OLEH KELOMPOK 2
1. HOFIZAH ASTUTIK
2. HUSNUL KHOTIMAH
3. ISNA RUQIANA
4. ISNIAWATI
5. L. DODY APRIATAMA
6. L. HADI SUPRATMAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam
pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri
dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan
bagian integral kesehatan. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan.
(Undang-undang Kesehatan No.36 tahun, 2014).
Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan
fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2009).
Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari
satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala
yang tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan
kreraktivitas). Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien geriatri umumnya
adalah penyakit degeneratif kronik (Kane, 2008).
3
dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung
benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan lain-lain
(Darmojo, 2009).
Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita, seperti
hipertensi, stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes. Perubahan-
perubahan akibat proses penuaan seperti penurunan pendengaran, penglihatan, status
mental, lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki bawah, gangguan
keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang
kurang, bendabenda dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur
atau tempat buang air yang terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu
jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada
lansia (Maryam, 2008).
Faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik, faktor intrinsik
antara lain sistem saraf pusat, demensia, gangguan sistem sensorik, gangguan sistem
kardiovaskuler, gangguan metabolisme, dan gangguan gaya berjalan. Faktor
ekstrinsik meliputi lingkungan, aktifitas, dan obat-obatan, selama proses menua,
lansia mempunyai konsekuensi untuk jatuh salah satu masalah kesehatan yang sering
terjadi pada lansia adalah instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah
jatuh. Jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami tetapi jatuh bukan merupakan bagian
normal dari proses penuaan (Stanley, 2006).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian jatuh pada
lansia. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada
lansia, mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk mencari adanya faktor intrinsik
risiko jatuh, keadaan lingkungan rumah yang berbahaya yang dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan dilakukan untuk
berpindah tempat dan pindah posisi, penilaian postural sangat diperlukan untuk
mengurangi faktor penyebab terjadinya risiko jatuh, serta mengatur atau mengatasi
fraktur situasional dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan
lansia secara periodik (Mariyam, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beralasan mengambil judul
penelitian tentang. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Gerontik dengan Gangguan
Keamanan : Resiko Jatuh ”.
5
B. RUMUSAN MASALAH
Jatuh adalah suatu kejadian secara tiba-tiba dan tidak disengaja yang mengakibatkan
seseorang terbaring atau terduduk dilantai (Maryam, 2008). jatuh pada lanjut usia
merupakan masalah yang sering terjadi, penyebabnya adalah multi-faktor, serta
banyak yang berperan didalamnya, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik.
Pencegahan risiko jatuh pada lansia misalnya dengan memindahkan benda berbahaya,
ruangan tidak gelap, lantai tidak licin dan lain-lain. Peningkatan jumlah penduduk
lansia berdampak pada masalah-masalah yang ditimbulkan seperti yang diuraikan
diatas salah satunya adalah risiko jatuh.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan Pada Klien Gerontik dengan Gangguan
Keamanan : Resiko Jatuh”.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien gerontik dengan gangguan
keamanan : resiko jatuh.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian dari resiko jatuh.
b. Memahami penyebab dari jatuh pada lansia.
c. Memahami faktor risiko jatuh pada lansia.
d. Memahami pencegahan jatuh pada lansia.
e. Memahami komplikasi jatuh pada lansia.
f. Memahami pendekatan diagnostik dari jatuh pada lansia.
g. Memahami penatalaksanaan jatuh pada lansia.
h. Memahami asuhan keperawatan pada lansia.
6
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah terdiri dari:
1. Bagi Intitusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gerontik dengan Gangguan Keamanan : Resiko Jatuh dan sebagai sumber bacaan
bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan, bahan kajian, atau pengembangan terhadap ilmu keperawatan
khususnya keperawatan gerontik.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga dan
masyarakat bahwa kejadian jatuh pada lanjut usia berhubungan erat dengan faktor
kondisi lingkungan fisik rumah yang membahayakan sehingga keluarga dan
masyarakat dapat memodifikasi kondisi lingkungan fisik rumah yang baik dan
aman bagi lanjut usia dalam mencegah kejadian jatuh pada lanjut usia.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat,
memberikan kritik dan saran, serta tambahan informasi guna memecahkan
masalah atau mencari solusi untuk menurunkan faktor risiko yang dapat
menyebabkan jatuh pada lansia.
7
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. KONSEP LANSIA
1. Definisi lanjut usia
Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual, karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan
Lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan (Nugroho, 2008).
2. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Lansia menjadi
empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60-74 tahun. lanjut usia tua (old) adalah 75-90, usia sangat tua (very old)
adalah diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah
memasuki atau mencapai usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008)
Biasanya, sifat ini terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang menghadapi proses
menua.
c. Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat,
tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan
bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang pensiun, tidak suka bekerja, dan
senang berlibur, banyak makan, dan banyak minum.
d. Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat
pekerjaan/jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering
tidak terkontrol, memegang teguh kebiasaan, bersifat konpultif aktif, dan
menyenangi masa pensiun.
e. Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang
berjuang, bisa menjadi panutan.
f. Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk. Lanjut usia sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g. Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga. Biasanya,
pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu bukan hal yang
baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu masalah
pekerjaan, dan aktif menghindari masa yang buruk.
h. Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini bersifat
kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami
penurunan sosial-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri. Lanjut usia tidak
hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai
tidak berguna karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak
bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin cepat
mati.
Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat menghindari kesalahan
atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan asuhan keperawatan. Tentu saja tipe
tersebut hanya suatu pedoman umum dalam praktiknya, berbagai variasi dapat
ditemukan.
9
Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan
fisik dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses
penuaan (Mubarak, 2009).
5. Masalah yang Terjadi pada Lansia
2. Etiologi
a. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.
b. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
c. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi warna
dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
d. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan
pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat gravitasi, mengganggu
keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada akhirnya
mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan dan properosepsi membua lansia
sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan
mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat mengganggu
fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang bersangkutan berisiko
terhadap jatuh (Lord, 2005).
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai
yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan
tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada
minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali lingkungan
sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh,
biasanya akibat kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan
status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan
alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan
walker. Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan
dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang
merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.
4. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 2005; Van –
der – Cammen, 2000 )
a. Perlukaan ( injury )
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
13
c. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi
komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan
kepercayaan diri penderita.
a. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus
terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik,
bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan
keluarga penderita.
14
7. Pendekatan diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
a. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya ( Kane,2005).
Anamnesis ini meliputi :
1. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang
menoleh tiba – tiba atau aktivitas lain.
2. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
3. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
4. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat – tempat
kegiatanny.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
2. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
3. Jantung : aritmia, kelainan katup
4. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
5. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki
( podiatrik ), deformitas.
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/kelaianan
pada sendi.
b. Kardiovaskular:
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas Ego:
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
( misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/Cairan:
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene:
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi,
ketergantungan.
f. Neurosensori:
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/Kenyamanan:
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
h. Keamanan:
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
i. Interaksi Sosial:
17
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
2. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbataan rentang gerak.
b. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
c. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan fraktur,
pemasangan traksi pen, imobilitas fisik.
3. Intervensi
a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan
fleksibilitas sendi-sendi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda dan gejala penurunan Memberikan informasi sebagai dasar
mobilitas sendi, dan kehilangan dan pengawasan keefektifan intervensi.
ketahanan
Observasi status respirasi dan fungsi Memberikan informasi tentang status
jantung klien. respirasi dan fungsi jantung klien.
Observasi lingkungan terhadap bahaya- Mencegah risiko cedera pada lansia
bahaya keamanan yang potensial. Ubah
lingkungan untuk menurunkan bahaya-
bahaya keamanan.
Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya Meningkatkan harga diri:
latiha meningkatkan rasa kontrol dan
kemandirian klien
Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang Membantu perawatan diri dan
tepat kemandirian pasien.
b. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan akibat jatuh
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
- Klien menyatakan nyeri terkontrol
18