KONSEP MEDIK
DEFINISI
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti
makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).
Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani
adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran
fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi. maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub
kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada
pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan
menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin,
atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih,
berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika
fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina,
fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm
dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis
anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak
anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi
feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara Sedangkan golongan II
pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda
timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan
terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara
ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua
yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada
anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan
congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi
karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai
dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya
PATOFISIOLOGI
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional.Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakaal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan
fekal. Kegagalan migarasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada
uretraa dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya.
TANDA & GEJALA
Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang keluar dalam waktu 24-48 jam setelah
kelahiran atau tidak tampak adanya lubang anus. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada
semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat
anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari
perineum maka gejala akan timbul dalam 24-48 jam , berupa perut kembung, muntah, tidak bisa buang
air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina atau ureter.
FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea,
esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang
MANIFESTASI KLINIS
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal (Suriadi,2001).
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntahmuntah pada usia 2448 jam setelah lahir.
KOMPLIKASI
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak jelas mengancam
hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus
dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya mempunyai
control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulit
diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan
dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan
fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan fistula bladder-neck mempunyai
pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan
usus yang baik.
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
Asidosis hiperkloremia
Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
Komplikasi jangka pendek :
Eversi mukosa anal
Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis. Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen. Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen. Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan. Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena. Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter
f. Pemeriksaan fisik rectum. Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis. Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal ada dua macam
yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut:
1.Tindakan Sementara
a.Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera dipuasakan untuk pembedahan.
Bila diduga ada malformasi rektum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi
transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu
transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk defek tipe kloaka pada perempuan selain
kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 1,5
tahun).
b.Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya pada garis hitam di
kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang
dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi
tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior
sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.
2.Tindakan Definitif
a.Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan mempertahankan kontak
kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-
uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).
b.Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;
1) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple dilakukan insisi dianal
dimple melalui tengah sfingter ani eksternus.
2) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi lebih dulu fistel ano
uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi
rektum.
c.Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan mencapai 10 kg tersebut harus
diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior
ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini, sfingter ani eksternus tidak
memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus
pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang
buruk, kontinensia mungkin didapat secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan
menggunakan otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet
dan memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai.
(Wong, 1999)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab
pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung
dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari
Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
Pola nutrisi Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi.
Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan
bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley &
Wong,1996).
Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi,
gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa
dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan
pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
B. KONSEP KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi:
- Keadaan luka: tanda kemerahan, pengeluaran cairan
- Adanya pembengkakan dan menutup sempurna
- Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir
2. Pemeriksaan daerah rektum:
- Pengeluaran feses
- Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak
tepat.
- Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai
riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
- Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi
3. Kecemasan
4. Nyeri
DIAGNOSA
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat
Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi
INTERVENSI
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat
o Tujuan : Mempertahankan Berat Badan stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan Berat Badan
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
o Intervensi :
Pertahankan potensi selang Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan
posisi.
Rasional: Memberikan istirahat pada traktus GI. Selama fase pasca operasi akut sampai kembali
berfungsi normal
Berikan perawatan oral secara teratur
Rasional: Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah
Kolaborasi pemberian cairan IV,
Rasional: Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai
Awasi pemeriksaan laboratorium. Misalnya Hb / Ht dan elektrolit.
Rasional: Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi.
2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
o Tujuan :
Menyatakan nyeri hilang
Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat
o Intervensi:
Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeri
Rasional: Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi
Catat petunjuk nonverbal. Mis: gelisah, menolak untuk bergerak
Rasional: Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi masalah
Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan / menghilangkan nyeri
Rasional: Menunjukkan faktor pencetus dan pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi
Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung atau ubah posisi
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan perhatian, dan meningkatkan koping
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit
3. Konstipasi berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
o Tujuan :
Menormalkan fungsi usus
Mengeluarkan feses melalui anus
o Intervensi:
Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja
Rasional: Memperoleh informasi tentang kondisi usus
Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus
Rasional: Distensi dan hilangnya peristaltic usus menunjukkan fungsi defekasi hilang
Berikan enema jika diperlukan
Rasional: Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi
4. Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
o Tujuan: Pola nafas efektif, tidak ada gangguan pernafasan
o Intervensi:
Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan
Rasional: Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas, dapat menyebabkan hipoventilasi
Dorong latihan napas dalam
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga
menurunkan resikoatelektasis
Berikan oksigen tambahan
Rasional: memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan peningkatan kerja nafas
Tinggikan kepala tempat tidur 300
Rasional: Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal dan meminimalkan isi
abdomen pada rongga thorax
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
o Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
o Intervensi:
Observasi luka, catat karakteristik drainase
Rasional: Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat
terjadi kapan saja
Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik aseptik
Rasional: Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian dengan sering untuk menurunkan iritasi
kulit dan potensial infeksi
Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faali
Rasional: Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi praap / post op
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
o Tujuan:
Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
Menerima perubahan kedalam konsep diri
o Intervensi:
Dorong pasien/orang terdekat untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional: Membantu pasien untuk menyadari perasaannya yang tidak biasa
Catat perilaku menarik diri. Peningkatan ketergantungan
Rasional: Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat
Gunakan kesempatan pada pasien untuk menerima stoma dan berpartisipasi dan perawatan
Rasional: Ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri
Berikan kesempatan pada anak dan orang terdekat untuk memandang stoma
Rasional: Membantu dalam menerima kenyataan
Jadwalkan aktivitas perawatan pada pasien
Rasional: Meningkatkan kontrol dan harga diri
Pertahankan pendekatan positif selama tindakan perawatan
Rasional: Membantu pasien menerima kondisinya dan perubahan pada tubuhnya
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi
o Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / proses penyakit, tindakan dan prognosis
o Intervensi:
Tentukan persepsi anak tentang penyakit
Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
Tekankan pentingnya perawatan kulit pada orang tua
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri
IMPLEMENTASI
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari :
a. Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin
terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses
penilaian.
b. Dokumentasi rencana keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai landasan kuat, dan
bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain
untuk membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
c. Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal, kadang timbul
situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk
memodifikasi alat maupun situasi.
EVALUASI
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari
evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Afhy, F. 2011. Askep Atresia Ani . (Online).
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
Dafis 2011. Kumpulan Artikel Ilmu Bedah. (Online).
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC