Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar.
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
2. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan
anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai
peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30%
anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan
congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum
dan

sinus

urogenital

sehingga

biasanya

disertai

dengan

gangguan

perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.


Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang
terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan
penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator,

septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat
jalan penurunannya.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu
Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
3. PATOFISIOLOGI
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut
dan Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian
bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta
pancreas. Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum,
appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari
endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit . Usus terbentuk
mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan
yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau
supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari
defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak
tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter .
Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan
pada minggu 4-7 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum
urorectal yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak
tinggi, dan gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang
menyebabkan letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani
pertumbuhannya abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna
dapat tidak ada atau rudimenter.
4. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu
a. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok ini
terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau

rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan


bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate
sementara waktu.
b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk
jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun
untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih
lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1)
Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis;
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang
normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal
tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls
genitourinarius

retrouretral

(pria)

atau

rectovagina

(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit


perineum lebih dari 1 cm.
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air
besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol.
Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan
dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :

a. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
7. PENATALAKSANAAN
Medik:
a. Eksisi membran anal
b. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3
bulan dilakukan koreksi sekaligus
Keperawatan:
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada
anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi
akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan
setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk
mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a.
b.
c.
d.

Asidosis hiperkioremia.
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
Komplikasi jangka panjang.
1) Eversi mukosa anal
2) Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.


h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
B. TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
ANALISA DATA
No

Data Senjang

Patofisiologi

DO:
pasien
mual/muntah setiap 15
menit setelah pemberian
makan
-BB pasien turun 0,5
kg(dari 3kg menjadi
2,5Kg)
-pasien
menangis,
kadang-kadang menolak
untuk makan

Atresia ani

Masalah
Keperawatan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intake Masuk system


pencernaan
Ujung rectum buntu

Refluks/muntah

Kegagalan intake

DO:
-pasien tidak mampu
mengontrol rasa ingin
BAB
-pasien
tidak
dapat
menahan BAB

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
Fistula
Abnormal

Rektovaginal
Rektourinaria

Kolostomi

Inkontinen bowel
tidak efektif fungsi
eksretorik

3
DO:
keluarga terlihat cemas
keluarga pasien sedih

Inkonten bowel tak efektif


Kolostomi

Kecemasan
keluarga

Inkontinuitas jaringan

Terkontaminasi

Agen mikroorganisme

Infeksi berulang

DO:
-RR: 16x/menit
-pasien terlihat sesak
-pasien sianosis
-pasien
bernapas
menggunakan otot Bantu
pernapasan

Kecemasan keluarga
Atresia ani

pola napas tidak


efektif

Tanpa fistula

Distensi abdomen

Penekanan paru

DO:
- Adanya tanda
tanda radang antara lain :
robor,dolor, calor tumor,
dan Fungsia laisa
Pasien
merasa
gatal
Pasein
merasa
tidak nyaman
DO:
Kulit
tampak

pola napas tidak efektif


Tindakan pembedahan

Resiko infeksi

Kolostomi

Resiko infeksi
Tindakan pembedahan

Gangguan
integritas kulit

7.

merah pada bagian anus


Adanya
tandatanda radang

Gangguan integritas kulit


Tindakan pembedahan

DO:

Kolostomi

Pesian terganggu
aktivitas sehari-hari
Pesien
merasa
malu

Pasien
nyaman
Nyeri
sedang 4-7

Kolostomi
Gangguan citra tubuh
Obstruksi kronik

DO:

tidak

Gangguan citra diri

Gangguan
rasa
nyaman nyeri

Gerakan peristaltik usus

skala

Megakolon

Trauma jaringan

9.

DO:
Keluarga kurang
terpajan dengan sumber
informasi
Keluarga belum
mempunyai pengalaman
terhadap atresia ani

Nyeri
Kolostomi
Inkontinuitas jaringan

Terkontaminasi
Agen mikroorganisme

Infeksi berulang

Kurang pengetahuan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Kurangnya
pengetahuan
keluarga

Diagnosa keperawatan pre operasi :


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
b. Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan
tidak lengkapnya pembentukan anus
c. pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan paru
d. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
Diagnosa keperawatan post operasi
a.
b.
c.
d.

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan


Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf

jaringan
e. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan di rumah

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
no
1

Diagnosa
Perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
anoreksia

Tujuan
Setelah dilakukan
intervensi
keperawtan
3x24
jam
diharapakan
nutrisi pasien dapat
terpenuhi

Criteria hasil
Intervensi
-BB pasien stabil
1.Pantau masukan/
-pasien
tidak pengeluaran makanan /
muntah
cairan.
-Intake
cairan
terpenuhi
2.Kaji kesukaan makanan
anak.

3.Beri makan sedikit tapi


sering.
4.Pantau berat badan
secara periodik.

5.Libatkan orang tua, misa


membawa makanan dari
rumah, membujuk anak
untuk makan.

6.Beri perawatan mulut


sebelum makan.

7.Berikan isirahat yang


adekuat.

8.Pemberian nutrisi secara


parenteral, untuk

mempertahankan
kebutuhan kalori sesuai
program diit.
2

Resiko
infeksi Setelah dilakukan
berhubungan dengan intervensi
prosedur
keperawatan 3x24
pembedahan
jam
diharapkan
tidak terjadi infeksi
l.

tidak ada tanda


tanda infeksi
-TTV normal
Nadi
:
110
X/menit.
RR:32 X/menit.
S:36,5oC
-lekosit normal

1.Pertahankan teknik septi


dan aseptik secaa ketat
pada prosedur medis atau
perawatan

2.Amati lokasi invasif


terhadap tanda-tanda
infeksi.

3.Pantau suhu tubuh,


jumlah sel darah putih.

4.Pantau dan batasi


pengunjung , beri isolasi
jika memungkinkan.

5.Beri antibiotik sesuai


advis dokter.
3

Gangguan
rasa Setelah dilakukan
nyaman
nyeri intervensi
berhubungan dengan keperawatan selama
trauma saraf
3x24 jam nyeri
pasien
dapat
terkontrol

-pasien
akan
melaporkan nyeri
hilang
atau
terkontrol,
-pasien
akan
tampak rileks,
-ekspresi
wajah
pasien relaks,
-TTV normal
Nadi:110 X/menit.
RR:32 X/menit.
S:36,5oC

1.Tanyakan pada pasien


tentang nyeri.
2.Catat kemungkinan
penyebab nyeri.

3.Anjurkan pemakaian oba


dengan benar untuk
mengontrol nyeri.

4.Ajarkan dan anjurkan


tehnik relaksasi.

4. Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat repons pasien terjadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
Pada

pelaksanaan

keperawatan

diprioritaskan

pada

upaya

untuk

mempertahankan/memperbaiki fungsi pernapasan, mengontrol/menghilangkan


nyeri, mendukung upaya mengatasi diagnosa/situasi, dan memberikan informasi
tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges Marilynn E,
2000, Rencana Asuhan Keperawatan).

5. EVALUASI
Hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan
a. Nutrisi pasien dapat terpenuhi
b. Tidak terjadi infeksi
c. Nyeri pasien dapat terkontrol
6.

DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC


Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC

Anda mungkin juga menyukai