Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA ANI DI


INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT
DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Yeni Dwi Aryati, S. Kep
NIM 132311101045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2018
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Atresia Ani


1. Definisi Atresia Ani
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak terhubung langsung dengan rectum (Purwanto,
2001).
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak
pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung

Gambar 1. Atresia ani


2. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran (Grosfeld J, 2006). Secara umum, atresia ani lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak
ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal
(Oldham K, 2005).

3. Etiologi
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetapi merupakan penyakit
anomaly kongenital (Bets, 2002). Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
5. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
6. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12minggu/
3 bulan.
7. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologikdidaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yangterjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

4. Komplikasi
Menurut Betz (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada artesia ani antara
lain:
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
2) Obstruksi intestinal.
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang antara lain:
a) Evresi mukosa anal.
b) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c) Impaksi dan konstipasi akibat terjadinya dilatasi sigmoid.
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e) Inkontinensia akibat stenosis anal atau implikasi.
f) Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
5. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan
rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang
jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
kolon antara 12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan janin. Kegagalan
tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan
usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya fistula. Obstuksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dan apabila urin
mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula
antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika)
pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).

6. Tanda dan Gejala


a) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
e) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g) Perut kembung (Betz, 2002).

7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a) Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b) Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c) Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
d) CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e) Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f) Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
g) Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan atresia ani menurut Hidayat (2006),
Suriadi dan Rita Yuliani (2001), Purwanto (2001) adalah sebagai berikut:

1) Penatalaksanaan Medis
a. Terapi pembedahan pada
bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Untuk
anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah
definitifnya yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum
abdominal). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal
melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus
ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan pembedahan yang
minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau
scalpel. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode
operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty (PSARP),
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus
levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
pemotongan fistel. Macam-macam PSARP yaitu:
- Minimal PSARP
Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre,
yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan
rectum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter
eksternus. Indikasinya yaitu dilakukan pada fistula perineal, anal
stenosis, anal membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula
yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kulit.
- Limited PSARP
Yang dibelah adalah atot sfingter eksterns, muscle fiber, muscle
complex serta tidak membelah tulang coccygeus. Yang terpenting
adalah diseksi rektum agar tidak merusak vagina. Indikasi tindakan
ini yaitu atresia ani dengan fistula rektovestibuler.
- Full PSARP
Yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan
coccygeus. Indikasinya yaitu pada atresia ani letak tinggi dengan
gambaran invertogram, gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm
dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia
rectum dan stenosis rektum.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin
untuk mencegah infeksi pasca operasi
d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

2) Penatalaksanaan Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan
keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan
dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan
setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan kedua, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk
mencegah infeksi serta memperhatikan kesehatan bayi.
B. Clinical Pathway
Pembentukan anus dari tonjolan
Gangguan Pertumbuhan
Fusi embriogenik

Atresia Ani

Feses tidak dapat Vistel


keluar rectovaginal

Feses Menumpuk Feses masuk ke uretra

Mikroorganisme masuk
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa
saluran kemih
intra abdominal metabolisme oleh tubuh

Dysuria
Pembedahan: Mual muntah Keracunan
Anoplasti, colostomi
Gangguan eliminasi
Ketidakseimbangan nutrisi urine
kurang dari kebutuhan tubuh

Perubahan Trauma Perawatan tidak adekuat


defekasi jaringan

Resiko Infeksi
Pengeluaran Nyeri Akut
tidak terkontrol

Iritasi Risiko kerusakan


mukosa integritas kulit
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, nomor register, tanggal
dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang biasa muncul pada pasien dengan atresia ani adalah perut
kembung, muntah-muntah dan tidak bisa BAB.
3) Riwayat penyakit dahulu
a. Antenatal: nutrisi ibu yang
kurang, ibu mengkonsumsi obat-obatan saat trimester 1 kehamilan, ibu
jarang atau tidak melakukan kontrol (ring ANC), dan trauma fisik ibu
b. Intenatal: bayi lahir dengan
premature dengan kondisi kaki, badan lalu kepala yang keluar
c. Post natal: pemberian
makanan yang kasar, dan kurang serat bisa memperparah kondisi pasien
yang mengalami atresia ani. Karena kondisi anus dengan lubang yang
kecil atau bahkan tidak ada lubang akan menyebabkan meconium keras.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Apakah ada keluarga yang dulunya pernah mengalami penyakit yang dapat
meningkatkan terjadinya atresia ani. Kejadian atresia ani akan meningkat
pada pasien yang memiliki saudara yang sebelumnya mengalami atresia ani.
5) Riwayat tumbuh kembang
Anak yang mengalami atresia ani akan mengalami gangguan pada fase anal
yang berlangsung pada umur 1-3 tahun.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya pasien.Tanda-tanda vital pasien.

Kepala: simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

Leher: simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

Mata: simetris, tidak konjungtifitis, tidak ada perdarahan pada


subkonjungtiva, tidak ikterus, pada pasien atresia ani biasanya konjungtiva
agak pucat.
Telinga : telinga simetris, tidak ada lesi dan nyeri tekan.

Hidung: Tidak ada deformitas, ada pernafasan cuping hidung, simetris, tidak
ada lesi.

Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

Thorak: bentuk dada simetris, tidak pigeon chest, tidak funnel chest,
pernafasan normal.

Jantung: tidak terdengar murmur atau suara abnormal lainnya saat auskultasi
dan frekuensi jantung normal.

Abdomen: simetris, tidak ada massa atau tumor, tidak terdapat perdarahan
pada umbilikus, terdengar suara hiperperistaltik. Pada pemeriksaan palpasi
pada daerah usus akan terdengar pekak (konstipasi).

Genitalia: terdapat lubang uretra, pada penderita atresia ani bisa terjadi
meconium keluar bersamaan dengan urin.

Anus: tidak terdapat anus, anus tampak merah, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi, thermometer yang dimasukkan ke dalam anus tertahan oleh
jaringan.

Ektremitas atas dan bawah: simetris, tidak ada fraktur, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak sedikit pucat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan disuria (00016)
b. Risiko infeksi berhungan dengan perawatan tidak adekuat, trauma jaringan
post operasi (00004)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (00132)
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah (00002)
e. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (00047)
D. Perencanaan Keperawatan
Rencana Perawatan
No Diagnosa Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan 1. Penilaian urine yang berfokus pada
berhubungan dengan disuria keperawatan selama ..x 24 jam inkontinensia (output urine, pola
(00016) fungsi eliminasi urine berjalan baik berkemih)
2.Catat input dan output cairan
Kriteria hasil: 3.Pantau tingkat distensi kandung kemih
1. Kandung kemih kosong 4.Memonitor efek dari obat-obatan yang
sempurna diresepkan
2. Tidak ada residu urine >100- 5.Memasang kateter
200 c
3. Intake cairan dalam rentang
normal
4. Tidak ada spasme bladder
5. Balance cairan seimbang
2. Risiko infeksi berhungan Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi: intraoperatif
dengan perawatan tidak keperawatan selama ...x24 jam 1. Bersihkan debu dan permukaan
adekuat, trauma jaringan post pasien akan menunjukkan tidak mendatar dengan pencahayaan di ruang
operasi (00004) terjadi infeksi. operasi
NOC 2. Monitor dan jaga suhu ruangan antara
Kontrol risiko: proses infeksi 20◦c dan 24◦c
3. Batasi dan kontrol lalu lalang
Kriteria hasil: pengunjung
1. Tidak ada tanda gejalan infeksi 4. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
2. Luka dalam keadaan bersih dan universal
tertutu kasa 5. Verifikasi keutuhan kemasan steril
6. Buka persediaan peralatan steril dengan
menggunakan teknik aseptik
7. Oleskan salep antimikroba pada lokasi
pembedahan sesuai kebijakan
8. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
3. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pain management
agens cedera fisik (00132) keperawatan selama ...x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
diharapkan nyeri hilang/ berkurang komprehensif (PQRST)
dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan tentang teknik non farmakologik
a. Pasien mampu mengontrol nyeri seperti teknik nafas dalam
(tahu penyebab nyeri dan mampu 3. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgesik
menggunakan teknik non
farmakologik untuk mengurangi
nyeri)
b. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi)
c. Pasien menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

4. Ketidakseimbangan nutrisi setelah dilakukan tindakan Nutrition Management


kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama ..;x 24 jam 1. Kaji kemampuan pasien untuk menelan
berhubungan dengan mual nutrisi membaik dan mengunyah makanan
muntah (00002) 2. Berikan informasi tentang kebutuhan
NOC: Nutritionl status nutrisi pasien kepada pasien atau
keluarga
Kriteria Hasil: 3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
a. Intake nutrisi tercukupi. menentukan jumlah kalori dan nutrisi
b. Asupan makanan dan cairan yang dibutuhkan pasien
tercukupi
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan BB
2. Monitor interaksi anak dan orang tua
selama makan atau menyusu
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor mual muntah
5. Monitor intake nutrisi dan kalori
5. Risiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure management
kulit berhubungan dengan keperawatan selama ...x24 jam
1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian
kolostomi (00047). diharapkan tidak terjadi kerusakan
longgar
integritas kulit 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
a. Integritas kulit yang baik bisa
dan kering
dipertahankan 4. Monitor adanya kemerahan
b. Tidak ada lesi
c. Perfusi jaringan baik
Insision site care
1. Monitor tanda infeksi
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
3. Bersihkan area bekas jahitan
4. Ganti balutan sesuai interval waktu
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, dan C. M. Wagner. 2016.


Nursing Invention Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah, R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Invention
Classifications (NIC) Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Keenam. Yogykarta:
Mocomedia.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Anak Buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana

Moorhead, Jhonson dan Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classifications


(NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah,
R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classifications (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Kelima.
Yogykarta: Mocomedia.

NANDA. 2014. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definition and


Classifications 2015-2017. Tenth Edition. Amerika: Nanda International.
Terjemahan oleh B.A. Keliat, H.D. Windarwati, A. Parwirowiyono, M.A.
Subu. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.Potter, P.A. dan A.G. Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatn: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Purwanto, Fitri. 2001. Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah


Anak. Jakarta: Amarta Jakarta

Anda mungkin juga menyukai