Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
TA.2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN
“ATRESIA ANI”

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum (Purwanto, 2010).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum (Agung Hidayat, 2009).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2010).

2. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu:
a. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini
terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara
waktu.
b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk
intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi yaitu :
1) Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm (Amin Huda &
hardhi Kusuma, 2015).

3. Etiologi/Faktor Resiko
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan
penyakit anomaly kongenital (Betz, 2012). Akan tetapi terdapat beberapa
kemungkinan yang menyebabkan atresia ani, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

4. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.
Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina,
atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses
tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula.
Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
(Mediana, 2011).
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g. Perut kembung.
(Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015).

6. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2012), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
a. Asidosis hiperkloremik
b. Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang
1) Eversi mukosa anus
2) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
3) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
4) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
5) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
6) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
7) Fistula kambuhan

7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
(Betz dan Sowden, 2012).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat
(2010), Suriadi dan Rita Yuliani (2011), Fitri Purwanto (2009) adalah sebagai
berikut :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa
hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal (prosedur
penarikan perineum abdominal). Untuk lesi rendah diatasi dengan
menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi
dengan hemostat atau scalpel.
2) Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B.
3) Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
4) Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output )
dan ukur TTV tiap 3 jam.
2) Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
3) Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi,
jaga kulit tetap kering.
4) Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
5) Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan
cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan
daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag diganti segera
setiap ada produksi.

9. WOC
Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik

ATRESIA ANI

Feses Tidak Keluar Vistel Rektovaginal

Feses Menumpuk Feses Masuk Ke


Uretra

Reabsorbsi sisa Peningkatan Tekanan Mikroorganisme masuk


metabolisme Intraabdominal ke saluran kemih

Dysuria
Keracunan Operasi Anoplasti

Gang. Rasa nyaman


Mual, muntah
Ansietas Perubahan Defekasi:
Pengeluaran Tak Gang. Eliminasi
Ketidakseimbang Terkontrol Urine
an Nutrisi < Iritasi Mukosa Nyeri
Kebutuhan
Tubuh

Resiko kerusakan kulit Abnormalitas spingter Trauma jaringan


rektal
Nyeri Inkontinensia Perawatan tidak
Gang. Rasa Nyaman Defekasi adekuat

Resiko Infeksi

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Distensi abdomen.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan:
6) Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
b. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan.
2) Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi.
3) Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain.
4) Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng.
5) Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium.
6) Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
a. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
mencerna makanan (mual, muntah)
b. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
c. Kecemasan orangtua b.d. kurangnya pengetahuan terkait penyakit anak
d. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
e. Nyeri akut b.d trauma jaringan pasca operasi
f. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
g. Resiko infeksi b.d trauma jaringan pasca operasi, perawatan tidak adekuat
h. Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah berlebihan
i. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak, distensi abdomen
j. Peningkatan suhu tubuh / Hipertermi berhubungan dengan proses
peradangan, pengeluaran inter Leukin I
Post Op
a. Nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Gangguan eliminasi Alvi berhubungan dengan penumpukan feses
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan persepsi nyeri post pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
e. Body image berhubungan dengan colostomy

3. Intervensi
Intervensi
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Tindakan Keperawatan/NIC

1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor mual dan


kurang dari kebutuhan b.d. keperawatan selama 1x24 jam muntah
ketidakmampuan mencerna diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Kaji kemampuan klien
makanan klien terpenuhi dengan kriteria untuk mendapatkan nutrisi
hasil: yang dibutuhkan
 Mampu mengidentifikasikan 3. Memonitor status gizi
kebutuhan nutrisi (4) 4. Kolaborasi dengan dokter
 Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi (4)
2 Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan 1. Memantau tanda-tanda
b.d. obstruksi anatomik keperawatan selama 1x24 jam vital dan tingkat distensi
(atresia ani), dysuria diharapkan gangguan elimnasi kandung kemih dengan
urine dapat teratasi kriteria palpasi dan perkusi
hasil: 2. Periksa dan timbang popok
 Kandung kemih pasien klien
kosong secara penuh (4) 3. Melakukan penilaian pada
 Intake cairan dalam fungsi kognitif
rentang normal (4) 4.
 Bebas dari ISK (4)

3 Kecemasan orang tua Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status mental dan
berhubungan dengan kurang keperawatan 1x24 jam tingkat ansietas dari klien
pengetahuan tentang penyakit diharapkan rasa cemas orangtua dan keluarga.
dan prosedur perawatan dapat hilang atau berkurang. 2. Dengarkan dengan penuh
Kriteria Hasil: perhatikan
1.) Ansietas berkurang 3. Jelaskan dan persiapkan
2.) Ibu klien tidak gelisah untuk tindakan prosedur
sebelum dilakukan operasi.
4. Beri kesempatan klien
untuk mengungkapkan isi
pikiran dan bertanya.
5. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.

4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Hindari kerutan pada tempat
b.d. pemasangan kolostomi keperawatan selama 1x24 jam tidur
diharapkan kerusakan integritas 2. Jaga kebersihan kulit agar
kulit dapat berkurang kriteria tetap bersih dan kering
hasil: 3. Monitor kulit akan adanya
 Integritas kullit yang baik kemerahan
bisa dipertahan-kan (4) 4. Oleskan lotion/baby oil pada
 Perfusi jaringan baik (3) daerah yang tertekan
 Menunjukan pemahaman 5. Monitor status nutrisi klien
dalam proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
(4)
5 Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi reaksi nonverbal
jaringan (post operasi) keperawatan selama 1x24 jam dari ketidaknyamanan
diharapkan nyeri akut dapat klien
berkurang kriteria hasil: 2. Bantu klien dan keluarga
untuk mencari dan
 Klien tampak nyaman dan menemukan dukungan
tenang (4) 3. Kontrol lingkungan yang
dapat memengaruhi nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian analgesik
6 Inkontinensia defekasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Intruksikan keluarga untuk
abnormalitas sfingter rektal keperawatan 1x24 jam mencatat keluaran feses
diharapkan pengeluaran defekasi 2. Jaga kebersihan baju dan
terkontrol dengan kriteria hasil: tempat tidur
 Defekasi lunak, feses 3. Evaluasi status BAB secara
berbentuk (4) rutin

7 Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
jaringan, perawatan tidak keperawatan selama 1x24 jam infeksi sistemik dan lokal
adekuat diharapkan klien bebas dari 2. Batasi pengunjung
tanda-tanda infeksi dengan 3. Pertahankan teknik cairan
kriteria hasil: asepsis pada klien yang
 Klien bebas dari tanda dan beresiko
gejala infeksi (4) 4. Inspeksi kondisi luka/insisi
 Jumlah leukosit dalam bedah
batas normal (4) 5. Ajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala
infeksi
6. Laporkan kecurigaan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Nanda NIC-NOC.
Jogjakarta : Penerbit Mediaction
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. (2012). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Azis Alimul. (2010). Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana.
Marlaim. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
Suriadi & Rita Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta :
Penebar swadaya.
Wong, Donna L. (2011). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai