencegah risiko
bantu jalan seperti tongkat jatuh.
,mengunakan kacamata dll).
kl
1. Evaluasi keperawatan
S : lansia mengatakan sudah memodifikasi lingkungan dan memakai alat
bantu jalan dan melihat, pasien juga mengatakan tidak merasa nyeri lagi
O : - lantai tidak licin, pencahyaan baik, tepasang pegangan di toilet, pasien
memakai tingkat dan kacamata, pasien terlihat baik dan tidak merasa nyeri
A : Masalah teratasi
P : Masalah teratasi pasien pulang.