Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS MAR

(MALFORMASI ANORECTAL)

Di Susun oleh:

Nama : Siti Rochmah

Nim : 1720151048

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

TP 2017/2018
A. Pengertian
Malformasi anorektal adalah salah satu anomali kongenital yang paling sering
ditemui yang melibatkan anus dan rektum serta saluran urogenitalia baik pada anak
laki-laki maupun pada perempuan. Pada MAR tidak terdapat lubang anus. Insidensi
terjadinya malformasi. anorektal diperkirakan berkisar antara 1 dari 5.000 angka
kelahiran. (Journal of Rare Diseases. 2007;2(33).

B. Penyebab
Etiologi malformasi anorektal masih belum diketahui pasti. Penyebabnya
diduga multifaktor termasuk berhubungan dengan keturunan, dimana kejadiannya
sangat tinggi pada anggota keluarga dengan autosomal dominan, yaitu 1:100
Malformasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan (Aplikasi Nanda, 2015)

C. Manifestasi klinik
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal thouche terdapat adanya membran anal
7. Perut kembung.
(Aplikasi Nanda, 2015)
D. Patofisiologi
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari
bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam
membentuk septum anorectum pada midline
Pada usia 6 minggu kehamilan, kloaka bercabang dua, yaitu ke dalam sinus
urogenital anterior dan saluran intestinal posterior oleh septum urorectal. Selanjutnya,
bagian sisi melipat menghubungkan septum urorectal, memisahkan segmen urinari
dan rectal. Selanjutnya perbedaan tersebut menghasilkan sistem genitourinari dan
saluran posterior anorektal. Gangguan pada perkembangan ini akan menyebabkan
migrasi dari rectum tidak sempurna untuk menuju pada posisi perianal yang normal.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam
menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis
anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan
bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis.
E. Patways Keperawatan

Gangguan Pembentukan Gangguan Gangguan


pertumbuhan anus dari tojolan pemisahan septum u orectal
fusi embrionik kloaka jadi yang
rectum & sinus memisahkannya
urogenital

Malformasi
Anus
Malformasi
rectal
MALFORMASI
ANORECTAL

Pre Operasi Post Operasi

Membentuk Pasca
Fistel-fistel Pembedahan

Menghambat Tirah baring


Terjadi pengeluaran Perut
obstruksi mekonium kembung
usus Trauma
kolon Nyerii
Hambat jaringan
mobilitas
Muntah fisik
Distensi cairan
Abdomen hijau Perawatan
tidak adekuat

Penekanan intra Gangguan


abdomen ke keseimbangan Resiko
torakal cairan dan Infeksi
elektrolit

Pasien sesak

Gangguan
Pasien sesak pola nafas
F. Penatalaksanaan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly
tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu
anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12
bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi
rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada
kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat
atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua
tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik.
Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah.
Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan
menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya
memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal
atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon
dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen
disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke
kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan
terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu.
Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan
operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi
untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli
Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi karena harus
membuka dinding abdomen
G. Pengkajian fokus
1. Pengkajian Pre Operatif
a. Pemeriksaan fisik :
1) Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari
hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau
stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat
adanya mekonium untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan
letak fistel dan terapi segeranya.
2) Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung) Amati adanya
distensi abdomen Ukur lingkar abdomen Dengarkan bising usus ( 4
koadran) Perkusi abdomen Palpasi abdomen (mungkin kejang usus) Kaji
hidrasi dan status nutrisi Timbang berat badan tiap hari Amati muntah
proyektif (karakteristik muntah)
3) TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan) Ukur frekuensi
pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea) Ukur nadi (terjadinya
takikardia)

4) Observasi manifestasi malformasi anorektal


a) Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila
tidak dapat masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
b) Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan
fistel vesika.
2. Pengkajian Post Operatif
1) Kaji integritas kulit meliput tekstur, warna, suhu kulit.
2) Amati tanda-tanda infeksi
3) Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien.

H. Dioagosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Pra Operatif
a) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.
b) Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder
terhadap distensi abdomen.
2. Post operatif
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post op PSARP)
b) Resiko infeksi berhubungan dengan Tindakan invasif
c) Hambatan mobilitas fisik b.d penumpukan asam laktat sekunder terhadap
tirah baring
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan

I. Intervensi Keperawatan
 Pra Operatif

Dp ke Intervensi Rasional
1 a. Ukur jumlah Input – a. Mengidentifikasi adanya
Output cairan. ketidakseimbangan.
b. Inspeksi turgor kulit. b. Pada keadaan dehidrasi turgor
kulit tidak elastis.
c. Ukur tanda- tanda vital. c. Keadaan dehidrasi diidentifikasi
dengan adanya perubahan TTV
:takikardi,hipotensi,peningkatan
suhu.
d. Inspeksi adanya distensi d. Peningkatan tekanan abdomen
abdomen. ditandai dengan adanya
e. Kolaborasi berikan cairan e. Menganti cairan dan elektrolit
IV. yang hilang.

2 a. Posisikan anak pada a. untuk efisiensi ventilasi


posisi yang nyaman maksimum
dengan penggunaan
bantal 30 Gangguan pola
nafas berhubungan
dengan penekanan torakal
sekunder terhadap distensi
abdomen
b. Catat TTV dan irama b. takikardi, disritmia dan
jantung perubahan tekanan dapat
menunjukkan efek hipoksia
sistemik pada fungsi jantung.
c. Berikan O2 sesuai dengan c. dapat memperbaiki dan
kebutuhan mencegah hipoksia
d. Auskultasi bunyi nafas d. biasanya bunyi nafas menurun.
catat adanya bunyi nafas
adventisius seperti :
krekel,mengi
e. Inspeksi adanya sianosis e. Mengindikasikan adanya
kekurangan oksigen ke jaringan.

 Post operatif

Dp ke Intervensi Rasional
1 a. Kajitingkat,skala,dan a. Nyeri tidak selalu ada tetapi bila
intensitas nyeri.dan ada harus dibandingkan dengan
Monitir tanda-tanda vital gejala nyeri pasien sebelumnya
pasien dan mengetahui keadaan pasien
b. Berikan posisi yang b. Mungkin akan mengurangi rasa
nyaman pada pasien sakit dan meningkatkan
c. Ajarkan tekhnik relaksasi sirkulasi
dan distraksi c. Mengurangi rasa nyeri yang
d. Kolaborasi dengan dokter dialami oleh pasien.
d. Kenyamanan dan kerjasama
pasien dalam pengobatan
prosedur
2 a. Monitor TTV a. Mengetahui perkembangan
klien
b. Periksa luka tiap hari, b. Mendeteksi adanya infeks
perhatikan penampilan,
catat perubahan dan bau c. Untuk penyembuhan dan
c. Berikan perawatan luka mencegah infeksi
yang tepat . d. Mencegah terjadinya infeksi
d. Berikan penkes tanda dan serta mencegaah hemoroid
gejala infeksi . serta diet kambuh.
untuk post op e. Mencegah mikro organisme
e. Anjurkan untuk menjaga masuk kedalam luka
kebersihan daerah anus
f. Kolaborasikan dengan
f. Mencegah infeksi dengan
dokter dalam pemberian
mengontrol masuknya bakteri
antibiotik
pathogen.
3 a. Periksa tingkat toleransi a. Dapat digunakan untuk
fisik anak mengetahui tingkat kelelahan
anak.
b. Beri periode istirahat dan b. Istirahat digunakan untuk
tidur yang sesuai dengan menghemat energi dan
kondisinya kelelahan dapat berkurang
c. Berikan lingkungan yang c. Lingkungan yang tenang dapat
tenang dan nyaman meningkatkan rentang istirahat
klien untuk penghematan
energi
4 a. Inspeksi warna ukuran a. Kemerahan bengkak
luka. mengidentifikasi adanya
kerusakan integritas kulit
b. Bersihkan permukaan kulit b. Petrolatum membersihkan
dengan menggunakan feses yang menempel
hydrogen/air dg sabun
lunak/petrolatum
c. Gunakan balutan teknik c. Menurunkan iritasi kulit
aseptik
J. Referensi

Carpenito,LJ, 2013, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.

Doengoes, 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.

Price & Wilson,2014, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,EGC,


Jakarta

Wong, Dona L. 2013. Pedoman Keperawatan Pediatrik. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai