ATRESIA ANI
DISUSUN OLEH :
ECA, S.Kep
NPM. 1926050015
Preceptor Akademik
BENGKULU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI
A. PENGERTIAN
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. ( agung hidayat. 2009 )
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
B. ETIOLOGI
1. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari
Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon
antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena
abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus
imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan. Manifestasi klinis diakibatkan
adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada
laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
E. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan
dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermedie
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2006 ),
Suriadi dan Rita Yuliani ( 2001 ), Fitri Purwanto ( 2001 ) adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir,
bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum
abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui
sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek
membranosa memerlukan tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran
tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi
pada pasca operasi.
d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur
TTV tiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus,
jumlah asupan parental dan enteral.
c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit
tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara
membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar
ostoma diberi zing zalf, colostomybag diganti segera setiap ada produksi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Obstruksi
2. Perforasi
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
9. Sepsis
ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ANI
A. Anamnesa
1. Pengkajian
a. Biodata klien
b. Riwayat keperawatan
c. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan masa lalu
2. Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
3. Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post
kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta
dampak dari anestesi.
4. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh
karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
6. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa
lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
8. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi
perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
9. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan
pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran
10. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
11. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi,
masalah keuangan,
12. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah
(Mediana,1998).
13. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina. Doengoes Merillyn, E. 2000.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan tidak adekuat intake makanan dibuktikan dengan
mual muntah
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi dibuktikan dengan perawatan yang tidak adekuat
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
1 2 3 4 5 Setelah dilakukan
1 Kekuatan √ intervensi keperawatan
otot selama 2 pertemuan klien
pengunyah mampu :
2 Kekuatan √
otot I.03094 Konseling nutrisi
menelan
3 Minuman √ Setelah dilakukan
yang sehat intervensi keperawatan
4 Asupan √ selama 2 pertemuan klien
nutrisi mampu :
yang tepat
5 Makanan √ I.03098 Management cairan
yang aman
6 Minuman √
yang aman
L.08066
Tingkat nyeri
1 2 3 4 5
1 Keluhan √
nyeri
2 Meringis √
3 Gelisah √
4 Kesulitan √
tidur
Do : D.0078 Gangguan rasa nyaman L.08064 Status kenyamanan Setelah dilakukan
Ds : N Kemampu Me Cuk Sed Cukup Meni intervensi keperawatan
berhubungan dengan
o an nur up ang mening ngkat selama 2 pertemuan klien
nyeri menuntask un men kat mampu
an uru
aktivitas n I.12361 Edukasi management
1 2 3 4 5 nyeri
1 Kesejahter
aan fisik Setelah dilakukan
2 Kesejahter intervensi keperawatan
aan selama 2 pertemuan klien
fisiologis mampu
3 Perawatan
sesuai I.09326 Terapi Relaksasi
kebutuhan
4 Rileks
Tingkat keletihan
N Kemampu Me Cuk Sed Cukup Meningkat
o an nur up ang mening
menuntask un men kat
an uru
aktivitas n
1 2 3 4 5
1 Verbalisas
L.05046 i
kepulihan
nergi
2 Tenaga
3 Kemampu
an
melakukan
aktivitas
rutin
4 Motivasi
Tingkat nyeri
N Kemampu Me Cuk Sed Cukup Meningkat
o an nur up ang mening
menuntask un men kat
an uru
aktivitas n
1 2 3 4 5
1 Keluhan
nyeri
2 meringis
3 Frekuensi
nadi
4 Tekanan
darah
L.08066
Pola tidur