Anda di halaman 1dari 29

TUGAS

KEPERAWATAN GERONTIK

Oleh : Kelompok VI
Semester : VII
Prodi : Keperawatan

 Indri Yaplalin
 Iryani Rumalean
 Ilma Liambana
 Adelia Suryani Slamat
 Insan
 Intan A. Raharusun

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)


Maluku Husada
Ambon
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah kami.ini sebagai salah satu tugas matakuliah Keperawatan Gerontik semester VII
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita tentang cara melakukan asuhan keperawatan pada lansia. Akhirnya kami menyadari
sepenuhnya bahwa “tiada gading yang retak” begitupun dengan makalah ini yang masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik serta masukan yang membangun selalu diharapkan
guna menunjang langkah selanjutnya.
Terima kasih.

Ambon 10 Januari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

 Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan

Keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis yang

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan klien

mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat

terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Keamanan yang ada didalam

lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cidera, memperpendek

lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan kesejahteraan klien.

Jatuh merupakan salah satu bahaya yang mengancam keamanan dan keselamatan
terhadap manusia. Selain itu, 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dan seluruh kecelakaan
yang terjadi di RS adalah lah jatuh. Dalam makalah ini penyusun akan mencoba membahas
tentang asuhan keperawatan apa yang bisa dilaksanakan untuk mencegah resiko jatuh
terhadap lansia.
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan

didalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya

berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkoppe dan dizzines,

serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,

penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya. Jatuh adalah kejadian

yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih

rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan survei di

masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari umur 65 tahun

jatuh setipa tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum lebih

dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0.6/orang.

Insiden di rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak. Lima persen dari penderita jatuh

ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. Kecelakaan

merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992. kematian akibat

jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter

pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit lain misalnya serangan

jantung mendadak.

Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia.

Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan

osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya

fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai resiko lebih tinggi

dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat

jatuh.resiko untuk terjadinya perlikaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari

penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya.

Sehingga dalam mencegah jatuh pada lansia perlu dianjurkan untuk melakukan aktivitas

fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik

yang dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat dan dapat

menurunkan risiko jatuh.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. JATUH

1. Pengertian

Pengertian Jatuh Menurut Reuben (1996), jatuh merupakan suatu masalah yang sering

terjadi pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang mengakibatkan seseorag mendadak

terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka. Banyak faktor yang berperan didalamnya, kelemahan otot

ekstremitas bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi

lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan kurang terang dan

sebagainya. Jatuh merupakan factor risiko patah tulang pada orang dengan kepadatan

mineral tulang (Bone Mineral Density) rendah. Keadaan inilah penyebab terbesar untuk

patah tulang meliputi punggung, pinggang, pergelangan tangan, pinggul dan lengan

bagian atas (Watson, 2003).

2. Faktor Resiko Jatuh Pada Lansia

Untuk dapat mengetahui faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas

badan ditentukan atau dibentuk oleh :

a. Sistem sensorik : visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler, dan

proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan


gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan

pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena

adanya perubahan fungsi vestibulerakibat proses menua. Neuropati perifer dan

penyakit degenaratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan

sensorik tersebut mebnyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami

sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.

b. Sistem saraf pusat (SSP). SSP akan memberikan respon motorik untuk

mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, sering

diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak

baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992 dalam Watson, 2003).

c. Kognitif. Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya

resiko jatuh. Dengan adanya penurunan kemampuan kognitif, maka kewaspadaan,

status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan mempengaruhi

kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses informasi yang

diperlukan untuk berpindah atau mobilisasi secara aman.

d. Muskuloskeletal. Faktor ini berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan

muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan. Hal ini berhubungan dengan

proses menua yang fisiologis. Gangguan musculoskeletal yang terjadi akibat proses

menua tersebut antara lain disebabkan oleh kekakuan jaringan penghubung,

berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf, penurunan visus/lapang

pandang, kerusakan proprioseptif sehingga menyebabkan penurunan range of motin

(ROM) sendi, penurunan kekuatan otot terutama menyebabkan kelemahan

ekstremitas bawah, perpanjangan waktu reaksi, kerusakan persepsi dalam dan

peningkatan postural sway (goyangan badan) (Watson, 2003).


Secara umum faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :

1) Faktor Intrinsik, dibagi menjadi 3 faktor yaitu :

a) Faktor host (diri lansia). Diantaranya adanya disability, penyakit yang

sedang diderita, perubahan neuromuskuler, gangguan keseimbangan,

gangguan musculoskeletal (berjalan) dan reflek postural, perubahan akibat

proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus/penglihatan

lainnya (katarak), penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain,

lambatnya pergerakan, hidup sendiri), neuropati perifer dan berbagai

penyakit seperti stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh

sebagian, arthritis, Parkinson, kekakuan alat gerak, depresi, gangguan

sistem kardiovaskuler (syncope).

b) Faktor aktifitas. Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil,

mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak

aktif atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian terhadap 4.862

penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan

penderita dengan risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan

sedikit gangguan keseimbangan.

c) Faktor obat-obatan. Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang

bermakna terhadap penderita. 4 obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh.

Jatuh akibat terapi obat dinamakan jatuh iatrogenik. Obat-obatan yang

meningkatkan risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hipnotik

yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek

samping menyerupai sindroma parkinson. Golongan Transquilizer mayor

(misalnya phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan

benzodiazepin juga meningkatkan risiko jatuh.


3. Faktor Ekstrinsik. Misalnya faktor lingkungan terutama yang belum dikenal karena

mempunyai risiko terhadap jatuh 22%, sedangkan pada lingkungan yang sudah dikenal (di

rumah) lebih banyak disebabkan oleh faktor host (dirinya). Faktor lingkungan terdiri dari

penerangan yang kurang, peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat

tidur atau toilet yang terlalu rendah, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah

tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil, tempat berpegangan yang tidak kuat

atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem

dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda di lantai yang licin

atau mudah tergeser, lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau

menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara

penggunaannya, obat-obat yang diminum (Kane, 1994 dalam Nugroho, 2000

4. Penyebab Jatuh Pada Lansia

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa factor antara

lain :

a. Kecelakaan. Merupakan penyabab jatuh yang utama (30 - 50% kasus jatuh lansia)

misalnya terpelesat, tersandung. Gabungan antara lingkungan yang kurang baik

dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena penglihatan kabur.

b. Nyeri kepala atau vertigo, Penyakit vestibular, penyakit sistem sistem saraf pusat.

c. Sinkop, hilang kesadaran mendadak.

d. Drop attacks, Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menybabkan jatuh tanpa

kehilangan kesadaran.
e. Hipotensi orthostatic, Hipovolemia atau cardiak output yang rendah, disfungsi

otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotensi akibat obat–

obatan, hipotensi postprandial (sesudah makan).

f. Obat-obatan, missal Diuretik, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedatif,

antipsikotik, hipoglikemia, alcohol.

g. Proses penyakit, misal penyakit akut : Kardiovaskular : aritmia, penyakit katup

jantung (stenosis aorta), sinkop sinus carotid, Neurologis : TIA, strok akut, gangguan

kejang, penyakit parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi pada

korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan normal

(gangguan gaya berjalan), lesisitem saraf pusat (tumor, hematomi subduraal).

h. Idiopatik, tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi (Watson, 2003).

5. Manifestasi Klinis

a. Cedera dan kerusakan fisik

b. Fraktur

c. Ansietas

d. Hilangnya rasa percaya diri

e. Depresi

f. Hilangnya kemandirian (Nugroho, 2000)

6. Komplikasi

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi sebagai berikut :

a. Perlukaan (injury) : rusaknya jaringan lunak yang terasa sngat sakit berupa robek atau

tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, Patah tulang (fraktur), pelvis,

femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista, Hematoma subdural.


b. Disabilitas

c. Kematian (Watson, 2003)

7. Pencegahan

Ada tiga usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain :

a. Identifikasi faktor resiko. Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk

mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan

sensorik, neurologik, muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang sering mendasari

atau menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tapi jangan

menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih dari benda-benda kecil yang

susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapt bergeser

sendiri). Peralatan rumah tangga sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak

mengganggu jalan atau tempat aktivitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin,

sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya

dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. Obat-obatan yang menyebabkan

hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat

selektif. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau

walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan aman tidak mudah bergeser

serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.

b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan. Lansia harus dievaluasi bagaimana

keseimbangan badannyadalam melakukan gerakan pindah tempat, pidah

posisi.penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh

pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka

diperlukan bantuan latihan rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan juga harus
dilakukan dengan cermat, apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak

mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,

apakah kekuatan otot ekstermitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa batuan.

c. Mangatur / mengatasi faktor situasional. Faktor situasional yang bersifat serangan

akut yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia

secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan

mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang

berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu

diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita,

aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai

hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik,

maka dianjurkan lansia tidak melakuakn aktifitas fisik yang sangat melemahkan atau

beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Watson, 2003).

Menurut Watson (2003) Beberapa metode pencegahan jatuh pada lansia diantaranya :

a. Latihan fisik. Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan

kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan

meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi

kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan

tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.

b. Managemen obat-obatan. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik dengan

memperhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat, gunakan alat bantu berjalan

jika memang diperlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat-obatan yang

sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari pemberian obat

multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat, hentikan obat

yang tidak terlalu diperlukan.


c. Modifikasi lingkungan. Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin

untuk menghindari pusing akibat suhu di antara :

1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam

jangkauan tanpa harus berjalan dulu

2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.

3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.

4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.

5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk

daerah tangga.

6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa

untuk melintas.

7) Gunakan lantai yang tidak licin.

8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.

9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar

mandi.

d. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :

1) Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.

2) Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.

3) Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.

4) Hindari olahraga berlebihan.

e. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:

1) Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar

2) Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan

3) Pakai sepatu yang antislip


f. Alat bantu jalan. Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan

difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang

mendasarinya.

1) Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan,

namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh

untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu

penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.

2) Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan

obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan

alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika

hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan

cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi

menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk

mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang

paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan

untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka

pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat

badan.

g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.

h. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.

i. Memelihara kekuatan tulang

1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas

tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua

2) Berhenti merokok

3) Hindari konsumsi alkohol


4) Latihan fisik

5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen

6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.

8. Pendekatan Diagnostik

Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesment seperti dibawah ini : (Kane,

1994; Fischer, 1982)

a. Riwayat Penyakit ( Jatuh ). Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun

saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :

a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,

perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang

buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba – tiba

atau aktivitas lain

b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-tiba,

vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.

c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis, sering

kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.

d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik bloker,

antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.

e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat – tempat

kegiatannya.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )

2) Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan

yang menginduksi ketidakseimbangan, bising


3) Jantung : aritmia, kelainan katup

4) Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan

otot, instabilitas, kekakuan, tremor.

5) Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki

( podiatrik ), deformitas.

c. Assesmen Fungsional. Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :

1) Fungsi muskuloskeletal dan keseimbangan : observasi pasien ketika dari bangku

langsung duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan,

ketika mau duduk dibawah.

2) Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu,

memakai kursi roda atau dibantu

3) Aktifitas kehidupan sehari – hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.

9. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji mengapai

fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-

scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat

mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang beresiko untuk

jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk

membantu mengidentifikasi faktor risiko dan menemukan penyebab/pencetus :

a. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk medeteksi defisit neurologis fokal, adakah

cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika

ada indikasi

b. Darah perifer lengkap

c. Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
d. Analisis agas darah

e. Urin lengkap dan kultur resistensi urin

f. Hemostase darah dan agregasi trombisit

g. Foto toraks, vertebra dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)

h. EKG

i. Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal) (Stockslager, 2007).

10. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan mengatasi

komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan

kepercayaan diri penderita. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau

mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.

Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena

perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab

merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung

bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena

kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat

rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia. Pada kasus lain

intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan

bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak. Pada penderita dengan kelemahan

otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan

kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sedangkan terapi

untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan seperti stroke, fraktur kolum

femoris, arthitis, parkinson difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi

penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait


training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Penderita dengan dissines

sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan

obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan.

Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/ tempat

kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh

adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma

fisik akibat jatuh; mengobati bebagai kondisi yang mendasari instibilitas  dan jatuh;

memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,

alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti

pencahayaan yang cukup; peganga; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.

Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas

sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk

perlahan menggunakan pegangan atau perabot untuk mencegah morbiditas akibat

instabilitas dan jatuh berikutnya (Stockslager, 2007).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS
Tn.S 65 tahun tinggal berdua dengan seorang istrinya di rumahnya. Klien memiliki
riwayat glaukoma sejak 2 tahun yang lalu, sehingga klien harus menggunakan obat tetes
mata 2x sehari. Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan
penglihatan sebelah dan tidak bisa melihat dalam gelap. Dalam berjalan klien dibantu
alat gerak tongkat dan tampak berjalan pelan-pelan. Sehari-hari klien mencari nafkah
dengan berjualan balon gas. 2 minggu yang lalu klien jatuh karena terpeleset di kamar
mandi sehingga menyebabkan pergelangan kaki kanannya terkilir dan bengkak
kemerahan. Klien mengatakan tidak membawanya ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan terdekat karena takut kalau kenapa-napa dan minimnya biaya sehingga hanya
diberi obat gosok. Sampai sekarang kakinya masih bengkak dan kemerahan, nyeri dan
digerakkan sakit.

B. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 10 Januari 2020
11. Identitas Klien :
Nama : Tn. S
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Mojosongo, Surakarta
Pekerjaan : Tukang balon
Dx.Medis : Terkilir (Sprain)
Penanggung jawab : Ny. S
Hubungan dengan klien : Istri
12. Riwayat Keperawatan
• Riwayat Keluarga
Klien adalah seorang suami dari Ny.Y, dan mempunyai 2 orang anak yang
sekarang sudah menikah dan tinggal jauh di luar kota. Selama 2 tahun ini kedua
anaknya belum datang ke tempat Tn.X karena masih sibuk bekerja. Tn.X
mengatakan sangat kangen dengan cucunya dan ingin dapat berjalan normal lagi
sehingga bisa ke tempat cucunya.
• Riwayat Pekerjaan
Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan didapat dari hasil
jualan balon di sekolah-sekolah dan keliling desa-desa. Selama 10 tahun klien
pernah bekerja di pabrik sebagai buruh namun kemudian di PHK, klien juga pernah
bekerja sebagai buruh di sawah dan perkebunan teh, tukang tambal perabot RT.
• Riwayat Lingkungan Hidup (Tipe tempat tinggal)                
Jenis lantai rumah : marmer
Kondisi lantai : Kering
Penerangan : Cukup
Tempat tidur : Aman
Alat dapur : bersih tertata pada rak-rak bambu
Kamar mandi : bersih, sempit, agak licin
Kebersihan lingkungan : bersih
Jarak jamban dan sumur gali : 10 meter
Jumlah orang yang tinggal dalam rumah : 2 orang
• Riwayat Rekreasi
Kebiasaan : Bertanam sayur
Keanggotaan Organisasi : Posyandu lansia
Terakhir kali pada tahun 2011, anak tertua mengunjunginya.
• Sistem Pendukung
Puskesmas : mojosongo
Jarak dari rumah : 1 km
Rumah Sakit : RSUD Dr. Oen Jarak 3 km
• DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : Shalat wajib 5 waktu, shalat sunat
Yang Lainnya : Mengaji setiap shalat magrib berakhir
• STATUS KESEHATAN
 Keluhan utama : klien mengatakannya kakinya terasa nyeri.
Provocative/Paliative : terkilir dan jatuh
Quality/Quantity : panas, ngilu
Region  : di daerah pergelangan kaki kanan
Severity Scale : 6 (dari skala 0-10)
Timing : 5-10 menit kambuh
 Status Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan pergelangan kaki kanannya terasa nyeri, kaku digerakkan,
bengkak dan kemerahan. Klien mengatakan hanya diberi obat gosok dan diurut
serta tidak diobatkan ke dokter atau puskesmas.
 Status kesehatan dahulu
Klien mengatakan 2 tahun yang lalu mengalami sakit glaukoma menurut dokter
yang memeriksanya di puskesmas dan klien dberi obat tetes serta harus
menggunakan obat tetes mata 2x sehari. Klien mengatakan saat itu sulit
memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan sebelah dan tidak bisa
melihat dalam gelap. Dalam berjalan klien dibantu alat gerak tongkat dan
tampak berjalan pelan-pelan. Sehari-hari klien mencari nafkah dengan berjualan
balon gas. 2 minggu yang lalu klien jatuh karena terpeleset di kamar mandi
sehingga menyebabkan pergelangan kaki kanannya terkilir dan bengkak
kemerahan. Dan tidak diperiksakan ke mantri atau puskesmas terdekat karena
alasan biaya.
 Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan
Klien menyadari dirinya sudah lansia dan sering sakit-sakitan. Klien tergolong
orang yang tidak peduli terhadap kesehatannya, karena jika sakit klien takut
untuk berobat. Dan sampai sekarang klien tidak mengetahui dengan pasti sakit
dimatanya tersebut yang ia tahu hanya penglihatannya berkurang.
 Obat-obatan
Obat yang dipakai sehari-hari hanya obat tetes mata jika habis ia ke puskesmas
untuk kontrol.
 Alergi
Klien mengatakan tidak alergi terhadap obat maupun obat tertentu.
• Aktivitas Hidup Sehari-Hari (ADL)
Oksigenisasi : Baik, tanpa alat bantu
Cairan & Elektrolit : Klien minum ±4-6 gelas/hari, klien suka minum teh
Nutrisi                      : Baik, menu nasi sayur lauk
Eliminasi                : BAB kadang lancar kadang tidak, BAK dalam sehari 3-5 kali
Aktivitas                  : Terbatas, sejak jatuh kakinya untuk berdiri lama sakit
Istirahat & Tidur      :  Tidur siang kadang, tidur malam dari pukul 21.00-04.00
Personal Hygiene        : Dapat dilakukan secara mandiri
Seksual                        : Sudah tidak memiliki keinginan
Rekreasi                      : Klien tidak pernah rekreasi kecuali berkebun dan nonton tv
• Psikologi, Kognitif dan Perseptual
Konsep Diri : Baik, positif, klien menyadari dirinya sudah lansia
Emosi : stabil
Adaptasi : Baik, klien mudah membaur dengan masyarakat sekitarnya
Mekanisme pertahanan diri : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Demensia : Tidak
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Bahasa yang digunakan : jawa
Kemampuan membaca : Bisa
Vertigo : Tidak
Keadaan umum          :    Baik
Tanda-tanda vital        :    TD : 130/70 mmHg                  N : 70 x/m
                                          RR : 20x/m                               T : 36,3oC
                                          TB : 160 cm                             BB : 60 Kg
B. Pengkajian Per Sistem
• Pernafasan (B1: Breathing) :
Bentuk Dada : Simetris
Sekresi Dan Batuk : Tidak Ada
Pola Nafas : RR : 20 X/M Dan Teratur
Bunyi Nafas : Vesikuler Di Semua Lapang Paru
• Cardiovascular (B2: Bleeding)
Nadi : 70 X/M Dan Reguler     
Bunyi Jantung : Normal
Letak Jantung : IC Teraba Pada ICS Ke 5 1 Jari Medial Dari Garis
Midclavicula
Pembesaran Jantung : Tidak
Nyeri Dada : Tidak
Edema : Tidak
Clubbing Finger : Tidak
• Persarafan (B3: Brain)
Tingkat Kesadaran : Composmentis GCS 14
Refleks : Normal
Koordinasi Gerak : Ya
• Penginderaan (Persepsi Sensori)
1) Mata (Penglihatan)
A.       Bentuk                                    :    Normal, Simetris
B.      Visus Dan Lapang Pandang      :  Normal
C.       Pupil                                        :    Isokor
D.      Gerak Bola Mata                      :    Normal
E.       Medan Penglihatan                 :    Menyempit
F.       Buta Warna                              :    Tidak
2) Hidung (Penciuman)
A.       Bentuk                                    :    Normal, Simetris
B.      Gangguan Penciuman             :    Tidak
3) Telinga (Pendengaran)
A.       Aurikel                                    :    Normal
B.      Membran Tympani                   :    Keruh
C.       Otorrhae                                  :    Tidak
D.      Gangguan Pendengaran          :    Ya
E.       Tinitus                                     :    Ya
4) Peraba                                      :    Normal, Kering, Capillary Refiill > 2 Detik
5) Perasa                                      :    Normal
• Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Masalah Kandung Kemih                     :    Sering
Produksi Urine                                     :    250 Ml/Hari
Frekuensi                                             :    4-6 X/Hari
Warna                                                  :    Kuning Jernih
Bau                                                      :    Amoniak
• Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
1) Mulut Dan Tenggorokan
a. Mulut                                      :    Selaput Lendir Mulut Lembab
b. Lidah                                       :    Hiperemik
c. Kebersihan Rongga Mulut      :    Tidak Berbau
d. Tenggorokan                           :    Sakit Menelan
e. Abdomen                                :    Kenyal
f. Pembesaran Hepar                  :    Tidak
2) Masalah Usus Besar Dan Rectum/Anus : BAB1 X/Hari, Lembek, Kuning,
Darah (-)
• Otot, Tulang, Dan Integumen (B6: Bone)
1) Otot Dan Tulang
a. Kemampuan Pergerakan Sendi Lengan Dan Tungkai (ROM) : Terbatas Eks.
Bawah
b. Kemampuan Kekuatan Otot : Terbatas, Ada Sprain Kaki Kanan
2) Integumen
a. Warna Kulit                                   :    Hiperpigmentasi
b. Akral                                             :    Hangat
c. Turgor                                           :    Tidak Elastik
d. Tulang Belakang                            :    Agak Kiposis
• Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia
dan akan rentan terhadap sakit. 

C. ANALISA DATA
No Symtoms Problem Etiologi

1 DS : klien mengatakan 2 minggu yang Resti jatuh ulang penurunan sensori :


lalu jatuh terpeleset di kamar mandi dan penglihatan
pergelangan kaki kanannya terkilir serta
terasa nyeri.
DO : pergelangan kaki kanan kien tampak
bengkak, kemerahan, menahan sakit saat
bergerak.
2 DS : klien mengatakan nyeri pada kakinya Nyeri agen injury fisik :
sejak 2 minggu yang lalu. spasme otot dan
Provocative/Paliative : terkilir dan jatuh sendi
Quality/Quantity : panas
Region : daerah pergelangan kaki kanan
Severity Scale :6
Timing : 5-10 menit kambuh
DO : kaki klien tampak bengkak,
kemerahan, menahan nyeri saat begerak.
3 DS : klien mengatakan aktivitasnya Gangguan mobilisasi penurunan kekuatan
tertunda dan terganggu karena setiap fisik sendi
bergerak kakinya terasa sakit, namun
klien berusaha mandiri dalam melakukan
aktivitasnya. Selama 2 minggu ini klien
hanya berjualan di sekitar rumahnya
dengan berjalan pelan-pelan.
DO : -

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi jatuh ulang berhubungan dengan penurunan sensori (penglihatan).
2. Nyeri berhubungan dengan spasme/tertariknya sendi dan otot.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan sendi dan otot.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.D Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
x
1 Setelah dilakukan tindakan a. Observasi faktor-faktor penyebab jatuh
keperawatan gerontik dalam waktu klien.
1 minggu diharapkan resiko jatuh b. Latih untuk menggunakan alat bantu
berulang tidak terjadi dengan secara benar dan sesuai kegunaan
kriteria hasil : klien mampu alatnya.
mengidentifikasi bahaya c. Penkes tentang resiko jatuh ulang
lingkungannya, tindakan untuk berkaitan faktor-faktor resiko jatuh,
mencegah bahaya seperti berjalan penyebab jatuh, modifikasi rungan untuk
hati-hati, memakai alat bantu jalan mencegah jatuh, komplikasi jatuh, cara
dan penglihatan, penerangan yang menanggani dan mencegah cidera/jatuh
cukup. seperti (menggunakan pencahayaan
yang baik, memasang penghalang
tempat tidur, menempatkan benda
berbahaya ditempat yang aman).
d. Kolaborasi dengan dokter untuk
penatalaksanaan glaukoma dan
gangguan penglihatannya, serta kader
kesehatan desa untuk pemantauan secara
berkala keadaan klien.
2 Setelah dilakukan tindakan a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan skala
keperawatan gerontik dalam waktu nyeri.
1 minggu diharapkan nyeri b. Pertahankan imobilisasi bagian yang
berkurang dan hilang dengan sakit dengan tirah baring.
kriteria hasil : klien menyatakan c. Berikan lingkungan yang tenang dan
nyeri berkurang, klien tampak berikan dorongan untuk melakukan
rileks, mampu berpartisipasi aktif aktivitas secara mandiri.
dalam aktivitas, TTV dbn (tidak ada d. Latihan klien melakukan rentang gerak
peningkatan nadi, TD dan RR). pasif/aktif.
e. ajarkan tehnik manajemen stress seperti
relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan.
f. Observasi tanda-tanda vital.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
3 Setelah dilakukan tindakan a. Anjurkan klien mempertahankan tirah
keperawatan gerontik dalam waktu baringnya sampai kondisi kaki mungkin.
1 minggu diharapkan ggu. b. Tinggikan ekstermitas yang sakit
mobilisasi fisik berkurang dengan c. Bantu dalam latihan rentang gerak pada
kriteria hasil : terdapat ekstrimitas yang sakit dan tidak sakit.
peningkatkan mobilitas fisik, klien d. Berikan dorongan pada pasien untuk
mampu mempertahankan posisi melakukan ADL dalam lingkup
fungsionalnya dan terdapat keterbatasan dan beri bantuan sesuai
peningkatan kekuatan/fungsi yang kebutuhan.
sakit serta mampu melakukan
aktivitasnya secara mandiri.

1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanggal/ja No.Dx Implementasi Evaluasi
m
1 a. Mengobservasi faktor -harapannya agar klien mampu
penyebab jatuh klien. mengidentifikasi bahaya
b. Mengobservasi tanda-tanda lingkungannya, tindakan untuk
3
vital. mencegah bahaya seperti
c. Mengobservasi ulang berjalan hati-hati, memakai alat
2
lokasi, intensitas dan skala bantu jalan dan penglihatan,
nyeri. penerangan yang cukup.
1
d. Memberi penkes tentang -setelah dilakukan tindakan kaji
resiko jatuh ulang berkaitan skala nyeri harapannya nyeri
faktor-faktor resiko jatuh, berkurang dan hilang
penyebab jatuh, modifikasi
rungan untuk mencegah -setelah melakukan tindakan
jatuh. diharapkan gangguan mobilitas
2
e. Mengajari tehnik fisik berkurang dan mampu
manajemen stress latihan mempertahankan posisi
3 nafas dalam. fungsionalnya dan terdapat
f. Menganjurkan klien peningkatan kekuatan/fungsi
mempertahankan tirah yang sakit serta mampu
baringnya sampai kondisi melakukan aktivitasnya secara
2 kaki memungkinkan. mandiri.
g. Memberikan analgetik
3 untuk mengurangi nyeri.
h. Melatih klien dalam
melakukn latihan rentang
gerak aktif dan pasif pada
ekstermitas yang sakit dan
tidak sakit.
3
i. Memberikan dorongan
pada pasien untuk
melakukan adl dalam
lingkup keterbatasan dan
beri bantuan sesuai
kebutuhan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara langsung
maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care giver),
Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan adalah suatu
keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan,
sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram. Masalah yang tersering dialami
pada lansia terkait keselamatan dan keamanan ini umumnya resiko jatuh/cidera. Dimana
jatuh merupakan salah satu geriatric giant yang terjadi pada usia lanjut, penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif,
sistem syaraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat
rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata). Jatuh sering
mengakibatkan komplikasi dari memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan
kematian. Oleh karena itu, hal ini harus dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang
pada lansia dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan serta mengatur / mengatasi faktor situasional. Pada prinsipnya mencegah
terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama daripada mengobati
akibatnya.

B. SARAN
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan. Sehingga sebagai perawat kita bisa
melakukan penkes terkait resiko jatuh kepada para lansia, senam lansia, posyandu lansia
dan pemeriksaan rutin lansia setiap bulannya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

http://cinehel.wordpress.com/2012/05/26/asuhan-keperawaan-pada-lansia-dengan-resiko-
jatuh/, diakses 18 September 2013.

http://nsyadi.blogspot.com/2012/01/askep-pencegahan-jatuh-pada-lansia.html, diakses
18 September 2013.

Kozier & Erb. 2004. Pain Management.

Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003


Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai