Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN GERONTIK

SKENARIO 1
“Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Resiko Jatuh”

KELOMPOK D 5

1. AHMAD RIYATNO (1710201275)


2. RAUDATUL HASANAH (1710201276)
3. TURMIYANTO (1710201279)
4. DWI SUBEKTI RAHAYUNI (1710201280)
5. YENI SULISTYANINGRUM (1710201281)
6. ERWIN HUDAYAT (1710201282)
7. SUSWANTI (1710201284)
8. SUJIANTO (1710201286)
9. AHMAD ZAENUDDIN KHOLID (1710201287)
10. NURBAITI (1710201288)
11. SRI MARTIASIH (1710201289)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis yang
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan
klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat
terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Keamanan yang ada didalam
lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cidera, meningkatkan
kesejahteraan lansia.
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan
didalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkoppe dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya. Jatuh adalah
kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan
survei di masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari
umur 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh
berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum
lebih dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh
0.6/orang. Insiden di rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak. Lima persen dari
penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah
sakit. Kecelakaan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992.
kematian akibat jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh
keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit
lain misalnya serangan jantung mendadak.
Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia.
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua
dan osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk
terjadinya fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai
resiko lebih tinggi dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan
perlukaan akibat jatuh. Resiko untuk terjadinya perlukaan akibat jatuh merupakan efek
gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan
terbantingnya. Sehingga dalam mencegah jatuh pada lansia perlu dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan
atau kelas aerobik yang dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat
dan dapat menurunkan risiko jatuh.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Lansia
1. Pengertian
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan
lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
2. Perubahan yang terjadi pada lansia
Seiring dengan pertambahan usia pada lansia, lansia banyak mengalami
perubahan. Perubahan yang di alami lansia meliputi perubahan mental, fisik, dan
kehidupan seksual. Perubahan mental meliputi: 1) daya ingat menurun, terutama
peristiwa yang baru saja terjadi, 2) sering lupa/ pikun, sering sangat menggangu
dalam pergaulan dengan lupa nama orang, 3) emosi berubah, sering marah-marah,
harga diri tinggi, dan mudah tersinggung.

Sedangkan perubahan fisik meliputi: 1) kekuatan fisik secara menyeluruh


dirasakan berkurang, merasa cepat capek dan stamina menurun, 2) sikap badan
yang semula tegap jadi membongkok, otot-otot mengecil, hipotrofis, 3) kulit
mengerut dan menjadi keriput, garis-garis di wajah dan sudut mata, 4) rambut
memutih dan pertumbuhan berkurang, 5) gigi mulai rontok, 6) pendengaran, daya
cium, dan perasa mulut menurun, 7) perubahan pada mata, pandangan dekat
berkurang, adaptasi gelap melambat, lingkaran putih pada kornea dan lensa
menjadi keruh, dan 8) pengapuran pada tulang rawan.

Perubahan fisiologis pada lanjut usia yang berkaitan dengan kejadian jatuh
diantaranya adalah perubahan sistem muskuloskeletal, sistem persyarafan dan
sistem sensoris (Lueckenotte, 2006).
B. Jatuh
1. Pengertian
Jatuh adalah kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan lansia
terbaring dilantai atau berada pada tingkat yang lebih rendah (Kellogg International
Work Group, 1987 dalam Newton, 2008). Jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan oleh penderita atau saksi mata yang melihat kejadian dan mengakibatkan
seseorang mendadak terbaring atau terduduk dilantai dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2008).
Jatuh akan menyebabkan cedera jaringan lunak, bahkan fraktur pangkal paha
atau pergelangan tanggan. Keadaan tersebut menyebabkan nyeri dan imobilisasi
dengan segala akibat (Tamher & Noorkasiani, 2009). Berdasarkan beberapa
pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan
tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di lantai.

2. Faktor Resiko Jatuh Pada Lansia


Untuk dapat mengetahui faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas
badan ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Sistem sensorik : visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan
gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan
pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena
adanya perubahan fungsi vestibulerakibat proses menua. Neuropati perifer dan
penyakit degenaratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan
sensorik tersebut mebnyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami
sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat (SSP). SSP akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon
tidak baik terhadap input sensorik(Tinetti, 1992 dalam Watson, 2003).
c. Kognitif. Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya
resiko jatuh. Dengan adanya penurunan kemampuan kognitif, maka
kewaspadaan, status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan
mempengaruhi kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses
informasi yang diperlukan untuk berpindah atau mobilisasi secara aman.
d. Muskuloskeletal. Faktor ini berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan
muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan. Hal ini berhubungan
dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan musculoskeletal yang terjadi
akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh kekakuan jaringan
penghubung, berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf, penurunan
visus/lapang pandang, kerusakan proprioseptif sehingga menyebabkan penurunan
range of motin (ROM) sendi, penurunan kekuatan otot terutama menyebabkan
kelemahan ekstremitas bawah, perpanjangan waktu reaksi, kerusakan persepsi
dalam dan peningkatan postural sway (goyangan badan) (Watson, 2003).

Secara umum faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
a. Faktor Intrinsik, dibagi menjadi 3 faktor yaitu :
1) Faktor host (diri lansia). Diantaranya adanya disability, penyakit yang sedang
diderita, perubahan neuromuskuler, gangguan keseimbangan, gangguan
musculoskeletal (berjalan) dan reflek postural, perubahan akibat proses
penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus/penglihatan lainnya
(katarak), penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain, lambatnya
pergerakan, hidup sendiri), neuropati perifer dan berbagai penyakit seperti
stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh sebagian, arthritis,
Parkinson, kekakuan alat gerak, depresi, gangguan sistem kardiovaskuler
(syncope).
2) Faktor aktifitas. Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil,
mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif
atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian terhadap 4.862 penderita
yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan penderita dengan
risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan sedikit gangguan
keseimbangan.
3) Faktor obat-obatan. Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang
bermakna terhadap penderita. 4 obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh.
Jatuh akibat terapi obat dinamakan jatuh iatrogenik. Obat-obatan yang
meningkatkan risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hipnotik
yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek
samping menyerupai sindroma parkinson. Golongan Transquilizer mayor
(misalnya phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan benzodiazepin
juga meningkatkan risiko jatuh.
4) Faktor Ekstrinsik. Misalnya faktor lingkungan terutama yang belum dikenal
karena mempunyai risiko terhadap jatuh 22%, sedangkan pada lingkungan
yang sudah dikenal (di rumah) lebih banyak disebabkan oleh faktor host
(dirinya). Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, peralatan
rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur atau toilet yang
terlalu rendah, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau
tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil, tempat berpegangan yang tidak
kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet
yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan
benda-benda di lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin atau basah,
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang
tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya, obat-obat yang
diminum (Kane, 1994 dalam Nugroho, 2010).

3. Penyebab Jatuh Pada Lansia


Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa factor
antara lain :
a. Kecelakaan. Merupakan penyabab jatuh yang utama (30 - 50% kasus jatuh lansia)
misalnya terpelesat, tersandung. Gabungan antara lingkungan yang kurang
baik dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena penglihatan
kabur.
b. Nyeri kepala atau vertigo, Penyakit vestibular, penyakit sistem sistem saraf pusat.
c. Sinkop, hilang kesadaran mendadak.
d. Drop attacks, Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menybabkan jatuh tanpa
kehilangan kesadaran.
e. Hipotensi orthostatic, Hipovolemia atau cardiak output yang rendah, disfungsi
otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotensi akibat
obat– obatan, hipotensi postprandial (sesudah makan).
f. Obat-obatan, missal Diuretik, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik,
sedatif, antipsikotik, hipoglikemia, alcohol.
g. Proses penyakit, misal penyakit akut : Kardiovaskular : aritmia, penyakit katup
jantung (stenosis aorta), sinkop sinus carotid, Neurologis : TIA, strok akut,
gangguan kejang, penyakit parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan
kompresi pada korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebelum,
hidrosefalus tekanan normal (gangguan gaya berjalan), lesisitem saraf pusat
(tumor, hematomi subduraal).
h. Idiopatik, tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi (Watson, 2003).

4. Manifestasi Klinis
a. Cedera dan kerusakan fisik
b. Fraktur
c. Ansietas
d. Hilangnya rasa percaya diri
e. Depresi
f. Hilangnya kemandirian (Nugroho, 2010)

5. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi sebagai berikut :
a. Perlukaan (injury) : rusaknya jaringan lunak yang terasa sngat sakit berupa robek
atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, Patah tulang (fraktur),
pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista, Hematoma subdural.
b. Disabilitas
c. Kematian (Watson, 2003)

6. Pencegahan
Ada tiga usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain :
a. Identifikasi faktor resiko.
1) Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik,
muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang sering mendasari atau
menyebabkan jatuh.
2) Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan.
3) Penerangan rumah harus cukup tapi jangan menyilaukan.
4) Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih dari benda-benda kecil yang susah
dilihat.
5) Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri).
6) Peralatan rumah tangga sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan atau tempat aktivitas lansia.
7) Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
8) Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif.
9) Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau
walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan aman tidak mudah
bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan.
Lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannyadalam melakukan
gerakan pindah tempat, pidah posisi.penilaian postural sway sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat
berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan rehabilitasi
medik. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah
penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, apakah
penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot
ekstermitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa batuan.
c. Mangatur / mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lansia dapat dicegah
dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional
bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan
seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi
sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita
aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak
boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan
kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka
dianjurkan lansia tidak melakuakn aktifitas fisik yang sangat melemahkan atau
beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Watson, 2003).
Menurut Watson (2003) Beberapa metode pencegahan jatuh pada lansia diantaranya:
a. Latihan fisik. Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan
meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan,
koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik
juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang
dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya,
salah satunya adalah berjalan kaki.
b. Managemen obat-obatan. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik dengan
memperhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat, gunakan alat bantu
berjalan jika memang diperlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat-
obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari
pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis
kuat, hentikan obat yang tidak terlalu diperlukan.
c. Modifikasi lingkungan. Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin
untuk menghindari pusing akibat suhu di antara:
1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu.
2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.
6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.
7) Gunakan lantai yang tidak licin.
8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari
tersandung.
9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar
mandi.
d. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya:
1) Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2) Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3) Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4) Hindari olahraga berlebihan.
e. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
1) Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar.
2) Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan.
3) Pakai sepatu yang antislip
f. Alat bantu jalan. Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan
keseimbangan difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau
faktor yang mendasarinya.
1) Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan
keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan
kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak
menggunakan roda., karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah
direkomendasikan secara individual.
2) Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani
dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya
adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak)
dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan
pakai cane. Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh
kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang
berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua
ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.
g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
h. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
i. Memelihara kekuatan tulang
1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan
densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
2) Berhenti merokok
3) Hindari konsumsi alkohol
4) Latihan fisik
5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
mengatasi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan
mengatasi atau mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani
komplikasinya.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan
langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak
pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi
gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan
lansia. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu
gerak. Pada penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sedangkan terapi untuk penderita dengan
penurunan gait dan keseimbangan seperti stroke, fraktur kolum femoris, arthitis,
parkinson difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan
strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Penderita dengan dissines sindrom,
terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan
obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti
depresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan
mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati bebagai kondisi yang mendasari
instibilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah
lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; peganga; lantai yang
tidak licin, dan sebagainya.
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot,
fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun
dari duduk perlahan menggunakan pegangan atau perabot untuk mencegah
morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya (Stockslager, 2007).

Step 1 : Clarifying unfamiliar terens

Step 2 : Problem definition

a) Bu bekti :mengapa lansia merasa kebingungan pada waktu gelap saja ?

b) Bety : bagaimana status kesehatan lansia apa tidak pernah di periksakan ke posyandu
lansia ?

c) Rauda : kenapa lanssia malas makan, apakah ada hubungan antara pendengaran dan
penglihatan menurun terhadap napsu makan ?

d) Bu asih : apakah caraya yang paling aman merawat lansia adalah dengan membatasi
aktifitas lansia dalam rumah saja ?

e) Bu sus : langkah apa yang bisa di terapkan keluarga untuk mengurangi resiko jatuh
selain menyediakan ruangan yang luas dan penerangan yang jelas ?

f) Rauda : bagaimana cara perawat mengkaji untuk mengetahui penurunan fungsi pada
lansia ?

Step 3 : Brainstorming Step dan 4 : Analyzing the problem

a) Bu bekti :mengapa lansia merasa kebingungan pada waktu gelap saja ?

 Mas tur : fungsi penglihatan menurun

 Rauda : fungsi penglihatan pada siang hari masih bisa terbantu dengan
pencahayaan sedangkan pada malam hari/ sore hari mengalami penurunak
karena kurangnya cahaya.
b) Bety : bagaimana status kesehatan lansia apa tidak pernah di periksakan ke
posyandu lansia ?

 Bu sus : sebaiknya keluarga mengikut sertakan lansia pada posyandu lansia

 Bu asih : tidak pernah di periksakan ke posyandu lansia

c) Rauda : kenapa lanssia malas makan, apakah ada hubungan antara pendengaran
dan penglihatan menurun terhadap napsu makan ?

 Bu yeni : kondisi menurun pada penglihatan sehingga sulit membedakan


makanan sehingga mengakibatkan lansia malass untuk makan.

 Bu bekti : keluarga dalam menyediakan makanan kurang berpareasi dan sudah


ada penurunan fungsi pengecapan, keluarga juga kurang memahami
kebutuhan nutrisi pada lansia.

d) Bu asih : apakah caraya yang paling aman merawat lansia adalah dengan
membatasi aktifitas lansia dalam rumah saja ?

 Rauda : tidak, boleh keluar rumah dengan pendamping dari keluarga

e) Bu sus : langkah apa yang bisa di terapkan keluarga untuk mengurangi resiko
jatuh selain menyediakan ruangan yang luas dan penerangan yang jelas ?

 Bu asih : menyediakan ruangan yang luas, penerangan yang cukup, jika ada
katifitass luar rumah harus di dampingi, lantai tidak licin, pada beberapa
tempat dalam rumah di buatkan pegangan, mengurangi benda yang
membahayakan (lemari tua renta, dan barang2 yang lain).

 Bu yeni : mengorientasikan ruangan, benda2 dan tempat pada lansia

f) Rauda : bagaimana cara perawat mengkaji untuk mengetahui penurunan fungsi


pada lansia ?

 Bu bekti : mengkaji dengan KATZ dan memeriksakan ke dokter.

 Bu asih : pengkajian status mental, pengkajian fisik dll.

Step 5 : Formulating learning issues


a. Bu bekti : faktor resiko jatuh pada lansia?

b. By yeni : pengkajian dan asuhan keperawatan resiko jatuh pada lansia?

c. Rauda : apa saja masalah yang mungkin terjadi pada lansia dengan penurunan fungsi
penglihatan dan pendengaran serta bagaimana penatalaksananya dari keluarga dan
perawat ?

d. Bety : tindakan apa yang dilakukan keluarga untuk mencegah resiko jatuh pada
lansia?

e. Bu sus : apa saja perubahan fisik dan pesikologis pada lansia?

f. Mas tur : koping pada pasien lansia?

g. Bu asih : komplikasi pada lansia yang jatuh dan penyebab jatuh pada lansia?

h. Bu dian : pengertian resiko jatuh?

Step 6 : self study

Step 7 :

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi : pengkajian resiko (Risk assessment
tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal). Pengkajian
Resiko meliputi:
a. Jatuh
1) Usia klien lebih dari 65 tahun
2) Riwayat jatuh di rumah atau RS
3) Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
4) Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas
5) Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)
6) Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
7) Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics,
diuretics, or laxatives)
b. Riwayat kecelakaan. Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami
kecelakaan berulang, oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk
memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang kembali.
c. Kebakaran. Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang
sejauh mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan
klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.
d. Pengkajian Bahaya. Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga,
kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik,
dll apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
e. Keamanan (spesifik pada lansia di rumah). Gangguan keamanan berupa jatuh di
rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi, banyak diantara lansia
tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang
menyebabkan jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh
karena itu diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang
terstuktur.
Selain diatas kaji juga sebagai berikut ini:
a. Kaji adanya kerusakan jaringan, misalnya robeknya arteri atau vena, atau
tertariknya jaringan otot.
b. Kaji adanya fraktur atau patah tulang.
c. Kaji adanya hematom subdural.
d. Kaji apakah terjadi disabiliti.
e. Tanyakan pada keluarga riwayat jatuh.
f. Penggunaan alat bantu (misalnya: tongkat, walker)
g. Kaji apakah ada gangguan penglihatan dan pendengaran.
h. Kaji adanya penyakit kekuatan ektremitas bawah.
i. Kaji penurunan status mental.
j. Tanyakan pada keluarga apakah menggunakan medikasi tertentu.
k. Tanyakan pada keluarga kondisi lingkungan.
2. Intervensi Keperawatan Risiko Jatuh NANDA NIC NOC

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil

Risiko jatuh NOC NIC


Fall Prevention
· Trauma Risk For · Mengidentifikasi defisit
kognitif atau fisik pasien yang
Definisi : Peningkatan · Injury risk for dapat meningkatkan potensi
kerentanan untuk jatuh jatuh dalam lingkungan tertentu
yang dapat Mengidentifikasi perilaku dan
menyebabkan bahaya faktor yang mempengaruhi
fisik Kriteria Hasil : risiko jatuh
· Mengidentifikasi
karakteristik lingkungan yang
· Keseimbangan :
dapat meningkatkan potensi
kemampuan untuk
Faktor Resiko : untuk jatuh (misalnya, lantai
mempertahankan
yang licin dan tangga terbuka)
ekuilibrium
· Sarankan perubahan dalam
Dewasa
gaya berjalan kepada pasien
· Gerakan
· Mendorong pasien untuk
· Usia 65 tahun atau terkoordinasi :
menggunakan tongkat atau alat
lebih kemampuan otot
pembantu berjalan
untuk bekerja sama
· Kunci roda dari kursi roda,
· Riwayat jatuh secara volunter untuk
tempat tidur, atau brankar
melakukan gerakan
selama transfer pasien
· Tinggal sendiri yang bertujuan
· Tempat artikel mudah
dijangkau dari pasien
· Prosthesis eksremitas· Perilaku · Ajarkan pasien bagaimana
bawah pencegahan jatuh : jatuh untuk meminimalkan
tindakan individu atau cedera
· Penggunaan alat pemberi asuhan untuk · Memantau kemampuan
bantu (mis, walker, meminimalkan faktor untuk mentransfer dari tempat
tongkat) resiko yang dapat tidur ke kursi dan demikian
memicu jatuh pula sebaliknya
· Penggunaan kursi dilingkungan individu· Gunakan teknik yang tepat
roda untuk mentransfer pasien ke
· Kejadian jatuh : dan dari kursi roda, tempat
Anak tidak ada kejadian tidur, toilet, dan
jatuh Sebagainya
· Usia dua tahun atau · Menyediakan toilet
kurang · Pengetahuan : ditinggikan untuk
pemahaman memudahkan, transfer
pencegahan jatuh · Menyediakan kursi dari
· Tempat tidur yang
terletak didekat jendela ketinggian yang tepat, dengan
· Pengetahuan : sandaran dan sandaran tangan
· Kurangnya keselamatan anak untuk memudahkan transfer
penahan/pengekang fisik · Menyediakan tempat tidur
kereta dorong kasur dengan tepi yang erat
· Pengetahuan : untuk memudahkan transfer
· Kurangnya/longgarnya keamanan pribadi · Gunakan rel sisi panjang
pagar pada tangga yang sesuai dan tinggi untuk
· Pelanggaran mencegat jatuh dari tempat
· Kurangnya perlindungan tingkat tidur, sesuai kebutuhan
penghalang tau tali pada kebingungan Akut · Memberikan pasien
jendela tergantung dengan sarana
· Tingkat Agitas bantuan pemanggilan
· Kurang pengawasan (misalnya, bel atau cahaya
orang tua · Komunitas panggilan) ketika pengasuh
pengendalian risiko : tidak hadir
· Jenis kelamin laki- Kekerasan · Membantu ke toilet
laki yang berusia < 1 seringkali, interval dijadwalkan
Komunitas tingkat·
tahun Menandai ambang pintu dan
·
tepi langkah, sesuai kebutuhan
kekerasan
· Hapus dataran rendah
· Bayi yang tidak
perabotan (misalnya, tumpuan
diawasi saat berada · Gerakan
dan tabel) yang menimbulkan
dipermukaan yang tinggi Terkoordinasi
bahaya tersandung
(mis.,tempat tidur/meja)
· Hindari kekacauan pada
· Kecenderungan permukaan lantai
Kognitif risiko pelarian untuk· Memberikan pencahayaan
kawin yang memadai untuk
· Penurunan status meningkatkan visibilitas
mental · Kejadian Terjun · Menyediakan lampu malam
di samping tempat tidur
Lingkungan · Mengasuh · Menyediakan pegangan
keselamatan fisik tangan terlihat dan memegang
· Lingkungan yang remaja tiang
tidak terorganisasi · Menyediakan lajur anti
· Mengasuh : bayi / tergelincir, permukaan lantai
· Ruang yang memiliki balita keselamatan nontrip/tidak tersandung
pencahayaan yang redup fisik · Menyediakan permukaan
nonslip/ anti
· Tidak ada meteri yang
· Perilaku tergelincir di bak mandi atau
antislip dikamar mandi Keselamatan pribadi pancuran
· Menyediakan kokoh, tinja
· Tidak ada materi yang
· Keparahan cedera curam nonslip/ anti tergelincir
antislip ditempat mandi fisik untuk memfasilitasi jangkauan
pancuran mudah
· Pengendalian · Pastikan pasien yang
· Pengekangan risiko memakai sepatu yang pas,
kencangkan aman, dan
· Karpet yang tidak · Pengendalian memiliki sol tidak mudah
rata/terlipat risiko : penggunaan tergelincir
· Anjurkan pasien untuk
· Ruang yang tidak alkohol, narkoba memakai kacamata, sesuai,
dikenal ketika keluar dari tempat tidur
· Pengendahan · Mendidik anggota keluarga
· Kondisi cuaca (mis, risiko: pencahayaan tentang faktor risiko yang
lanta basah, es) sinar matahari berkontribusi terhadap jatuh
dan bagaimana mereka dapat
Medikasi · Deteksi Risiko menurunkan resiko tersebut
· Sarankan adaptasi rumah
· Penggunaan alcohol · Lingkungan rumah untuk meningkatkan
Aman keselamatan
· Inhibitor enzyme · Instruksikan keluarga pada
pengubah angiotensin · Aman berkeliaran pentingnya pegangan tangan
untuk kamar mandi, tangga,
dan trotoar
· Agen anti ansietas · Zat penarikan
· Sarankan atas kaki yang
keparahan
aman
· Agens anti hipertensi
· Mengembangkan cara untuk
· Integritas jaringan :
pasien untuk berpartisipasi
· Deuretik kulit & membran
keselamatan dalam kegiatan
mukosa
rekreasi
· Hipnotik · Lembaga program latihan
· Perilaku kepatuhan rutin fisik yang meliputi
· Narkotik/opiate visi berjalan
· Tanda-tanda posting untuk
· Obat penenang mengingatkan staf bahwa
pasien yang berisiko tinggi
· Antidepresan trisiklik untuk jatuh
· Berkolaborasi dengan
Fisiologis anggota tim kesehatan lain
untuk meminimalkan efek
· Sakit akut samping dari obat yang
berkontribusi terhadap jatuh
· Anemia (misalnya, hipotensi ortostatik
dan kiprah goyah)
· Arthritis · Memberikan pengawasan
yang ketat dan / atau perangkat
· Penurunan kekuatan menahan (misalnya, bayi kursi
ekstremitas bawah dengan sabuk
pengaman) ketika
menempatkan bayi / anak-anak
· Diare
muda pada permukaan
ditinggikan (misalnya, meja
· Kesulitan gaya dan kursi tinggi)
berjalan

· Vertigo saat
mengekstensikan leher
· Masalah kaki

· Kesulitan mendengar

· Gangguan
keseimbangan

· Gangguan mobilitas
fisik

· Inkontinensia

· Neoplasma (mis.,
Ietih/mobilitas terbatas)

· Neuropati

· Hipotensi ortostatisk

· Kondisi postoperative

· Perubahan gula darah


postprandial

· Deficit proprioseptif

· Ngantuk

· Berkemih yang
mendesak

· Penyakit vaskuler

· Kesulitan melihat
Daftar Pustaka

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Jogyakarta: Graha Ilmu. Bungin &
Burhan. 2008. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Carpernito, L.K.
2009. Buku Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada raktek Klinis. Edisi 9. Jakarta : EGC. Darmojo &
Martono, 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). FKUI: Jakarta, 9, 22, Effendi, F &
Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Dalam Keperawatan.
Jakarta: Salemba medika. Feist. J & Feist Gregori. 2009. Teori Kepribadian. Edisi 7. Jakarta: Salemba
Humanika. Herdiansyah, H. 2010. Metod

Herdiansyah, H. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Hermawati. 2009.
Hubungan Kemandirian ADL Terhadap Konsep Diri Lanju Usia di Desa Bangun Jiwo Kasihan Bantul
Yogjakarta. Skripsi. (Tidak Dipublikasikan). Katzo, M., Steverik, N., & Kohli, F. 2004. The Self- Concept
Of The Elderly: A cross – Cultural Comparison. Journal India: University of Nijmegen, The
Netherlands, University of cartuja, Spain. Jackson, L., Zhao, Y., Witt, E., Fitzgerald, E., Eye E.,& Harold
R: 2009. Self – Consept, Self- Esteem, Gander, Race, And Information Tecnology Use. Journal. Cyber
Psikologi & Behavior 12, Number 4. Mary Ann Liebert, Inc. Kusumawati & Hartono. 2010. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Maryam, R. Ekasari, M. Rosidawati. Jubaedi, A. &
Batubara I. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Majdi,
Mohamad, Reza. Dkk. 2011. Prevelence of Depression in an Elderly Population: A Population –Based
Study in Iran. Irian Journal of Psyciatry and Behavior Sciences (IJPBS), Volume 5 Number 1, Spring
and Summer.

Mulyana & Dedi. 2008. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.


Moleong,.A. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Rosda.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Ediisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Pujiastuti & Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC.

Rahayu, Hiswani, & Ramelah. 2003. Jurnal. Gambaran Lanjut Usia Yang Tinggal di Panti UPTD Abdi.

Potter & Perry. 2003. Buku Ajar Keperawatan Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Stanley, M. & Beare, P.G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. Semium,

Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2, Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri Dan Kehatan
Mental Serta teori-teori Yang Terkait. Yogyakarta: kanisius.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk keperawatan. Jakarta : EGC.

Sugiono. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis.(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Suryani, Purwanta, & Ahmadi. 2007. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Gambaran Kegiatan Lanjut
Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur. Volume 3. Nomor 1.

Shu, Huang, Chen. 2003.. Factor Related To Self- Concept Of Elderly Resending In a Retriment.
Journal Of Nursing Research. Center: Taiwan. Vol II.

Suwantono. 2002. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Terhadap Gangguan Konsep Diri Lanjut Usia
di RSUD Soetopo. Skripsi. (Tidak Dipublikasikan). Sobur, S. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV
Pustaka Setia.

Tasmara, T. 2006. Spiritual Centered Leadership (Kepemimpinan Berbasis Spiritual). Jakarta: Gema
Insani Press.

Tamber, S dan Noorkasiani, 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Videbeck, S. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Watson, Roger.2003. Perawatan Pada
Lanjut Usia. Jakarta: EGC

Yuniar. 2005. Gambaran Konsep Diri Pada Lanjut Usia Yang Tinggal Di Daerah Urban Kecamatan Jetis
Jogjakarta. Skripsi. (Tidak Dipublikasikan).

Anda mungkin juga menyukai