Anda di halaman 1dari 5

Resiko Jatuh

A. DEFINISI
Rentan terhadap peningkatan resiko jatuh, yang dapat menyebabkan bahaya fisik dan gangguan kesehatan. Jatuh merupakan masalah
keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan cedera, hambatan mobilitas dan kematian (Sattin, 2004).
Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat mengalami dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali,
kehilangan kepercayaan diri, peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton dan Andrews, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia, yang menyebabkan cedera, hambatan mobilitas dan kematian. Selain cedera
fisik yang berkaitan dengan jatuh, individu dapat mengalami dampak psikologis, seperti takut terjatuh kembali, kehilangan kepercayaan diri,
peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial. Kesimpulannya bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak disengaja yang
mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

B. ETIOLOGI
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor
Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan
jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi
kedalaman, dan persepsi warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat mengakibatkan lansia terpeleset
dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbangan
berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini mengubahpusat
gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan
keseimbangan dan properosepsi membua lansia sangat rentan terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan mengkilat).
Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang
bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).

C. FAKTOR RISIKO
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit
jantung, stroke dan gangguan ortopedik serta neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat
lnsia sedang menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Perubahan status mental juga berhubungan dengan peningkatan
insiden jatuh.
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan lantai yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang
rendah maupun yang tinggi dan tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi dan lorong.
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya terjadi pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan
bahaw megenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang
memengaruhi sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkina hipotensi
atau karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal,
tongkat kaki empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak
menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh.

D. KOMPLIKASI
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 2005; Van – der – Cammen, 2000 )
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak.
E. PENCEGAHAN TERHADAP JATUH
1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan
fisik, koordinasi keseimbangan serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
jatuh, begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia
menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar saat berjalan. Kesemuanya itu harus
diperbaiki bila terdapat penurunan.
2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat
yang aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang
cukup.
3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan
sampai kondisi memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo, 2009).

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi
AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri penderita.
1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi
medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan factor – factor yang bekerjasama
mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung bisa
menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan
terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan
untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat
sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status
fumgsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun,
didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama
lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya
program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis,
Parkinsonisme.
5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll.
6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah / tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben,
2005).

Anda mungkin juga menyukai